Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ocfia Amirul Elawati
"Tesis ini mengeksplorasi pemahaman gagasan after-gravity sebagai dasar metode perancangan arsitektur. After-gravity didefinisikan sebagai keadaan tanpa bobot dan tanpa orientasi, yang menghadirkan medium gerak tubuh yang tidak terbatas. Studi ini mengangkat bagaimana gerak tubuh menjadi penting sebagai respon terhadap suatu konteks yang menghadirkan batas dan gaya. Gravitasi mendefinisikan arah sebagai orientasi ruang arsitektur dan memberikan bobot pada subyek dan obyek pada ruang arsitektur dan dengan demikian memberikan batasan gerak tubuh yang terjadi pada ruang dalam maupun ruang luar arsitektur. Tesis ini menganalisis pengembangan metode desain berdasarkan gravitasi melalui studi analitis tigabelas gerakan tubuh melawan gravitasi seperti menggantung, terbang, atau berputar. Tesis ini berfokus pada pengembangan metode desain arsitektur berbasis after-gravity dengan melihat kerangka relasi interaksi antara pergerakan dengan objek yang bertindak sebagai pusat gravitasi, yakni terdiri dari relasi tubuh dengan tubuh, tubuh dengan obyek, dan tubuh dengan ruang sebagai interaksi. Metode desain arsitektur after-gravity menyoroti pengalaman spasial tubuh yang bergerak dalam menerima rangsangan dan merespons konteks. Memahami arsitektur after-gravity memperluas potensi arsitektur yang melihat relasi kekuatan dalam sebuah konteks dengan tubuh dalam lingkungan yang dibangun secara dinamis.

This thesis examine the idea of after gravity as the basis of an architectural design method.  After gravity is defined as the condition of weightlessness and disorientation that creates unrestricted body movement. The study highlights how body movement becomes essential in response to a context that presents boundaries and forces. Gravity defines direction as the orientation of architectural space and gives weight to subjects and objects in architectural space, unrestricted body movement in interior and exterior spaces. This paper analyzes the development of design methods based on gravity through analytical studies of thirteen body movements against gravity, such as hanging, flying, or rotating. The study focuses on developing an architectural design method based on after-gravity by examining the framework of interaction relations between movement and objects that act as centers of gravity, which includes interactions between body and body, body and object, and body and space. The design method of architecture after gravity highlights the spatial experience of the moving body in receiving stimuli and responding to the context. Understanding architecture after gravity widens the potential of architecture that sees the relations of forces in a context with the body in a dynamically built environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Syam
"Tesis ini mengungkap salah satu aspek penyusun atmosfer dalam arsitektur, yaitu quasi. Ide ini berawal dari problematika diskursus materialitas yang selalu berkutat pada form dan hardware dari arsitektur, namun masih sedikit yang berbicara mengenai aspek materialtas dan karakteristik ruang yang menghubungkan antara manusia dengan arsitektur. Quasi dalam atmosfer kemudian menjadi penting, sebab kehadiran quasi mampu menghadirkan arsitektur yang bersifat immaterial, amorphic, dan transcendental, yang mengubah material dan things dalam atmosfer menjadi Quasi-Material dan Quasi-Things. Kemampuan yang dimiliki oleh Quasi-Material dan Quasi-Things dapat dikembangkan menjadi sebuah Metode Desain Arsitektur yang menghubungkan arsitektur dengan manusia. Metode desain arsitektur dengan menggunakan Quasi-Material dan Quasi-Things dapat memindahkan fokus desain, dari atmosfer yang terbentuk secara accidental, menjadi intentional. Metode ini memberikan kebebasan pada arsitek untuk bereksplorasi dalam merancang atmosfer yang dituju tanpa harus memikirkan bentuk. Posisi form dalam metode ini adalah hasil dari rancangan atmosfer yang terbentuk dalam arsitektur. Melalui rangkaian eksperimen dan skenario alur lintasan matahari sebagai batasan desain, arsitektur yang dirancang dengan menggunakan metode Quasi-Material dan Quasi-Things mampu menghadirkan atmosfer yang terdesain untuk mempertahankan kualitas atmosfer ruangnya sehingga dapat memaksimalkan pengalaman sensori manusia.

This thesis unveils quasi as one of the components of atmospheres inside architecture. This idea emerges from problematical discourse in materiality, which likely talks about form and the hardware of architecture. However, the literature on aspects of materiality and spatial characteristics that connect humans with architecture is still less adequate. Quasi as the component of the atmosphere became important because the presence of quasi could project an immaterial, amorphic, and transcendental architecture that could turn material and things (in the atmosphere) into quasi-material and quasi-things. The capability of those quasi-material and quasi-things can be developed into architecture design methods that could connect the relationship between humans and architecture. Quasi-material and quasi-things as architecture design methods could shift the design focus from an accidental-formed atmosphere into an intentional-formed atmosphere. This method removes the architect’s circumscription to explore and design their own desired atmosphere without concern about form. This method makes form as a result of the atmospheric design that is formed in the architecture. Through several experiments and scenarios of the sun’s path as a design limitation, architecture designed using the quasi-material and quasi-things method is able to present a design atmosphere to maintain the quality of the spatial atmosphere and maximize the human sensory experience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Suryantini
"Disertasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi ide arsitektur berbasis alam yang beranimasi (animated nature) sebagai suatu bentuk pemrograman arsitektur yang ekologis. Alam yang beranimasi yang digagas oleh Sadler (1830) menjadi landasan untuk mengungkap kehadiran arsitektur domestik, khususnya dalam keseharian masyarakat tradisional. Penelitian dalam disertasi ini mencoba mengkonstruksi pengetahuan pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi, dalam rangka mencari bentuk keterhubungan yang lebih baik antara arsitektur dan alam.
Penelitian dalam disertasi ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus melalui penelusuran praktik spasial domestik terkait pangan pada keseharian Orang Suku Laut (OSL) di Air Bingkai, Kepulauan Riau. Penelitian ini mengeksplorasi praktik keseharian secara makro melalui penelusuran rangkaian operasi spasial dan secara mikro melalui penelusuran pengaturan spasial dalam setiap operasi tersebut.
Temuan penelitian ini mengungkap tiga aspek penting yang mengkonstruksi pengetahuan alam yang beranimasi, meliputi hubungan arsitektur dan alam yang dibangun berdasarkan animasi alam, ide domestisitas yang memiliki keterhubungan yang menerus dengan alam, dan pemrograman yang berbasis siklus alam. Melalui operasi bergerak dan bersinggah, ide domestik dalam alam yang beranimasi hadir melalui arsitektur yang berkelana dan terdistribusi, serta membentuk sebuah bentang domestik. Pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi tersusun dari variasi bentuk yang hadir secara silih berganti sebagai sebuah rangkaian adaptasi bertinggal. Pemrograman ini terwujud melalui mekanisme pengaturan berbagai obyek domestik dan elemen arsitektur secara adaptif dan fleksibel serta logika “shared resources” dalam penggunaan material. Dengan demikian, pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi menunjukkan potensinya sebagai bentuk arsitektur yang ekologis.

This dissertation explores the idea of architectural programming based on animated nature, as an attempt to search for ecological architecture. The idea of animated nature by Sadler (1830) becomes arguably the basis of domestic architecture, especially in everyday life of traditional people. The research in this dissertation attempts to construct knowledge of architectural programming based on animated nature to find a better connection between architecture and nature.
The research in this dissertation was carried out qualitatively through a case study approach. It was conducted by exploring the domestic spatial practices related to food in the everyday of Orang Suku Laut in Air Bingkai, Riau Archipelago, at macro and micro levels. This research conducted the macro inquiry of spatial practice by tracing a series of spatial operations and the micro inquiry by scrutinising the spatial arrangements in each of these operations.
The findings of this study reveal three important aspects that construct the knowledge of architecture based on animated nature. It comprises the relationship between architecture and nature, which is constructed based on the animation of nature. This architecture suggests the idea of domestics as a continuous connectedness with nature and programming based on natural cycles. Through the operation of moving and mooring, the domestic architecture within the animated nature is demonstrated through architecture that wanders and is distributed, constructing a dynamic domestic scape. The architectural programming based on animated nature incorporates various forms that appear alternately and constitute a series of living adaptations. This programming is demonstrated through the mechanism of ordering domestic objects and architectural elements in an adaptive and flexible manner and the logic of "shared resources" in using the materials. The architectural programming based on animated nature reveals its potential as an ecological form of architecture.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Vidya Primadhani
"Tesis ini menelusuri agensi objek pada self generating sebagai metode desain untuk menghasilkan arsitektur. Pada umumnya, hasil karya arsitektur berupa bangunan. Kebutuhan akan bangunan dipertanyakan ketika arsitektur bisa terealisasikan melalui media seperti objek. Tulisan ini mempertanyakan kapabilitas objek sebagai metode perancangan arsitektur yang bisa terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan terpisah yang disebabkan oleh objek menghasilkan reaksi dari makhluk hidup. Objek bisa memiliki agensi di luar intensi awal perancang. Agensi objek akan melebihi ekspektasi perancang ketika objek memiliki kegunaan di luar dari fungsi inisial. Potensi objek untuk membentuk ruang dengan kapabilitas di luar fungsi yang ditentukan pada awalnya dieksplorasi dalam tesis ini. Melalui operasi combine dan substitute pada objek, proses self generating makhluk hidup dapat berubah menjadi initiate, inhibit atau redirect. Merancang dengan objek yang dialihkan fungsinya oleh makhluk hidup mewujudkan arsitektur. Agensi objek dirancang agar memberikan dampak pada lingkungan sekitar melalui self generating. Tesis ini menelusuri pembuatan bahan makanan tempe sebagai proses yang membutuhkan objek agar terealisasi. Dari studi proses tersebut, rancangan yang dihasilkan adalah susunan objek yang dapat melangsungkan fermentasi tempe dengan sendirinya melalui kapabilitas peralihan fungsi untuk membentuk ruang berspora.

This thesis explores the agency of objects in self-generating as a method of design in architecture. In general, architectural projects are in the form of buildings. The need for buildings is questioned when architecture can be realized through media such as objects. This writing questions the capability of objects as a method of architectural design that can be formed by itself. A separate environment that is caused by objects creates a reaction from living beings. Objects can have agency outside of the initial intention of the designer. The agency of objects will exceed the expectations of the designer when objects have a use outside of its initial function. The potential of objects to create space with the capability outside of its determined function is explored in this thesis. Through the operation of combine and substitute towards objects, the process of self generating from living beings can change to initiate, inhibit or redirect. Designing with objects that have been redirected functionally by living beings produces architecture. The agency of object is designed to provide impact towards its environment through self generating. This thesis explores the production of food as a process that needs objects to be realized. From the study of its process, the design is an arrangement of objects that can carry out tempeh fermentation by itself through the capability of functional redirection to create a spore space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramitha Ramadhaniar
"Dalam proses merancang, peran kolase sebagai wadah representasi visual dapat menjadikan kolase sebagai salah satu metode yang potensial untuk merepresentasikan ide seorang arsitek. Kolase dapat digunakan untuk mengkomunikasikan ide dalam bentuk visual dengan cara menggabungkan fragmen-fragmen desain (Socio, 2006) untuk menghasilkan makna baru. Peran kolase dalam merepresentasikan makna sebuah objek kedalam sebuah ruang (Socio, 2006), dapat memudahkan arsitek dalam menginisiasi dan memperkirakan penciptaan sebuah ruang arsitektur (Socio, 2006; Martin, 2007). Oleh karena itu, kolase dapat menjadi salah satu metode yang digunakan dalam perancangan arsitektur yang menghasilkan makna. Makna dalam perancangan memiliki potensi untuk mempertahankan nilai sebuah bangunan. Dengan adanya makna dalam rancangan, sebuah bangunan dapat mempertahankan eksistensinya, agar fungsi bangunan tersebut tidak hilang dimakan zaman, dapat dijadikan sebagai objek pembelajaran karya arsitektur, serta dapat berkembang menjadi bangunan cagar budaya (Nursanty & Suhalyani, n.d). Namun, kolase belum banyak digunakan sebagai metode yang dianggap potensial untuk mengkomunikasikan ide dalam proses perancangan arsitektur. Sehingga dalam skripsi ini, penulis bertujuan melihat potensi kolase sebagai metode yang digunakan pada proses merancang dan kemudian dibuktikan dengan mempelajari bangunan cagar budaya Villa Isola. Dalam proses perancangan Villa Isola, terdapat penggunaan teknik penyusunan dengan teknik kolase sehingga bangunan tersebut hingga saat ini memiliki makna yang masih berlanjut.

In the process of designing, the role of collage as a visual representation can make the collage method as one of the potential methods to represent the idea of an architect. Collages can be used to communicate ideas in visual form by combining fragments of design (Socio, 2006) to produce new meanings. The role of collage in representing the meaning of an object into space (Socio, 2006), can facilitate the architect in initiating and estimating the creation of architectural space (Socio, 2006; Martin, 2007). Therefore, collage can be one method that can be used in architectural design that produces meaning. The meaning in design has the potential to maintain the value of a building. With the existence of meaning in the design, a building can maintain the existence of the building, so that the functions of the building are not lost to the times, can be used as objects of learning architectural works, and can develop into cultural heritage buildings (Nursanty & Suhalyani, n.d). However, collage has not been widely used as a method that is considered a potential to communicate ideas in the architectural designing process. So in this thesis, the author aims to see the potential of collage as a method used in the design process and then proven by studying the heritage building, Villa Isola. In the designing process of Villa Isola, there is the use of assembling collage techniques, so that the building has a continuing meaning untill now.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Rizky Hidayat
"The evolution of architectural design and its parallels with cinematic settings reflect a shared pursuit of timeless, functional, and aesthetically resonant spaces. This study explores the interplay between timeless architectural principles, as outlined in John Ruskin’s The Seven Lamps of Architecture, and the spatial design of the film Dune (2021). Using a qualitative approach, the study examines how the film’s setting aligns with principles such as Power, Life, Memory, and Obedience, demonstrating architecture’s ability to transcend functionality and evoke lasting emotional and symbolic resonance. The analysis highlights how Dune uses architectural elements to construct a futuristic yet historically rooted world, blending brutalist and organic design to adapt to its desert environment while serving the narrative's emotional and functional needs. While the film deviates from Ruskinian ideals of beauty and truth in material expression, it provides a compelling case for how fictional architecture can inspire real-world innovation. The findings suggest that collaboration between architecture and film offers a platform for reimagining the built environment, inspiring architects to push the boundaries of imagination while addressing challenges like urbanization and climate change. Dune shows that architecture in cinema is not just a backdrop but an active participant in storytelling, offering lessons in creating timeless and adaptable spaces for future generations.

Evolusi desain arsitektur dan paralelnya dengan latar sinematik mencerminkan pengejaran bersama terhadap ruang yang abadi, fungsional, dan beresonansi secara estetis. Studi ini mengeksplorasi interaksi antara prinsip arsitektur yang abadi, sebagaimana diuraikan dalam The Seven Lamps of Architecture karya John Ruskin, dan desain spasial film Dune (2021). Dengan pendekatan kualitatif, studi ini meneliti bagaimana latar film selaras dengan prinsip-prinsip seperti Kekuasaan, Kehidupan, Memori, dan Kepatuhan, yang menunjukkan kemampuan arsitektur melampaui fungsionalitas dan membangkitkan resonansi emosional dan simbolis yang langgeng. Analisis ini menyoroti bagaimana Dune menggunakan elemen arsitektur untuk membangun dunia futuristik yang berakar pada sejarah, memadukan desain brutalis dan organik untuk beradaptasi dengan lingkungan gurunnya sambil melayani kebutuhan narasi. Meskipun film ini menyimpang dari cita-cita Ruskinian tentang keindahan dan kebenaran dalam ekspresi material, film ini menunjukkan bagaimana arsitektur fiksi dapat menginspirasi inovasi dunia nyata. Temuan menunjukkan bahwa kolaborasi arsitektur dan film menawarkan platform untuk menata ulang lingkungan binaan, yang menginspirasi arsitek untuk mendorong imajinasi sambil mengatasi tantangan seperti urbanisasi dan perubahan iklim. Dune menunjukkan bahwa arsitektur dalam sinema bukan sekadar latar belakang, tetapi peserta aktif dalam penceritaan, menawarkan pelajaran dalam menciptakan ruang yang tak lekang waktu dan mudah beradaptasi.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Nindya
"Skripsi ini membahas tentang proses berarsitektur yang dilihat dari sudut pandang musik. Topik ini dapat dikatakan jarang dibahas oleh peneliti yang ada. Musik dan arsitektur masing-masing memiliki elemen yang menjadi dasar dalam penyusunannya sehingga menjadi suatu lagu atau bangunan. Elemen-elemen dasar musik yang utama, yaitu melodi, harmoni, tempo, dan ritme; setara dengan elemen bentuk bangunan, fungsi, program ruang, dan pola pada arsitektur. Elemen-elemen ini yang menjadikan arsitektur dapat dilihat dan diteliti melalui musik.
Musik (music) merupakan suatu wujud atau cara melakukan kegiatan seni, dengan hasilnya berupa lagu (song). Begitu pula dengan arsitektur (architecture) dengan bangunan fisik (building). Dalam mengaji bangunan fisik, studi kasus skripsi ini menelaah tiap bagian bangunan yang dilihat dari elemen penyusun musik. Elemen penyusun musik merupakan dasar pembuatan lagu. Lagu yang indah dan enak didengar memiliki elemen penyusun yang relatif sama. Elemen-elemen penyusun musik antara lain adalah pembukaan (opening) yang biasa disebut intro lagu dimana bagian ini menarik perhatian orang untuk mendengar lebih lanjut. Hal ini terlihat pada bait lagu (atau verse 1, verse 2, dst) sebagai nyanyian, chorus yang merupakan inti dari lagu, bridge dan interlude yang berfungsi sebagai jembatan untuk menyambungkan bagian lagu, dan penutup lagu (ending).
Sama seperti musik, bangunan terdiri dari elemen penyusun yang mirip dengan musik. Entry-pintu masuk, Second space?ruang yang lebih kecil, transit space?ruang perpindahan, transportasi vertikal dan horizontal, major space? ruang utama, dan exit-pintu keluar. Proses berarsitektur mempunyai kaitan yang cukup erat dengan proses bermusik. Hal ini dapat dilihat dari elemen-elemen dasar dan elemen-elemen penyusun yang dimiliki oleh musik ternyata dimiliki pula oleh arsitektur. Ternyata, proses berkarya dalam arsitektur dapat dilakukan melalui pendekatan musik dan sangat berhubungan dengan kegiatan manusia.

This thesis discusses about the process of architecture from the perspective of music. This topic is rarely discussed by previous researchers, so that I take this topic for thesis. Each music and architecture have elements that are the basis for the formulation so that it becomes a song or a building. The basic elements of music namely melody, harmony, tempo, and rhythm. The equivalent of elements of building form namely function, program space, and the pattern on the architecture. These elements that makes the architecture can be seen and studied through music.
Music is a form or way of doing art activities, with the result is song. Similarly, the architecture with the physical structure (building). In studying the building, this paper examines case studies of each part of the building seen from the constituent elements of music. Constituent elements of music are the basis of making the song. The song is beautiful and pleasant to hear, have relatively the same constituent elements. Constituent elements of music ?opening, is commonly called the intro song where part of this interests man's ear to hear more, the temple of the song (or verse 1, verse 2, etc.) as a song, the chorus which is the core of the song, bridge and interlude that serves as a bridge to connect the songs, and a cover song (ending).
Just like the music, the building consists of constituent elements that are similar to music. Entry, Second space, transit space (vertical and horizontal transportation), major space, and exit. Architecting has a fairly close relationship with the music. It can be seen from the basic elements and constituent elements that are owned by the music was also owned by the architecture. The architecture can be done through a musical approach and related to human activities.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Smithies, Kenneth W.
Bandung: Intermedia, 1982
729 SMI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yovita Aditya
"Tesis ini berfokus pada proses transformasi representasi model melalui investigasi kerangka encoding-decoding-recoding untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru potensi hasil baru dari model arsitektur. Dalam desain arsitektur, memungkinkan cara-cara inovatif dalam menemukan bentuk untuk menghasilkan model representasi arsitektur yang baru dan tak terlihat sangatlah penting. Namun, pengembangan alat desain komputasi masih kekurangan fitur untuk memahami kualitas arsitektur yang melibatkan aspek bermakna ruang digital. Kemajuan teknologi dengan transformasi data memberikan kemungkinan baru untuk memahami fitur spasial sebagai teknik berbasis data dan menggunakan pengetahuan yang dikumpulkan untuk menyimpulkan aspek kualitatif ruang arsitektur agar lebih bermakna. Dengan menganalisis data dalam jumlah besar, arsitektur pada akhirnya dapat memprediksi perubahan di masa depan. Dengan menggunakan beberapa studi kasus yang berbeda, penelitian ini mengusulkan kombinasi eksperimental ketiga metode tersebut yang memungkinkan berbagai kemungkinan bentuk. Kemudian, temuan ini akan memungkinkan encoding-decoding-recoding arsitektur spasial menjadi lebih terkuantifikasi berdasarkan pemahaman operasi antara data, program, dan hasil pencarian bentuk yang lebih dapat diprediksi dalam desain arsitektur.

This thesis focuses on the transformation process of model representation through the investigation of an encoding-decoding-recoding framework to explore new possibilities for potential new results from architectural models. In architectural design, enabling innovative ways of finding form to produce new and unseen models of architectural representation is essential. However, the development of computational design tools still lacks features for understanding architectural qualities involving meaningful aspects of digital spaces. Technological advances with data transformation provide new possibilities to understand spatial features as a data-driven technique and use the knowledge gathered to infer the qualitative aspects of architectural spaces to make them more meaningful. By analyzing large amounts of data, architecture can ultimately predict future changes. Using several different case studies, this research proposes an experimental combination of the three methods that allows for various possible forms. Then, these findings will allow the encoding-decoding-recoding of spatial architecture to be more quantified based on an understanding of the operations between data, programs, and more predictable form search results in architectural design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermando Firgus
"Arsitektur masa kini mulai kehilangan jati dirinya. Arsitektur yang tadinya berperan besar dalam kemanusiaan malah menjadi korban globalisasi. Ini membuat arsitektur yang tadinya ramah terhadap lingkungan menjadi dingin dan egois. Kita perlu mengenal lingkungan sekitar dan menjadikannya landasan dalam merancang. Oleh karena itu, kita perlu memahami terlebih dahulu bagaimana konteks atau lingkungan sekitar kita dapat berpengaruh pada desain. Untuk mencapai tujuan itu, diambillah objek studi Tamansari Gua Sunyaragi di daerah Cirebon dan Peziarahan Gua Maria Lourdes Sendangsono di Yogyakarta.
Tulisan ini membahas mengenai bagaimana pengaruh konteks yang hadir dalam lingkungan sekitar terhadap sebuah desain arsitektur yang berlandaskan konteks. Pendekatan terhadap keseluruhan proses penulisan dimulai dari tinjauan pustaka, pengamatan lapangan, wawancara, dan pengolahan data. Setelah mendapatkan pemahaman terhadap teori dan pemaparan data-data yang relevan, maka dilakukanlah analisis. Lewat analisis kasus, pola-pola yang hadir karena adanya konteks dipaparkan. Pola-pola ini kemudian dilihat bagaimana peranannya dalam membentuk elemen arsitektur menjadi satu kesatuan yang memiliki makna, desain arsitektur kontekstual.

Nowadays architecture has already lost its identity. Architecture which was putting great effort in humanity has already been victimized by globalization. This, made architecture which was humble to environment, become cold and egoistic. We need to learn about our surrounding environment and make it as our base for design. Therefore, first we need to understand how the context will be influencing the design of contextual architecture. To achieve that goal, Tamansari Gua Sunyaragi in Cirebon and Pilgrimage of Maria Lourdes Cave Sendangsono in Yogyakarta will be taken as objects of study.
This writing mostly study about how context which present in surrounding environment influences a contextual architecture design. The approach taken to the whole writing process starts with literacy studies, field observations, interviews, and data processing. After acquire understanding of the theory and show the relevant data, analysis can be done. From the case analysis, patterns which exist will be explained. Then, there will be explanation how these patterns influence in making the good configuration of whole architectural elements, contextual architecture design.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52289
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>