Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanda Tri Astuti
"Tanah ulayat merupakan suatu wilayah dari suatu kaum yang diakui sebagai pemilik dari tanah yang telah dikuasai oleh kaum tersebut sebagai suatu pusaka tinggi, yang diturunkan dari nenek moyang kaum tersebut dari garis keturunan ibu (matrilineal), yang diakui secara hukum adat Minangkabau. Sebagai pusaka tinggi tanah ulayat tidak dapat dimiliki secara pribadi oleh angota kaum, hal ini dikarenakan tanah ulayat merupakan hak kepemilikan bersama anggota kaum, untuk mengolah, menikmati hasil dari tanah ulayat tersebut yang pengelolaannya diawasi oleh mamak kepala waris. dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang mengatur lebih lanjut mengenai penguasan, pengelolaan, dan kepemilikan tanah yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia, maka untuk pemerataan dan pembangunan diseluruh wilayah, maka hal-hal yang telah diakui oleh hukum adat disemua masyarakat hukum adat yang secara nyata masih ada keberadaannya, maka akan tetap diakui sebagai wilayah tanah adat. Akan tetapi penguasaan, pengelolaan dan kepemilikan tanah tersebut haruslah diselaraskan dengan kepentingan yang lebih luas untuk kepentingan pembangunan negara demi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan UU Agraria tersebut, ternyata ada pergeseran mengenai hak kepemilikan tanah ulayat, dimana disatu segi masih mempertahankan tanah ulayat tidak dapat dijual, atau tidak dapat dimiliki secara pribadi baik oleh anggota kaum maupun orang luar kaum, disisi lain karena adanya peluang untuk melakukan transaksi kepada orang pribadi maupun badan hukum  yang ingin berinvestasi diwilayah tanah ulayat, dengan cara pelepasan hak dari tanah ulayat tersebut sehingga tanah ulayat yang telah dilakukan pelepasan hak dibuatkan sertifikat dan menjadi sah berpindah kepemilikannya kepada orang pribadi maupun badan hukum. Hal inilah yang merupkan salah satu pemicu timbulnya sengketa yang berhubungan dengan tanah ulayat. Mamak kepala waris yang diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengelola tanah ulayat, harus dapat memilih dan memilah, apakah transaksi yang dilakukan dengan orang luar kaum tersebut dapat memberikan keuntungan bagi masa depan keturunan kaum, seperti masa depan Pendidikan, kehidupan ekonomi, dan tetap menjaga agar suatu kaum tidak kehilangan tanah ulayatnya, disinilah peran mamak kepala waris dalam mempertahankan masa depan dan keberadaan tanah ulayat yang merupakan harta pemersatu suatu kaum menurut adat Minangkabau.    

Ulayat land is an area of ​​a people who is recognized as the owner of the land that has been controlled by that people as a high heritage, which is inherited from the ancestors of that people through the maternal lineage (matrilineal), which is recognized according to Minangkabau customary law. As a high heritage, ulayat land cannot be owned privately by members of the clan, this is because ulayat land is a joint ownership right of members of the clan, to cultivate and enjoy the results of the ulayat land, the management of which is supervised by the head of the inheritance. with the enactment of Law no. 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles, which further regulates the control, management and ownership of land within the territory of the Republic of Indonesia, so that for equal distribution and development throughout the territory, things that have been recognized by customary law In all customary law communities that actually still exist, they will still be recognized as customary land areas. However, control, management and ownership of land must be aligned with broader interests in the interests of state development for the prosperity of all Indonesian people. In the implementation of the Agrarian Law, it turns out that there has been a shift regarding customary land ownership rights, where on the one hand it is still maintained that customary land cannot be sold, or cannot be owned privately either by members of the clan or people outside the clan, on the other hand because there is an opportunity to carry out transactions with Individuals or legal entities who wish to invest in customary land areas, by relinquishing rights to the customary land, so that the customary land for which the rights have been relinquished is made a certificate and ownership becomes legally transferred to the individual or legal entity. This is one of the triggers for the emergence of disputes related to communal land. The head of the heir who is given the responsibility to supervise and manage the ulayat land, must be able to choose and sort out whether transactions carried out with people outside the clan can provide benefits for the future of the clan's descendants, such as the future of education, economic life, and maintaining good health. a people does not lose their customary land, this is the role of the head of the waris in maintaining the future and existence of the customary land which is the unifying property of a people according to Minangkabau custom."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Almansyah
"Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait perubahan susunan pemegang saham seharusnya dilaksanakan sesuai prosedur serta persyaratan pelaksanaan RUPS dan syarat pemindahan hak atas saham sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun pada kenyataanya RUPS PT AN tidak memenuhi syarat pemindahan hak atas saham yang mengakibatkan pembatalan akta pernyataan keputusan RUPS seperti yang ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 223 PK/PDT/2022. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan mengangkat permasalahan tentang keabsahan pemindahan hak atas saham pada PT AN dan tanggung jawab notaris terhadap akta pernyataan keputusan RUPS yang telah dibatalkan oleh hakim. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi dokumen yang selanjutnya dianalisis. Dapat dikemukakan 2 (dua) hasil analisis dari penelitian ini yaitu: Pertama, pemindahan hak atas saham pada Akta Pernyataan Keputusan Bersama Para Pemegang Saham Nomor 42 Tanggal 28 November 2014 sebagian sah untuk 60 (enam puluh) saham karena telah memenuhi prosedur serta persyaratan pengambilan keputusan sirkuler dan syarat pemindahan hak atas saham tetapi sebagian lainnya tidak sah untuk 129 (seratus dua puluh sembilan) saham karena tidak ada akta pemindahan hak atas saham. Pada Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Nomor 14 Tanggal 24 Desember 2014 tidak sah seluruhnya serta melawan hukum karena melanggar syarat pemindahan hak atas saham yaitu tanpa akta pemindahan hak atas saham dan tanpa persetujuan pemegang saham melalui RUPS; Kedua, notaris memiliki tanggung jawab atas pembatalan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Nomor 14 Tanggal 24 Desember 2014 secara perdata berupa ganti rugi. Notaris juga dapat diberikan sanksi administratif berupa teguran lisan/tulisan atau pemberhentian dengan hormat/tidak hormat sebagai notaris oleh majelis pengawas notaris. Selain itu, notaris juga dapat dikenakan sanksi kode etik oleh dewan kehormatan notaris berupa teguran lisan/tulisan atau pemberhentian dengan hormat/tidak hormat dari keanggotaan organisasi notaris.

The General Meeting of Shareholders (GMS) related to changes in the composition of shareholders must be carried out by the procedures and requirements for implementing the GMS and the provisions for transferring rights to shares as stipulated in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. However, in reality, PT AN's GMS did not fulfill the requirements for transferring rights to shares, which resulted in the cancellation of the deed of the statement of the GMS decision as found in Supreme Court Decision Number 223 PK/PDT/2022. Therefore, this research was conducted by raising issues regarding the validity of the transfer of rights to shares in PT AN and the responsibility of the notary regarding the deed of the GMS decision, which the judge canceled. This doctrinal legal research was conducted by collecting primary, secondary, and tertiary legal materials through document studies which were then analyzed. It can be stated 2 (two) results of the analysis of this study, namely: First, the transfer of rights to shares in the Deed of Statement of Joint Contract of Shareholders Number 42 dated 28 November 2014 is partially valid for 60 (sixty) shares because it has fulfilled the procedures and decision-making requirements circular and requirements for the transfer of rights over shares, but the other part is not valid for 129 (one hundred twenty-nine) shares because there is no deed of transfer of rights over shares. The Deed of Statement of Resolutions of the General Meeting of Shareholders Number 14, dated 24 December 2014 invalid as a whole and against the law because of a violation of the requirements for the transfer of rights to shares, namely without the deed of transfer of shares ownership and without the approval of shareholders through the GMS; Second, the notary has the responsibility for canceling the Deed of Statement of Resolutions of the General Meeting of Shareholders Number 14 dated 24 December 2014 in the form of compensation. Notaries can also be subject to administrative sanctions in the form of verbal/written warnings or respectful/disrespectful dismissal as a notary by the notary supervisory board. In addition, notaries can also be subject to code of ethics sanctions by the notary honor council in the form of verbal/written warnings or dismissal with respect/disrespect from the notary organization."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovita Pradita Abimanyu
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta wasiat oleh notaris seharusnya memperhatikan ketentuan asas legitime portie yang berlaku sebagai dasar dalam pembuatan akta wasiat tersebut. Hal ini karena setiap ahli waris harus menerima bagian mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tanpa ada yang merasa dirugikan sehingga dapat memberikan kepastian bagi para ahli waris dan menghindarkan dampak tuntutan hukum yang dapat timbul dikemudian hari. Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi hukum terhadap bagian mutlak ahli waris legitimaris dari adanya suatu akta wasiat yang dibuat berdasarkan akta kesepakatan bersama dimana isinya melanggar bagian mutlak (legitieme portie) dan notaris yang membuat akta wasiat tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa akta wasiat yang isinya melanggar bagian mutlak (legitime portie) ahli waris legitimaris tidak serta merta langsung batal atau batal demi hukum, melainkan dapat diajukan gugatan dari ahli waris untuk menuntut bagian mutlaknya sehingga akta wasiat tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan dan bagian mutlak ahli waris legitimaris yang terlanggar akan dikembalikan sesuai dengan besarnya bagian mutlak yang dimiliki oleh ahli waris legitimaris yang menuntut tersebut sedangkan sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang sesuai dengan akta wasiat tersebut. Selain itu, dalam pembuatan akta wasiat tersebut, Notaris tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pembuatan akta wasiat tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sahnya suatu akta sehingga notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mengenai gugatan tersebut.

This thesis discusses the making of a will by a notary who should pay attention to the provisions of the legitime portie principle that apply as the basis for making the will. This is because each heir must receive their share in accordance with statutory provisions without anyone feeling disadvantaged so as to provide certainty for the heirs and avoid the impact of lawsuits that may arise in the future. The problem in this thesis is the legal implications for the absolute part of the legitimacy of the heirs from the existence of a will made based on a deed of mutual agreement where the contents violate the absolute part (legitieme portie) and the notary who made the will is declared to have committed an unlawful act. The research method used is doctrinal by using secondary data in the form of literature studies and qualitative approaches. The results of this study reveal that wills whose contents violate the absolute part (legitime portie) of legitimacy heirs are not immediately null and void, but a lawsuit can be filed from the heirs to demand their absolute part so that the will becomes unenforceable and part absolute legitimacy heirs who are violated will be returned in accordance with the size of the absolute share owned by the legitimacy heirs who claim it while the rest will be given to the heirs in accordance with the deed of will. In addition, in making the will, the Notary was not proven to have committed an unlawful act because the making of the will had fulfilled the formal and material requirements for the validity of a deed so that the notary could not be held responsible for the lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Febrini Shalshalillah Rianto
"Pada prinsipnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hak atas tanah dibuat karena belum terpenuhinya unsur-unsur untuk terjadinya suatu perbuatan hukum jual beli. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli harus memenuhi kewajibannya masing-masing yang memenuhi unsur jual beli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab hukum penjual yang telah membuat PPJB namun kemudian mengagunkan objek jual beli sebagai jaminan kepada pihak lain; dan perlindungan hukum kepada pembeli yang beriktikad baik terhadap pembebanan hak tanggungan atas sertipikat tanah yang telah dibuatkan PPJB. Penelitian hukum ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen guna menjawab permasalahan yang diangkat berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, penjual melanggar perjanjian dan melanggar unsur iktikad baik dalam perjanjian yang telah dibuat, sehingga menimbulkan kerugian terhadap pembeli. Dalam kasus ini penjual harus bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan olehnya. Di samping itu Notaris yang terkait dalam kasus ini dinyatakan lalai dengan tidak memberikan penyuluhan hukum terhadap pihak terkait dalam proses pembuatan perjanjian. Selain itu Notaris melakukan kelalaian karena tidak memegang Sertipikat Hak Milik penjual No. 3322 yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notais yang mengatakan bahwa Notaris harus saksama dan menjaga kepentingan para pihak dalam perbuatan hukum. Akibat kelalaian Notaris tersebut menimbulkan kerugian pada pembeli yang beriktikad baik, sehingga perlu diberikan perlindungan hukum kepada pihak pembeli karena pembeli telah memenuhi kewajibannya. Perlindungan tersebut diberikan dalam bentuk ganti rugi kepada pembeli.

In principle, the Agreement for Sale and Purchase (PPJB) of land rights is made because the elements for the occurrence of a legal act of sale and purchase have not been fulfilled. Therefore, the sale and purchase carried out by the seller and buyer must fulfill their respective obligations that fulfill the elements of sale and purchase. This study aims to analyze the legal responsibility of a seller who has made a PPJB but then pledges the object of sale and purchase as collateral to another party; and legal protection to buyers who are in good faith against the encumbrance of mortgage rights on land certificates that have been made PPJB. This legal research is prepared using doctrinal research methods with explanatory research types. This research uses secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials obtained through document studies to answer the problems raised in relation to the problems in this research. Based on the results of the analysis obtained, the Seller violated the agreement and violated the element of good faith in the agreement that had been made, causing losses to the Buyer. In this case, the Seller must be responsible for compensating the losses caused by him. In addition, the Notary involved in this case was declared negligent by not providing legal counseling to related parties in the process of making the agreement. In addition, the Notary was negligent in not holding the Seller's certificate of title No. 3322, which is not in accordance with the provisions of the UUJN which states that the Notary must be careful and safeguard the interests of the parties in legal actions. As a result of the Notary's negligence, the good faith purchaser was harmed, so it is necessary to provide legal protection to the purchaser because the purchaser has fulfilled his obligations. The protection is given in the form of compensation to the Buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi
"ABSTRAK
Sistem kewarisan di Minangkabau sangat berbeda
dengan sistem kewarisan adat yang lain. Minangkabau
mengenal adanya harta pusaka kaum yaitu harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Orang yang sangat
berpengaruh dan mempunyai kuasa penuh terhadap harta
pusaka kaum adalah mamak kepala waris atau lebih
dikenal dengan sebutan Mamak. Mamak di Minangkabau
pada umumnya adalah seorang laki-laki yang dituakan
memangku jabatan sebagai pemimpin dari suatu paruik.
Mamak mempunyai tanggung jawab besar terhadap
kesejahteraan dan keselamatan semua kemenakan. Manfaat
dari harta pusaka adalah untuk keselamatan nagari,
menjaga keselamatan kaum, melindungi anak-anak kecil
dan menjaga nagari dari orang-orang yang ingin berbuat
jahat. Oleh sebab itu sangat tidak diperbolehkan harta
pusaka itu dijual, digadaikan apalagi
dihilanglenyapkan oleh siapapun yang menjadi anggota
kaum Kecuali untuk kepentingan yang sanagat mendesak.
Dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang
memerlukan pembahasan yakni: Bagaimana bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh mamak kepala waris
terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat
Minangkabau, dan Bagaimana kedudukan mamak kepala
waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris
adat Minangkabau? Metode yang digunakan adalah
kepustakaan yang bersifat normatif dengan menggunakan
tipe penelitian eksplanatoris dengan tujuan evaluatif.
Setelah melihat kenyataannya dapat disimpulkan bahwa
pengawasan dan kedudukan mamak kepala waris yang
ditemukan sekarang ini hanya sebatas pada harta pusaka
tinggi, yaitu dalam bentuk Ganggam bauntuak yaitu hak
untuk mengelola, menikmati hasil dari apa yang telah
dikelola oleh seseorang atas tanah yang dikuasai dan
digunakan untuk keperluan kaum. Karena semakin
berkurangnya harta pusaka, sementara jumlah kemenakan
semakin bertambah maka sebaiknya mamak kepala waris
mempergunakan ranji dalam hal pemakaian harta pusaka
yang dipergenggam bauntuakkan, tujuannya agar semua
kemenakan dapat menikmati pemakaian ganggam bauntuak
tersebut secara nyata."
2005
T36893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendys Cynthia Ganis
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam hal pengalihan harta warisan yang belum dibagi tanpa persetujuan ahli waris lainnya. Fokus penelitian adalah mengetahui harta warisan sebagai suatu hak milik bersama yang terikat dan melihat apakah perbuatan tergugat sebagai istri dari pewaris yang mengalihkan lima bangunan rumah tanpa persetujuan ahli waris lain adalah perbuatan melawan hukum, dan kemudian mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan tergugat yang megalihkan hak milik bersama yang terikay merupakan perbuatan melawan hukum, namun mengenai jumlah pemberian ganti rugi yang harus diberikan oleh tergugat kepada penggugat kurang tepat karena apabila tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat, tergugat seolah kehilangan haknya terhadap lima bangunan atau rumah tersebut.

This research discusses about the tortious act on the transfer of the inheritance which have not been divided without the consent of the other beneficiaries. The focus of this research is to conversant with inheritance as the property of several persons which bonded and to conclude whether that the defendant act as the beneficiary which transferring five houses without any consent of the other beneficiaries is a tortious act, and then elaborate the two focuses above to look upon the Judge Decision is correct from the existed law regulation and the law theories. Juridical normative is used as the method of the research. This essay, written with literature research with secondary data as the resources of the data. The results of the research shows that the Defendant?s act which transferring the inheritance of several persons which bonded is a tortious act. However, regarding the amount of compensation which has to be given by the Defendant to the Plaintiff is inappropriate since if the Defendant paid the compensation to the Plaintiff, the Defendant make as if the Defendant looses the rights of the five houses.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Ayu Maharani
"Tesis ini membahas tentang keabsahan akta RUPS terkait peninggalan yang belum terpisahkan berupa saham perseroan oleh ahli waris pemegang saham perseroan serta tanggung jawab notaris terhadap akta RUPS yang dibuatnya. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian ini berdasarkan pada tipe deskriptif analitis. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini adalah keabsahan akta RUPS dimana belum terpisahkannya harta peninggalan berupa saham perseroan tidak dapat dibatalkan oleh penggugat karena bukan merupakan pemilik sah saham perseroan, namun pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan sebagai ahli waris yang berhak atas saham tersebut. Dan dalam hal ini Notaris yang melakukan kelalaian dalam pembuatan akta RUPS tersebut harus bertanggung jawab secara administratif maupun secara keperdataan. Notaris dalam pembuatan akta RUPS suatu perseroan, menurut penulis harus bekerja secara profesionalitas, jujur dan saksama, karena Notaris merupakan jabatan yang berlandaskan pada moralitas dan integritas yang tinggi. Seorang Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dituntut harus selalu teliti dan memeriksa kebenaran data yang diberikan, sehingga harus bertanggungjawab baik secara administrasi maupun secara keperdataan.

This thesis discusses the validity of the deed of the Annual General Meeting of Shareholders related to the unresolved inheritance in the form of the company share by the heir of the company shareholder and responsibility of aNnotary Public in making the deed of the Annual General Meeting of Shareholders. The research method used is normative juridical research. This type of research is based on a descriptive analytical type. The data processing method used is a qualitative method. The results of the study is that the validity of the deed of the Annual General Meeting of Shareholders where on of the shares is not yet be resolved by the heir of the company shareholder can’t be canceled by the plaintiff because they are not the legitimate shareholders, however the cancelation can be done by filing a lawsuit as the legitimate heir of the share. In this case, a Notary Public that made a negligence mistake in the making of the deed of the Annual General Meeting of Shareholders must be accountable both administratively and civilly. In writer’s perception, a notary public in the making of the deed of the Annual General Meeting of Shareholders must work in professionally, honestly and impartial manner, because a Notary Public is a position based on high morality and integrity. A Notary Public PPAT in carrying out its duties and authorities is required to always be careful and check the truth of the data provided, so it must be accountable both administratively and civilly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shella Maureen Wijaya
"Pembagian harta bersama dapat dilakukan dengan kesepakatan, baik melalui akta bawah tangan maupun akta notariil. Terdapat kasus adanya perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta pemisahan harta bersama dengan akta notariil. Pada kasus, Penggugat (mantan istri) diminta oleh Tergugat I (mantan suami) untuk menandatangani lembaran kosong yang dijadikan dasar untuk membuat akta pemisahan harta bersama oleh Tergugat II (Notaris). Hal ini menyebabkan kerugian bagi Penggugat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan akibat pembuatan akta pemisahan harta bersama tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak dan akibat hukum terhadap akta pemisahan harta bersama yang dibuat dengan perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 83/Pdt.G/2022/PN Cbn jo. Putusan Nomor 781/Pdt/2023/PT Bdg. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan adalah perlindungan hukum represif secara perdata dan pidana bagi Tergugat I dan Tergugat II serta sanksi administratif bagi Tergugat II. Perlindungan hukum represif pada putusan adalah dengan pengembalian hak Penggugat atas setengah bagian harta bersama yang dibebankan kepada Tergugat I dan ganti kerugian imateriil yang dibebankan kepada Tergugat I dan Tergugat II. Sanksi pidana yang dapat dikenakan adalah Pasal 378 KUHP mengenai penipuan. Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta autentik dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 16 ayat (11) jo. Pasal 44 UUJN jo. Permenkumham Nomor 61 Tahun 2016 Pasal 5 ayat (1) huruf b. Akibat hukum adanya perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta pemisahan harta bersama melalui akta Notaris adalah akta tersebut batal demi hukum sehingga tidak memiliki kekuatan mengikat.

The division of joint property can be done by agreement, either through an underhand deed or a notarial deed. There is a case of unlawful conduct in the making of a deed of separation of joint property by notarial deed. In the case, the Plaintiff (former wife) was asked by Defendant I (former husband) to sign a blank sheet which was used as the basis for making a deed of separation of joint property by Defendant II (Notary). This caused a loss to the Plaintiff. Therefore, this research aims to analyze the legal protection for the injured party due to the making of a deed of separation of joint property without the consent of one of the parties and the legal consequences of the deed of separation of joint property made by unlawful acts in Decision Number 83/Pdt.G/2022/PN Cbn jo. Decision Number 781/Pdt/2023/PT Bdg. This research uses a form of doctrinal research using secondary data collected using literature study. The results of the research can be concluded that legal protection for the injured party is civil and criminal repressive legal protection for Defendant I and Defendant II as well as administrative sanctions for Defendant II. Repressive legal protection in the decision is the return of the Plaintiff's right to half of the joint property charged to Defendant I and immaterial compensation charged to Defendant I and Defendant II. Criminal sanctions that can be imposed are Article 378 of the Criminal Code regarding fraud. Notaries who commit unlawful acts in the making of authentic deeds may be subject to administrative sanctions in accordance with Article 16 paragraph (1) letter m, Article 16 paragraph (11) jo Article 44 of UUJN. The legal consequences of unlawful acts in the making of a deed of separation of joint property through a Notary deed are that the deed is null and void so that it does not have binding force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Pangestu
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perjanjian pengelolaan harta kekayaan suami-istri ke dalam suatu lembaga Trust yang dikenal di negara dengan tradisi hukum Anglo Saxon untuk menjaga harta kekayaan keluarga demi kelangsungan generasi penerus. Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana keberlakuan perjanjian ini menurut hukum Indonesia yang pada umumnya tidak mengenal konsep trusts yang memisahkan kepemilikan antara pemilik benda secara hukum legal owner dan pemilik manfaat atas benda tersebut beneficial owner . Ketentuan dalam perjanjian tersebut juga berpotensi dapat bertentangan dengan hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata dan dalam hal bertentangan, bagaimana penetapan ahli waris dan pelaksanaan hak waris anak mengingat adanya perjanjian tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa perjanjian mengenai pembentukan lembaga Trust untuk mengelola harta kekayaan suami-istri tidak dapat dibuat dan diberlakukan menurut hukum Indonesia, namun dapat saja dibuat diluar negeri yang mengakui lembaga Trust dengan tetap dibatasi oleh ketentuan memaksa hukum waris dalam KUH Perdata termasuk legitieme portie dan ketentuan Trust harus dikuatkan keberlakuannya melalui surat wasiat sebagai instrumen yang diakui untuk mengesampingkan aturan pewarisan menurut undang-undang. Tanpa surat wasiat, penetapan ahli waris dan pembagian harta peninggalan akan tunduk pada hukum waris barat dalam KUH Perdata terlepas adanya perjanjian tersebut. Pembentukan lembaga Trust di luar negeri sebenarnya lebih bermanfaat untuk harta kekayaan di luar negeri dan mengingat hal ini, hukum waris dalam KUH Perdata juga mengenal beberapa lembaga yang memiliki fungsi dan karakteristik serupa Trust yang dapat digunakan untuk menjaga bagian bebas dari harta peninggalan pewaris demi kelangsungan generasi penerusnya.

ABSTRACT
This thesis discusses about the agreement on the management of the husband wife rsquo s assets under Trusts, as acknowledged in Anglo Saxon countries, in order to protect the family assets for future generations. The issues focus on how the enforcement of such agreement based on the Indonesia rsquo s laws which, in general, do not acknowledge the trusts concept i.e., separation between legal ownership and beneficial ownership . In addition, the provisions under such agreement can potentially infringe the inheritance laws under the Indonesian Civil Code and in this case, whether the inheritance disposition will be subject to the inheritance laws or the said agreement. This thesis rsquo research methodology is legal normative. The research result has shown that the agreement on the establishment of a Trust for the purpose of managing the husband wife rsquo s assets cannot be made and enforced under the Indonesia rsquo s laws, rather it should be made and governed based on the foreign law where the Trust is established. However, such agreement shall be subject to the forced heirship laws under the Indonesian Civil Code including the heir rsquo s mandatory portion protected under the law or known as legitieme portie and must be supported by a testament, being the stipulation acknowledged under the law to waive the applicability of the inheritance provisions under the law to the extent permitted . Without a testament, the inheritance disposition will be determined by the law regardless of such agreement. Considering that setting up a Trust in other countries will be more beneficial to those assets located outside Indonesia, the Indonesian Civil Code also acknowledges several institutions having characteristics similar to Trust which may be used as mechanism for managing the inheritance estate excluding legitieme portie so as to protect those portion of estate for future generations."
2017
T48653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Berliana Nadhifah
"Tanah ulayat kaum merupakan harta milik bersama suatu kaum dan diwarisi secara turun-temurun. Dalam praktik pendaftaran sertipikat hak atas tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau, banyak terjadi pensertipikatan atas nama perorangan tanpa sepengetahuan dan persetujuan anggota kaum atau disertipikatkan pertama kali oleh orang yang tidak berhak atas Harta Pusaka Tinggi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga karena perbuatan melawan hukum, serta mengungkap peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah harta pusaka tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Akibat sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga adalah tidak mempunyai kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah serta segala dokumen yang dilahirkan sebelum ataupun setelah diterbitkan sertipikat, perbuatan hukum yang dilakukan setelah diterbitkannya sertipikat lumpuh dan tidak berharga, kembali ke keadaan semula, pemilik yang sebenarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat dan ganti kerugian. PPAT dalam melakukan tindakan hukum harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah pusaka tinggi, peranan PPAT antara lain memastikan bahwa penghadap benar sebagai pemilik tanah, melakukan checking terhadap sertipikat, melakukan pengecekan terhadap warkah, melakukan konfirmasi faktual mengenai Harta Pusaka Tinggi tersebut ke nagari tempat objek tersebut berada, melakukan pengecekan SKPT, meminta dokumen lain seperti Ranji, Sporadik, Surat Penyataan Kepemilikan Tanah, Surat Kesepakatan atau Persetujuan Kaum, Surat Keterangan Wali Nagari atau Lurah setempat, Bukti bayar PBB serta KTP dan KK penghadap serta mengerti tentang hukum adat daerah di mana PPAT berkedudukan.

The customary land of the people is a joint property of a people and is inherited from generation to generation. In the practice of certifying high inheritance land rights in Minangkabau, there are many certificates in the name of individuals who do not get approval from members of other customary clans or are certified for the first time by individuals who are not entitled to the land which causes disputes over inherited land in the future. This study aims to analyze the legal consequences of ownership certificates on the High Inheritance’s land of people who are declared paralyzed and worthless due to acts against the law and to reveal the role of the Land Deed Making Officer (PPAT) in the transfer of rights to High Inheritance’s Land. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This study uses primary and secondary data with qualitative analysis methods. Legal consequences of land ownership certificates of high inheritance that has been declared paralyzed and worthless due to unlawful acts is certificates of land rights do not have the force of law, and all documents issued before or after the issuance of the certificate and legal actions taken after the issuance of the certificate are paralyzed and worthless, returning to their original state, the actual owner can apply for cancellation of the certificate and compensation. In carrying out legal actions, PPAT must always apply the precautionary principle. Concerning the transfer of rights to heritage high land, the role of the PPAT includes ensuring that the claimant is genuinely the owner of the land, checking the certificate, checking the Warkah, making factual confirmation regarding the inheritance to the Nagari where the object is located, checking the SKPT, ask for other documents such as Ranji, Sporadic, Declaration of Land Ownership, Letter of Agreement or Clan Agreement, Certificate of Wali Nagari or local Lurah, Proof of PBB payment and KTP and KK of the party and understand the customary law of the area where the PPAT is domiciled, thus can minimize disputes over high inheritance land within the scope of PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>