Ditemukan 164131 dokumen yang sesuai dengan query
Hifza
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara gratitude dan teacher well-being pada guru Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan beragam ketunaan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 117 guru SLB. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan dua alat ukur, yaitu skala gratitude yang disusun oleh Listiyandini et al. (2015) dan Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ) milik Renshaw et al. (2015) Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan teacher well-being pada guru SLB (r = -0.155, p = 0.095; p < 0,05), sehingga hipotesis dalam penelitian ini tidak diterima.
This research aims to find out the relationship between gratitude and teacher well-being in Special School (SLB) teachers with various disabilities. The number of subjects in this research was 117 SLB teachers. The data collection method was carried out using a questionnaire with two measuring tools, namely the gratitude scale compiled by Listiyandini et al. (2015) and Renshaw et al.'s Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ). (2015) The results of this study show that there is no significant positive relationship between gratitude and teacher well-being in special school teachers (r = -0.155, p = 0.095; p < 0.05), so the hypothesis in this study is not accepted."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ridhoutomo Putra Sutryarjoko
"Pengembangan kreativitas murid merupakan peran penting untuk guru. Namun, situasi pandemic dan berbagai tekanan mengancam menurunkan well-being guru. Terdapat indikasi well-being guru memiliki pengaruh terhadap perilaku guru untuk menumbuhkan krestivitas murid. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara well-being guru dan Creativity Teaching Behavior (CFTB). Penelitian ini mengumpulkan sebanyak 285 partisipan guru sekolah menengah. Instrumen penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ) milik Renshaw et al. (2015) dan Creativity Fostering Teacher Index (CFTI) Scale milik Soh (2000). Hasil analisa korelasi statistik menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara well-being guru dengan CFTB (r = 0,503, p < 0,01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi guru mengenai kehidupan yang sehat dan sukses di tempat kerjanya memiliki hubungan dengan perilaku guru untuk menumbuhkan kreativitas murid.
Developing creativity in students are an important role for teacher. The pandemic and other pressure threatens to decrease the teacher’s well-being. There is an indication that teacher’s well-being effects their ability to foster creativity in students. Thus, this research is conducted to examine the correlation between teacher’s well-being dan Creativity Teaching Behavior (CFTB). The research has gathered 285 middle-school teachers as participants. Instrument used in this research is Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ) from Renshaw et al. (2015) dan Creativity Fostering Teacher Index (CFTI) Scale from Soh (2000). The statistical analysis showed that there is a significant correlation between teacher’s well-being and CFTB (r = 0,503, p < 0,01). The results of this study indicate that there is a relationship between teachers' perceptions of a healthy and successful life in the workplace with teachers’ behavior to foster student creativity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alifah Nur Meiliana
"Topik kesejahteraan pada guru menjadi pembahasan yang terus bergulir dari tahun ke tahun. Hingga saat ini, guru masih dianggap sebagai salah satu profesi dengan tingkat stres yang cukup tinggi, tak terkecuali guru di sekolah dasar yang tugasnya lebih menantang dibandingkan guru di jenjang pendidikan lain. Padahal, stres pada guru dapat memengaruhi berbagai aspek, bukan hanya terhadap proses belajar siswa, melainkan juga pemenuhan kebutuhan personal guru itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memiliki teacher subjective well-being yang baik. Salah satu faktor yang diduga dapat memengaruhi teacher subjective well-being adalah self-compassion. Penelitian ini hadir untuk mengeksplorasi hubungan antara self-compassion dan teacher subjective well-being pada guru sekolah dasar dengan menggunakan Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ; Renshaw et al., 2015) dan Self-Compassion Scale (SCS-LF; Neff, 2003a). Melalui 224 partisipan yang mengikuti penelitian ini, ditemukan korelasi positif yang signifikan antara self-compassion dengan teacher subjective well-being (r = 0,389, p < 0,01). Dalam hal ini, komponen-komponen positif dalam self-compassion mampu membantu guru sekolah dasar memaknai perannya lebih dalam sehingga teacher subjective well-being pada guru meningkat.
The topic of teacher well-being is commonly discussed over time. Up to this day, teacher is still mainly named as one of the most stressful job, not to mention elementary school teachers whose demands are more challenging than other secondary teachers. This topic is appealing since teacher’s stress influences some aspects, not only student’s learning process, but also teacher’s journey on personal growth. Therefore, it is important for teacher to maintain a good level of teacher subjective well-being. One of the factors expected to be affecting teacher subjective well-being is self-compassion. This study aimed to explore the correlation between self-compassion and teacher subjective well-being among elementary school teachers using Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ; Renshaw et al., 2015) and Self-Compassion Scale (SCS-LF; Neff, 2003a). Through the participation of 224 elementary school teachers, a positive, significant correlation is found between self-compassion and teacher subjective well-being (r = 0,389, p < 0,01). In this case, the positive components of self-compassion can help elementary school teachers grasp the meaning of their own role, thus increasing their teacher subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Johana Retno Widiantari
"Kreativitas merupakan kemampuan penting yang dapat membantu individu dalam menjalani aktivitas sehari - hari. Dengan begitu, kemampuan ini perlu dikembangkan sedini mungkin. Pada setting pendidikan, guru merupakan individu yang memiliki peran dalam mengembangkan kemampuan kreativitas. Agar guru maksimal dalam menjalankan peran tersebut, diperlukan kesejahteraan dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara teacher subjective well-being dan creativity fostering teacher behavior dengan guru sekolah dasar inklusif sebanyak 142 individu menjadi partisipan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi CFTIndex oleh Kurniawati dkk. (2022) dan adaptasi TSWQ oleh Saleh dkk. (nd). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ditemukan hubungan positif yang signifikan antara teacher subjective well-being dengan creativity fostering teacher behavior pada guru sekolah dasar inklusif (rs 0.363, p<0,01). Hal tersebut berarti jika teacher subjective well-being yang dialami guru meningkat, maka akan semakin baik creativity fostering teacher behavior yang dilakukan guru. Implikasi hasil penelitian ini adalah memberikan wawasan dan kesadaran bagi pihak guru, sekolah, dan pemerintah akan pentingnya teacher subjective well-being saat guru melakukan creativity fostering teacher behavior.
Creativity is an important ability that can help individuals in carrying out their daily activities. Thus, this ability needs to be developed as early as possible. In the education setting, teachers are individuals who have a role in developing creativity abilities. In order for the teacher to carry out this role, well-being is needed in them. This study aims to look at the relationship between teacher subjective well-being and creativity fostering teacher behavior with inclusive elementary school teachers as many as 142 individuals participating. The measuring tool used in this study is the adaptation of the CFTIndex by Kurniawati et al. (2022) and the TSWQ adaptation by Saleh et al. (n.d.). The results of the correlation analysis showed that there was a significant positive relationship between teacher subjective well-being with creativity fostering teacher behavior in inclusive primary school teachers (rs 0.363, p<0.01). It means if teacher subjective well-being experienced by the teacher increases, the better creativity fostering teacher behavior that the teacher does. The implication of the results of this research is to provide insight and awareness for teachers, schools, and the government of the importance of teacher subjective well-being when the teacher does creativity fostering teacher behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bagus Widodo Cahyo Putro
"Subjective well-being guru merupakan hal yang penting untuk dimiliki dan dipengaruhi oleh hubungan guru-siswa, juga oleh dukungan sosial eksternal berupa tunjangan sertifikasi guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari hubungan guru-siswa dan sertifikasi terhadap subjective well-being guru baik secara parsial maupun simultan. Hubungan guru-siswa diukur dengan menggunakan Student-Teacher Relationship Scale (STRS) milik Aldrup et al. (2018), sedangkan subjective well-being guru diukur dengan alat ukur Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) milik Renshaw et al. (2015). Status sertifikasi diukur dengan pertanyaan tertutup. Responden dalam penelitian ini berjumlah 289 orang yang merupakan guru pada jenjang sekolah menengah (SMP dan SMA/Sederajat). Berdasarkan multiple regression analysis, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa dapat memprediksi subjective well-being guru jenjang sekolah menengah. Namun, status sertifikasi tidak dapat memprediksi subjective well-being guru jenjang sekolah menengah. Sedangkan persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa dan status sertifikasi secara bersama-sama (simultan) dapat memprediksi subjective well-being guru.
Teacher subjective well-being is an important thing to have and is influenced by the teacher-student relationship, by external social support in the form of teacher certification allowances. This study aims to determine the contribution of the teacher-student relationship and teacher certification either partially or simultaneously. Teacher-student relationships were measured using the Student-Teacher Relationship Scale (STRS) belonging to Aldrup et al. (2018), while the subjective well-being of teachers is measured by the Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) by Renshaw et al. (2015). Certification is measured by closed questions. Respondents in this study are 289 people who are teachers at the middle school level (SMP and SMA/equivalent). Based on multiple regression analysis, the results showed that partially teacher-student relationships could predict the subjective well-being of secondary school teachers. However, certification cannot predict the subjective well-being of secondary school teachers. Meanwhile, teacher-student relationships and certification status can predict teachers' subjective well-being simultaneously."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fitri Octaviani Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa. Variabel gratitude diukur dengan SS8 (Skala Syukur 8) yang divalidasi dan diterjemahkan oleh Oriza dan Menaldi (2010), dari GQ6 (Gratitude Questionaire 6) yang diciptakan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden yang berusia 17 sampai 25 tahun dari seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa mean skor kedua variabel tersebut tidak signifikan berbeda antara responden yang tergabung dalam perkumpulan keagamaan dan yang tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan.
The aim of this research is to investigate the correlation between gratitude and psychological well-being among college students of. Gratitude measurement used SS8 (Skala Syukur 8) which is validated and translated by Oriza and Menaldi (2010), from GQ6 (Gratitude Questionaire 6) which is created by McCullough, Emmons, and Tsang (2001). Psychological well-being measurement used self-report scale which is adopted by Hapsari (2011) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Respondents of this research are 340 college students of Universitas Indonesia aged 17 to 25 years old. Finding shows that gratitude and psychological well-being are significantly and positively correlated. Furhtermore, this research found there is no significant difference among respondents who are involved in religious group and who aren't involved in religious group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Irsyad Farhah
"Hubungan yang baik antara guru dengan siswanya dapat mempengaruhi well-being pada guru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran moderasi dari pengalaman guru mengajar pada hubungan kedekatan guru dengan siswanya terhadap well-being guru. Hubungan kedekatan guru-siswadiukur dengan menggunakan Student-Teacher Relationship Scale (STRS) milik Aldrup (2018), sedangkan well-being guru diukur dengan alat ukur Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) milik (Renshaw et al., 2015). Responden dalam penelitian ini berjumlah 289 orang yang merupakan guru pada jenjang sekolah menengah (SMP,SMA/Sederajat). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat peran dari pengalaman guru mengajar dalam memperlemah atau memperkuat hubungan kedekatan guru-siswaterhadap well-being guru. Namun, hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara hubungan kedekatan guru-siswa dan well-being guru.
A good relationship between teachers and students can influence the well-being of teachers. This study was conducted to determine whether there is a moderating role of the teaching experience of the teacher in the relationship between the teacher and his students towards the teacher's well-being. The teacher-student closeness relationship was measured using Aldrup's (2018) Student-Teacher Relationship Scale (STRS), while the teachers well-being was measured by the teacher's Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) measuring instrument (Renshaw et al., 2015). Respondents in this study totaled 289 people who were teachers at the secondary school level (junior high school, high school / equivalent). The analysis technique used is simple regression analysis. The results of hypothesis testing in this study indicate that there is no role of the teaching experience of teachers in weakening or strengthening the close relationship between teacher-student and teacher well-being. However, the results of the correlation test in this study indicate that there is a positive relationship between the teacher-student closeness relationship and the teachers well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Riskia Ramadhina Sukriananda
"Guru merupakan salah satu profesi dengan tingkat stres yang tinggi. Seiring meningkatnya stres guru, kesejahteraan subjektif guru pun ikut menurun. Hal ini pun terjadi pada guru pendidikan anak usia dini (PAUD), yang perlu hadir secara emosional bahkan ketika berada dalam situasi yang kurang efektif, seperti suasana yang bising. Sementara itu, kesejahteraan subjektif guru PAUD penting untuk dijaga demi efektivitas pembelajaran. Studi terdahulu memperlihatkan bahwa regulasi emosi dapat memberikan efek protektif sehingga kesejahteraan guru dapat terjaga dalam kondisi yang menekan. Oleh sebab itu, penelitian ini pun bertujuan untuk melihat peran regulasi emosi sebagai moderator pada hubungan stres guru dan kesejahteraan guru PAUD. Penelitian ini dilakukan pada 319 guru PAUD dengan mengukur stres guru, kesejahteraan subjektif guru, serta dua strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dan expressive suppression. Hasil penelitian dengan uji moderator menunjukkan bahwa baik strategi cognitive reappraisal maupun expressive suppression tidak berperan sebagai moderator dalam hubungan stres guru dan kesejahteraan guru PAUD. Bagaimanapun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua strategi regulasi emosi dapat memprediksi kesejahteraan subjektif guru PAUD.
Teacher is one of the professions with the high level of stress. As the teacher stress increases, the teacher subjective well-being decreases, which also happen in early childhood teachers, who have to be present emotionally even in a less effective situation, such as a noisy environment. Meanwhile, it is important to protect teacher subjective well-being as its correlation with learning effectiveness. Previous studies showed that emotion regulation can provide protective effects in order to protect teacher subjective well-being in stressful conditions. Therefore, the current study aims to examine emotion regulation as a moderator on the relationship between teacher stress and teacher subjective well-being. This research was conducted on 319 early childhood teachers by measuring teacher stress, teacher subjective well-being, as well as two emotion regulation strategies, cognitive reappraisal and expressive suppression. Moderation analysis shows that neither cognitive reappraisal nor expressive suppression have a moderation effect on the relationship between teacher stress and early childhood teacher subjective well-being. However, the result shows that both emotional regulation strategies can predict early childhood teacher subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dimas Ariowibowo
"
ABSTRAKMemiliki hubungan yang baik dengan siswa merupakan kebutuhan dasar guru. Guru harus memiliki hubungan baik dengan siswa agar dapat menampilkan kinerja yang baik. Tak terkecuali bagi guru jenjang sekolah menengah, memiliki hubungan baik dengan siswa dapat mencegah kenakalan yang dapat ditimbulkan siswa. Terdapat perbedaan kondisi dari well-being guru wali kelas dan guru non-wali kelas yang disebabkan oleh perbedaan kondisi hubungan guru-siswa diantara kedua kelompok guru tersebut. Guru wali kelas memiliki kondisi hubungan dengan siswa serta well-being dan yang lebih baik daripada guru non-wali kelas (Fisherman, 2015; Hagenauer et al., 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pada kondisi hubungan guru-siswa terhadap well-being guru wali kelas dan guru non-wali kelas di jenjang sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan kepada guru jenjang sekolah menengah (N = 284; M = 35,58 tahun) dengan alat ukur Student-Teacher Relationship Scale dari Aldrup et al. (2018) dan Teacher Subjective Well-Being Questionnaire dari Renshaw et al. (2015). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis Independent Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kondisi hubungan guru-siswa [t(284) = -0,430; p = -0,667] dan well-being [t(284) = 1,815; p = 0,71] pada guru wali kelas dan guru non-wali kelas di jenjang sekolah menengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hana Erlida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara teacher autonomy dan teacher engagement pada guru sekolah dasar. Teacher autonomy yang diukur meliputi pemilihan aktivitas dan kelengkapan pengajaran, peraturan atau standar-standar dalam kelas, perencanaan (termasuk urutan/rangkaian) instruksional, dan pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan melalui 18 item Teaching Autonomy Scale (TAS). Teacher engagement yang diukur meliputi dimensi kognitif, dimensi emosional, dimensi sosial kepada siswa, dan dan dimensi sosial kepada rekan guru menggunakan 16 item Engaged Teacher Scale (ETS). Partisipan penelitian ini adalah 84 orang guru sekolah dasar negeri di Jakarta. Berdasarkan teknik analisis korelasi Pearson Product Moment, tidak ditemukan hubungan positif yang signifikan antara teacher autonomy dan teacher engagement
This study conducted to investigate the correlation between teacher autonomy and teacher engagement in elementary school teachers. Teacher autonomy consists of the selection of activities and teaching materials, regulations or standards in the classroom, instructional planning (including order/sequence), and decision-making or policy-making which measured by 18 items of Teaching Autonomy Scale (TAS). Teacher engagement was measured by 16 items Engaged Teacher Scale (ETS) which consist of four dimensions, that is cognitive engagement, emotional engagement, social engagement: students, and social engagement: colleagues. Participants of this study were 84 public elementary schools teachers in Jakarta. Based on Pearson Product Moment analysis, no significant positive correlation was found between teacher autonomy and teacher engagement"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64904
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library