Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shandi Vama Putra
"Pendahuluan: Transpor neonatus dari unit neonatologi ke kamar operasi dan sebaliknya memiliki risiko terjadinya KTD (Kejadian tidak diharapkan) yang tinggi. Akan tetapi, belum ada studi terperinci yang mempelajari tentang hal tersebut. Studi ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan dalam terjadinya KTD pada transfer perioperatif neonatus. Metode: Kami melakukan studi kohort retrospektif di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Neonatus yang memenuhi kriteria inklusi dan melalui kriteria eksklusi dilibatkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor risiko serta profil KTD dihimpun dari neonatus yang terlibat. Analisis dilakukan secara komparatif univariat, bivariat, dan multivariat. Studi ini memiliki izin etik dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Hasil: Tercatat sebanyak 87 KTD pada 56 neonatus yang menjadi subjek di dalam penelitian ini. Diketahui bahwa 51,79% subjek adalah perempuan, dengan 48,21% prematur, 58,93% berat badan lahir rendah, dengan rata-rata berat badan lahir 2.138 gram. Gambaran KTD terbanyak adalah desaturasi, mencakup 71,43%. Terdapat hubungan antara respiratory support invasif dengan hipotermia (OR = 0,052; IK 95% = 0,005 – 0,506). Terdapat hubungan antara respiratory support invasif dengan medical device adverse event (OR = 0,175; IK 95% = 0,043 – 0,707). Respiratory support invasif merupakan faktor yang paling berperan dalam medical device adverse event berdasarkan analisis multivariat (aOR = 0,023; IK 95% = 0,054–0,995). Angka kejadian KTD paling banyak pada kelompok satu kali transfer (64,29%), yaitu sebanyak 36 kasus dengan 13 (23,21%) di antaranya mengalami desaturasi. Terdapat hubungan antara frekuensi transfer pasien operasi unit neonatologi dan desaturasi (p-value = 0,047; Crude OR : 5,727 dan 95% CI : 1,148 - 28,573). Kesimpulan: Prematuritas, BBLR, dan kelainan kongenital tidak berhubungan dengan KTD. Sedangkan, penggunaan respiratory support invasif berhubungan dengan hipotermia dan medical device adverse event pada pasien transfer operasi unit neonatologi. Terdapat hubungan antara frekuensi transfer pasien dan KTD desaturasi
pada proses transfer neonates.

Introduction: Transport of neonates from the neonatology unit to the operating room and vice versa carries a high risk of adverse events (KTD). However, there have been no detailed studies studying this. This study aims to determine the risk factors that play a role in the occurrence of adverse events during perioperative transfer of neonates. Methods: We conducted a retrospective cohort study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Neonates who met the inclusion criteria and the exclusion criteria were included in this study. Risk factors and adverse event profiles were collected from the study subjects. Analysis was carried out using univariate, bivariate and multivariate analyses. This study was approved by RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Results: A total of 87 adverse events were recorded in the 56 neonates who were subjects in this study. Fifty one point seventy nine percent of the subjects were female, 48.21% of the subjects were premature, 58.93% had low birth weight, with an average birth weight of 2,138 grams. The most common adverse event features were desaturation, covering 71.43% of the study subjects. There is a significant association between invasive respiratory support and hypothermia (OR = 0.052; 95% CI = 0.005 – 0.506). There is a significant association between invasive respiratory support and medical device adverse events (OR = 0.175; 95% CI = 0.043 – 0.707). Invasive respiratory support is the factor that plays the most role in medical device adverse events based on multivariate analysis (aOR = 0.023; 95% CI = 0.054–0.995). The highest incidence of adverse events (AEs) occurred in the single-transfer group (64.29%), with 36 cases, 13 (23.21%) of which experienced desaturation. There is a relationship between the frequency of patient transfers in the neonatal surgery unit and desaturation (p-value = 0.047; Crude OR: 5.727 and 95% CI: 1.148 - 28.573). Conclusion: Prematurity, LBW, and congenital abnormalities were not associated with adverse events. Meanwhile, the use of invasive respiratory support is associated with hypothermia and medical device adverse events in neonatology unit surgery transfer patients. There is a significant association between the frequency of patient transfers and desaturation adverse events during the transfer process of neonates. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Data UNICEF menunjukan bahwa prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia belum mengalami penurunan yang signifikan selama satu setengah dekade [2000 (11,2%) – 2015 (10%)]. Indonesia berada diurutan ke sembilan di dunia dengan kejadian BBLR terbanyak. Kemudian, bayi yang lahir dengan berat <2500 gram (BBLR) berisiko lebih tinggi mengalami kematian usia dini, pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat, IQ rendah, dan penyakit tidak menular. Salah satu penyebab BBLR adalah anemia yang mana diketahui kekurangan zat besi menjadi salah satu faktor resikonya. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat dicegah dengan mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) selama kehamilan sesuai anjuran (≥90 tablet). Namun, ibu hamil di Indonesia yang mengonsumsi TTD sesuai anjuran masih tergolong rendah (38%). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi TTD pada ibu selama kehamilan terhadap BBLR. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan menganalisis data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Analisis chi square untuk mengetahui hubungan antara exposure (konsumsi TTD) dan outcome (BBLR) serta variabel lain yang diikutkan dalam penelitian ini. Konsumsi TTD sebagai determinan, dan variabel independen lainnya adalah komplikasi kehamilan, usia gestasi, paritas, riwayat hipertensi, keinginan memiliki anak, usia kehamilan saat K1, frekuensi ANC, umur ibu saat kehamilan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, wilayah tempat tinggal, dan kebiasaan merokok. Ada hubungan signifikan antara konsumsi TTD ibu selama kehamilan dengan kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumi TTD minimal ≥90 tablet berisiko 1,12 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR (95% CI: 1,02-1,2). Faktor lain yang berhubungan secara signifikan dengan BBLR adalah komplikasi kehamilan, usia gestasi, paritas, riwayat hipertensi, keinginan memiliki anak, frekuensi antenatal care, umur ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan, wilayah tempat tinggal, dan kebiasaan merokok. Diharapkan selama kehamilan ibu rutin mengonsumsi TTD 1 tablet setiap hari minimal 90 tablet, dan rutin melakukan pemeriksaaan kehamilan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga mencegah kejadian BBLR.

UNICEF data shows that the prevalence of Low Birth Weight (LBW) in Indonesia has not decreased significantly for a decade and a half [2000 (11.2%) – 2015 (10%)]. Indonesia is ranked ninth in the world with the highest incidence of LBW. Then, babies born weighing <2500 grams (LBW) are at higher risk of premature death, stunted growth and development, low IQ, and non-communicable diseases. One of the causes of LBW is anemia where iron deficiency is known to be a risk factor. Iron deficiency in pregnant women can be avoided by taking blood-added tablets (TTD) as long as recommended (≥90 tablets). However, pregnant women in Indonesia who consume iron tablets as recommended are still low (38%). Therefore, this study aims to determine the relationship between maternal consumption of iron tablets during pregnancy and low birth weight. The study design used was cross-sectional by analyzing the 2018 Basic Health Research data. Chi-square analysis was used to determine the relationship between exposure (TTD consumption) and outcome (LBW) as well as other variables included in this study. TTD consumption as a determinant and other independent variables are pregnancy complications, gestational age, parity, history of hypertension, desire to have children, gestational age at K1, frequency of ANC, maternal age at pregnancy, education level, employment status, area of residence, and smoking habits. There is a significant relationship between maternal TTD consumption during pregnancy and the incidence of LBW. Mothers who did not take TTD at least 90 tablets had a 1.12 times greater risk of giving birth to LBW (95% CI: 1.02-1.2). Other factors that were significantly associated with LBW were pregnancy complications, gestational age, parity, history of hypertension, desire to have children, frequency of antenatal care, maternal age, maternal education level, employment status, area of residence, and smoking habits. It is expected that during pregnancy the mother routinely consumes 1 tablet of TTD every day at least 90 tablets, and routinely conducts pregnancy checks to unite the growth and development of the baby to prevent the incidence of LBW."
[Depok;;;, ]: [Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;;;;;;, ], 2022
S-pdf;;;
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani
"BBLR merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap morbiditas dan mortalitas bayi termasuk kematian neonatal. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar hubungan antara BBLR dengan kejadian kematian neonatal dini di Indonesia setelah dikontrol dengan variabel faktor ibu dan pelayanan kesehatan. Desainstudi penelitianini kasus kontrol (1:4) denganmenggunakandatasekunder Riskesdas 2010. Jumlah sampel dalampenelitian ini adalah 720. Metode analisis yangdigunakanRegresi LogistikGanda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Besar Hubungan BBLR dengan kejadian Kematian Neonatal Dini setelah dikontrol oleh variabel lain (tingkat pendidikan ibu, status ekonomi ibu, frekuensi ANC dan komplikasi kehamilan) serta dikontrol pula oleh BBLR yang berinteraksi dengan tingkat pendidikan ibu adalah 22,840 (95% CI : 8,671 – 60,162). Diperoleh dua OR dari hasil perhitungan ORinteraksi yaitu OR11 sebesar 23,028 (95%CI : 18,936-27,121) danOR11 sebesar 22,851(95%CI : 18,759–26,944).
Untuk menurunkan kejadian kematian neonatal dini adalah menurunkan kejadian BBLR melalui deteksi dini (pemeriksaan ANC), meningkatkan frekuensi ANC, ibu yang memiliki komplikasi kehamilan wajib melakukan persalinan di sarana pelayanan kesehatan yang adekuat, penyuluhan dan konseling pada ibu hamil berisiko tinggi dan pendidikan rendah, pemberdayaan ekonomi keluarga yang berstatus ekonomi rendah.

LBWis a factor which acts as main contributor to infant morbidity and mortality including neonatal mortality. Aim of this study is to identify the association between LBW to early neonatal mortality in Indonesia after controlling the variabel factors of characteristics of the mother and health services. Design of study is case control (1:4) and utilize secondary Riskesdas 2010 data. We apply logistic Regression method in this study analyze. Simple size are720.
Study results indicates the closed association between LBW to early neonatal mortality even after contolling the variables, education level and economic status of mother, frequency of ANC visits, complication during related pregnancy and olso the interaction variables of LBW to education level of mother, OR=22.840 (95%CI : 8,671–60,162). Ther a are two OR based on interaction analyze (OR11 = 23,028 (95%CI : 18,936-27,121) and OR11 = 22,851 (95%CI : 18,759 - 26,944).
There are alternative activities that might be implemented in order to decrease early neonatal mortality such as : decline LBW through early detection (ANC examination), increasing frequency of ANC visits, mother who experiance complication during pregnacy are obligated to do delivery in adequat health services, promotion and conseling to high risk pregnant women whom have low education, health insurance (Jamkesmas) and family economic empowerment to mother swho have low income.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Al Khansa Shalihah
"Berat lahir bayi dapat dijadikan indikator dari penentuan status gizi bayi lahir dan sebagai salah satu indikator penting dari kesejahteraan anak. Status gizi bayi tersebut menjadi sangat penting karena akan berdampak pada keberlangsungan hidup anak tersebut sampai pada tahapan usia selanjutnya. Permasalahan yang banyak ditemui di berbagai negara terutama negara berkembang adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi rendah bayi lahir terutama di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dengan menggunakan model probit untuk analisis. Penelitian ini menemukan bahwa yang berpengaruh signifikan secara positif dalam penentuan status gizi bayi lahir adalah pendidikan ibu, melek huruf ibu, pendidikan ayah, jenis kelamin bayi lahir, dan jumlah kunjungan pemeriksaan kandungan ibu. Sedangkan urutan lahir anak (anak pertama atau bukan), komplikasi, dan status rumah tangga miskin memiliki pengaruh negatif yang signifikan.

Birth weight infants can be used as a determining indicator of nutritional status of infants born and as one of the important indicators of child welfare. The nutritional status of infants is very important because it will have an impact on the child survival to the next stage of age. The problems that were encountered in many countries, especially developing countries is Infant Low Birth Weight (LBW). Therefore, this study aims to determine what factors affecting low nutritional status of infants born especially in Indonesia. The data used are secondary data, the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 using the probit models for analysis. This study found that the significant with positive determinants to the nutritional status of infants are the mother's education, mother's literacy, father's education, sex of the baby born, and the number of maternal prenatal visits. While the child birth order (first child or not), complications, and the households with poor status have a significant negative effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Octen
"Berat badan lahir merupakan indikator pertumbuhan dan perkembangan janin selama masa kehamilan. Berat badan lahir kurang dari 2500 gram digunakan sebagai indikator kesakitan dan kematian bayi. Bukti terkini menunjukkan bahwa berat badan lahir kurang dari 3000 gram meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi dan diabetes melitus tipe II di masa mendatang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian berat badan lahir bayi kurang dari 3000 gram.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medik Rumah Sakit St. Carolus tahun 2008-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara berurutan terdapat 5,2% dan 31,5% bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 dan 3000 gram. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pertambahan berat badan selama kehamilan merupakan faktor paling dominan yang memengaruhi kejadian berat badan lahir bayi kurang dari 3000 gram. Faktor lainnya adalah berat badan pra hamil, tinggi badan, pelaksanaan antenatal care, jenis kelamin bayi dan paritas.
Disarankan kepada sektor kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan fokus terhadap program peningkatan berat badan lahir bayi. Program bagi WUS dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan terkait status gizi pra hamil. Sedangkan program bagi ibu hamil dilakukan sebagai upaya untuk mencapai pertambahan berat badan selama kehamilan yang adekuat, salah satunya melalui peningkatan pelaksanaan antenatal care.

Birth weight is an indicator of fetus’s growth and development during pregnancy. Birth weight less than 2500 grams used as indicators of infant morbidity and mortality. Recent evidence suggests that birth weight less than 3000 grams increases the risk of non-communicable diseases such as coronary heart disease, stroke, hypertension and diabetes mellitus type II in the future. Therefore, conducted a study to determine the factors associated with the incidence of infant birth weight less than 3000 grams.
This research is quantitative research with cross sectional design using secondary data from St. Carolus hospital’s medical records in 2008-2012. The results showed that there were 5,2% and 31,5% of infants born weighing less than 2500 and 3000 grams. Multivariate analysis showed that weight gain during pregnancy is the predominant factor affecting the incidence of birth weight less than 3000 grams. Other factors that also affect significantly is pre-pregnancy weight, maternal height, the implementation of antenatal care, infant’s sex and parity.
Recommended for the health sector and other stakeholders to increase the focus on birth weight improvement program. Program for women of childbearing age conducted to increase knowledge related to pre-pregnancy nutritional status. While programs for pregnant women conducted to achieve adequate weight gain during pregnancy by improving the implementation of antenatal care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izza Suraya
"ABSTRAK
Untuk menurunkan kematian balita 30 % dalam Millenium Development Goal tahun 2015,
ketahanan bayi neonatal perlu ditingkatkan . Terutama ketahanan hidup BBLR. Di Indonesia,
terdapat 72,4 % bayi dengan berat < 2500 gram meninggal pada masa neonatal. Salah satu usaha
meningkatkan ketahanan bayi tersebut adalah dengan melakukan intervensi pasca melahirkan,
menyegarakan waktu disusui.
Mengingat pentingnya peningkatan ketahanan hidup BBLR melalui waktu disusui pertama,
penelitian ini dilakukan. Penelitian melihat peranan waktu disusui pertama kali terhadap
ketahanan hidup BBLR pada masa 28 hari setelah kelahiran. Jika meninggal dalam kurun waktu
tersebut, maka bayi dianggap gagal bertahan. Penelitian menggunakan data SDKI 2002-2003 dan
2007. Desain studi yang digunakan adalah kohort retrospektif. Analisis hubungan tersebut
menggunakan teknik analisis survival .
Setelah dikontrol, hasil penelitian menunjukkan bahwa BBLR yang disusui pertama kali < 1
hari tidak memiliki hubungan signifikan dengan ketahanan hidup BBLR, melalui pvalue = 0.114
(HR : 2,69 95 % CI : 0,78 ? 9,18). Dengan demikian, waktu disusui pertama kali perlu
disesuaikan dengan kesiapan BBLR sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

Abstract
To reduce child under five mortality until 30 % in Millenium Development Goal 2015,
newborn survival must be increased, especially low birth weight newborn survival. There is 72,4
% low birth weight died around 28 days after their birth. And early breastfeeding is one of many
intervention after birth.
Based on that reason, we conduct this study to know effect early breastfeeding on
newborn survival. Study will use Indonesia Demographic Health Survey 2002-2003 and 2007
with retrospective kohort as design study. This study will use survival analysis technique and
control other variabels come from baby (gender and preterm birth) , mother (parity, birth
interval, age, abortion, and complication) , health facility (ante natal care, assitance delivery,
palce of birth, delivery mode, exclusive breastfeeding, and post natal care visit), and their social
economic (wealth, mother?s education, and residence).
This study show early breastfeeding doesnt have association with low birth weight
newborn survival with pvalue = 0.114 (HR : 2,69 95 % CI : 0,78 ? 9,18). Therefore, early
breastfeeding must be well prepared to get an optimal outcome."
2012
T31744
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Fitria Zain
"Di Indonesia proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram pada bayi umur 0-59 bulan masih cukup tinggi, yaitu 6,2% di tahun 2013-2018. Padahal kondisi BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan mortalitas dari pada bayi dengan berat badan normal. Salah satu masalah terbesar yang sering dialami BBLR adalah peningkatan risiko untuk terserang infeksi maupun sepsis, sehingga obat yang paling banyak digunakan di unit perawatan intensif neonatus adalah dari golongan antibiotik. Oleh sebab itu, diperlukannya peran Apoteker dalam melakukan praktik profesi berupa Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam proses pengobatan agar dapat membantu dalam mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki sehingga prognosisnya dapat menjadi lebih baik. Pelaksanaan PTO dilakukan pada tanggal 15-24 September 2020 bertempat di ruang perinatologi 2B di gedung bougenville RSUP Fatmawati berdasarkan laporan kasus yang bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi. Data yang diperoleh kemudian diidentifikasi terkait Drug Related Problems (DRPs) menurut Cipolle dan dianalisis rasionalitasnya pada domain antibiotik dengan metode Gyssens. Dari analisa yang dilakukan ditemukan beberapa masalah DRP menurut Cipolle yaitu terkait lama pemberian obat meropenem yang terlalu panjang; pemberian dosis yang terlalu rendah pada obat fluconazole dan ketorolac; pemilihan obat bactesyn yang tidak rasional; adanya interaksi obat fluconazole dengan omeprazole yang bersifat moderat, serta interaksi obat gentamicin dengan bactesyn yang bersifat minor jika digunakan secara bersamaan. Sementara hasil evaluasi menggunakan metode Gyssens pada penggunaan antibiotik menunjukkan obat meropenem termasuk kategori IIIa (penggunaan antibiotik terlalu lama); gentamicin termasuk kategori 0 (penggunaan antibiotika tepat/bijak); bactesyn termasuk katagori IVa (ada antibiotik lain yang lebih efektif) dan katagori IIa (penggunaan antibiotik tidak tepat dosis) apabila tetap dipertahankan penggunaannya.

In Indonesia, the proportion of Low Birth Weight Babies (LBW) <2500 grams in infants aged 0-59 months is still quite high at 6.2% in 2013-2018. In fact, LBW conditions have a greater risk of experiencing morbidity and mortality than babies with normal weight. One of the biggest problems that are often experienced by LBW is the increased risk for infection and sepsis, so the most widely drugs used in neonatal intensive care units are from the antibiotic class. Therefore, a pharmacist's role is needed in carrying out professional practice with Drug Therapy Monitoring (DTM) in order to help optimize the effect of therapy and minimize unwanted effects, so the prognosis can be better. The implementation of DTM was carried out on September 15-24, 2020 at the perinatology room 2B in the bougenville building of RSUP Fatmawati based on qualitative case reports by direct observation. Then the data was identified using the Drug Related Problems (DRPs) classification according to Cipolle and analyzed their rationality in the antibiotic domain using the Gyssens method. From the analysis conducted, it was found that several DRP problems were related to the the long duration of administration of meropenem; too low a dose of fluconazole and ketorolac; irrational choice of bactesyn; There is a moderate drug interaction between fluconazole and omeprazole, as well as a minor drug interaction between gentamicin and bactesyn when used concurrently. Meanwhile, the results of the evaluation using the Gyssens method on antibiotic use showed that meropenem was included in category IIIa (the use of antibiotic is too long); gentamicin was included in category 0 (the use of antibiotics is appropriate/wise); bactesyn was included category IVa (there are other antibiotics that are more effective) and category IIa (the use of antibiotics is not in the right dose) if its use is maintained."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Phowira
"kesehatan masyarakat global. Paparan tembakau intrauterin dipahami merupakan faktor risiko penting terhadap BBLR. Melihat kecenderungan peningkatan prevalensi merokok di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara status merokok orang tua selama kehamilan dan BBLR. Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan secara studi potong lintang dilakukan selama 8 bulan dari Desember 2019 - Juli 2020 pada sampel acak dari orang tua dengan anak berusia 0-5 tahun dari 5 pusat kesehatan masyarakat di DKI Jakarta, Indonesia. Sebanyak 145 subjek memenuhi kriteria dan dianalisis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS Statistics. Uji chi-square dan analisis regresi logistik multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara kebiasaan merokok orang tua dengan prevalensi BBLR. Hasil: Dalam penelitian ini, 11% bayi lahir dengan BBLR. Prevalensi merokok pada ayah dan ibu masing-masing adalah 55,2% dan 3,4%. Status merokok ayah secara signifikan dikaitkan dengan BBLR (p <0,05). Meskipun tidak signifikan secara statistik, ada hubungan dosis-respons antara jumlah rokok per hari ayah dan durasi merokok ayah dengan BBLR. Status merokok ibu (p = 0,448) tidak terkait erat dengan BBLR dalam penelitian ini, yang mungkin disebabkan oleh kecilnya sampel ibu yang aktif merokok. Dari regresi logistik multivariat, status merokok ayah, kelahiran prematur, urutan kelahiran, dan asupan makanan yang tidak memadai selama kehamilan secara signifikan dan individual terkait dengan prevalensi BBLR (p <0,05). Kesimpulan: Paparan tembakau selama kehamilan dari ayah merupakan prediktor signifikan BBLR. Terdapat hubungan dosis-repons tidak bermakna antara jumlah rokok per hari ayah dan durasi merokok ayah dengan BBLR.

Introduction: Low birth weight (LBW), a major determinant of neonate morbidity and mortality, remains a global public health concern. Intrauterine exposure to tobacco has been discerned as an important risk factor for LBW. Acknowledging an increasing trend of smoking prevalence in Indonesia, this study aims to investigate the association between parental smoking during pregnancy and LBW. Methods: An analytical cross-sectional study was conducted for 8 months from December 2019 - July 2020 on a random sample of parents with child aged 0-5 years old from 5 health centres in DKI Jakarta, Indonesia. A total of 145 subjects met the criteria and were analysed. Data analysis was carried out using IBM SPSS Statistics software. Chi-square test and multivariate logistic regression analysis were performed to identify the association between parental smoking habits with the prevalence of LBW. Results: In the present study, 11% of infants were born with LBW. The prevalence of smoking in fathers and mothers were 55.2% and 3.4%, respectively. Paternal smoking status was significantly associated with LBW (p < 0.05). Although not statistically significant, there was a dose-response relationship between paternal number of cigarettes/day and duration of smoking with LBW. Maternal smoking status (p = 0.448) was not closely associated with LBW in this study, which might be due to a fairly small number of actively smoking mothers. From multivariate logistic regression, paternal smoking status, premature delivery, birth order and inadequate food intake during pregnancy were significantly and individually associated with the prevalence of LBW (p < 0.05). Conclusion: Paternal tobacco exposure during pregnancy is significant predictor of LBW. Although not statistically significant, there is a dose-response relationship between paternal number of cigarettes/day and duration of smoking with LBW."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamak Zudi
"Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah di RSPAD Gatot Subroto, untuk masukan pada program pelayanan medik Departemen Ilmu Kesehatan Anak khususnya, RSPAD Gatot Soebroto umumnya dalam rangka pelayanan terhadap kesehatan ibu dan anak sebaik mungkin.
Dari hasil analisis regresi ganda yang disesuaikan dengan kerangka konsep penelitian tampak : pendidikan ibu, umur kehamilan, berat badan ibu, tinggi badan ibu, parasitas ibu, jenis kelamin dan berat plasenta bayi terbukti berpengaruh pada berat bayi waktu dilahirkan. Sedangkan faktir kadar Hb ibu, umur ibu dan kepangkatan orang tua tidak berhubungan. Faktor penyakit selama kehamilan dan komplikasi kehamilan, kebiasaan merokok selama kehamilan, pengalaman abortus dan pengalaman melahirkan bayi mati tidak dilakukan analisis lebih lanjut karena keadaan responden yang homogen.
Dengan analisis regresi ganda terbukti faktor-faktor yang diteliti berpengaruh pada berat bayi waktu lahir sebesar 36 persen, sedangkan khusus pada kejadian BBLR pengaruhnya sebesar 44 persen. Faktor yang paling berpengaruh pada kejadian BBLR dalam penelitian ini ialah umur kehamilan ibu."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitra
"Disertasi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deviasi positif pertumbuhan sampai usia lima bulan dan mengali perilaku penyimpang positif pada keluarga dengan status ekonomi rendah. Jenis penelitian adalah perpaduan penelitian kuantitatif (kohort prospektif) dengan penelitian kualitatif (Rapid Assesment Procedure). Besar sampel adalah 61 bayi BBLR (2000-2499 gram) yang lahir cukup bulan. Sampel diperoleh dari 5 rumah sakit 7 klinik bidan di Kota Pekanbaru. Hasil menunjukkan bahwa pada usia lima bulan terjadi deviasi positif pertumbuhan sebesar 65,6%. Faktor yang berpengaruh adalah pemberian ASI, kesehatan bayi dan lingkungan pengasuhan. Perilaku positif deviants adalah frekuensi pemberian ASI dalam 24 jam lebih dari 12 kali, memeriksa kesehatan bayi setelah satu minggu dilahirkan, ibu menjaga kebersihan rumah, ayah turut mengasuh bayi, keputusan bersama ibu dan nenek dalam pemberian makanan pada bayi.

This dissertation aims to determine the factors that influence the occurrence of a positive deviation of growth until the age of five months and experience the positive deviant behavior in families with low economic status. The research type is a combination of quantitative research (prospective cohort) with qualitative research (Rapid Assessment Procedure). The sample size was 61 infants of low birth weight (2000-2499 g) were born at term. Samples were obtained from 5 hospitals 7 midwife clinics in the city of Pekanbaru. The results showed that at the age of five months of positive growth deviation of 65.6%. Factors that influence breastfeeding, infant health and caring environment. Positive Deviants behavior is the frequency of breastfeeding within 24 hours more than 12 times, check the health of babies born after one week, mother to keep the house, father helped care for infants, a decision with his mother and grandmother in infant feeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>