Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76701 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Octaviani Putri
"Penggunaan obat dalam jumlah banyak atau yang disebut polifarmasi dapat meningkatkan risiko interaksi antar obat atau obat dengan penyakit. Komplikasi umum biasa terjadi pada pasien geriatri, oleh sebab itu pasien geriatri dengan gangguan penyakit kronis, seperti hipertensi, gangguan jantung, osteoarthritis, diabetes melitus dan sebagainya pada umumnya akan memperoleh lebih dari satu obat dalam sekali konsumsi. Maka dari itu akan dilakukan pengkajian rasionalitas dan masalah terkait obat terhadap resep dengan polifarmasi. Data yang dapat digunakan untuk pengkajian berupa resep polifarmasi yang berasal dari Apotek Roxy Depok pada Bulan September 2023. Melalui pengkajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait metode yang tepat dalam mengkaji rasionalitas dari resep polifarmasi. Diperoleh hasil pada aspek klinis, resep 1 ditemukan ketidaksesuaian dosis obat Xarelto, sehingga perlu ditanyakan pada dokter penulis resep dan juga terdapat interaksi anatara aspirin dengan Rivaroxaban yang mana dapat meningkatkan risiko pendarahan. Resep kedua sudah sesuai. dan pada resep ketiga terdapat interaksi obat yang memerlukan monitoring dalam penggunaannya yaitu, obat Theobron dengan Lasal, Desloratadine dengan Zitromax dan obat Lasal dengan Zitromax.

Using drugs in large quantities or what is called polypharmacy can increase the risk of interactions between drugs or drugs and disease. General complications usually occur in geriatric patients, therefore geriatric patients with chronic diseases, such as hypertension, heart problems, osteoarthritis, diabetes mellitus and so on will generally receive more than one drug at a time. Therefore, an assessment of the rationality and drug-related problems of prescriptions with polypharmacy will be carried out. The data that can be used for the study is polypharmacy prescriptions originating from the Roxy Depok Pharmacy in September 2023. Through this study it is hoped that it can provide an overview of the appropriate method for assessing the rationality of polypharmacy prescriptions. Based on the results obtained from the clinical aspect, prescription 1 found a discrepancy in the dosage of the drug Xarelto, so it was necessary to ask the doctor who wrote the prescription and there was also an interaction between aspirin and Rivaroxaban which could increase the risk of bleeding. The second recipe is suitable. and in the third prescription there is a drug interaction that requires monitoring in its use, namely, the drug Theobron with Lasal, Desloratadine with Zitromax and the drug Lasal with Zitromax.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Novanti Putri
"Polifarmasi merupakan suatu kejadian penggunaan lima obat atau lebih oleh seorang pasien secara bersamaan. Kondisi polifarmasi umumnya ditemukan pada populasi lansia dengan penyakit kronis. Dari beberapa penyakit kronis, hipertensi merupakan penyakit kronis yang paling banyak ditemukan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Hipertensi adalah sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif dan ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Polifarmasi yang tepat membutuhkan peresepan obat secara tepat dan cermat, sehingga pasien dapat menunjukkan outcome klinis yang baik. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses identifikasi resep polifarmasi melalui kegiatan pengkajian resep di fasilitas pelayanan kesehatan. Pengkajian resep merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian di apotek. Kegiatan pengkajian resep meliputi kajian administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Pengkajian atau skrining resep merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi kesalahan pengobatan (medication error) atau Drug Related Problem (DRP). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengkaji resep polifarmasi pada pasien dengan di Apotek Roxy Poltangan September 2023. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi dan analisa resep polifarmasi yang didalamnya tercantum obat hipertensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara aspek pengkajian administratif, farmasetik, dan klinis pada resep sudah cukup baik akan tetapi ditemukan DRP pada aspek keamanan terapi dikarenakan terdapat kombinasi pengobatan yang kurang tepat yakni simvastatin dan amlodipin.

Polypharmacy is the simultaneous use of five or more medications by a patient. This condition is commonly found in the elderly population with chronic diseases. Among various chronic diseases, hypertension is the most prevalent in all healthcare facilities. Hypertension is a syndrome or a progressive cardiovascular condition characterized by elevated blood pressure above 140/90 mmHg. Appropriate polypharmacy requires precise and careful medication prescription so that patients can achieve good clinical outcomes. Therefore, a process of identifying polypharmacy prescriptions through prescription assessment activities in healthcare facilities is necessary. Prescription assessment is a form of pharmaceutical service in pharmacies. The activities involved in prescription assessment include administrative review, pharmaceutical suitability, and clinical considerations. Prescription assessment or screening aims to identify, prevent, and address medication errors (medication errors) or Drug Related Problems (DRP). The purpose of this study is to identify and assess polypharmacy prescriptions in patients with hypertension at Roxy Poltangan Pharmacy in September 2023. The method used in this study involves observation and analysis of polypharmacy prescriptions that include hypertension medications. The results of this study indicate that in terms of administrative, pharmaceutical, and clinical aspects, the prescriptions were quite good; however, a DRP was found in the therapeutic safety aspect due to an inappropriate drug combination of simvastatin and amlodipine.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aulia Mahmudah
"

Praktik Kerja Profesi Apoteker bertujuan untuk memperoleh pemahaman, pengetahuan, serta pengalaman dalam menjalankan praktis kefarmasian dan memahami tugas dan fungsi Apoteker dalam praktik kefarmasian. Tugas khusus praktik kerja di Rumah Sakit Universitas Indonesia berjudul Analisis Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan Metode Minimum Maximum Stock Level (MMSL) Periode Mei-Juli 2021 di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Tugas khusus di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia berjudul Laporan Tugas Khusus Praktik Kerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Tugas khusus praktik kerja di Apotek Roxy Pitara berjudul Pengkajian Resep Polifarmasi di Apotek Roxy Pitara Periode September 2021. Tugas khusus praktik kerja di PT. Anugerah Pharmarindo Lestari berjudul QR Code Sebagai Inovasi Dalam Penyimpanan Produk Farmasi dan Kesehatan di National Distribution Center PT. Anugerah Pharmindo Lestari.


Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) aims to gain understanding, knowledge, and experience in carrying out pharmacy practice and understanding the duties and functions of pharmacists in pharmaceutical practice. A special work practice assignment at the University of Indonesia Hospital entitled Analysis of Drug Management and Medical Consumables with the Minimum Maximum Stock Level (MMSL) Method for the May-July 2021 Period at the University of Indonesia Hospital. The special task at the Food and Drug Supervisory Agency of the Republic of Indonesia is entitled Report on the Special Tasks for Work Practices at the Food and Drug Supervisory Agency of the Republic of Indonesia. The special assignment for work practice at the Roxy Pitara Pharmacy entitled Review of Polypharmacy Prescriptions at the Roxy Pitara Pharmacy for the Period of September 2021. The specific task of working practice at PT. Anugerah Pharmarindo Lestari entitled QR Code as an Innovation in the Storage of Pharmaceutical and Health Products at the National Distribution Center of PT. Anugerah Pharmindo Lestari.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pada pasien usia lanjut, terjadi penurunan fungsi tubuh yang berisiko menimbulkan multipatologi. Keadaan ini mengharuskan pasien geriatri mengonsumsi lebih dari satu macam obat secara bersamaan. Penggunaan enam atau lebih macam obat dalam waktu yang bersamaan dapat menimbulkan polifarmasi dan dapat meningkatkan risiko interaksi obat serta efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persentase polifarmasi dan potensi interaksi obat pada pasien geriatri yang dirawat inap di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Desain yang digunakan adalah retrospektif cross sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien geriatri yang dirawat inap selama periode Januari-Juni 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase polifarmasi adalah sebanyak 89,55% Dalam penelitian ini, rentang jumlah jenis penggunaan obat adalah 2-18 obat. Rata-rata penggunaan obat per pasien sebanyak 9,9 obat. Obat yang paling banyak diresepkan adalah omeprazol, diresepkan pada 52 dari 67 pasien (77.6%), disusul oleh n-asetil sistein, diresepkan pada 36 dari 67 pasien (53,7%), parasetamol yang diresepkan pada 27 dari 67 pasien (40,3%), dan salbutamol-ipratropium bromide yang diresepkan pada 25 dari 67 pasien (37,4%). Dari total 666 penggunaan obat, terdapat potensi interaksi antar obat sebesar 4,95%., The decrease of organ function in elderly is one of risk factors of multiple diseases that requires geriatric patients taking more than one medications at a time. Polipharmacy, the use of six or more medications at the same time, increases the potential of drug-drug interactions and adverse effects.of drugs. This study aimed to evaluate the extent of polypharmacy and potential drug-drug interactions among geriatric patients hospitalized in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta. In this observational retrospective study, secondary data was obtained from medical records of geriatric patients hospitalized in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital during January to June 2015. The results of this study showed that the percentage of polypharmacy was as much as 89.55%. The number of types of medications given to patients was ranged from 2 to 18 medications. The average use of medications per patient was 9.9 medications. The most widely prescribed drugs were omeprazole, prescribed in 52 of 67 patients (77.6%), followed by n-acetyl cysteine, prescribed in 36 of 67 patients (53,7%), paracetamol, prescribed in 27 of 67 patients (40,3%), and salbutamol-ipratropium bromide, prescribed in 25 of 67 patients (37,4%). There was 4.95% of potential for drug-drug interactions of 666 drug use.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Ratnaningsih
"Morbiditas pasien penyakit ginjal kronis memengaruhi jenis dan jumlah terapi obat yang potensial dapat menimbulkan beragam masalah terkait obat. Salah satu peran Apoteker adalah mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polifarmasi dan masalah terkait obat serta mengevaluasi jenis dan jumlah masalah terkait obat pada pasien ginjal kronis di ruang rawat inap RS PMI Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang. Data primer adalah data masalah terkait obat. Data sekunder dari formulir pemantauan terapi obat oleh farmasi klinik. Penelitian dilakukan di ruang instalasi farmasi RS PMI Bogor periode 28 September?05 Desember 2015. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi serta proporsi dari variabel yang diteliti. Analisis multivariat uji regresi logistik menguji hubungan variabel bebas, perancu, dan masalah terkait obat. Evaluasi dilakukan terhadap 682 terapi obat dari 92 orang pasien penyakit ginjal kronik. Persentase pasien dengan polifarmasi sebesar 83,7% dan pasien dengan masalah terkait obat sebesar 73,9%. Jumlah obat penyebab masalah terkait obat sebanyak 73 obat (55,3%). Jumlah masalah terkait obat dalam kategori masalah obat sebesar 207 masalah dengan persentase efek pengobatan yang tidak optimal sebesar 67,6%. Ada hubungan bermakna antara pasien yang mendapat obat polifarmasi dan kejadian masalah terkait obat (p=0,000). Pasien penyakit ginjal kronis dengan polifarmasi berisiko 21,67 kali mengalami kejadian masalah terkait obat.

Morbidity in patients with chronic kidney disease affects variety of types and number of drug treatment, then it is potential to cause variety of types and number of drug-related problems. Pharmacists play a role in identifying and preventing drug-related problems. This study aimed to determine the relationship between polypharmacy and drug-related problems, as well as evaluating the type and number of drug-related problems in chronic kidney disease inpatient in Indonesian Red Cross Bogor hospital. This study was retrospective cross sectional study design. The primary data was obtained by identifying drug related problems. The secondary data was taken from drug therapy monitoring form by the clinical pharmacy. The study was conducted at the hospital pharmacy at PMI Bogor hospital during 28 September to 5 December 2015. Univariate analysis was performed to get the distribution frequency and proportion of the variables, such as the characteristics of the patient and drug therapy, as well as the number and types of drug-related problems with the classification of Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE). Multivariate logistic regression analysis was conducted to test whether there was a relationship between the confounding variable with drug-related problems. An evaluation was taken on 682 drug treatment of 92 chronic kidney disease patients. The number of patients who experience polypharmacy was 83.7%. The number of patients experiencing drug-related problems was 73.9%. The number of problem in drug-related problems classification was 207 problems, with the nonoptimal treatment effect (67.6%). There was a significant association between patients who received polypharmacy and the incidence of drug-related problems (p=0.000). Chronic kidney disease patients who received polypharmacy had the risk of 21,667 times to experience drug-related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephany Ningtias
"Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan di apotek salah satunya mencakup pengkajian dan pelayanan resep. Resep yang dilayani di apotek cukup beragam, mulai dari resep untuk penyakit akut maupun kronis seperti diabetes.Tujuan dari skrining dan analisis resep obat antidiabetes adalah untuk mengetahui obat antidiabetes yang diresepkan oleh dokter, mengetahui jumlah resep yang mengandung obat antidiabetes, serta menilai kerasionalan penggunaan obat antidiabetes pada resep yang dilayani di Apotek Roxy Jagakarsa selama periode Juni – Agustus 2020. Pengkajian resep dilakukan selama bulan Agustus 2020. Data yang diolah diperoleh dari resep-resep yang dilayani di Apotek Roxy Jagakarsa selama periode Juni hingga Agustus 2020. Dari seluruh resep yang masuk selama periode tersebut, resep yang mengandung obat antidiabetes dicatat dan dikumpulkan data, kemudian dipilih dua resep untuk dikaji kelengkapan resep berdasarkan aspek administratif, farmasetik, serta klinis. Dari pengkajian dan skrining resep, didapatkan jumlah resep yang mengandung obat antidiabetes sebanyak 103 resep (2,88%) dari total 3571 resep. Obat antidiabetes yang sering diresepkan dokter adalah metformin, sebesar 33,01% (34 resep), kemudian glimepirid yang merupakan golongan sulfonilurea sebesar 21,36% (22 resep). Glikuidon yang merupakan golongan sulfonilurea menempati urutan ketiga untuk obat yang sering diresepkan, dengan jumlah 18,45% (19 resep. Berdasarkan golongan, golongan obat antidiabetes yang paling sering diresepkan adalah golongan sulfonilurea dan biguanid. Dari kedua resep yang diskrining, ditemukan ketidakrasionalan durasi penggunaan obat Lancid pada resep pertama, sehingga perlu menanyakan hal tersebut pada dokter penulis resep. Untuk resep kedua, tidak ditemukan ketidakrasionalan dalam resep. Kata kunci: resep, diabetes melitus, Apotek

One of the clinical pharmacy activities carried out in a pharmacy includes assessment and prescription services. The prescriptions served in pharmacies are quite diverse, ranging from prescriptions for acute and chronic diseases such as diabetes. The purpose of screening and analysis of antidiabetic prescriptions is to find out which antidiabetic are prescribed by doctors, find out the number of prescriptions containing antidiabetic, and assess the rationality of medicines use. antidiabetic on prescriptions served at the Roxy Jagakarsa Pharmacy during the period June - August 2020. The prescription review was carried out during August 2020. The processed data were obtained from prescription served at the Roxy Jagakarsa Pharmacy during the period June to August 2020. Of all the prescriptions that were received during this period, the prescription containing antidiabetic was recorded and data were collected, then two prescriptions were selected to review the completeness of the prescriptions based on administrative, pharmaceutical, and clinical aspects. From prescription assessment and screening, 103 prescriptions (2.88%) contained antidiabetic (2.88%) out of a total of 3571 prescriptions. The antidiabetic that is often prescribed by doctors is metformin, amount to 33.01% (34 prescriptions), then glimepirid which is a sulfonylurea group of 21.36% (22 prescriptions). Glyquidone, which is a sulfonylurea group, ranks third for medicine that are frequently prescribed, with a total of 18.45% (19 prescriptions). By class, the most commonly prescribed antidiabetics are sulfonylurea and biguanide. Of the two screened prescriptions, it was found that irrational duration of use from Lancid in first prescription was found, so it is necessary to confirm the doctor who gives the prescriptions. For the second prescription, there was no irrationality in the prescription."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Nugroho Widananto Kusuma
"Latar Belakang: Polifarmasi dan pengobatan berpotensi tidak tepat (Potentially inappropriate medication/PIM) merupakan permasalahan terkait obat pada usia lanjut terutama dengan multimorbiditas dan berhubungan dengan luaran buruk pada geriatri termasuk kejadian perawatan rumah sakit (admisi).
Tujuan: Mengetahui hubungan polifarmasi dan pengobatan berpotensi tidak tepat pada pasien usia lanjut yang menjalani pengobatan rawat jalan di RSCM dengan kejadian admisi di rumah sakit selama 1 tahun.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif yang diikuti sampai dengan 1 Tahun pasca kedatangan di poli rawat jalan. Sampel diambil secara konsekutif sampai tercapai jumlah sampel yang diperlukan sesuai penghitungan. Follow up selama 1 Tahun Pasien dipantau setiap bulan selama 1 Tahun paska kunjungan rawat jalan pertama atau kunjungan rumah jika diperlukan. Data akan dikonfirmasi dengan rekam medik elektronik lalu dilakukan pemantauan meliputi jumlah kejadian perawatan rumah sakit dan kriteria polifarmasi dan PIM menggunakan STOPP versi 2 selama 1 Tahun
Hasil: Dari 528 subjek penelitian, mendapatkan polifarmasi 465 (88,07%), peresepan obat berpotensi tidak tepat (PIM) berdasarkan kriteria STOPP versi 2 sebanyak 134 (25,38%) subjek. Polifarmasi menurunkan risiko perawatan di rumah sakit selama 1 tahun, dengan crude RR sebesar sebesar 0,542 ( 95% IK 0,353-0,832, p=0,005). Tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan obat berpotensi tidak tepat dengan admisi rumah sakit RR 0,994 (95% IK 0,653-1,511, p=0,977). Status fungsional, dan penyakit akut merupakan variabel perancu dalam analisis hubungan polifarmasi dan kejadian admisi selama 1 Tahun sedangkan Status kerentaan merupakan faktor perancu PIM dengan kejadian admisi di RS..
Kesimpulan: Polifarmasi dengan angka PIM rendah pada usia lanjut dengan multikomorbiditas menurunkan kejadian admisi di rumah sakit selama 1 tahun pemantauan. PIM tidak memiliki hubungan dengan kejadian admisi di RS pada pasien usia lanjut selama 1 tahun pemantauan.

Background: Polypharmacy and potentially inappropriate medication (PIM) are drug-related problems in the elderly, especially with multimorbidity, and are associated with poor geriatric outcomes including admission.
Aim: To determine the association between polypharmacy and potentially inappropriate medication in elderly patients undergoing outpatient treatment at RSCM with hospital admission over 1 year
Method: This study used a prospective cohort design followed up to 1 year after arrival at the outpatient clinic. Samples were taken consecutively until the required number of samples was reached according to the calculation. Patients are monitored every month for 1 year after the first outpatient visit or home visit if necessary. Data will be confirmed with electronic medical records and then monitoring will be carried out covering the number of admission incidents and polypharmacy criteria and PIM (based on STOPP version 2) for 1 year.
Result: Of the 528 research subjects, 465 (88,07%) received polypharmacy, 134 (25,38%) subjects received potentially inappropriate drug prescriptions (PIM) based on the STOPP version 2 criteria and 78 (23.85%) subjects. There was no significant association between polypharmacy and the risk of admission for 1 year, with a crude RR of 0,542 ( 95% IK 0,353-0,832, p=0,005). There is no significant association between potentially inappropriate medication use and admission RR 0,994 (95% IK 0,653-1,511, p=0,977). Functional status and acute disease are confounding variables in the association between polypharmacy and admission and frailty is a confounding variable in the association between PIM and admission over 1 year.
Conclusion: Polypharmacy with low PIM rates in the elderly with multi-comorbidity reduces the incidence of hospital admission over 1 year. PIM was not significantly associated with hospital admission in elderly patients over 1 year.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Jatnika
"Profesi apoteker berperan penting dalam pekerjaan kefarmasian. Hal penting yang yang dilakukan oleh apoteker agar menjadi apoteker yang profesional salah satunya adalah melakukan praktik kefarmasian. Sehingga calon apoteker dituntut untuk menjalani praktik profesi untuk bekal dan pengalaman agar memiliki pemahaman tentang peran apoteker sebelum terjun di dunia kerja. Praktik Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Apotek Roxy Sawangan Maret - April 2021, dan Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Lama April – Juni Tahun 2021. Melalui Praktik Kerja di sektor apotek dan rumah sakit tersebut calon apoteker diharapkan dapat mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.

Pharmacist profession plays an important role in pharmaceutical work. One of the important things that pharmacists do to become professional pharmacists is to practice pharmacy. So that prospective pharmacists are required to undergo professional practice for provision and experience in order to have an understanding of the role of pharmacists before entering the world of work. The Pharmacist Professional Work Practice was carried out at Roxy Sawangan Pharmacy in March - April 2021, and Kebayoran Lama Regional General Hospital in April - June 2021. Through Work Practices in the pharmacy and hospital sector, prospective pharmacists are expected to gain the competencies needed to carry out pharmaceutical work."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Maryori
"Salah satu sarana penyaluran sediaan farmasi dan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian adalah Apotek. Acuan yang menjadi pedoman dalam pengelolaan pelayanan kefarmasian di Apotek selama ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor1332/Menkes/SK/X/2002.
Data hasil pemeriksaan pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek Kota Depok tahun 2004 - 2006 menunjukkan lebih banyak Apotek yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) daripada yang Memenuhi Syarat (MS) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332 / Menkes / SK I X / 2002 sehingga perlu diteliti dan dianalisis faktor yang menjadi penyebabnya.
Rancangan penelitian ini merupakan kombinasi studi kuantitatif dan kualitatif. Desain cross sectional dipakai untuk studi kuantitatif sedangkan untuk studi kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan interpretasi data dalam bentuk matrik hasil wawancara mendalam. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan pengamatan langsung di Apotek. Responden adalah 96 orang Apoteker Pengelola Apotek di Kota Depok yang izinnya telah dikeluarkan sebelum tahun 2006. Penilaian pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek berpedoman pada pertanyaan yang ada pada bagian pengelolaan pelayanan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332 / Menkes/ SK/ X / 2002 dan dicocokkan dengan pengamatan di Apotek. Uji statistik digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek berdasarkan variabel pengetahuan, umur, pekerjaan lain, alamat Apoteker, jasa profesi, jumlah Asisten Apoteker, kepemilikan Apotek, lama kerja, kehadiran Apoteker dan supervisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek Kota Depok tahun 2006 Iebih banyak Tidak Memenuhi Syarat (TMS) daripada Memenuhi Syarat (MS). Dari sepuluh variabel yang diteliti dengan menggunakan uji t independen dan didukung dengan wawancara mendalam terdapat 4 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek yaitu umur, jumlah Asisten Apoteker, kehadiran Apoteker dan supervisi.
Untuk meningkatkan pelaksanaan pelayanan pengelolaan di Apotek berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bagi Depanemen Kesehatan untuk mengkaji ulang aturan pelaksanaan pengelolaan pelayanan di Apotek khususnya Keputusan Menteri Kesehatan Rf Nomor 1332 / Menkes / SK / X / 2002 dan membuat petunjuk pelaksanaan. Bagi Dinas Kesehatan disarankan menambahkan syarat untuk perizinan Apotek yaitu Apoteker Pengelola Apotek sebaiknya berusia di atas 35 tahun, jumlah minimal Asisten Apoteker 2 orang, dan Apoteker harus hadir setiap hari di Apotek. Perlu peningkatan kualitas supervisi, menindak lanjuti hasil supenfisi, sosiaiisasi kembali aturan pengelolaan pelayanan di Apotek kepada Apoteker Pengelola Apotek, Asisten Apoteker dan Pemilik Sarana Apotek, dan pembekalan kepada Apoteker Pengeloia Apotek baru khususnya tentang aturan di Apotek. Bagi Apoteker disarankan menindaklanjuti hasil supervisi, menambah pengetahuan dan ilmu terutama aturan-aturan baru yang berhubungan dengan profesinya sebagai Apoteker."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Hadiqotul Aini
"Seorang apoteker memiliki peran krusial dalam menjaga keselamatan pasien dengan memastikan pengelolaan maupun penggunaan obat yang aman. Adapun,  kesalahan pengobatan yang dapat membahayakan keselamatan pasien dapat terjadi  di berbagai tahap pelayanan kefarmasian, baik pada proses penulisan resep,  pembacaan resep, peracikan resep, maupun saat penggunaan obat. Sehingga, untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan,  maka peran seorang apoteker sangat penting dalam melakukan pengkajian resep yang merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian. Kegiatan pengkajian ini setidaknya mencakup tiga aspek yakni aspek  administrasi,  farmasetik serta klinis. Pada tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek Atrika, dilakukan pengkajian dua resep obat jantung. Adapun, dari telaah dan pengkajian resep yang telah dilakukan, diketahui bahwa dua resep obat jantung tersebut tergolong resep yang baik dari segi administrasi, farmasetis serta klinis.

A pharmacist contributes to patient safety by ensuring the safe management and use of medications. Potential medication errors that pose risks to patient safety may occur at various stages of pharmaceutical care, including prescribing, transcribing, dispensing, and during medication administration. Therefore, the role of a pharmacist is essential in conducting prescription reviews to prevent medication errors. As part of Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) at Atrika Pharmacy, two prescriptions for cardiovascular drug were reviewed. Based on the analysis and review of the prescriptions, it can be concluded that both prescriptions are considered good in terms of administrative, pharmaceutical, and clinical aspects.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>