Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169378 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Rembulan Nurdianto
"Penelitian ini bertujuan menyelidiki keputusan menikah dikalangan perempuan terhadap pengaruh ekpektasi dari output perkawinan dalam proses pengambilan keputusan dan mengkaji premi upah pernikahan bagi laki-laki dan perempuan serta mencoba mengeksplorasi bias seleksi pada karakteristik yang dapat diamati. Data yang digunakan adalah data cross-sectional dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia 4 (IFLS4). Pertama, penelitian ini membuat sebuah model empiris dimana variabel probabilitas bekerja dan probabilitas memiliki anak sebagai variabel proksi terhadap ekspektasi dari output pernikahanan yang akan mempengaruhi probabilitas keputusan pernikahan perempuan. Kedua, untuk mengkaji premi upah, penelitian ini mempertimbangkan pernikahan sebagai perlakuan non-acak dengan potensi hasil upah yang heterogen untuk mengkaji premi upah di Indonesia. Kemudian, dengan menggunakan propensity score matching, bias seleksi antara pria dan wanita yang menikah dan lajang dapat ditentukan. Kesimpulannya pertama, keputusan menikah perempuan ditentukan oleh ekspektasi dari output perkawinan, yaitu peluang untuk bekerja dan peluang untuk mempunyai anak, serta oleh karakteristik individu itu sendiri, seperti usia, agama, dan suku. Kedua, terdapat faktor lain yang mempengaruhi keputusan pernikahan perempuan, namun dalam skala yang lebih kecil. Kecil kemungkinan untuk menikah bagi perempuan yang tinggal di kota dan ditemukan premi upah pernikahan baik bagi laki-laki maupun perempuan meskipun perempuan mempunyai premi upah pernikahan yang lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.

This study tries to investigate the decision to marry among women on the effect of expected marital output in the decision-making process, examines the marriage wage premium for men and women, and tries to explore selection bias on observable characteristics using cross-sectional data from IFLS4. First, an empirical model is proposed where probability to work and probability to have children are used as proxies of expected marital output which will influence the probability of women’s marriage decision. Second, the study considering marriage as a non-random treatment with heterogenous potential outcomes of wage to examines wage premium in Indonesia. Then, using propensity score matching, selection bias between married and single men and women has been determined. The conclusions are first, women’s marriage decision determined by the expected marital output, which are probability to work and probability to have a child or children, and by the individual characteristics itself, such as age, religion and ethnicity. Second, other factors affect women’s marriage decisions, but to a lesser extent. Marriage is less likely for women who live in urban area and we find a marriage wage premium for both men and women though women have smaller marriage wage premium as compared to men."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Primanugrah Shakanti
"Individu yang hendak menikah harus siap untuk menjalani kehidupan perkawinan, karena ketidaksiapan menikah dapat memicu terjadinya konflik dan perceraian. Di Indonesia banyak perceraian terjadi karena alasan ketidaksiapan menikah. Selain itu juga banyak terjadi penundaan menikah, salah satu alasannya adalah individu ingin memastikan diri sudah benar-benar siap sebelum memutuskan menikah. Perlu dilakukan kajian mengenai kesiapan menikah untuk mendalami fenomena-fenomena tersebut. Perkawinan merupakan suatu anjuran dalam agama Islam, sehingga ada baiknya dilakukan kajian mengenai hubungan dan pengaruh religiusitas terhadap kesiapan menikah. Melihat adanya perbedaan peran dan pengalaman antara laki-laki dan perempuan di masyarakat, maka kesiapan menikah ditinjau dari jenis kelamin juga perlu diteliti.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap emerging adults (18-25 tahun) beragama Islam yang belum menikah. Responden yang diteliti berasal dari wilayah Jabodetabek. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner online. Alat ukur kesiapan menikah yang digunakan adalah adaptasi California Marriage Readiness Evaluation (CMRE). Alat ukur religiusitas yang digunakan adalah adaptasi The Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (R-MRPI). Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan metode statistik menggunakan SPSS. Analisis data dilakukan dengan independent sample t-test, uji korelasi, uji koefisien determinasi, dan uji regresi linear sederhana.
Hasil penelitan menunjukkan adanya perbedaan kesiapan menikah yang tidak signifikan antara emerging adults laki-laki dan perempuan, baik secara umum maupun di masing-masing kategori kesiapan menikah. Terdapat hubungan positif antara religiusitas dan kesiapan menikah. Artinya, semakin tinggi religiusitas seseorang, maka semakin tinggi pula kesiapan menikahnya. Masing-masing dimensi religiusitas juga memiliki hubungan dengan masing-masing kategori kesiapan menikah. Kontribusi religiusitas terhadap kesiapan menikah emerging adults adalah sebesar 19,3%.

Individuals who want to marry must be ready to live a married life, because being unprepared for marriage could lead to conflicts and divorces. In Indonesia, a lot of divorce cases are caused by being unprepared for marriage. There are also people who delay marriages, with one of the reasons being one needs to be make sure that they are ready to marry, before deciding to tie the knot. To understand the phenomena better, a study about marriage readiness is to be done. As marriages are advised in Islam, the correlation between religiosity and marriage readiness as well as the contribution of religiosity towards marriage readiness must be studied. In addition to that, marriage readiness difference between the two sexes must also be studied considering the different roles and experiences between men and women.
The method of this study is quantitative method. The respondents are unmarried Muslim emerging adults (18-25 years of age) from around the Jabodetabek area. The data collection is done through an online questionnaire. The instrument for measuring the marriage readiness is an adaptation of The California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) and for measuring religiosity is an adaptation of The Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (R-MRPI). The data collected from the questionnaire were processed with statistical method using SPSS. The data analysis is conducted with an independent sample t-test, Pearson correlation test, coefficient of determination test, and simple linear regression test.
The result of the study showed that there is an insignificant difference between the marriage readiness of male and female emerging adults, both generally and in every marriage readiness category. A positive correlation between religiosity and marriage readiness is also found through the study. In other words, a higher religiosity resulted in a higher marriage readiness. Each religiosity dimension also correlates with each marriage readiness category. The result also showed that religiosity contributes to 19,3% of marriage readiness in emerging adults.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ulil Amri
"Pentingnya keberhasilan pencapaian tugas perkembangan tahap dewasa awal menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Salah satu tugas tersebut adalah proses membangun hubungan intim untuk membentuk sebuah keluarga. Tingginya tingkat kesiapan menikah pada kelompok dewasa awal, sayangnya tidak dibarengi dengan persiapan yang matang sehingga menyebabkan pencapaian pelaksanaan tugas perkembangan keluarga yang rendah dan lebih lanjut mengurangi kepuasan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan tugas perkembangan keluarga tahap I dan II pada kelompok dewasa awal. Desain yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif yang dianalisis melalui uji univariat. Sampel yang digunakan sebanyak 103 responden yang diambil menggunakan teknik non probability sampling. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tingkat pengetahuan sampel terhadap tugas perkembangan keluarga secara keseluruhan berada pada kategori sedang (45,6%) sampai tinggi (54,4%). Secara terpisah, gambaran pengetahuan pada variabel tugas perkembangan keluarga tahap I lebih baik secara statistik daripada variabel lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden tergolong cukup baik, tetapi masih perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan secara berkesinambungan pada kelompok dewasa awal sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing individu. Peneliti menyarankan bagi mahasiswa keperawatan untuk menguasai konsep keluarga dengan baik agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan populasi dan kuesioner yang lebih luas dan terukur sehingga dapat menggambarkan kondisi populasi yang sebenarnya.

This research is motivated by the importance of successful achievement of developmental tasks in the early adult stage. One of these tasks is the process of building intimate relationships to form a family. Unfortunately, the high level of readiness for marriage in the early adult group is not accompanied by proper preparation, which results in low achievement of family development tasks and further reduces marital satisfaction. This study aims to describe the level of knowledge of family development tasks stages I and II in the early adult group. The design used is quantitative research with descriptive methods which are analyzed through univariate tests. The sample used was 103 respondents who were taken using a non-probability sampling technique. The results of this study found that the overall level of knowledge of the sample on family development tasks was in the moderate (45.6%) to high (54.4%) category. Separately, the picture of knowledge on the stage I family development task variable is statistically better than the other variables. Thus, it can be concluded that the level of knowledge of respondents is quite good, but there is still a need for efforts to increase knowledge on an ongoing basis in the early adult group according to the stage of development of each individual. Researchers suggest for nursing students to master the concept of family well in order to provide comprehensive nursing care. Further research is recommended to use a broader and measurable population and questionnaire so that it can describe the actual condition of the population."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savina Amaliah
"ABSTRAK
Makalah ini menulis tentang pandangan masyarakat Indonesia terhadap pernikahan dengan keturunan Arab di Indonesia. Metode yang saya gunakan yaitu mencari sumber melalui beberapa buku. Dalam tulisan ini saya menemukan bagaimana tradisi keturunan arab di Indonesia dalam melakukan pernikahan dan tradisi yang masih digunakan hingga saat ini. Dalam penulisan jurnal ini metode yang digunakan adalah metode penulisan sejarah yang terdiri dari empat tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sedemikian penting arti dari perkawinan ini dikarenakan manusia tidak akan dapat berkembang tanpa adanya perkawinan, karena perkawinan menyebabkan keturunan, dan keturunan menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat dan masyarakat. Jadi perkawinan merupakan unsur tali temali yang meneruskan kehidupan manusia dan masyarakat. Pada awalnya keturunan bangsa Arab yang berada di Indonesia mempunyai kedudukan sangat kuat terhadap pernikahan sesama keturunan Arab ini.Terdapat dua perbedaan golongan dalam masyarakat Arab dan terdapat perbedaan sejarah menurut asal-usul kelahiran masing-masing golongan tersebut. Terkadang terjadi juga perselisihan antara sesama bangsa arab yang berbeda golongan dan bahkan terkadang terjadi larangan jika akan dilakukan pernikahan dengan berbeda golongan tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa perbedaan dan ulasan mengenai pernikahan yang terjadi di Indonesia yang dialami oleh masyarakat keturunan Arab sendiri.

ABSTRACT
This paper writes about the views of Indonesian society on marriages with Arab descendants in Indonesia. The method I use is to search the source through several books. In this paper I discover how the tradition of Arabic descent in Indonesia in marriage and tradition that is still used today. In writing this journal the method used is the method of writing history consisting of four stages of heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. Marriage is a very important event in human life. So important is the meaning of this marriage because humans will not be able to develop without marriage, because marriage causes offspring, and the offspring cause families to develop into relatives and communities. So marriage is an element of rigging that continues the lives of people and society. At first the descendants of the Arabs who reside in Indonesia have a very strong position against the marriage of fellow Arab descent ini.Terdapat two different groups in Arab society and there are differences in history according to the origin of each of these groups. Sometimes there are also disputes between Arabs of different groups and sometimes even a prohibition if a marriage is to be conducted with different groups. In this paper will be discussed some differences and reviews about the marriage that occurred in Indonesia experienced by people of Arab descent itself."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kelana, Said
"ABSTRAK
Krisis nilai tukar dan perbankan yang terjadi pada 1997 berdampak sangat luas bagi perekonomian di Indoensia. Krisis ini ditandai dengan dua hal yaitu: (i) kepanikan luar biasa nasabah bank (terjadinya bank run), (ii) bank-bank mengalami kerugian yang signifikan, akibat terjadinya negatif spread yang diperoleh bank. Kedua faktor itu secara bersama-sama telah menyebabkan penutupan sejumlah bank. Faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kepanikan, adalah ketiadaan jaminan bagi dana nasabah yang tersimpan. Untuk menghindari dampak yang lebih buruk (hancurnya sistem perbankan secara keseluruhan) maka pemerintah memberlakukan blanked guarantee pada awal 1998. Namun blanked guarantee ini memiliki sisi negatif yakni moral hazard oleh perbankan. Karenanya diperlukan desain asuransi deposito yang optimal.
Tujuan penelitian ini adalah: (i) mendesain premi asuransi deposito dengan rating CAMEL dan Teori Opsi; (ii) menguji secara empiris (memvalidasi) desain asuransi deposito yang optimal dengan data perbankan di Indonesia; (iii) membuktikan dampak positif asuransi deposito pada sistem perbankan (benefit Sosial Pemerintah).
Penelitian sebelumnya menunjukkan desain asuransi optimal mestilah: (i) berdasarkan risiko, (ii) mempertimbangkan prilaku bank setelah mengikuti asuransi, (iii) diikuti oleh regulasi terutama berkenaan dengan Prompt Correction Action. Namun penentuan berapa premi asuransi yang optimal masih 'belum terjawab' baik secara teoritis maupun empiris. penelitian ini mencoba menentukan premi asuransi deposito dengan mempertimbangkan: (i) risiko; (ii) pinalti atau co-insurance, (iii) bank run atau jump-process. DIharapkan metode yang diusulkan dapat diterapkan, khususnya di Indonesia.
Berdasarkan usulan pendekatan rating CAMEL diperoleh: (i) basis premi yang lebih lebar; (ii) setiap peningkatan CAMEL secara langsung akan menurunkan premi; (iii) setiap penurunan rating CAMEL dipertimbangkan terkena pinalti. Dari (i) & (ii) diharapkan premi lebih mencerminkan risiko, dan menjadi intensif untuk memperbaiki rating. Dari (iii) diharapkan mengurangi moral hazard setelah mengikuti asuransi. Hasil implikasi simulasi dari penelitian ini adalah: (a) estimasi premi dengan CAMEL menghasilkan premi efektif sebesar 22 basis point (bp), (b) terdapat 27 data bank melakukan perilaku moral hazard dan terkena pinalti.
Berdasarkan usulan pendekatan teori opsi (dengan mempertimbangkan co-insurance) diperoleh hasil (1) estimasi premi efektif dengan teori opsi diperoleh hasil 19,67 baisis point (dengan co-insurance 10% dan suku bunga bebas risiko 10%) serta 30,91 basis point (dengan besarnya co-insurance 0% dan suku bungan bebas risiko 10%); (2) terdapat beberapa bank yang memiliki hasil outlier (>100 bp); (3) terdapat beberapa estimasi yang anomali, yakni premi bernilai negatif; (4) hasil sensistif terhadap proksi rasio (deposit/asset) namun tidak sensitif terhadap proksi volatilitas; (5) adanya co-insurance dapat menurunkan premi asuransi (diskon bagi peserta);
Berdasarkan usulan pendekatan teori opsi-proses lompatan, hasil simulasi menunjukkan estimasi premi tergantung pada banyaknya lompatan, besarnya lompatan serta varian lompatan. Estimasi premi lebih besar dibandingkan estimasi premi tanpa co-insurance. Ini berarti estimasi dengan teori-opsi proses lompatan mengeliminir diskonto premi yang dihasilkan dari co-insurance.
Dukungan program asuransi deposito terbukti dengan ditemukannya koefisien positip asuransi deposito terhadap perubahan deposito. namun fungsi benefit sosial pemerintah sangat tergantung dari Expected Cast jika bank melakukan moral hazard. Besarnya Expected-Cost ini haruslah sama atau lebih besar dari Expected Cost ini merupakan fungsi dari co-insurance."
2003
D657
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nanda Oktavia
"Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai negara bertetangga yang memiliki banyak kesamaan. Meski begitu, kedua negara memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal sistem hukum yang dianut. Adanya perbedaan tersebut tentu memengaruhi pengaturan hukum yang ada di masing-masing negara, termasuk peraturan perkawinan, di mana di Indonesia di atur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, sedangkan di Malaysia diatur di dalam Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) yang berlaku bagi penduduk Non-Muslim di seluruh Malaysia, dan Islamic Family Law (Federal Territories) Act 1984 (Act 303) yang berlaku bagi penduduk Muslim di Wilayah Persekutuan. Oleh karena itu, menarik untuk memperbandingkan mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, mengingat pembatalan perkawinan masih kurang dikenal oleh masyarakat secara umum, karena perceraian masih menjadi pilihan utama untuk mengakhiri perkawinan. Dalam penelitian ini, akan ditinjau mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, yang kemudian akan dianalisis perbandingan masing-masing peraturan untuk melihat perbedaan dan persamaannya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, pendekatan sejarah, dan pendekatan konsep. Dari hasil pembahasan, persamaan utama yang didapatkan adalah baik Indonesia dan Malaysia sama-sama mengatur bahwa pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perkawinan. Sementara banyak sekali perbedaan yang ada di dalam pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengaturan, sebab-sebab, prosedur, dan akibat hukum pembatalan perkawinan. Hasil penelitian menyarankan baik bagi pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali pengaturan pembatalan perkawinan agar lebih jelas dan lengkap pengaturannya.

Indonesia and Malaysia are known as neighbourhood countries that have many similarities. Even so, the two countries have significant differences in terms of the legal system adopted. The existence of these differences certainly affects the regulation in each country, including the marriage regulations, which in Indonesia are regulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage and Compilation of Islamic Law, while in Malaysia it is regulated in the Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) which applies to Non-Muslim populations throughout Malaysia, and the Islamic Family Law (Federal Terriories) Act 1984 (Act 303) which applies to Muslim residents in the Wilayah Persekutuan. Therefore, it is interesting to compare the regulations of marriage annullment in Indonesia and Malaysia, since the annulment of marriage is still not well known by people in general, because divorce is still the main choice for dissolving marriages. In this study, the regulation of marital cancellation in Indonesia and Malaysia will be reviewed, which will then be analyzed for comparison of each regulation to see the differences and similarities. The method used in this study is normative juridical by using a statute approach, comparative approach, historical approach, and conceptual approach. From the results of the discussion, the main similarity obtained is that both Indonesia and Malaysia regulate that the marriage annullment can be submitted if the marriage does not meet the legal requirements of a marriage. While there are many differences that exist in the regulation of the cancellation of marriage in Indonesia and Malaysia, especially in terms of regulation, causes, procedures, and the consequences of the law of marriage annullment. The results of the study suggest to both the Indonesian government and the Malaysian government to review the regulation of marriage annullment to make it clearer and more complete."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habib Mahfudz Ismail
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis asosiasi antara teknologi digital dan pernikahan anak di Indonesia. Sumber data penelitian ini adalah hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret tahun 2020. Unit analisis penelitian ini adalah responden berusia 10-18 tahun. Variabel tidak bebas penelitian ini adalah usia kawin pertama. Variabel bebas penelitian adalah teknologi digital (penggunaan telepon seluler dan penggunaan internet) tempat tinggal, gender, partisipasi sekolah, status pekerjaan, jumlah anggota keluarga, tipe penerangan, dan tipe bahan bakar. Data dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi digital, yaitu penggunaan telepon seluler dan penggunaan internet, berkorelasi negatif dengan pernikahan anak di Indonesia, bahkan setelah dikontrol terhadap pengaruh tempat tinggal, gender, partisipasi sekolah, status pekerjaan, jumlah keluarga, dan tipe bahan bakar. Probabilitas menikah pada usia anak lebih tinggi pada anak yang tidak menggunakan telepon seluler, tidak menggunakan internet, tinggal di perdesaan, berjenis kelamin perempuan, tidak bersekolah, tidak bekerja, memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak, dan menggunakan gas sebagai tipe bahan bakar untuk memasak di rumah.

The purpose of this study was to analyze the association between digital technology and child marriage in Indonesia. The data source for this research came from the results of the March 2020 National Social and Economic Survey (SUSENAS). The unit of analysis was respondent aged 10-18 years. The dependent variable was the age at first marriage. The independent variables included digital technology (cell phone use and internet use), place of residence, gender, school participation, employment status, number of family members, type of lighting, and type of fuel. The data were analyzed using a binary logistic regression model.

The results of the study showed that the use of digital technology, namely the use of cell phones and internet use, was negatively correlated with child marriage in Indonesia, even after controlling for the influence of place of residence, gender, school participation, employment status, number of families, and type of fuel. The probability of getting married at a child's age was higher among children who did not use cell phones, did not use the internet, lived in rural areas, were females, did not go to school, did not work, had more family members, and using gas as a type of fuel for cooking at home."

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Angela
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan dispensasi perkawinan di Indonesia dan Singapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin dan Women’s Charter 1961 beserta dengan pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan perundag-undangan. Dispensasi perkawinan merupakan pemberian izin perkawinan oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum mencapai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan. Batas usia minimal tersebut beragam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setiap negara. Indonesia menetapkan  usia 19 (sembilan belas) tahun sebagai batas usia minimal perkawinan, sedangkan Singapura menetapkan batas usia minimal perkawinan pada usia 18 (delapan belas) tahun. Selain batas usia minimal perkawinan, Indonesia dan Singapura memiliki beberapa persamaan dan perbedaan lainnya. Adapun salah satu perbedaan utama dalam pengaturan dispensasi perkawinan antara Indonesia dan Singapura adalah penerapan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia dan Marriage Preparation Programme di Singapura. Singapura mewajibkan pasangan yang mengajukan Special Marriage License untuk mengikuti Marriage Preparation Programme, sedangkan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia masih bersifat pilihan dan hanya diwajibkan oleh beberapa lembaga keagamaan. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan serta tinjauan mengenai hukum dispensasi kawin di Indonesia untuk memastikan kesiapan dan pemenuhan hak anak di bawah umur dalam pernikahan dini.

This thesis discusses the comparison of marriage dispensation law in Indonesia and Singapore based on Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin and Women’s Charter 1961 along with its implementations. Marriage dispensation means the granting of marriage license by the court to a bride/groom who has not reached the minimum age to enter marriage. The minimum age varies according to the statutory provisions of each country. Indonesia sets the age of 19 (nineteen) years old as the minimum age for marriage, while Singapore sets the minimum age for marriage at 18 (eighteen) years old. In addition to the minimum age to enter marriage, Indonesia and Singapore also have several other similarities and differences. One of the main differences in the regulation of marriage dispensation between Indonesia and Singapore is the application of Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia and Marriage Preparation Programme in Singapore. Singapore requires couples applying for a Special Marriage License to take part in the Marriage Preparation Programme, while Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia is still optional and only required by some religious institutions. Therefore, an update and review of marriage dispensation law is needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Diza
"Penelitian ini memberikan kontribusi berupa studi empiris risk preference dan time preference di Indonesia kaena merupakan alasan dasar pengambilan keputusan oleh individu. Penelitian ini mengestimasi pengaruh risk preference dan time preference orang tua terhadap keputusan imunisasi anak menggunakan data IFLS 2014. Imunisasi dasar bagi anak adalah keputusan yang dibuat oleh orang tua untuk anaknya. Pembentukan keputusan orang tua mempertimbangkan faktor uncertainty dari adverse events imunisasi dan preventable desease yang hendak dilawan melalui imunisasi. Riset di Amerika Serikat dan Jepang menunjukkan bahwa seseorang yang risk averse cenderung memilih untuk diimunisasi karena preventable desease dianggap beresiko terhadap kesehatan.
Namun penelitian ini menemukan bahwa risk aversion ibu berpengaruh negatif terhadap keputusan imunisasi anak, sedangkan time preference orang tua tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan imunisasi anak. Hal ini mengindikasikan bahwa resiko yang dianggap lebih membahayakan kesehatan anak adalah adverse events imunisasi bukan preventable desease. Kondisi ini dapat dijelaskan dengan model probability weight function dimana resiko adverse events yang kecil di-overvalue akibat perceived risk atas adverse events yang tinggi.

This study contributes to empirical studies of risk preference and time preference in Indonesia. These preferences are the basic reason for individual decision making. This study estimated the effect of parents risk preference and time preference on childrens immunization decisions using 2014 IFLS data. Parents make a decision to Immunize their children or not. In the decision-making process, parents consider the uncertainty about immunization such as the likelihood of preventable diseases and adverse events following immunization. Research in the United States and Japan show that someone who is a riskaverse tends to be immunized because of the risk of preventable disease.
However, this study finds that maternal risk aversion has a negative effect on children's immunization decisions, while parents time preference does not significantly influence childrens immunization decisions. This indicates parents consider that adverse events following immunization is more harmful to childrens health rather than the preventable disease. This condition can be explained by a probability weight function model where the risk of small adverse events is overvalued due to the high perceived risk to adverse events.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>