Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afifah Satrianty
"Tanah telantar menimbulkan permasalahan yakni tanah tersebut tidak memiliki nilai atau fungsi. Terdapat kasus yakni PT XYZ selaku pemegang hak atas tanah yang mengajukan permohonan terkait dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang penetapan tanah telantar. Adapun tesis ini menganalisis terkait dengan pertimbangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam menetapkan tanah telantar pada kasus PT XYZ dan tesis ini juga membahas mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT XYZ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan preskriptif. Secara garis besar, penelitian ini menghasilkan bahwa pertimbangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam menetapkan tanah telantar tentunya memperhatikan bahwa PT XYZ tidak menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanahnya tersebut. Adapun PT XYZ telah diberikan kesempatan untuk segera mengusahakan, memanfaatkan, menggunakan dan memelihara tanahnya, akan tetapi PT XYZ tidak pernah mengajukan tanggapan atau keberatan terkait hal tersebut sehingga dapat diartikan bahwa PT XYZ menyetujui proses penertiban tersebut ditindak lanjuti ke tahap penetapan tanah telantar. Terkait upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT XYZ tersebut yakni terdapat 2 (dua) upaya hukum yakni upaya hukum pertama yakni pemegang hak dapat mengajukan gugatan kepada Peradilan Tata Usaha Negara terkait Surat Keputusan Penetapan tanah telantar diterbitkan pada tanggal 24 Juli 2019, maka, pemegang hak dapat mengajukan gugatan hanya dalam kurun waktu 90 hari terhitung sejak diterimanya Surat Keputusan tersebut. Akan tetapi dalam kurun waktu tersebut PT XYZ tidak mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara. Singkatnya, kesempatan untuk mengajukan gugatan ini menjadi gugur. Selanjutnya upaya hukum kedua yakni seharusnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengatur ketentuan lebih lanjut terkait dengan pengajuan permohonan revisi luas atau pengukuran ulang tanah yang diajukan oleh pemegang hak atas tanah sebagai salah satu upaya represif setelah diterbitkannya surat keputusan penetapan tanah telantar.

Abandoned land raises the problem that the land has no value or function. There is a case, namely PT XYZ as the holder of land rights who filed an application related to the issuance of the Decree of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning / Head of the National Land Agency regarding the determination of abandoned land. This thesis analyzes the considerations of the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency in determining abandoned land in the case of PT XYZ and this thesis also discusses the legal remedies that can be taken by PT XYZ. The method used in this research is the doctrinal method with descriptive analytical and prescriptive research types. Broadly speaking, this research results in that the consideration of the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency in determining abandoned land certainly takes into account that PT XYZ does not use, utilize and maintain the land. PT XYZ has been given the opportunity to immediately cultivate, utilize, use and maintain the land, but PT XYZ has never submitted a response or objection regarding this matter so that it can be interpreted that PT XYZ agrees to the process of controlling it being followed up to the stage of determining abandoned land. Regarding the legal remedies that can be taken by PT XYZ, there are 2 (two) legal remedies, namely the first legal remedy, namely the right holder can file a lawsuit to the State Administrative Court related to the Decree of Determination of abandoned land issued on July 24, 2019, then, the right holder can file a lawsuit only within 90 days from the receipt of the Decree. However, within this period PT XYZ did not file a lawsuit to the State Administrative Court. In short, the opportunity to file a lawsuit was lost. Furthermore, the second legal remedy is that the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency should regulate further provisions related to the submission of applications for area revision or re-measurement of land submitted by holders of land rights as one of the repressive efforts after the issuance of a decree determining abandoned land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triani Putri Utami
"Penerapan sistem publikasi negatif bertendensi positif di Indonesia sering kali menimbulkan masalah hukum, seperti sengketa pertanahan, tumpang tindihnya tanah bekas milik adat, konflik pertanahan antara pemerintah dengan swasta, ataupun konflik pertanahan antara pemerintah dengan masyarakat. Beda halnya dengan negara lain, di negara Australia misalnya, sertipikat hak atas tanah di sana merupakan alat bukti yang tidak dapat diganggu gugat atau bersifat mutlak. Hal ini disebabkan Australia menganut sistem Torrens dalam pendaftaran tanahnya. Dengan sistem ini, tidak dimungkinkan dilakukan pengubahan, kecuali apabila sertipikat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan cara pemalsuan atau dengan penipuan. Penelitian menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian bahwa penerapan sistem publikasi positif di Indonesia perlu untuk segera dilakukan guna dapat menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanah, namun tetap harus melalui berbagai macam penyesuaian dan persiapan, seperti halnya sumber daya manusia dan teknologi yang akan diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia ke depannya.

The implementation of a negative-positive publication system in Indonesia often leads to legal issues, such as land disputes, overlapping of customary land, land conflicts between the government and private entities, or land conflicts between the government and the community. In contrast, in other countries, such as Australia, land certificates serve as indisputable and absolute proof. This is because Australia follows the Torrens system in its land registration. With this system, changes are not possible unless the resulting certificate is obtained through forgery or fraud. The research used a doctrinal research method with a comparative approach. The findings suggest that the implementation of a positive publication system in Indonesia is necessary to ensure legal certainty for landholders but requires various adjustments and preparations, including human resources and technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika
"Tulisan ini menganalisis jual beli hak atas tanah dalam boedel pailit, khususnya terhadap perlindungan hukum akad jual beli hak atas tanah serta pengukuran waktu Actio Pauliana terhadap boedel pailit studi putusan Mahkamah Agung Nomor 5 PK/Pdt.Sus-Pailit/2024. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Adanya aset yang diperjualbelikan dan masuk ke dalam boedel pailit lalu dibatalkan oleh Hakim karena menilai pembeli beritikad baik dan jual beli sudah melewakti satu tahun sebelum penjual dinyatakan pailit, padahal perhitungan satu tahun tersebut dihitung oleh Hakim dari jual beli bawah tangan. Dalam praktiknya keabsahan jual beli tanah harus memenuhi syarat materiil dan formil. Jual beli di bawah tangan tidak sah karena tidak memenuhi syarat formil sehingga hanya mengikat para pihak, PPJB tidak memenuhi syarat formil sehingga hanya mengikat para pihak tetapi berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 telah terjadi peralihan hak apabila lunas dan menguasai dengan itikad baik, serta Akta Jual beli adalah jual beli sah karena memenuhi syarat materiil dan formil dan telah terjadi peralihan hak. Perlindungan hukum terhadap keabsahan jual beli bawah tangan harus mengajukan gugatan untuk mengesahkan jual beli tersebut kepada pengadilan atau ditingkatkan menjadi Akta Jual Beli. Perlindungan hukum PPJB dapat dilakukan pencatatan PPJB pada sertipikat tanah yang diatur dalam Pasal 90 PP Nomor 18 Tahun 2021. Oleh karena jual beli bawah tangan adalah jual beli yang tidak sah, maka perhitungan Actio Pauliana, dimulai dari PPJB karena sudah ada peralihan hak atas tanah jika memenuhi ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2016. Pada analisis Actio Pauliana tidak terpenuhi secara kumulatif atas aspek Debitor mengetahui bahwa jual beli hak atas tanah tersebut merugikan Kreditor.

This paper analyzes the sale and purchase of land rights in a bankrupt estate, especially regarding the legal protection of land rights sale and purchase agreements and the measurement of the Actio Pauliana time for the bankrupt estate, a study of the Supreme Court's decision Number 5 PK/Pdt.Sus-Pailit/2024. This paper was compiled using a doctrinal research method. The existence of assets that were traded and entered into the bankrupt estate has been canceled by the Judge because considered the buyer to be in good faith and the sale and purchase had passed one year before the seller was declared bankrupt, even though the one-year calculation was calculated by the Judge from the private sale and purchase. In practice, the validity of the sale and purchase of land must meet material and formal requirements. The private sale and purchase is not valid because it does not meet the formal requirements so that it only binds the parties, PPJB does not meet the formal requirements so that it only binds the parties but based on SEMA Number 4 of 2016 there has been a transfer of rights if it is paid off and stayed in good faith, and the PPAT Sale and Purchase Agreement is a valid sale and purchase because it meets the material and formal requirements and there has been a transfer of rights. Legal protection against the validity of the private sale and purchase must file a lawsuit to validate the sale and purchase to the court or be upgraded to a Deed of Sale and Purchase. Legal protection for PPJB can be done by recording PPJB on the land certificate as regulated in Article 90 of PP Number 18 of 2021. Because the private sale and purchase is an invalid sale and purchase, the calculation of Actio Pauliana is starting from PPJB because there has been a transfer of land rights if it meets the provisions of SEMA Number 4 of 2016. In the analysis of Actio Pauliana, it is not cumulatively fulfilled for the aspect that the Debtor knows that the sale and purchase of land rights is detrimental to the Creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biromo Nayarko
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan tanah telantar dan implikasinya menurut Hukum Tanah Nasional serta korelasinya dengan pemanfaatan ruang berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan bagaimana solusi menurut Hukum Tanah Nasional dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terhadap kasus penelantaran tanah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan perlunya pengkajian secara holistik terhadap peraturan perundangundangan yang mengatur tanah telantar; perlunya penggantian atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar; dan terhadap kasus penelantaran tanah perlu diterapkan sanksi berupa hapusnya hak atas tanah sebagai bentuk disinsentif terhadap pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan pemegang hak atas tanah.

This thesis is discussing about the issue of abandoned land and its implication under national land law, and its corelation with the usage of space based on Law Number 26 Year 2007 on Spatial Planning on the cases of land abandonment. This research is qualitative research with descriptive characteristic.
The result of this research advice the need to have holistic analysis on the national laws that deal with abandoned land, there is a need to amend Government Regulation Number 36 Year 1998 on Control and Usage of Abandoned Land; and for land abandonment cases there is a need for sanction such as the lost of rights on the land as a dicentive means towards the violation of laws which conducted by the holders of land rights."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26687
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Purna Malintang
"Dalam penerapan asas Rechtsverweking, hakim seharusnya tidak hanya berpatokan pada lampaunya batas waktu lima tahun untuk menggugat, tetapi juga mempertimbangkan keabsahan perolehan sertipikat tanah. Pendekatan tersebut diperlukan agar penerapan asas Rechtsverweking tidak secara otomatis menghilangkan hak gugat, terutama dalam kasus dimana penerbitan sertipikat melanggar hukum atau dilakukan tanpa itikad baik. Salah satu permasalahan dalam penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan terhadap jual beli tanah dengan bukti kuitansi semata terdapat di dalam kasus yang termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 997 K/Pdt/2021. Penulisan ini mengangkat tentang keabsahan jual beli tanah dengan bukti kuitansi, perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang kehilangan tanahnya akibat penerapan asas Rechtsverwerking. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Sertipikat Hak Milik No. 01494 diterbitkan secara tidak sah karena hanya berasal dari jual beli yang dibuktikan dengan kuitansi semata, hal ini menimbulkan sengketa antara pemilik tanah dan pembeli beritikad baik. Perlindungan hukum bagi pemilik tanah meliputi pembatalan sertipikat dan pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum untuk mengembalikan keadaan seperti keadaan semula.

In the application of the principle of rechtsverwerking, judges should not solely rely on the lapse of the five-year limitation period for filing a claim but must also consider the validity of the acquisition of the land certificate. This approach is necessary to ensure that the application of the rechtsverwerking principle does not automatically extinguish the right to file a claim, particularly in cases where the issuance of the certificate violates the law or is conducted in bad faith. One of the issues in the issuance of land certificates by the Land Office, based solely on a receipt of sale and purchase, is illustrated in the Supreme Court Decision Number 997 K/Pdt/2021. This study addresses the validity of land transactions supported only by receipts, as well as the legal protection for landowners who lose their land due to the application of the rechtsverwerking principle. This doctrinal research collects legal materials through literature review, which are then analyzed qualitatively. Certificate of Ownership No. 01494 was issued unlawfully, as it stemmed solely from a sale and purchase evidenced by a receipt, resulting in a dispute between the landowner and a good faith buyer. Legal protection for landowners includes the annulment of the certificate, while good faith buyers may file a claim for damages based on unlawful acts to restore the situation to its original state."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Noor Fakhira
"Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki tugas dan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun antara lain pembuatan akta jual beli. Namun, pada praktiknya pembuatan akta jual beli yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah dimungkinkan didasari sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum oleh penjual meskipun telah dilakukan pengecekan melalui kantor pertanahan. Sebagaimana kasus pada Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 91/PDT/2021 PT YYK yang menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh melawan hukum sebagai dasar perbuatan jual beli yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak kepada pihak lain. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli dengan menggunakan sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum dan bagaimana perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah terhadap akta jual beli menggunakan sertipikat tanah pengganti yang diperoleh atas perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diolah secara kualitatif. Bahwa dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan terhadap akta jual beli yang dibuat menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh secara melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sah suatu perjanjian terhadap unsur suatu sebab yang halal yang merupakan syarat objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 adalah adanya bantuan hukum berupa pemberian saran, pendampingan dalam penyidikan dan keterangan ahli oleh Majelis Pembina dan Pengawas.

The Land Deed Making Officer has the duty and authority to make authentic deeds regarding certain legal acts regarding land rights or property rights to units of flats, including the making of sale and purchase deeds. However, in practice, the making of a sale and purchase deed made before the land deed-making official may be based on a substitute certificate issued for unlawful acts by the seller even though it has been checked through the land office. As the case in the Yogyakarta High Court Decision Number 91/PDT/2021 PT YYK which uses substitute certificates obtained against the law as the basis for buying and selling actions that result in a transfer of rights to other parties. The problem formulated in this thesis is regarding the validity of the sale and purchase deed using a substitute certificate issued for unlawful acts and how is the legal protection for the land deed-making officer against the sale and purchase deed using a substitute land certificate obtained for unlawful acts. This research uses normative juridical research methods using secondary data obtained from primary legal materials and qualitatively processed secondary legal materials. That from the results of this study, it can be concluded that the sale and purchase deed made using a substitute certificate obtained unlawfully is null and void because it does not meet the valid conditions of an agreement against the element of a lawful cause which is an objective requirement as stipulated in Article 1320 of the Civil Code. Legal protection for land deed-making officials based on the Regulation of the Minister of Agrarian affairs and Spatial Planning / Head of the National Land Agency Number 2 of 2018 is the existence of legal assistance in the form of providing advice, assistance in investigations and expert information by the Board of Trustees and Supervisors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Dian Fitria
"Notaris merupakan pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat Akta autentik. Untuk dapat dikatakan sebagai akta autentik pembuatan Akta harus dibuat dihadapan Notaris sepanjang isinya dikehendaki oleh para pihak dan sesuai dengan tata cara dan/atau prosedur yang ditetapkan dalam UUJN. Namun dalam prakteknya terdapat akta Notaris selaku PPAT khususnya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT namun tidak didasarkan pada tata cara dan/atau prosedur yang berlaku, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli yang dibuatnya terhadap para pihak serta apakah Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan apabila dalam pelaksanaan Akta Jual Beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan sesuai apa yang diperjanjikan. Penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif yang bersifat eksplanatoris.
Hasil penelitian ini adalah Notaris yang menjalankan jabatannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat dilepaskan tanggung jawabnya sebagai Notaris dan harus mentaati dan mengikuti perilaku dan pelaksanaan Peraturan Jabatan Notaris yang diatur dalam UUJN. Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan terkait dengan ketelitian dan kecermatan, karena apabila Notaris tidak membuat Akta sesuai dengan prosedur, maka akta tersebut dapat menjadi akta di bawah tangan.

A notary is a public official who has the authority to make an authentic Deed. To be described as an act of conscious creation should be made before the Notary Deed all the contents desired by the parties and in accordance with the Ordinance and/or procedures set out in UUJN. However, in practice there is a notary deed as a PPAT in particular deed of sale and purchase made by PPAT, but not based on ordinances and/or the applicable procedure, which became the principal issue is how the responsibility of the Notary as a PPAT in the making of the deed of sale and purchase he had made against the parties, as well as whether the notary in his capacity as a PPAT can be blamed when in the execution of the deed of sale and purchase one of the parties does not perform according to what exchanged. This research is a normative law that is explanatory.
Results of this research is the Notary who runs his post as Land Deed Officer (PPAT) can not be discharged his responsibilities as a Notary and must obey and follow the behavior and Notary Regulations stipulated in UUJN. Notary public in his capacity as a PPAT can be blamed and thoroughness associated with incredible detail, because if the notary public does not make the Act in accordance with the procedure, then the deed can be a certificate under his hand.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardian Hananto Seto
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana keabsahan perjanjian pinjam meminjam online ilegal, upaya perlindungan hukum terhadap debitur yang menggunakan aplikasi pinjaman Online ilegal dan upaya pemerintah dalam memberantas peredaran pinjaman Online ilegal di Indonesia, perlindungan hukum debitur melibatkan data pribadi (undang-undang), serta upaya preventif dan represif dari pemerintah. Pada dasarnya, kontrak elektronik atau digital ialah perjanjian antar pihak yang dibuat melalui sarana yang berbeda, khususnya sistem elektronik. Dengan mempergunakan metode penelitian doktriner, sumber data diperoleh dari data sekunder. Pasal 1320 KUH Perdata mengatur syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yang berdampak pada sahnya perjanjian pinjam meminjam online. Perjanjian online dengan demikian sah apabila dianggap sah karena diatur di KUH Perdata, khususnya Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata yang mengatur tentang perjanjian. Akan tetapi, Perjanjian melalui pinjaman online Ilegal tidak sah menurut hukum perjanjian dan hukum nasional. Hal itu disebabkan pinjaman online Ilegal banyak melanggar peraturan hukum nasional seperti melakukan pemerasan sesuai Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan melanggar UU ITE serta perlindungan konsumen. Pemerintah telah melakukan edukasi literasi keuangan, sosialisasi hukum, dan analisis data pinjaman online ilegal. Tindakan represif termasuk larangan, penyelidikan, identifikasi situs berbahaya, rekomendasi tindakan, dan bantuan hukum bagi debitur yang mengalami kerugian.

This article analyze the validity of illegal online lending and borrowing agreements, legal protection efforts for debtors who use illegal online loan applications and the government's efforts to eradicate the distribution of illegal online loans in Indonesia, legal protection of debtors involving personal data (law), as well as efforts preventive and repressive measures from the government. Basically, electronic or digital contracts are agreements between parties made through different means, especially electronic systems. By using doctrinal research methods, data sources are obtained from secondary data. Article 1320 of the Civil Code regulates the conditions for the validity of an agreement, which has an impact on the validity of online lending and borrowing agreements. Online agreements are therefore valid if they are inline with the Civil Code, specifically Articles 1320 and 1338 of the Civil Code which regulate agreements. However, agreements via illegal online loans are invalid according to contract law and national law. This is because illegal online loans often violate national legal regulations, such as committing extortion in accordance with Article 368 of the Criminal Code (KUHP) and violating the ITE Law and consumer protection. The government has carried out financial literacy education, legal outreach, and data analysis of illegal online loans. Repressive measures include prohibitions, investigations, identification of dangerous sites, recommendations for action, and legal assistance for debtors who experience losses."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Susilawati
"Kelalaian pemberian sertipikat hasil pendaftaran tanah sistematis lengkap yang masih memiliki catatan pada risalah data yuridis merupakan kelalaian yang dapat menimbulkan masalah dikarenakan tidak sesuai dengan tujuan diadakannya pendaftaran tanah tersebut yaitu memberikan pelindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah dan calon kreditur dan menjadi tanggungjawab yang dipikul oleh BPN. Penelitian ini menganalisis bagaimana pelindungan hukum bagi pembeli tanah sertipikat hasil kegiatan PTSL  yang tanahnya tersebut juga dijaminkan berdasarkan girik di bank dan pertanggungjawaban  hukum BPN terhadap sertipikat hasil PTSL yang terbit tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan pendaftaran tanah. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang menggunakan data sekunder yang didukung data primer. Dalam melakukan segala perbuatan hukum diperlukan asas iktikad baik baik saat membuat perjanjian maupun  pelaksanakan dari perjanjian  tersebut. Sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Upaya Penyelesaian sebagai bentuk pertanggungjawaban BPN dapat dilakukan melalui cara non-litigasi yakni dilakukannya pengaduan kasus ke Kantor Pertanahan sampai mendapat keputusan penyelesaian dan cara litigasi dimana pembeli dapat mengajukan 2 gugatan berbeda terhadap BPN. Pertama mengajukan gugatan melalui PTUN untuk meminta pembatalan sertipikat dan mengajukan gugatan secara perdata ke PN dengan dasar Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum terhadap Penjual selaku pemegang hak atas tanah sebagai tergugat dan BPN sebagai turut tergugat

Failure to provide a certificate of the results of a complete systematic land registration which still has a record in the juridical data minutes is a negligence which can cause problems because it is not in accordance with the purpose of holding the land registration, namely providing legal protection for land rights holders and potential creditors and is a responsibility borne by the BPN . This research analyzes how legal protection is for buyers of land certificates resulting from PTSL activities whose land is also guaranteed based on girik at the bank and BPN's legal responsibility for PTSL certificates issued that do not comply with the procedures regulated in the land registration regulations. This research is doctrinal research that uses secondary data supported by primary data. In carrying out all legal acts, the principle of good faith is required both when making an agreement and implementing the agreement. So that it does not cause harm to other parties. Settlement efforts as a form of BPN accountability can be carried out through non-litigation methods, namely filing a case complaint to the Land Office until a settlement decision is obtained and through litigation methods where buyers can file 2 different lawsuits against BPN. First, file a lawsuit through the PTUN to request the cancellation of the certificate and file a civil lawsuit with the District Court based on Article 1365 of the Civil Code regarding unlawful acts against the seller as the holder of land rights as the defendant and the BPN as a co-defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nuswantari
"Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dengan tujuan social, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, sudah seharusnya yayasan dijalankan dengan prinsip non-profit oriented. Pokok Permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah perlindungan hukum terhadap harta kekayaan yayasan yang tidak berstatus sebagai badan hukum, perlindungan terhadap harta kekayaan yayasan yang telah berstatus sebagai badan hukum dan perlindungan terhadap harta kekayaan yayasan berdasarkan Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004,serta penerapan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan harta kekayaan yayasan.
Penulisan ini menggunakan metode yuridis normative yaitu menitikberatkan pada peraturan yang berlaku, referensi dan literature-literatur serta pelaksanaan peraturan dalam prakteknya. Dari hasil penelitian ini ditemukan dalam praktek bahwa dengan diundangkannya Undang-undang nomor 16 tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004 sebenarnya harta kekayaan yayasan mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-undang Yayasan tersebut. Untuk itu masih dibutuhkan peran aktif yang terkait kepada masyarakat dan juga kepada instansiinstansi yang terakut dengan permasalahan ini agar amanat Undang-undang dapat tercapai.

The Foundation is a legal entity consisting of separated assets with social purpose, religious and humanitarian. With the promulgation of Law No.16 Year 2001 Jo. Act No.28 of 2004 on Foundation, it has become a necessity that the foundation should be opearated using the principle of non-profit oriented. Subject to be discussed in this writing is about legal protection of Foundation?s assets as a non legal entity, as a legal entity and based on Law No.16 Year 2001 Jo. Act No. 28 of 2004 on Foundation.
This writing method is using the judicial normative which focuses on promulgation of Law No.16 Year 2001 Jo. Act No. 28 of 2004 on Foundation, Foundation?s assets actually get the legal protection of the Laws that apply Foundation. For it is still needed a very active role of government to socialize the law Foundation and other regulations related to society, to the agencies associated with the foundation so that the mandates of the Law can be achieved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31404
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>