Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Innayatul Hudayati
"Kebijakan integrasi transportasi merupakan inovasi pemerintah dalam meningkatkan penggunaan transportasi publik di Jakarta. Salah satu bentuk integrasi transportasi adalah program penataan kawasan stasiun yang melibatkan aktor di tingkat pemerintah daerah dan pemerintah pusat tanpa mengesampingkan keterlibatan pihak swasta dan NGO. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau konsep policy network pada program penataan kawasan Stasiun Manggarai dalam mewujudkan integrasi transportasi di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan dengan pendekatan post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penataan kawasan Stasiun Manggarai melibatkan aktor kebijakan multi-level dan multi-aktor yang melakukan pertukaran sumber daya untuk saling memengaruhi agar terlibat dalam penataan kawasan Stasiun Manggarai. Meskipun terdapat perbedaan preferensi, namun adanya ruang diskusi mampu menyelesaikan perbedaan tersebut dan menemukan solusi setiap isu yang muncul. Adapun kekurangan dalam proses pertukaran sumber daya ini ternyata keterlibatan NGO belum dapat memengaruhi keputusan kebijakan yang dibuat pemerintah. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran dari kedua pihak yakni dari pemerintah yang membuka ruang diskusi secara intens maupun NGO yang dapat memanfaatkan media sosial dalam memengaruhi pemerintah.

The transportation integration policy is a government innovation in increasing the use of public transportation in Jakarta. A form of government effort in transport integration is a station area structuring program that involves actors at the regional government and central government levels without excluding the involvement of the private sector and NGOs. This research aims to review the policy network concept in the Manggarai Station area planning program in realizing transportation integration in DKI Jakarta. The research was conducted using a post-positivist approach with descriptive objectives through data collection techniques of in-depth interviews and literature studies. The research results show that the arrangement of the Manggarai Station area involves multi-level and multiactor policy actors who exchange resources to influence each other to be involved in the arrangement of the Manggarai Station area. Even though there are differences in preferences, the existence of a discussion space is able to resolve these differences and find solutions to any issues that arise. As for the shortcomings in this resource exchange process, it turns out that NGO involvement has not been able to influence policy decisions made by the government. Therefore, there needs to be awareness from both parties, in this case the government which opens space for intense discussion and NGOs which can utilize social media to influence the government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Dwi Indriyani
"Kebijakan integrasi moda transportasi publik merupakan upaya penting dalam pelaksanaan transportasi publik khususnya di Jakarta. Pasalnya kebutuhan transportasi publik di Jakarta tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat Jakarta saja namun berkaitan juga dengan masyarakat Jabodetabek. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan integrasi moda transportasi publik juga melibatkan antar aktor dan antar level dalam pemerintah serta non-pemerintah. Salah satu upaya dari integrasi moda transportasi yakni dengan adanya kebijakan penataan stasiun, salah satunya Stasiun Tanah Abang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi multi-level governance dalam penataan stasiun serta faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam serta studi literatur. Hasil penelitian ini menganalisis bahwa implementasi multi-level governance dalam penataan Stasiun Tanah Abang merupakan hal yang kompleks karena berkaitan dengan banyak aspek seperti kebijakan tata kota, tata kelola antar level dengan koordinasi pada berbagai pihak, hingga partisipasi masyarakat. Meskipun implementasi multi-level governance dalam penataan stasiun terdapat tantangan yang perlu kembali disepakati yakni terkait regulasi serta partisipasi publik sebagai perwujudan multi-level governance dalam integrasi transportasi Jakarta dan sekitarnya. 

The policy of integrating public transportation modes is an important effort in the implementation of public transportation, especially in Jakarta. This is because the need for public transportation in Jakarta is not only the needs of the people of Jakarta, but is also related to the people of around Jakarta. Therefore, the implementation of the integration of public transportation modes also involves between actors and between levels within the government and non-government. One of the efforts to integrate transportation modes is the existence of a station arrangement policy, one of which is Tanah Abang Station. This study aims to analyze the implementation of multi-level governance in station arrangement and the factors that influence the policy. This research was conducted with a post-positivist approach with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature studies. The results of this study analyze that the implementation of multi-level governance in the arrangement of Tanah Abang Station is complex because it relates to many aspects such as urban planning policies, multi-level governance with coordination of various parties, and public participation. Although the implementation of multi-level governance in structuring stations, there are challenges that need to be re-agreed, namely related to regulations and public participation as a manifestation of multi-level governance in the integration of transportation in Jakarta and its surroundings."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuqqa Macdalena
"Penelitian ini mengalisis collaborative governance pada integrasi moda transportasi angkot dalam pelaksanaan Program Jak Lingko Di Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan smart mobility. Kajian ini menggunakan pendekatan post positivist untuk menganalisa proses collaborative governance yang terjadi pada integrasi moda transportasi dalam sistem BRT Transjakarja sebagai bagian dari pelaksanaan program Jak Lingko. Proses collaborative governance yang terjadi dianalisis dengan lima dimensi model collaborative governnace yang terdiri atas dimensi konteks sistem umum, dimensi pendorong, dimensi dinamika kolaborasi, dimensi aksi kolaboratif dan dimensi dampak kolaborasi. Model Collaborative Governance ini dikembangkan dengan memasukkan parameter smart mobility pada dimensi dampak kolaborasi.

This study aim to investigate collaborative governance in the integration of angkot as one of transportation modes within the implementation the Jak Lingko Program in order to realize smart mobility in DKI Jakarta. This study uses a post positivist approach to analyze the collaborative governance process that occurs in the integration of mini bus "angkot" as one of transportation modes into the Transjakarja's BRT system as an integral part of the implementation of the Jak Lingko program. The collaborative governance process that took place was analyzed with five dimensions of the collaborative governance model consisting of the dimension of the general system context, the driving dimension, the dimensions of collaboration dynamics, the dimensions of collaborative action and the dimensions of the impact of collaboration. This Collaborative Governance model was developed by incorporating smart mobility parameters into the dimensions of collaboration impact."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vramilga Dealvana Winanda
"Sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta berperan sebagai titik sibuk untuk berbagai bentuk lalu lintas karena banyak orang datang dan pergi setiap hari untuk berbagai kebutuhan. Sebagian besar dari mereka adalah pengguna transportasi umum. Di Jakarta, salah satu bentuk transportasi umum yang berperan paling penting adalah system kereta api. Sistem kereta api membawa ratusan dan ribuan orang setiap hari melalui stasiunnya. Dari stasiun-stasiun tersebut, Stasiun Kereta Api Manggarai berdiri sebagai salah satu yang tersibuk, dan bertindak sebagai stasiun pusat baru untuk kereta api Jabodetabek di Jakarta, menggantikan Stasiun Gambir. Hal ini menyebabkan peningkatan besar dan tiba-tiba dalam jumlah orang yang menggunakan stasiun tersebut karena stasiun ini sekarang berfungsi sebagai pusat utama sistem kereta api di Jakarta. Perubahan ini menimbulkan banyak keluhan mengenai kepadatan penumpang transit dan keraguan tentang kecukupan stasiun untuk bertindak sebagai pusat sistem kereta api di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dari sudut keberpihakan publik, dengan melihat apakah stasiun tersebut mampu memenuhi preferensi publik yang akan menggunakannya. Untuk memenuhi penelitian tersebut, akan dilihat tingkat integrasi stasiun dan apakah itu sesuai dengan preferensi penggunanya.

As the capital of Indonesia, Jakarta acts as a hotspot for many forms of traffic as numerous people come and goes every day for various needs. The majority of these people are users of public transportations. In Jakarta, one of the most prominent forms of public transportation is that of the railway trains. These trains carry hundreds and thousands of people each day through its stations. Of these stations, Manggarai Railway Station stands as one of the busiest of all, acting as a new central hub for Jabodetabek trains in Jakarta, replacing Gambir Station. This caused a large and sudden increase in the number of people using the station as it now acts as the primary hub for railway systems in Jakarta. This leads to numerous complaints regarding the human congestion during transit and doubts as to the station’s adequacy to act as a central hub for railway system in Jakarta. This thesis aims to answer the question from a public favorability angle, by seeing if the station is able to fulfill the preferences of the public who will be using it. In order to do so, we will be taking a look at the station’s level of integration and whether or not it is adequate to the preferences of its users."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Irene
"Terintegrasinya layanan Mikrotrans dalam sistem BRT dan Program Jaklingko menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mode share masyarakat pada transportasi publik yang dimana tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan layanan Mikrotrans yang didukung dengan opini dari masyarakat selaku pengguna Mikrotrans dengan menggunakan teori implementasi kebijakan yang dibawakan oleh Merilee. S. Grindle dan teori faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan The Policy Implementation Assessment Tools yang dikemukakan oleh Bhuyan, Jorgensen, dan Sharma (2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dan Teknik pengumpulan data mixed method yaitu survei dan wawancara mendalam. Teknis analisis yang digunakan untuk data kuantitatif adalah teknis analisis univariat dan teknis analisis illustrative untuk data kualitatif. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa implementasi kebijakan layanan Mikrotrans di DKI Jakarta dapat dikatakan baik dikarenakan telah sesuai dengan tujuan dan desain kebijakan, meskipun masih ditemukan beberapa hal yang harus ditinjau kembali dan ditingkatkan kualitasnya agar implementasi kebijakan layanan Mikrotrans ini dapat mencapai target dan hasil yang maksimal.

The integration of Mikrotrans services in the BRT system and the Jaklingko Program is one of the government's efforts to increase public mode share in public transportation, where the long-term goal is to overcome congestion in DKI Jakarta. Therefore, this study aims to find out how the implementation of Mikrotrans service policies is supported by opinions from the public as Mikrotrans users by using the theory of policy implementation presented by Merilee. S. Grindle and the theory of factors influencing policy implementation in The Policy Implementation Assessment Tools put forward by Bhuyan, Jorgensen, and Sharma (2010). This research uses a descriptive quantitative approach and mixed method data collection techniques, namely surveys and in-depth interviews.The analysis technique used for quantitative data is univariate analysis technique and illustrative analysis technique for qualitative data. The results of this study found that the implementation of Mikrotrans service policies in DKI Jakarta can be said to be good, although there are still some things that need to be reviewed and improved in quality so that the implementation of Mikrotrans service policies can achieve targets and maximum results."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdy Riansyah Putra
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah melakukan perubahan paradigma pembangunan dariCar Oriented Development (COD) menjadi Transit Oriented Development (TOD). Pembangunan tersebut bukanlah suatu perkara mudah sehingga membutuhkan ketelibatan para pemangku kepentingan dalam network governance agar optimal. Namun dari itu, masih kerap ditemukan permasalahan dalam jaringan tata kelola tersebut seperti permasalahan mengenai fleksibilitas tata ruang, pengaturan bangunan, insentif dan disinsentif, serta kelembagaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis network governance dalam pengelolaan kawasan TOD untuk mewujudkan integrasi transportasi di Jakarta dengan menggunakan kerangka network governance dari Mu & de Jong (2016). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dengan 10 narasumber sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan dari penelitian terdahulu, publikasi lembaga, dan berita terkini sebagai sumber data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan network governance dalam pengelolaan kawasan TOD belum sepenuhnya terimplementasi dengan optimal sesuai kerangka network governance dari Mu & de Jong (2016), karena terdapat tiga indikator yang belum terpenuhi. Ketiga indikator tersebut adalah Kesadaran akan Pluralitas Persepsi, Kepentingan, dan Tujuan; Meta-governance, Manajemen Proses, dan Penataan Jaringan; dan Mencari Kesamaan atau Common Ground.

The Provincial Government of DKI Jakarta is currently undergoing a paradigm shift in development from Car Oriented Development (COD) to Transit Oriented Development (TOD). This development is not an easy task and requires the involvement of stakeholders in network governance to ensure its optimization. However, issues in the network governance system persist, such as problems related to spatial flexibility, building regulations, incentives and disincentives, and institutional matters. Therefore, this research aims to analyze the network governance in managing TOD areas to achieve transportation integration in Jakarta, using the network governance framework proposed by Mu & de Jong (2016). This study adopts a post-positivist approach with qualitative data collection techniques, including in-depth interviews with 10 informants as primary data sources and literature review from previous research, institutional publications, and current news as secondary data sources. The research findings indicate that the implementation of network governance in managing TOD areas has not fully been optimally executed according to Mu & de Jong's (2016) framework, as three indicators have not been met. These indicators include Awareness of Plurality of Perceptions, Interests, and Objectives; Meta-governance, Process Management, and Network Arrangement; and Searching for Common Ground."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muammarafi Thufail
"Pada masa pemerintahan Gubernur Basuki T. Purnama di Ibukota Khusus Wilayah Jakarta (DKI Jakarta), kebijakan penggusuran diberlakukan untuk mendorong pengembangan infrastruktur ke depan. Sayangnya, proses penggusuran itu sepihak, tidak termasuk dialog terbuka dengan komunitas miskin kota. Sebagai Hasilnya, kebijakan pengusiran telah menghilangkan peluang bagi kaum miskin kota untuk mendapatkan hak-hak mereka, tempat tinggal yang aman, serta manfaat sosial dan ekonomi sebagai warga negara. Untuk memberdayakan hak-hak kaum miskin kota, Urban Poor Network (JRMK) menyediakan advokasi untuk membuka peluang bagi kaum miskin kota berpartisipasi dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Penelitian ini mempelajari bagaimana strategi serta pengaruh substantif dan institusional JRMK berperan dalam administrasi Gubernur Anies Baswedan. Ini penelitian menggunakan teori gerakan sosial dan politik Felix Kolb perubahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dan proses advokasi yang dilakukan oleh JRMK berdampak pada pembentukan yang terintegrasi kebijakan wilayah pemukiman dan pengaturan masyarakat yang ditetapkan dalam Gubernur Keputusan No. 878 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur No. 90 Tahun 2018. Ini dampak tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor-faktor seperti kontrak politik dan momentum untuk melakukan transaksi politik, dukungan dari masyarakat sipil organisasi yang menyertai JRMK, dan kemampuan JRMK untuk berorganisasi kaum miskin kota.

During the reign of Governor Basuki T. Purnama in the Special Capital Region of Jakarta (DKI Jakarta), the eviction policy was implemented to encourage infrastructure development going forward. Unfortunately, the eviction process was one-sided, not including open dialogue with the urban poor communities. As a result, the eviction policy has eliminated opportunities for the urban poor to obtain their rights, safe housing, and social and economic benefits as citizens. To empower the rights of the urban poor, the Urban Poor Network (JRMK) provides advocacy to open opportunities for the urban poor to participate in the formulation and implementation of policies. This study studies how JRMK strategy and substantive and institutional influences play a role in the administration of Governor Anies Baswedan. This research uses the theory of social movements and political change Felix Kolb. This study uses qualitative methods with in-depth interviews. The results of this study indicate that the strategy and advocacy process
conducted by JRMK has an impact on the integrated formation of residential area policies and community arrangements stipulated in the Governor's Decree No. 878 2018 and Governor Regulation No. 90 of 2018. Here the impact cannot be separated from factors such as political contracts and momentum for political transactions, support from civil society organizations that accompany JRMK, and JRMK ability to organize the urban poor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidaan Khafian
"Tesis ini membahas mengenai kompleksitas permasalahan transportasi dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan Pola Transportasi Makro di DKI Jakarta serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk merevitalisasi kebijakan tersebut agar dapat mewujudkan kebijakan transportasi yang berkelanjutan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan transportasi di Jakarta sangatlah kompleks dimana terdapat tiga permasalahan umum yang terjadi yakni jumlah kendaraan pribadi yang tidak terkendali, angkutan umum yang masih buruk dan tidak dapat diandalkan, serta perilaku dari para pengguna jalan yang tidak disiplin.
Didalam kebijakan PTM sendiri masih ditemui adanya permasalahan yakni strategi-strategi yang ada dalam PTM belum dapat terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya upaya untuk merevitalisasi kebijakan PTM melalui upaya jangka pendek melalui pelaksanaan direct services dan penataan angkutan umum, jangka menengah, misalnya dengan pembangunan MRT dan LRT dan penataan jalur pejalan kaki, serta jangka panjang melalui integrasi kebijakan tata ruang dengan kebijakan transportasi dan pembentukan otoritas khusus transportasi Jabodetabek.
Hasil penelitian juga menyarankan bahwa dibutuhkan adanya perubahan paradigma dan pola pikir dari pemerintah, baik pusat dan daerah, dari kebijakan transportasi yang berpihak kepada kendaraan pribadi menjadi kebijakan yang berpihak kepada transportasi publik dan melaksanakan upaya-upaya dalam merevitalisasi kebijakan pola transportasi makro sesuai dengan tahapan waktu yang dibutuhkan.

The focus of this study is about the complexity of the problems of transportation and issues in the implementation of the Jakarta Macro Transportation Blueprint. This study also focus on the efforts that can be done to revitalize the policy in order to actualize a sustainable transportation policy. Using a qualitative research methods, the results shows that the transportation issues in Jakarta are very complex, there are three common problems that occur that is the number of private vehicles that are not controlled, public transports that are poor and unreliable, and the behavior of road users who are not disciplined.
In the PTM policy itself is still encountered the problem that the existing strategies in the PTM can?t be optimally implemented. Therefore, there needs to be an effort to revitalize the PTM policies through shortterm efforts with the implementation of direct services in Transjakarta Busway and revitalize the public transports services. At the medium term, for example is with the MRT and LRT construction and arrangement of pedestrian paths, and in the long term through the integration of spatial policies with transport policy and the establishment of a special authority Jabodetabek transportation agencies.
The results also suggest that there needs to be a paradigm shift and mindset of the government, both central and local, from transportation policies that favor private vehicles into policies that favor public transport and implement efforts to revitalize the Jakarta macro transportation blueprint policies in accordance with the time step needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Gina Iswara
"Walkability diartikan sebagai kemudahan berjalan kaki akibat adanya akses yang saling terkoneksi dengan tujuan untuk memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, dan keselamatan saat berjalan kaki. Penilaian walkability dilakukan di kawasan Stasiun Manggarai menuju Halte TransJakarta Manggarai untuk mengetahui kualitas jalur pejalan kaki ketika terdapat pejalan kaki yang berpindah moda dari KRL ke TransJakarta maupun sebaliknya. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan serta penyebaran kuesioner secara online. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai walkability pada Kawasan Stasiun Manggarai Menuju Halte TransJakarta Manggarai sebesar 68,5 yang artinya kawasan tersebut dikategorikan sebagai kawasan waiting to walk/somewhat walkable. Parameter yang mendapat nilai kurang baik mencakup ketersediaan fasilitas penyeberangan, kendala atau hambatan, keamanan dari kejahatan, serta infrastruktur bagi penyandang disabilitas. Namun, setelah dilakukannya switch over ke-5 di Stasiun Manggarai yang menyebabkan perubahan rute KRL, terdapat penurunan nilai dari parameter walkability menurut persepsi pengguna, terutama pada parameter kendala/hambatan dan keamanan dari kejahatan.

Walkability is defined as the ease of walking due to the existence of interconnected access with the aim of meeting security, comfort, and safety aspects when walking. The walkability assessment was carried out in the Manggarai Station area to the Manggarai TransJakarta Bus Stop to determine the quality of the pedestrian path when there were pedestrians changing modes from KRL to TransJakarta or vice versa. Data was collected by observing and distributing online questionnaires. The results of the observations show that the walkability value in the Manggarai Station Area Towards the Manggarai TransJakarta Bus Stop is 68.5, which means the area is categorized as a waiting to walk/somewhat walkable area. Parameters that score less well include the availability of crossing facilities, obstacles or barriers, security from crime, and infrastructure for persons with disabilities. However, after the 5th switch over at Manggarai Station which caused a change in the KRL route, there was a decrease in the value of the walkability parameter according to user perceptions, especially on the parameters of obstacles/obstacles and security from crime."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalimar
"Permukiman kumuh muncul ketika masyarakat tidak dapat mengakses tempat tinggal yang layak huni dan tidak memiliki kemampuan untuk membeli rumah ataupun melakukan pemeliharaan terhadap bangunan yang mereka tempati. Dalam rangka mengatasi permasalahan terkait dengan permukiman kumuh, pemerintah melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) melakukan penataan kawasan yang bertujuan meningkatkan kualitas permukiman kumuh menjadi lebih baik. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis kinerja DPRKP dalam melakukan penataan kawasan permukiman kumuh di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan teori kinerja organisasi yang terdiri dari lima indikator yaitu macro efficiency, micro efficiency, equality, happiness, dan capabilities. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan mixed methods melalui survei dan wawancara mendalam. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kinerja DPRKP DKI Jakarta dalam melakukan penataan kawasan permukiman kumuh masuk ke dalam kinerja kategori baik. Namun, terkait anggaran, alternatif pembiayaan dan koordinasi dengan dinas lain terkait penataan kawasan permukiman kumuh masih harus diperbaiki dan evaluasi kembali.

Slum settlements arise when people cannot access a decent place to live in and do not have the ability to buy a house or carry out maintenance of the building they occupy. In order to overcome problems related to slum settlements, the government through the Office of Public Housing and Settlement Areas (DPRKP) carried out regional arrangements aimed at improving the quality of slum settlements for the better. This prompted the conduct of research aimed at analyzing the performance of the DPRKP in structuring slum areas in DKI Jakarta. This study uses the theory of organizational performance which consists of five indicators, namely macro efficiency, micro efficiency, equality, happiness, and capabilities. Researchers used mixed methods collection techniques through surveys and in-depth interviews. The research findings show that the performance of the DKI Jakarta DPRKP in structuring slum areas falls into the good category of performance. However, regarding the budget, alternative financing and coordination with other agencies related to structuring slum areas, they still need to be repaired and re-evaluated."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>