Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Rismauli Ruth Natasari
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan yang melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dengan izin hukum dan undang-undang yang berlaku sehingga berperan sebagai penggerak rantai pasok sediaan farmasi hingga sampai ke tangan konsumen. Salah satu analisis pengendalian persediaan yang umum digunakan adalah analisis fast, slow, dan non-moving (FSN). Analisis ini mengklasifikasikan barang berdasarkan seberapa sering suatu barang keluar dan masuk menjadi tiga kategori, yaitu fast, slow, dan non-moving. Perlu pengendalian persediaan sediaan farmasi pada PT. SamMarie Tramedifa guna mencapai ketersediaan obat yang optimal dengan biaya minimal dan alokasi biaya yang juga optimal sebagai topik laporan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di PBF. Tujuan pelaksanaan laporan pada praktik kerja profesi apoteker di PT. SamMarie Tramedifa adalah untuk mengetahui perbedaan analisis terhadap persediaan sediaan farmasi menggunakan Fast-Slow-Non-moving (FSN) dengan membandingkan metode Turnover Ratio (TOR), Average Monthly Consumption (AMC), dan frekuensi konsumsi untuk dijadikan referensi pemilihan metode yang sesuai dengan kebutuhan PT. SamMarie Tramedifa. Berdasarkan analisis FSN menggunakan tiga metode, yaitu TOR, AMC, dan FK, diketahui terdapat perbedaan jumlah barang dan nilai persediaan sediaan farmasi dari ketiga hasil analisis tersebut dengan perbedaan yang sangat variatif antara kategori F, S, dan N. Pemilihan metode yang digunakan untuk analisis FSN bergantung kepada preferensi masing-masing perusahaan. Namun, metode yang paling merepresentasikan analisis FSN dengan dasar kriteria yang dapat diterima adalah metode Average Monthly Consumption

Pharmaceutical distributor (PBF) are companies that procure, store, distribute drugs and/or medicinal ingredients with legal permits and applicable laws so that they act as drivers of the supply chain for pharmaceutical preparations until they reach the hands of consumers. One of the commonly used inventory management is FSN analysis. This analysis classifies goods based on how often an item comes in and out into three categories, namely fast, slow and non-moving. It is necessary to control the inventory of pharmaceutical preparations at PT SamMarie Tramedifa in order to achieve optimal drug availability optimal cost allocation as the topic of the pharmacist professional work practice report (PKPA) at PBF. The aim of implementing the pharmacist internship report at PT SamMarie Tramedifa is to find out the differences in analysis of pharmaceutical supplies using Fast-Slow-Non-moving (FSN) by comparing the Turnover Ratio (TOR), Average Monthly Consumption (AMC) and consumption frequency methods to be used as a reference for choosing a method that suits their needs. Based on FSN analysis using three methods, namely TOR, AMC, and FK, it is known that there are differences in the number of goods and inventory values ​​of pharmaceutical preparations from the three analysis results with very varied differences between categories F, S, and N. Selection of methods used for analysis FSN depends on the preferences of each company. However, the method that best represents FSN analysis based on acceptable criteria is the Average Monthly Consumption (AMC) method.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Irsandi Johan
"Dalam melaksanakan fungsinya, pedagang besar farmasi (PBF) harus mengimplementasikan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB), yang bertujuan untuk memastikan penyaluran dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. CDOB merupakan standar yang sangat penting dalam upaya mempertahankan mutu dan integritas distribusi obat di setiap rantai distribusi mulai dari industri farmasi hingga fasilitas pelayanan kefarmasian. Dengan demikian, pengawasan pasca pemasaran dalam kerangka penerapan CDOB dimaksudkan untuk memastikan bahwa mutu, khasiat, dan keamanan obat di sepanjang jalur distribusi tetap dipertahankan sesuai dengan karakteristik pada saat obat dimaksud disetujui untuk beredar. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan memahami kesesuaian penerapan CDOB di Kimia Farma Trading & Distribution cabang Jakarta 2 pada periode 03 Juli – 14 Juli 2023. Pelaksanaan dilakukan dengan studi observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Kimia Farma Trading & Distribution cabang Jakarta 2 pada periode 3 Juli – 14 Juli 2023 telah menerapkan CDOB sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

In carrying out its function, pharmaceutical wholesale traders (PBF) must implement the technical guidelines for Good Distribution Practices (CDOB), which aim to ensure that distribution is carried out in accordance with established requirements. CDOB is a very important standard in maintaining the quality and integrity of drug distribution in every distribution chain from the pharmaceutical industry to pharmaceutical service facilities. Therefore, post-marketing supervision within the framework of implementing CDOB is intended to ensure that the quality, efficacy, and safety of drugs along the distribution chain are maintained in accordance with the characteristics when the drug was approved for circulation. This study aims to observe and understand the suitability of CDOB implementation at Kimia Farma Trading & Distribution Branch Jakarta 2 from July 3 to July 14, 2023. The implementation was conducted through observation studies or direct field observations. Based on the observations conducted, it can be concluded that Kimia Farma Trading & Distribution Branch Jakarta 2 during the period of July 3 to July 14, 2023, has implemented CDOB in accordance with applicable requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah
"Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan kegiatannya, PBF wajib mengikuti standar yang sudah ditetapkan dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman teknis CDOB terdiri dari 12 aspek, dua diantaranya adalah aspek Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali serta aspek  Transportasi. Keseluruhan aspek ini harus dipenuhi oleh setiap PBF dalam melaksanakan kegiatannya. Kesesuaian pelaksanaan aspek CDOB di PBF PT. Masiva Guna diamati melalui pelaksanaan kegiatan operasional di lapangan, dokumen-dokumen dan berdasarkan penjelasan dari Apoteker penanggung jawab serta Manager Logistik dan Distribusi di PBF PT. Masiva Guna.  Hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dibandingkan kesesuaiannya dengan aspek CDOB pada Bab 6 2.2 Keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali dan Bab 7 Transportasi. Selain itu hasil pengamatan juga dibandingkan dengan poin-poin yang terdapat pada daftar periksa inspeksi diri. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Masiva Guna mengenai implementasi aspek CDOB Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali serta Transportasi disimpulkan bahwa telah sesuai. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan, bertanya langsung dan pengecekkan menggunakan daftar periksa inspeksi diri yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain itu kesesuaiannya juga dapat dibuktikan dengan adanya sistem dan dokumen Prosedur Operasional Baku (POB) yang telah dibuat dan diterapkan oleh PT. Masiva Guna.
Pharmaceutical Wholesaler, hereinafter abbreviated as PBF, is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute drugs and/or medicinal materials in large quantities in accordance with statutory provisions. In carrying out its activities, PBF must follow the standards set out in the Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) and the prevailing laws and regulations. The CDOB technical guidelines consist of 12 aspects, two of which are aspects of Complaints, Drug Returns, Suspected Counterfeits, and Recalls and aspects of Transportation. All of these aspects must be fulfilled by every PBF in carrying out its activities. The suitability of the implementation of CDOB aspects at PBF PT Masiva Guna was observed through the implementation of operational activities in the field, documents and based on explanations from the Pharmacist in charge and the Logistics and Distribution Manager at PBF PT Masiva Guna.  The results of the observations obtained were then compared with the CDOB aspects in Chapter 6 2.2 Complaints, Drug, and/or Drug Ingredients Returned, Suspected Counterfeit and Recalled and Chapter 7 Transportation. In addition, the observation results were also compared with the points contained in the self-inspection checklist. Based on the results of observations during the implementation of the Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) at PT Masiva Guna regarding the implementation of the CDOB aspects of Complaints, Returned Drugs, Suspected Counterfeits, and Recalls and Transportation, it is concluded that it is appropriate. This is evidenced by the results of observations, direct questions and checking using the self-inspection checklist issued by BPOM. In addition, its suitability can also be proven by the existence of a system and Standard Operating Procedure (POB) documents that have been created and implemented by PT Masiva Guna."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Firdausi
"Dalam distribusi obat, penting untuk memastikan keamanan dan mutu produk, sehingga dapat menghindari bahaya terhadap kesehatan individu dan masyarakat. Mutu obat dapat menurun jika kondisi penyimpanan dan penyaluran tidak tepat. Untuk menjaga keamanan dan mutu obat, semua pelaku di rantai pasokan harus menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah pihak yang berperan dalam distribusi obat dan harus memiliki sertifikat CDOB. CDOB harus diterapkan dengan prinsip kehati-hatian, dengan tahapan operasional yang termasuk pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, penerimaan pemesanan, pengemasan, dan pengiriman. PT Masiva Guna adalah PBF yang memiliki sertifikat CDOB. Laporan ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi aspek operasional CDOB di PT Masiva Guna. Laporan ini menggunakan metode observasi dan wawancara untuk menguji aspek operasional CDOB dalam self-assessment PBF dari Badan POM RI. Tahapan operasional meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemisahan, penyaluran, dan pemusnahan, yang harus dipantau dan dilakukan inspeksi diri oleh PBF. Standard Operating Procedure (SOP) merupakan panduan penting untuk memastikan kegiatan sesuai CDOB dan telah disetujui oleh Badan POM saat sertifikasi. Kepatuhan dalam penerapan SOP menjadikan implementasi aspek operasional PT Masiva Guna telah memenuhi self-assessment dan Pedoman CDOB.

In drug distribution, it is important to ensure product safety and quality, to avoid harm to individual and public. The quality of drugs can decrease if storage and distribution conditions are not appropriate. To maintain the safety and quality of medicines, all parties in the supply chain must implement Good Distribution Practices (GDP). Pharmaceutical wholesale distributor are parties who play a role in drug distribution and must have a GDP certificate. GDP must be implemented with the precautionary principle, with operational stages including procurement, receiving, storage, separation, destruction, receipt of order, packaging, and delivery. PT Masiva Guna is a pharmaceutical wholesale distributor that has a GDP certificate. This report aims to evaluate the implementation of GDP operational aspects at PT Masiva Guna. This report uses observation and interview methods to examine GDP operational aspects in the self-assessment for pharmaceutical wholesale distributor by Indonesian Food and Drug Authority. Operational stages include procurement, receiving, storage, separation, distribution, and destruction, which must be monitored and carried out self-inspection by pharmaceutical wholesale distributor. Standard Operating Procedure (SOP) is an important guide to ensure activities comply with GDP and have been approved by the POM during certification. Compliance in implementing SOP means that the implementation of PT Masiva Guna's operational aspects meets self-assessment and GDP guidelines.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yulma Herdalina
"Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Dankos Farma periode Mei – Juni 2023 diharapkan calon apoteker di Industri farmasi mengetahui tugas dan tanggungjawabnya dalam memastikan fasilitas dan peralatan yang sesuai untuk memproduksi produk yang aman, efektif dan bermutu dengan biaya seminimum mungkin. Penyediaan fasilitas dan peralatan penunjang berdasarkan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) diharapkan mesin dapat bekerja menghasilkan produk sesuai mutu dan kualitas obat secara konsisten sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. PT Dankos Farma menyediakan mesin pelabel ampul untuk membantu pelabelan yang melindungi produk dari pengaruh eksternal yang merugikan. Salah satu departemen produksi di PT Dankos Farma yaitu lini produksi sediaan injeksi Non-Beta Laktam (NBL) senantiasa melakukan continuous improvement terhadap permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat proses produksi, salah satu permasalahan yang terjadi pada mesin pelabel ampul akan memengaruhi kualitas dan mutu produk, menghambat proses pengemasan sekunder serta jalannya produksi sedangkan proses lain terus berjalan dan menunggu untuk segera dilakukan pelabelan. Tugas khusus ini ditujukan untuk menganalisis kinerja mesin pelabel ampul yang terdapat pada departemen produksi injeksi Non-Beta Laktam PT Dankos Farma melalui pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE).

Internship at PT Dankos Farma for the period of May – June 2023 is expected that prospective pharmacists in the pharmaceutical industry know their duties and responsibilities in ensuring appropriate facilities and equipment to produce safe, effective and quality products at the lowest possible cost. The provision of supporting facilities and equipment based on the aspect of Good Medication Manufacturing Practices is expected to be able to work to produce products according to the quality and quality of drugs consistently in accordance with the requirements set to suit the purpose of use. PT Dankos Farma provides ampoule labeling machines to assist in labeling that protects products from adverse external influences. One of the production departments at PT Dankos Farma, namely the production line of Non-Beta Lactam (NBL) injection preparations, always makes continuous improvements to problems that can hinder the production process, one of the problems that occurs in the ampoule labeling machine will affect the quality and quality of the product, hindering the secondary packaging process and the running of production while other processes continue to run and wait for labeling to be carried out immediately. This special task is aimed at analyzing the performance of the ampoule labeling machine in the production department of PT Dankos Farma's Non-Beta Lactam injection through the measurement of the Overall Equipment Effectiveness (OEE) value.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Putri Warti
"Rumah sakit dengan pelayanan farmasi klinik mengimplementasikan Pemantauan Terapi Obat (PTO) sebagai suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien, dengan tujuan meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Pelaksanaan tugas khusus ini bertujuan untuk melakukan pemantauan terapi obat pada salah satu pasien dispepsia di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta. Metode menggunakan desain observasional dengan pengambilan data dilakukan secara prospektif pada tanggal 12 sampai 16 Juni 2023. Populasi yang digunakan adalah seluruh pasien yang dirawat inap di Gedung Cempaka, RSUP Persahabatan dan teknik sampel yang digunakan yaitu sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil dari pelaksanaan tugas khusus yang dilakukan selama 5 ( lima ) hari ini adalah ditemukannya pemilihan obat yang tidak tepat terjadi karena pasien menggunakan jaminan BPJS yang mengharuskan penggunaan rujukan Formularium Nasional untuk panduan pengobatan, pemberian obat kepada pasien sudah melebihi aturan yang ditetapkan oleh Formularium Nasional, (DRP) terkait interaksi obat dan indikasi tanpa obat, penyesuaian terapi berdasarkan konsultasi antara Apoteker dan DPJP, serta implementasi sistem informasi untuk pemantauan pasien secara terintegrasi. Hal ini didapatkan berdasarkan pemantauan terapi obat pasien rawat inap Ny. F di gedung Cempaka RSUP Persahabatan. 

Hospitals with clinical pharmacy services implement Drug Therapy Monitoring (PTO) as a process that includes activities to ensure safe, effective, and rational drug therapy for patients, with the aim of increasing the effectiveness of therapy and minimizing the risk of unintended drug reactions (ROTD). The implementation of this special assignment aims to monitor drug therapy in one of the dyspepsia patients at the Friendship Central General Hospital Jakarta. The method uses an observational design, with data collection carried out prospectively on June 12–16, 2023. The population used was all patients hospitalized in the Cempaka Building, Friendship General Hospital, and the sample technique used was purposeful sampling in accordance with the inclusion and exclusion criteria. The results of the implementation of this special assignment, which was carried out for five (five) days, were the discovery of inappropriate drug selection that occurred because the patient used BPJS insurance, which required the use of the National Formulary reference for treatment guidance; the administration of drugs to patients had exceeded the rules set by the National Formulary; drug- related problems (DRP) related to drug interactions and indications without drugs; therapy adjustments based on consultation between pharmacists and DPJP as well as the implementation of an information system for integrated patient monitoring. This was obtained based on monitoring the drug therapy of inpatient Mrs. F in the Cempaka building of Friendship Hospital.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putriyanny Ratnasari
"Sistem mutu yang konsisten wajib ada pada Pedagang Besar Farmasi (PBFagar perbekalan farmasi yang disalurkan terjamin keamanan, khasiat, dan mutunya. Usaha yang dapat dilakukan PBF dalam menjaga mutu perbekalan farmasi adalah dengan menerapkan dua aspek dalam CDOB. Aspek pertama adalah Aspek Inspeksi Diri dan yang kedua adalah Aspek Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali yang terdapat dalam pedoman teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Bagaimana kedua aspek tersebut diterapkan oleh PBF PT. Masiva Guna selama rangkaian proses distribusi berlangsung menjadi tema dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat observasional dengan tahap pelaksanaan: observasi pada kegiatan harian PBF; wawancara dengan Apoteker Penanggung Jawab (APJ), supervisor, serta staf; dan studi literatur. Hasilnya, aspek pertama dilakukan melaui audit internal dan audit mutu setiap enam bulan. audit mutu dilakukan oleh pihak eksternal yaitu dinas Kesehatan, sedangkan inspeksi diri dilakukan oleh tim audit internal. APJ berperan untuk memastikan terlaksananya audit. Inspeksi diri dilakukan dengan mengecek pemenuhan persyaratan pada form daftar periksa yang telah disusun APJ berdasarkan daftar periksa dari Badan POM dan hal yang akan berpengaruh pada untung dan rugi perusahaan. Aspek Kedua dilakukan melalui service level (Serlev) untuk menangani keluhan dengan segera dan menyediakan prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian. Penerapan aspek inspeksi diri dan aspek keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat kembalian, diduga palsu dan penarikan Kembali pada PBF PT. Masiva Guna telah sesuai dengan CDOB.

A consistent quality system must be own by Pharmaceutical Wholesalers (PBF) so that the safety, efficacy and quality of the pharmaceutical supplies are guaranteed. Efforts that PBF can make to maintain the quality of pharmaceutical supplies are by implementing two aspects of Good Distribution Practices (GDP). The first aspect is the Self-Inspection and the second is the Aspect of Complaints, Returned Medicines and/or Medicinal Ingredients, Suspected of being Counterfeit and Recalls which are contained in the technical guidelines of GDP. How these two aspects are implemented by PBF PT. Masiva Guna during the series of distribution processes is the theme of this research. This research is observational. the implementation stages are: observation of PBF's activities; interviews with the Pharmacist in Charge, supervisors and staff; and literature study. As a result, the first aspect is carried out through internal audits and quality audits every six months. Quality audits are carried out by external parties (Health Service), while self-inspections are carried out by the internal audit team. APJ plays role in ensuring the implementation of the audit. Self-inspection is carried out by checking the fulfillment of the requirements on the checklist form prepared by APJ based on the checklist from the BPOM and matters that will affect the company's profits and losses. The second aspect is carried out through the service level program to handle complaints immediately and provide written procedures for handling and receiving returned medicines and/or medicinal substances. Implementation of both aspects at PBF PT. Masiva Guna is GDP compliant.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Firdausi
"Industri farmasi memainkan peran penting dalam kesehatan nasional dengan memproduksi obat yang aman dan berkualitas. Untuk memastikan kualitas tersebut, industri farmasi harus mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang salah satu aspeknya adalah pengawasan mutu. Departemen pengawasan mutu di industri farmasi memainkan peran penting dalam memastikan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan. PT Sterling Products Indonesia (Haleon) merupakan sebuah perusahaan di bidang consumer health yang beroperasi di Indonesia, telah memperoleh sertifikat CPOB untuk produk-produknya. Namun, dalam implementasi CPOB dan pengawasan mutu, sering kali terjadi kesenjangan antara harapan dan hasil aktualnya. Oleh karena itu, dilakukan gap analysis untuk menguji kesenjangan tersebut dan mengembangkan strategi untuk menghindarinya. Dalam hal pengawasan mutu, dokumentasi laboratorium seperti catatan laboratorium sangat penting dan harus disimpan dengan baik. Namun, proses pengisian, pengolahan, dan pengulasan data tersebut dapat memunculkan risiko human error. Oleh karena itu, dilakukan simplifikasi templat catatan laboratorium untuk mengurangi risiko tersebut. Pada laporan ini dilakukan pengujian kesenjangan antara pedoman CPOB dan implementasinya di Haleon secara deskriptif dengan observasi dan wawancara, serta membahas keunggulan simplifikasi templat catatan laboratorium. Berdasarkan hasil gap analysis, diketahui Haleon telah mentaati pedoman CPOB dan tidak terdapat kesenjangan dalam implementasinya. Simplifikasi templat catatan laboratorium telah memberikan keunggulan dalam hal continuous improvement. Dampak positif dari simplifikasi tersebut antara lain mengurangi beban kerja, mempercepat proses dokumentasi, mengurangi risiko kesalahan data, lebih ramah lingkungan, dan lebih hemat biaya. Action plan untuk implementasi simplifikasi tersebut telah didiskusikan dengan departemen terkait untuk memastikan tidak ada dampak negatif terhadap mutu dan aturan regulator.

The pharmaceutical industry plays an important role in national health by producing safe and and high-quality medicines. To ensure this quality, the pharmaceutical industry must follow Good Manufacturing Practices (GMP) guidelines, which includes quality control aspect. Quality control departments in the pharmaceutical industry play an important role in ensuring that products are produced in accordance with set standards. PT Sterling Products Indonesia (Haleon), a consumer health company in Indonesia, has obtained a GMP certificate for its products. However, in implementing GMP and quality control, discrepancies often occur between expectations and actual results. Therefore, a gap analysis is carried out to test these weaknesses and develop strategies for improvement. In terms of quality control, laboratory documentation, such as laboratory reports, is very important and must be stored properly. However, the process of filling in, processing, and reviewing this data can pose a risk of human error. Therefore, laboratory report templates were simplified to reduce this risk. In this report, gap analysis assessment of the GMP guidelines and their implementation at Haleon was carried out descriptively using observations and interviews, as well as discussing the advantages of simplifying the laboratory report template. Based on the results of the gap analysis, it is known that Haleon has complied with the GMP guidelines and there are no irregularities in implementation. The simplification of the laboratory report template has provided an edge in terms of continuous improvement. The positive impacts of this simplification include reducing workload, speeding up the recording process, reducing the risk of data errors, being more environmentally friendly, and being more cost-effective. Action plans for the implementation of these simplifications have been discussed with relevant departments to ensure there is no negative impact on quality and regulatory rules.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Putri Hadiani
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai distribusi obat wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di setiap aspek distribusi. CDOB terdiri dari 9 (sembilan) aspek dan diantara aspek-aspek tersebut, CDOB memiliki aspek Fasilitas Distribusi berdasarkan Kontrak dan aspek Dokumentasi. Aspek Fasilitas Distribusi berdasarkan Kontrak membahas tentang penggunaan pihak penyedia jasa oleh PBF selama proses penyaluran. Sedangkan aspek Dokumentasi membahas tentang dokumen-dokumen yang terkait dengan proses penyaluran atau distribusi. Laporan tugas khusus ini dibuat untuk mengetahui implementasi aspek CDOB Fasilitas Distribusi berdasarkan Kontrak dan aspek Dokumentasi yang ada di PBF PT Masiva Guna. Pelaksanaan tugas khusus dimulai dengan melakukan diskusi serta tanya jawab terkait aspek CDOB untuk memperjelas implementasi aspek CDOB di PT Masiva Guna. Pengamatan juga dilakukan pada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan aspek CDOB pada tugas khusus. Berdasarkan hasil pengamatan, PT Masiva Guna memiliki kontrak kerja sama dengan pihak penyedia jasa transportasi atau ekspedisi yang digunakan untuk mengirimkan kebutuhan produk obat ke masing-masing Apotek Roxy. PT Masiva Guna juga memiliki dokumentasi baik dalam bentuk manual maupun elektronik. PT Masiva Guna telah menerapkan aspek CDOB Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak dan aspek Dokumentasi dengan baik pada kegiatan distribusi. Penerapan aspek-aspek CDOB membantu tercapainya tujuan CDOB dalam mempertahankan mutu dan integritas obat selama berada dalam kegiatan penyaluran.

Distributor (PBF) and all parties involved in the drug distribution chain are required to implement Good Distribution Practices (CDOB) in every aspect of distribution. CDOB consists of 9 (nine) aspects and among these aspects, CDOB has the Distribution Facility aspect based on Contract and the Documentation aspect. The Distribution Facilities aspect based on the Contract discusses the use of service providers by PBF during the distribution process. Meanwhile, the Documentation aspect discusses documents related to the distribution or distribution process. This special assignment report was created to determine the implementation of the CDOB aspects of Distribution Facilities based on Contracts and Documentation aspects in PT Masiva Guna. Implementation of special tasks begins with discussions and questions and answers regarding CDOB aspects to clarify the implementation of CDOB aspects at PT Masiva Guna. Observations were also made on documents relating to CDOB aspects of special assignments. Based on observations, PT Masiva Guna has a cooperation contract with the transportation or expedition service provider which is used to send medicinal product needs to each Roxy Pharmacy. PT Masiva Guna also has documentation in both manual and electronic form. PT Masiva Guna has implemented the CDOB aspects of Contract Based Distribution Facilities and Documentation aspects well in distribution activities. Implementation of CDOB aspects helps achieve CDOB goals in maintaining the quality and integrity of medicines while in distribution activities.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Handayani
"Distribusi sediaan farmasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pemerataan akses obat. Peredaran sediaan farmasi di Indonesia dikontrol oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan pada laporan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di tahun 2018 terdapat 45% kasus peredaran obat di Indonesia yang berkaitan dengan penyimpangan distribusi obat ke pihak yang tidak berwenang. Proses distribusi yang menyimpang dapat menimbulkan berbagai resiko seperti kontaminasi, kerusakan maupun pemalsuan obat. Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh informasi terkait gambaran implementasi Cara Distribusi Obat yang Baik di Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 berdasarkan CDOB. Pengambilan data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung. Data berupa informasi tentang implementasi aspek-aspek CDOB berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 berupa aspek Keluhan, Obat atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali, Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak, serta Dokumentasi. Hasil yang diperoleh adalah aspek CDOB telah dilaksanakan oleh PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 sesuai dengan peraturan BPOM Tahun 2020.

Distribution of pharmaceutical preparations is a very important part of equal access to medicines. The distribution of pharmaceutical preparations in Indonesia is controlled by the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). Based on reports from the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) in 2018, 45% of drug distribution cases in Indonesia were related to irregularities in drug distribution to unauthorized parties. Deviant distribution processes can cause various risks such as contamination, damage or counterfeiting of drugs. The purpose of writing this special assignment is to find out and obtain information regarding the implementation of Good Medicine Distribution Methods at Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 based on CDOB. Data collection was obtained from interviews and direct observation. Data in the form of information regarding the implementation of CDOB aspects based on Food and Drug Supervisory Agency Regulation Number 6 of 2020 in the form of aspects of Complaints, Returned Medicines or Medicinal Ingredients, Suspected Counterfeits and Recalls, Contract Based Distribution Facilities, and Documentation. The results obtained are that the CDOB aspect has been implemented by PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 in accordance with the 2020 BPOM regulations.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>