Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizta Aulia Widyana
"Infeksi HIV dapat dikontrol oleh obat antiretroviral yang diminum seumur
hidup untuk menekan jumlah virus dengan keadaan bahwa keberhasilan
terapi dapat menentukan prognosis pasien. Salah satu aspek yang
memengaruhi keberhasilan terapi adalah kepatuhan minum obat. Pacia anak,
kepatuhan dapat dipengaruhi oleh sediaan karena berpotensi menimbulkan
keluhan seperti sulit menelan atau rasa. Penelitian ini menganalisis
hubungan antara jenis sediaan obat dengan kepatuhan minum obat pada
anak terinfeksi IllV di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta.
Data dikumpulkan dari 94 pengasuh dari 101 anak terinfeksi HIV
menggunakan kuesioner dari Center for Pharmaceutical Management yang
telah digunakan di Afrika Selatan. Sebanyak 85 anak yang mengonsumsi
tablet atau kapsul memiliki tingkat kepatuhan rendah 60% dan tinggi 40%.
Sebanyak 16 anak yang mengonsumsi puyer atau sediaan campuran
memiliki kepatuhan rendah 62,5% dan tinggi 37,5%. Analisis chi-square
dengan komponen 2x2 yaitu sediaan tablet/kapsul dan puyer/campuran serta
kepatuhan rendah dan tinggi menghaislkan p=0.851 sehingga tidak
ditemukan hubungan bermakna. HasH ini berbeda dengan peneiitian serupa
di Afrika yang menunjukkan hubungan bermakna. Sebagai kesimpulan,
pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara bentuk sediaan obat
antiretroviral dengan kepatuhan minum obat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiroy Junita
"Pembukaan status merupakan faktor penting yang diketahui mempengaruhi kepatuhan minum obat antiretroviral dan telah banyak diteliti di negara-negara dengan beban infeksi HIV tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pembukaan status dengan kepatuhan minum obat pada pasien anak terinfeksi HIV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan sampel sebanyak 94 pengasuh dari 101 pasien anak terinfeksi HIV. Pengumpulan data pembukaan status dilakukan melalui kuesioner yang dibuat oleh peneliti, sedangkan data kepatuhan minum obat diambil menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari instrumen multimetode yang dikembangkan oleh Gavin Steel, dkk. Penelitian ini menunjukkan sebagian besar pengasuh berjenis kelamin perempuan 89,4 , memiliki pendidikan terakhir SMP-SMA 64,9 , memiliki pendapatan di bawah upah minimum provinsi UMP Jakarta 75,5 , tergabung ke dalam kelompok dukungan sebaya 55,3 , dan bukan orangtua kandung dari pasien anak terinfeksi HIV 51,1 . Sebagian besar pasien anak terinfeksi HIV berusia 7 hingga di bawah 12 tahun 69,3 , berjenis kelamin perempuan 50,5 , menjalani terapi ARV lini 1 66,3 , belum mengalami pembukaan status HIV 71,3 , dan memiliki kepatuhan minum obat sedang 50,5 . Dari uji Chi-square diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kepatuhan minum obat antara pasien anak terinfeksi HIV yang telah mengalami pembukaan status dengan yang belum mengalami pembukaan status p 0,367.

Disclosure is an important factor known affecting adherence to antiretroviral therapy that has been extensively studied in high burden countries. This research aims to determine relationship between disclosure and adherence among HIV infeceted children in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia. This research is a cross sectional study with samples of 94 caregivers from 101 HIV infected children. Disclosure data was collected using questionnaire reproduced by researcher, while adherence data was collected using questionnaire adapted from a multi method instrument developed by Gavin Steel, et.al. in West Africa. Demographic data shows that most caregivers are women 89.4 , have middle school education 64.9 , have income less than minimum regional wage of Jakarta 75.5 , join peer group 55.3 , and are not the biological parents of infected children 51.1 . Most children are girls 50.5 , currently in 1st line antiretroviral therapy 66.3 , have not been disclosed 71.3 , dan have moderate level of adherence 50.5 . Statistical analysis using Chi Square shows no relationship between disclosure and adherence among HIV infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital p 0.367."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winona Andrari Mardhitiyani
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV yang menyebabkan AIDS sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Pengobatan infeksi HIV kemudian menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita. Pengobatan infeksi HIV pada anak-anak khususnya sering menemui hambatan dalam hal kepatuhan, baik dari anak itu sendiri maupun dari pengasuh. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai hubungan latar belakang pengasuh terhadap kepatuhan minum obat anak terinfeksi HIV di RSCM. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 94. Pengambilan data menggunakan kuesioner kepatuhan minum obat yang diambil dari Development of Multi-Method Tool to Measure ART Adherence in Resource-Constrained Settings: The South Africa Experience yang diterbitkan oleh Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health pada tahun 2007 yang dikembangkan di Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pengasuh, dan keterlibatan pada Kelompok Dukungan Sebaya KDS dengan kepatuhan minum obat p >0,05.

Human Immunodeficiency Virus HIV infection causes AIDS, and is still one of the most frequent cause of death in the world. HIV medication then becomes highly important to improve the patients'quality of life, and to expand their life expectancies. HIV medication in children, however, is especially problematic in terms of adherence, whether the problems are from the children themselves or from the caregivers. This research was meant to analyze the correlation between caregiver's background and HIV infected children's adherence in RSCM, a hospital in Jakarta, Indonesia. This research used cross sectional method with 94 caregivers as the sample. The data was collected using an adherence questionnaire that was adapted from Development of Multi Method Tool to Measure ART Adherence in Resource Constrained Settings The South Africa Experience which was published by Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health in 2007. This questionnaire was developed in Southern Africa. After collection, the data was analyzed statistically using chi square or Kolmogorov Smirnov if using chi square was not possible. The results reveal that there is no correlation between caregiver's background educational background, income per month, caregiver's relation with the child, and caregiver's involvement in an HIV related support groups and HIV infected children's adherence to antiretroviral therapy p 0,05."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suri Nurharjanti Harun
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratama Wicaksana
"LATAR BELAKANG: Terapi ARV telah mengubah infeksi HIV dari penyakit yang mematikan menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan. Salah satu efek samping terapi ARV adalah dislipidemia yang dapat meningkatkan risiko kardiovaskular. Studi tentang dislipidemia pada anak terinfeksi HIV di negara berkembang belum banyak dilakukan. TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalens dislipidemia pada anak terinfeksi HIV dalam terapi ARV serta faktor risiko terkait. METODE: Studi potong lintang dilakukan di poliklinik anak RSCM dari bulan Januari hingga Juli 2019. Pemeriksaan profil lipid dikerjakan pada subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang dikumpulkan adalah status gizi, stadium klinis saat awal diagnosis, status imunosupresi terakhir, nilai VL terakhir, paduan ARV terakhir, dan kombinasi ARV terakhir dari rekam medis. HASIL: Dari 96 subyek yang ikut alam penelitian ini, 52 (54,2%) mengalami dislipidemia. Prevalens dislipidemia pada kelompok terapi ARV lini 2 adalah 80%, sementara pada kelompok lini 1 adalah 39%. Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan paduan ARV lini 2 dengan peningkatan risiko, yaitu sebesar 6,3 kali (p<0,01 IK95% [2,4-17,1]) untuk terjadi dislipidemia dibandingkan dengan paduan lini 1.KESIMPULAN: Prevalens dislipidemia pada anak terinfeksi HIV yang mendapatkan terapi ARV cukup tinggi dengan faktor risiko yaitu penggunaan paduan ARV lini 2.

INTRODUCTION: Antiretroviral therapy has changed the status of HIV infection from a high-mortality disease into a chronic disease. One of the consequences of long-term use of ARV is dyslipidemia that may progress into cardiovascular disease in the future. OBJECTIVE: The aim of the study was to seek the prevalence of dyslipidemia among HIV-infected children receiving ARV and related risk factors. METHODS: A cross-sectional study was conducted at pediatric outpatient clinic, RSCM, from January to July 2019. Lipid profile was examined on eligible subjects and data regarding nutritional status, clinical stadium at diagnosis, latest immuno supression status, latest VL value and latest ARV combination used were obtained from medical record. RESULTS: Of 96 subjects included, 52 (54,2%) subjects experienced dyslipidemia. Prevalence of dyslipidemia among second line and first line users were 80% and 39%,respectively. The use of second-line ARV medications was associated with 6,3 times (p=0,0 CI95%[2,4-17,1]) increase of risk for dyslipidemia compared to the use of first-line therapy. CONCLUSION: Prevalence of dyslipidemia among HIV-positive children on ARV is high with second-line ARV therapy being a risk facto."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Papayungan, Diana
"Latar Belakang : Asma adalah merupakan penyakit kronis saluran napas yang dipandang sebagai penyakit psikosomatik yang klasik, oleh karena dianggap bahwa faktor psikologis ikut berperan tidak hanya pada onset timbulnya penyakit tetapi juga dalam penentuan perjalanan penyakit. Asma dianggap juga sebagai reaksi fisik terhadap stres yang kemudian disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan morfologik jaringan dan ditandai oleh peningkatan respon dari jalan napas terhadap berbagai stimuli (alergen dan non alergen), dan bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas yang menyeluruh (difus) yang dapat berubah beratnya balk secara spontan maupun dengan pengobatan. Adanya penyakit kronis seperti asma selain berdampak pada perkembangan anak juga dapat menyebabkan anak berisiko mengalarni berbagai masalah emosi, periIaku, dan sosial. Dikatakan bahwa anak asma 2.5 kali lebih banyak mengalami problem emosi dan perilaku dibanding anak yang sehat.
Metode : Menggunakan desain cross sectional dan alat ukur CBCL untuk menskrining problem emosi dan perilaku pada anak usia 6-18 tahun yang menderita asma.
Hasil : Proporsi total problem emosi dan perilaku pada anak asma sebesar 39%. Proporsi tertinggi diantara narrow syndrom adalah keluhan somatik sebesar 34% dan diatara broad syndrom yang tertinggi adalah intemalisasi sebesar 70%. Kelompok umur yang terbesar mengalami problem emosi dan perilaku adalah 6-12 tahun, laki-laki lebih tinggi dari perempuan, sedang menurut urutan anak yang tertinggi adalah anak sulung. Usia onset, yang terbanyak mengalami problem emosi dan perilaku yakni pada usia 6-10 tahun, dan diperoleh hubungan yang bermakna antara usia onset dan problem pikiran (p102 bulan(> 8,5 tahun) didapatkan hubungan yang bermakna dengan problem atensi, dan pada lama sakit > 90 bulan(> 7,5 tahun) didapatkan hubungan yang bermakna dengan perilaku delikuen.

Background
Asthma is a respiratory chronic illness regarded as classic psychosomatic illness since psychological factor entails not only in onset?s cause of illness but also in determination of illness route itself. Asthma is also considered as a physical response to stress which is followed by tissues morphologic alteration and indicated by the increase of breathing s route response to any stimulant, thus manifested as whole breathing?s route constriction which mass can change either spontaneously or by treatment.
A part from children's development chronic illness can also endanger children with the risk of emotional, behavior and social problems. It is said that asthmatic children suffer from emotional and behavior problems 2.5 limes greater than normally children.
Methods
Using cross sectional design and CRCL measurement equipment by means of emotional and behavior problems screening or asthmatic children aged 6-18 years old
Result and Discussion
Asthmatic children are emotional and behavior problems total proportion is 39 %. The highest proportion among narrow band syndrome is somatic complaint, which is as much as 34 % and the highest among broad band syndrome is internalization, which is as 70 %. The group which suffers most from emotional and behavior problems is 6-12 years of age group. Boys suffer more than girls. And firstborn suffers the most. Onset age which suffers from behavior problems the most is 6-10 years of age group. It is obtained a significant relation between onset age and mind problem (p < 0.05). There are two illness duration cut rates that have significant relation with the occurrence of emotional and behavior problems, they are >102 months (>8.5 years) illness period, from which a significant relation with attention problem obtained, and > 90 months(> 7.5 years) illness period, from which a significant relation with deliquency behavior obtained
Conclusion
Proportion of emotional and behavior problems of asthmatic children aged 6-18 years is 39 %. There is a significant relation between illness onset age and mind problem. There is a significant relation between illness period > 8.5 years and attention problem. For >7.5 years illness period, there is a significant relation with delinquency behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Afrisanty
"Latar Belakang: Prevalensi anak dengan HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya baik di dunia maupun di Indonesia. Caregiver anak dengan HIV/AIDS berisiko mengalami psikopatologi seperti kecemasan dan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mekanisme koping dengan psikopatologi pada caregiver anak dengan HIV/AIDS.
Metode: Pemeriksaan dilakukan pada 107 caregiver anak dengan HIV/AIDS yang datang ke Poliklinik Anak Divisi Alergi Imunologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta. Mekanisme koping dinilai dengan instrumen Brief- Coping Orientation to Problem Experienced (Brief-COPE) untuk melihat jenis mekanisme koping dan kategori mekanisme koping. Psikopatologi dinilai dengan instrumen Symptom Checklist-90 (SCL-90).
Hasil: Tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara jenis mekanisme koping dan psikopatologi, namun terdapat korelasi bermakna (r = -0,291) antara kategori mekanisme koping dan psikopatologi. Dari 107 caregiver anak dengan HIV/AIDS didapatkan 29 (27,1%) caregiver mengalami psikopatologi. Psikopatologi terbanyak adalah somatik dan depresi.
Simpulan: Jenis mekanisme koping (emotional dan problem focused coping) tidak berhubungan dengan psikopatologi. Kategori mekanisme koping yang menunjukkan banyaknya tingkatan mekanisme koping berkorelasi lemah dengan psikopatologi caregiver. Semakin banyak dan beragam mekanisme koping yang digunakan oleh caregiver anak dengan HIV/AIDS maka semakin rendah terjadinya psikopatologi dan sebaliknya semakin sedikit ragam mekanisme koping yang digunakan oleh caregiver anak dengan HIV/AIDS maka semakin tinggi terjadinya psikopatologi. Perlu ditingkatkan keterampilan mekanisme koping melalui psikoterapi dan psikoedukasi bagi para caregiver yang mengasuh anak dengan HIV/AIDS.

Background: The prevalence of children with HIV / AIDS continues to increase every year in the world or in Indonesia. Caregivers of children with HIV / AIDS are at risk for psychopathtology such as anxiety and depression. This study aims to evaluate relationship between coping mechanisms and psychopathology in caregivers of children with HIV / AIDS.
Methods: Assessment on 107 caregivers of children with HIV / AIDS at the The Allergic Immunology Pediatric Outpatient Clinic, Dr. Ciptomangunkusumo National Referral Hospital Jakarta. Coping mechanisms assessed by the instrument Brief -Coping Orientation to Problems Experienced (Brief-COPE) to evaluate the types of coping mechanisms and coping mechanisms categories. Psychopathology was assessed by the instrument Symptom Checklist-90 (SCL-90).
Results: There was no relationship statistically significant between the types of coping mechanisms and psychopathology, but there is a significant correlation (r = -0.291) between categories of coping mechanisms and psychopathology. Of the 107 caregivers of children with HIV / AIDS found 29 (27.1%) experience psychopathology. Most psychopathology are somatic and depression.
Conclusion: Type of coping mechanism (emotional and problem focused coping) was not associated with psychopathology. Categories coping mechanism that shows how many levels of coping mechanisms weakly correlated with psychopathology. The more numerous and diverse coping mechanisms used by caregivers of children with HIV / AIDS, the lower the occurrence of psychopathology and conversely the less diverse coping mechanisms used by caregivers, the higher occurrence of psychopathology. Skills of coping mechanisms need to be improved through psychotherapy and psychoeducation for caregivers of children with HIV / AIDS."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kartika Putriasih
"Latar belakang. Pemakaian kotrimoksazol sedini mungkin sejak diberikan ARV bermanfaat mencegah infeksi oportunistik terkait HIV (PCP dan toksoplasmosis) dan mengurangi mortalitas terkait pasien HIV dengan jumlah CD4 rendah. Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV perlu dicari sehingga dapat membantu klinisi dalam memberikan tata laksana pada anak terinfeksi HIV di Indonesia.
Tujuan. Evaluasi pemakaian kotrimoksazol dan hubungannya terhadap mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV di RSCM pada tahun 2005-2018.
Metode. Uji deskriptif-analitik menggunakan analisis kesintasan yang dilakukan secara kohort retrospektif di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan data rekam medis periode Januari 2005 - Desember 2018. Subyek adalah anak berusia 1 bulan-18 tahun yang mendapat ARV pertama kali di RSCM. Hubungan pemakaian kotrimoksazol dengan mortalitas dianalisis dengan uji log rank. Faktor-faktor risiko selanjutnya dianalisis secara multivariat.
Hasil. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 403. Proporsi pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV pada anak terinfeksi HIV adalah 88%. Tidak terdapat hubungan antara pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV dengan mortalitas (HR 1,498; IK 95% 0,620-3,618, p=0,369), namun pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV menurunkan mortalitas pada kondisi imunodefisiensi berat (HR 2,702; IK 95% (1,036-7,049); p=0,042). Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang mendapat terapi ARV adalah stadium HIV (stadium 3-4).
Kesimpulan. Pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV menurunkan mortalitas pada anak terinfeksi HIV dengan imunodefisiensi berat. Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV adalah stadium HIV 3-4.

Background. The use of cotrimoxazole as early as possible since being administered antiretroviral drugs is beneficial in preventing HIV-related opportunistic infections (PCP and toxoplasmosis) and reducing mortality associated with HIV patients with low CD4 counts. Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who have received antiretroviral drugs need to be sought so that they can help clinicians in providing HIV-infected children in Indonesia.
Objective. Evaluation of the use of cotrimoxazole and its association with mortality in HIV-infected children who had received ARV at RSCM in 2005-2018.
Methods. Descriptive analytic test using survival analysis were carried out in a retrospective cohort in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital using medical record data for the period January 2005 - December 2018. Subjects were children aged 1 month - 18 years who have received ARV for the first time at RSCM. The association of cotrimoxazole use with mortality was analyzed by log rank test. Risk factors are then analyzed multivariately.
Results. This study involved 403 subjects. The proportion of cotrimoxazole use at ARV initiation in HIV-infected children was 88%. There was no association between the use of cotrimoxazole at ARV initiation and mortality (HR 1.498; 95% CI 0.620-3.618; p=0,369), but the use of cotrimoxazole at ARV initiation reduced mortality in severe immunodeficiency conditions (HR 2.702; 95% CI 1,036-7,049; p=0.042). Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who received ARV therapy are stages of HIV (stage 3-4).
Conclusion. The use of cotrimoxazole at ARV initiation reduces mortality in HIV-infected with severe immunodeficiency. Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who have received ARV are stage 3-4.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Dewantari
"Ketaatan minum obat dalam penanganan HIV/AIDS dengan pengobatan ARV merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Di Indonesia belum ada data yang menyebutkan angka pasti ketaatan minum obat ARV pada ODHA. Ketaatan minum obat ARV dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor psikologis (stigma diri dan fungsi kognitif) dan non psikologis yang terdiri dari faktor demografi (umur, waktu tempuh tempat tinggal ke rumah sakit, akses berobat, tingkat pendidikan, pekerjaan, tinggal sendiri atau bersama orang lain, pembiayaan berobat, penggunaan NAPZA) dan faktor obat dan penyakit (kompleksitas regimen obat, adanya infeksi oportunistik, sumber transmisi HIV).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ketaatan minum obat ARV pada ODHA yang berobat di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 67,7%, stigma diri memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV, sedangkan faktor non psikologis yang diteliti dan fungsi kognitif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV.

Adherence to ARV is an important factor in determining the success of HIV/AIDS treatment. There has been no data about adherence to ARV in plwh in indonesia. Adherence to ARV is influenced by psychological factors (self-stigma and cognitive function) and non-psychological factors consisting of demographic (age, travel time between living place and hospital, access to treatment, level of education, occupation, living alone or with others, treatment payment, illicit drugs use), disease and treatment factor (treatment regimen complexity, opportunistic infections, source of HIV transmission).
The result of this study showed that prevalence of adherence to ARV in plwh coming to HIV integrated service unit Cipto Mangunkusumo hospital is 67,7%, that self-stigma had significant relation with adherence to ARV, while psychological factors and cognitive function had no significant relation with adherence to ARV.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Wanto Juli
"Pendahuluan : Tidur adalah proses fisiologis yang terjadi secara alami yang ditandai dengan terlepasnya persepsi dan realitas sehingga seseorang menjadi tidak sadar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien yang memakai ARV. Salah satu cara untuk meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat adalah dukungan sebaya (peer support) dimana ODHA (Orang dengan HIV) dapat lebih terbuka untuk menceritakan permasalahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi antara
Metode: Desain cross-sectional dengan metode purposive sampling yang melibatkan 120 responden berusia 18 - 40 tahun. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Peer Group Caring International Scale, dan Medical Adherence Scale (MARS-5) merupakan kuesioner yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. SPSS 20.0 digunakan untuk analisis data.
Hasilnya menunjukkan adanya korelasi antara variabel-variabel tersebut di atas. Sebagian besar responden ditemukan memiliki kualitas tidur yang buruk (17,5) disertai dengan tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi (81,7). Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara dukungan teman sebaya dengan kepatuhan minum obat (p=0,021). Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa dukungan teman sebayalah yang paling mempengaruhi tingkat kepatuhan pengobatan; nilai p 0,004 ≥ α = 0,05, OR 95% CL = 0,253 (0,098-0,650).
Kesimpulan: Kualitas tidur dan dukungan sebaya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan metode intervensi yang dapat berkontribusi lebih positif dalam meningkatkan kepatuhan minum obat pada Odha. Kualitas tidur dan dukungan sebaya diketahui berpengaruh nyata terhadap peningkatan kepatuhan minum obat ODHA yang memakai ARV. Namun, penelitian yang lebih terkontrol dengan pengambilan sampel acak yang melibatkan ukuran sampel yang lebih besar dan kontrol yang lebih ketat diperlukan untuk penelitian selanjutnya.

Latar belakang: Tidur adalah proses fisiologis alami, yang ditandai dengan persepsi persepsi dan ketidaktanggapan terhadap apa pun yang terjadi. Kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi kepatuhan pasien untuk minum ARV. Salah satu untuk meningkatkan kepatuhan minum ARV adalah dukungan sebaya, di mana ODHA akan lebih terbuka untuk menceritakan masalahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hubungan kualitas tidur dan dukungan sebaya terhadap kepatuhan minum antiretroviral pada pasien HIV/AIDS.
Metode: Digunakan desain cross sectional dengan metode purposive sampling, sebanyak 120 responden. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI ), Peer Group Caring Internasional Scale dan Medication Adherence Rating Scale (MARS-5) dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2023. Kisaran usia responden antara 18-40 tahun. Data dianalisis dengan SPSS 20.0.
Hasil: penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dan dukungan sebaya dengan kepatuhan minum antiretroviral pada pasien HIV/AIDS. Sebagian besar responden mengalami kualitas tidur yang buruk 17,5 namun masih memiliki kepatuhan tinggi 81,7. Analisis korelasi hubungan dukungan sebaya dan dengan kepatuhan p=0.021. Hasil uji regresi logistik adalah dukungan sebaya yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV nilai p 0,004 ≥ α = 0,05 dengan OR 95% CL = 0,253 (0,098-0,650).
Pembahasan : kualitas tidur dan dukungan sebaya sangat penting untuk diperhatikan sebagai intervensi pengembangan yang berkontribusi lebih positif dalam meningkatkan kepatuahan minum antiretroviral pada pasien HIV/AIDS. Kualitas tidur dan dukungan sebaya berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepatuhan minum antiretroviral pada pasien HIV/AIDS . Uji coba perdamaian acak tambahan dengan desain yang ketat dan ukuran sampel yang lebih besar diperlukan di masa mendatang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>