Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210812 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramudya Sekar Arum
"Penelitian ini menganalisis tentang implementasi informed consent, kedudukan, dan peranan informed consent bagi pasien ODGJ di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (Soerojo Hospital). Masalah yang dibahas adalah mengenai implementasi informed consent bagi pasien ODGJ dan kedudukan serta peranan Soerojo Hospital dalam pengimplementasian informed consent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Implementasi informed consent bagi pasien ODGJ tanpa wali di Soerojo Hospital dilakukan melalui berbagai tahapan. Jika tidak ditemukan wali/keluarga pasien maka yang bertanggung jawab penuh adalah dari pihak Soerojo Hospital. Kedudukan Soerojo Hospital sebagai penanggung jawab tertuang dalam Kepdirut Nomor HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 dan Kepdirut Nomor HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital bertanggung jawab langsung atas segala tindakan medis yang dilaksanakan dan harus sesuai dengan kesepakatan atau informed consent yang disepakati oleh pasien. Dalam praktiknya, antara peraturan perundang-undangan dengan Kepdirut Soerojo Hospital dalam hal implementasi informed consent dan kedudukan rumah sakit sudah sesuai namun harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan demi kesejahteraan pasien.

This study analyzed the implementation of informed consent, its status, and its role for patients with mental disorders at Prof. Dr. Soerojo Magelang Psychiatric Hospital (Soerojo Hospital). The issues discussed include the implementation of informed consent for patients with mental disorders and the position and role of Soerojo Hospital in the implementation of informed consent. This study employed doctrinal research methods. The implementation of informed consent for patients with mental disorders without guardians at Soerojo Hospital is conducted through various stages. If no guardian or family member is found, Soerojo Hospital assumes full responsibility. The position of Soerojo Hospital as the responsible party is stipulated in Director’s Decree Number HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 and Director’s Decree Number HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital is directly responsible for all medical actions, which must follow the informed consent agreed by the patient. In practice, the regulations and the Director’s Decrees of Soerojo Hospital regarding the implementation of informed consent and the hospital's position are aligned, but continuous maintenance and enhancement are necessary for the patient's well-being."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Anggara Kridahutama
"Tindakan Restrain merupakan tindakan yang mempunyai resiko tinggi sehingga memerlukan 'Informed Consent'. Tindakan Restrain biasanya diberikan kepada pasien gangguan jiwa dengan kondisi amuk. Kondisi amuk ini tidak dapat diprediksi kapan terjadinya.  Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam penerapan 'Informed Consent 'pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa serta bagaimana peranan 'Informed Consent 'dalam tindakan restrain pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah hubungan antara dokter dan pasien dalam 'Informed Consent' pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa adalah berdasarkan hubungan transaksi terapeutik. Selain itu, 'Informed Consent' dalam tindakan restrain pada pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tidak diatur dalam formulir tersendiri, melainkan diatur secara umum pada formulir  'General Consent'.
Penulis memberikan saran bahwa apabila tindakan restrain di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor memang diatur secara umum pada 'General Consent', maka jenis persetujuannya berupa 'Presumed Consent' dan pada saat pelaksanaan 'General Consent 'tersebut, dokter harus memberitahukan kepada pihak keluarga bahwa sewaktu-waktu apabila diperlukan pasien akan diberikan tindakan restrain oleh dokter. Selain itu, Menteri Kesehatan perlu membuat peraturan berupa PERMENKES mengenai tindakan restrain agar dokter dan masyarakat mendapatkan kepastian hukum terkait tindakan restrain yang hendak dilakukan.

Restraint is an action that posses high-risk so it needs an Informed Consent. Restraint often given to the Mental Disorders Patients with tantrums. Tantrums, could not be predicted in any way. This  thesis  consisting how law relating between doctors and patients in conditioning Informed Consent on Mental Disorders Patient at Mental Health Hospital and also how Informed Consent play a role of restraint at Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. This thesis used juridical-normative method with literature study and interview. This thesis also used descriptive method.
This thesis showed that the Informed Consent relations between doctors and Mental Disorders Patients at Mental Health Hospital are based on tereapeutik transaction. Other than that, Informed Consent in Mental Disorders Patients at Mental Health Hospital's restraint are not regulated on designated form, but in more general form of General Consent.
Writer suggest that if restraint in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor is regulated generally through General Consent, then the agreement will be presumed consent and when it comes to the implication of General Consent, doctors should inform to the patient's family that when it is necessary patient will be given the restraint from doctors. Moreover, the ministry of health need to enact the rule such as PERMENKES regarding restraint so that doctors and people get their law certainty associated to the actions will be done.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana penyampaian informed consent dan tanggung jawab hukum rumah sakit jiwa terhadap pasiennya dengan studi di Rumah Sakit Jiwa Sanatorium Dharmawangsa. Skripsi ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif dan preskriptif serta metode analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah setiap pasien dengan gangguan jiwa haruslah didampingi oleh orang yang bertanggung jawab atas dirinya untuk penyampaian informed consent dan ikatan hukum antara pasien dengan rumah sakit jiwa timbul setelah adanya persetujuan untuk melakukan pengobatan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab terhadap pasien.

ABSTRACT
The focus of this paper is, how to give an informed consent and legal responsibility of asylum to their patient (study of Sanatorium Dharmawangsa Asylum). The purpose of this paper is to understand how to give an informed consent to mental disorder patient and the legal responsibility of asylum. This research is normative qualitative with descriptive prescriptive typologi. The data were collected by literature and interview. The writer conclude mental disorder patient must be accompanied by the responsibility person such as parents, husband or wife, and the legal responsibility of asylum start when the responsibility person give a consent to medical treatment."
2016
S64148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pitawati
"Latar Belakang: Yayasan Galuh merupakan sebuah panti rehabilitasi mental di Bekasi yang menangani orang dengan gangguan jiwa menggunakan metode pengobatan tradisional. Latar belakang petugasnya berasal dari non medis. Mereka mengenali gejala gangguan jiwa berdasarkan perilaku abnormal dan kekerasan. Orang-orang dengan gangguan jiwa sering disertai dengan gangguan dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari. Belum ada penelitian tentang profil gangguan jiwa dan tingkat kemandirian penghuni Yayasan Galuh.
Tujuan: Untuk mendapatkan profil gangguan jiwa serta tingkat kemandirian penghuni Yayasan Galuh selama periode Desember 2012 sampai Januari 2014.
Metode: Dengan metode wawancara klinis berdasarkan PPDGJ III untuk mendapatkan diagnosis gangguan jiwa serta instrumen indeks Barthel untuk mendapatkan tingkat kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari-hari. Penelitian dilakukan selama periode waktu bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.
Hasil: Dari 210 responden didapatkan gangguan psikotik atau skizofrenia (F2) sebanyak 82,8%, gangguan afektif (F3) sebanyak 6,2%, retardasi mental (F7) sebanyak 1,4% dan ganggguan mental organik (F0) sebanyak 1%, sementara yang tidak ada psikopatologi sebanyak 8,6%. Untuk tingkat kemandirian sebagian besar penghuni termasuk mandiri yaitu sebanyak 157 orang (74,8%), 51 penghuni (24,3%) mempunyai ketergantungan ringan dan hanya 1 penghuni (0,5%) yang masing-masing memiliki ketergantungan sedang dan berat.
Simpulan: Dengan diketahuinya profil gangguan jiwa dan tingkat kemandirian penghuni Yayasan Galuh ini diperlukan perbaikan mutu layanan baik untuk kesehatan umum maupun kesehatan jiwa penghuni Yayasan Galuh dengan melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah untuk kebijakannya dan pendidikan untuk memberikan pelatihan kepada petugas-petugasnya dan bidang ilmiah untuk penelitian lebih lanjut.

Background: Galuh Foundation is a traditional mental rehabilitation shelter in Bekasi. The workers were not having medical background. They diagnosed the residents as having mental disorder from abnormal behaviour and hostility. People with mental disorder is usually having impairment in self care and daily activities. There haven‟t been any study about mental disorder profiles and independency level of residents in Galuh Foundation.
Objective: The purpose of this study was to describe the profiles of mental disorder and independence level of residents in Galuh Foundation Bekasi from December 2012 until January 2013.
Methods: Clinical interview according to PPDGJ III (based on ICD 10) to get the profiles of mental disorder and by using the Barthel index to get the independency level of self care and daily activities of residents in Galuh Foundation, from December 2012 until January 2013.
Results: Of 210 residents who had psychotic disorder (F2) were 82.8%, affective disorder (F3) were 6.2%, mental retardation (F7) were 1.4%, organic mental disorder (F0) were 1%, and no psychopatology were 8.6%. From the 210 residents who were independence were 74.8%, mild dependence were 24.3%, and only 0,5% each for mediate and totally dependence.
Conclusion: There will be need improvement for mental health of residents in Galuh Foundation and their utilities by engaging with the government and with the institution to do more studies for better improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Groves, Patricia
Fontana : Harper Collines Publishers, 1992
362.2 GRO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Scheila Askhim Sira
"Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 26 Tahun 2021 dan Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang digunakan sebagai acuan Rumah Sakit, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan pihak lainnya dalam pelaksanaan pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dan tarif rumah sakit khusus. Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit adalah satu-satunya Rumah Sakit Khusus Kelas A milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melayani pasien di luar kekhususannya. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan klaim penggantian biaya rawat inap pasien jiwa dengan penyakit fisik pada tahun 2003. Penelitian dilakukan dengan desain studi kasus dan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data primer adalah wawancara mendalam dan observasi, sedangkan data sekunder melalui telaah dokumen. Teori implementasi kebijakan yang digunakan adalah Van Meter dan Van Horn. Hasil penelitian menunjukkan standar dan tujuan kebijakan masih belum tersosialisasikan dengan baik, pelatihan sumber daya manusia terbatas, belum terdapat Standar Prosedur Operasional dan clinical pathway khusus mengenai pasien jiwa dengan penyakit fisik, dan belum ada komunikasi khusus antar rumah sakit dan BPJS. Direkomendasikan sosialisasi dan advokasi yang menyeluruh, peningkatan pelatihan, pembuatan SPO dan clinical pathway, peningkatan komunikasi rumah sakit dan BPJS, serta penelitian lebih lanjut mengenai potensi loss of income rumah sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Number 26 of 2021 and Number 3 of 2023 are Indonesian government's policies in the health sector. Both are used as payment guidance by hospital and BPJS Kesehatan for Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) and service rates in special hospitals. Duren Sawit Hospital is the only Class A Special Hospital in DKI Jakarta that serves patients outside of its specialties. This study was conducted to analyze the implementation of claim policy for hospitalization of mental patients with physical illness. The research was carried out with a case study design and qualitative approach. Primary data was collected through in-depth interviews and observation, whilst secondary data was obtained from document reviews. The theory used is of Van Meter and Van Horn. The results showed that the standards and objectives of the claim policy for hospitalization of mental patients with physical illnesss are still not properly socialized, human resource training are limited, there are no particular SOP nor special communication between hospitals and BPJS regarding mental patients with physical illnesss. This study recommends comprehensive socialization and advocacy, improve training, making of  SOPs and clinical pathways, improve communication between hospitals and BPJS, and further research regarding potential loss of income."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prathama Wibisono
"ABSTRAK
Background Mental emotional disorder becomes one of among top five sources of premature death and disability in many countries around the globe. Several studies reveal that mental health problems are very common among the college student, resulting almost half of college students population having mental health problems. The aim of this study is to find out the prevalence of mental emotional disorder among the first year medical and also to identify whether or not the trend of mental emotional disorder is increase in medical student after 1 year of medical education.Methods The total population of this study is 44 people that consist of men and women aged range from 18 to 24 years from international class medical students in the third semester. This study used the pre post study design. In addition, this study rsquo s population is the international class medical students of Universitas Indonesia Batch 2015. They underwent SRQ 20 both in the beginning of medical education and after 1 year of medical education which is in 2015 and 2016 respectively. In addition, they also conducted Holme Rahes questionnaire and open questions in 2016 after 1 year of medical education.Results The prevalence of mental emotional disorder is 34.1 of total population after 1 year of medical education. Meanwhile, the frequency of mental emotional disorder in 2015 of this population is none. There are some changes comparing mental emotional disorders in 2015 and 2016 that the changes of differences in mean score of 5.909.

ABSTRAK
Gangguan mental-emosional menjadi salah satu dari 5 sumber penyebabnya kematian dini dan kecacatan di beberapa negara seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental sangat banyak ditemukan pada mahasiswa, yaitu hampir setengah dari setengah populasi mahasiswa mempunya masalah kesehatan mental. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan prevalensi gangguan mental-emotional pada mahasiswa kedokteran tahun pertama dan mengidentifikasi apakah kecenderungan gangguan mental-emosional akan bertambah pada mahasiswa kedokteran setelah menjalani satu tahun pembelajaran ilmu kedokteran.Metode: Total populasi dari penelitian ini adalah 44 mahasiswa yang terdiri atas pria dan wanita rentang umur mulai dari 18 sampai 24 tahun dari mahasiswa kedokteran kelas internasional semester tiga. Penelitian ini memakai pre dan post desain. Selanjutnya, populasi pada penelitian ini adalah mahasiwa kedokteran kelas internasional Universitas Indonesia angkatan 2015. Mereka telah melakukan pengisian kuisioner SRQ-20 saat mereka memulai pembelajaran kedokteran pada tahun 2015 dan setelah mereka melewati 1 tahun pertama pembelajaran kedokteran pada tahun 2016. Setelah itu, mereka juga telah mengisi kuisioner Holme-Rahes dan pertanyaan-pertanyaan terbuka pada tahun 2016 setelah 1 tahun pertama pembelajaran kedokteran.Hasil: Prevalensi dari gangguan mental-emotional adalah 34.1 dari total populasi penelitian ini setelah menjalani 1 tahun pertama pembelajaran kedokteran. Selain itu, frekuensi gangguan mental-emosional pada populasi penelitian ini tahun 2015 tidak ada. Terdapat beberapa perubahan saat membandingkan gangguan mental-emosional pada tahun 2015 dan 2016, yaitu perubahan dari rata-rata nilai sebesar 5.909"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladston, William
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983
616.89 GLA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Prameswari Zahra Adelaide
"Latar Belakang: Kesehatan mental merupakan salah satu isu kesehatan yang belum terpecahkan di Indonesia. Mahasiswa kedokteran adalah satu dari banyak populasi yang rentan terkena gangguan mental diakibatkan stresor yang tinggi. Stresor ini paling tinggi dialami oleh mahasiswa transisi dari sekolah menengah atas ke fakultas kedokteran, dan dari tahun preklinik ke klinik. Meskipun mereka menerima edukasi formal tentang kesehatan mental, tetapi sangat penting untuk mengetahui dan meningkatkan beberapa parameter kesehatan mental, seperti pengetahuan dan perilaku. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan pengetahuan dan perilaku pada mahasiswa tingkat tiga preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sesudah webinar kesehatan mental.
Metode: Studi potong lintang ini menggunakan data sekunder berupa nilai pretest dan posttest pada kelompok webinar dan yang tidak menghadiri webinar (kontrol). Kuesioner yang digunakan adalah MAKS (pengetahuan) dan CAMI (perilaku). Total subjek sebanyak 132, di mana 66 masing-masing terdapat di kelompok webinar dan kontrol. Analisis data menggunakan Wilcoxon dan Mann-Whitney, di mana Mann-Whitney untuk membandingkan nilai posttest kelompok webinar dan kontrol.
Hasil: Tidak ada kenaikan yang signifikan dalam perilaku pada kelompok webinar dan kontrol (p>0.05), namun terlihat dalam aspek pengetahuan. Tidak ada perbedaan yang berarti juga terlihat pada posttest perilaku antara dua kelompok tersebut, namun terlihat signifikan pada pengetahuan (P<0.05).
Kesimpulan: Promosi kesehatan mental dalam bentuk webinar dapat meningkatkan pengetahuan, namun tidak dalam perilaku, terhadap kesehatan mental pada mahasiswa tingkat tiga preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Introduction: Mental health issues is one of health concerns that has not yet been overcome in Indonesia. Medical students are among those with high risk of developing mental disorder due to higher exposure to stress. The stressors are higher in medical students transitioning from high schools to first-year medical schools, and from preclinical to clinical years. Despite the formal education about mental health, it is important to identify and improve some specific parameters of mental health, such as knowledge and attitude. This study was conducted to identify whether there is an improvement in knowledge and attitude about mental disorder in third-year preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia before and after webinar of mental health promotion.
Methods: This cross-sectional study uses secondary data in the form of pretest and posttest score of webinar participants and non-webinar (control group). MAKS and CAMI questionnaire are used to assess the knowledge and attitude, respectively. There are a total of 132 subjects, which are equally divided into webinar and control group. The analysis uses Wilcoxon and Mann-Whitney, with the latter being used to compare only between posttest score of webinar and control group.
Results: There is no significant improvement of attitude in both webinar and control groups (p>0.05), as opposite to knowledge (p<0.05). No notable difference is also seen in the attitude using Mann-Whitney, however the outcome (posttest) of knowledge is notably higher in webinar group (p<0.05).
Conclusion: The mental health promotion in the form of a webinar improves knowledge, but does not increase attitude towards mental disorder in third-year preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>