Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salma Amira Putri
"Latar Belakang Asma persisten banyak terjadi pada anak di bawah usia tiga hingga enam tahun. Karakteristik pada anak dengan asma persisten cukup bervariasi sehingga menyebabkan anak rentan mengalami kondisi yang tidak terkendali jika tidak segera ditangani. Di Indonesia, belum ada data yang menggambarkan karakteristik anak dengan asma persisten dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat kendalinya. Metode Desain penelitian potong lintang dilakukan terhadap 81 anak berusia 6-18 tahun dengan asma persisten yang melakukan kontrol ke RSCM dalam rentang tahun 2019-2023. Pemilihan sampel dan pengambilan data dilakukan menggunakan rekam medis milik RSCM Kiara dengan metode total sampling. Hasil Asma persisten yang tidak terkendali terjadi pada 53 subjek (65.4%). Sebagian besar subjek berada dalam rentang usia 6-11 tahun (61.7%), berjenis kelamin laki-laki (55.6%), terpapar oleh alergen (72.8%), faktor lingkungan (34.6%), memiliki komorbiditas (88.9%), berada dalam kelompok gizi baik (43.2%), patuh terhadap pengobatan (74.1%), dan menggunakan terapi pengendali jenis metered dose inhaler (84.0%). Dari hasil analisis bivariat dan regresi logistik, tidak ada karakteristik yang menunjukkan hubungan signifikan terhadap derajat kendali asma. Kesimpulan Terdapat 65.4% anak dengan asma persisten yang tidak terkendali. Tidak ada karakteristik yang berhubungan signifikan dan berperan sebagai prediktor independen dengan derajat kendali asma.

Introduction Persistent asthma often occurs in children under the age of three to six years. The characteristics of children with persistent asthma are quite varied, making children vulnerable to experiencing uncontrollable conditions if not treated immediately. In Indonesia, there is no data that describes the characteristics of children with persistent asthma and the factors that influence the level of control. Method A cross-sectional research design was carried out on 81 children aged 6-18 years with persistent asthma who underwent control at RSCM in the period 2019-2023. Sample selection and data collection were carried out using medical records belonging to RSCM Kiara using the total sampling method. Results Persistent uncontrolled asthma occurred in 53 subjects (65.4%). Most of the subjects were in the age range of 6-11 years (61.7%), male (55.6%), exposed to allergens (72.8%), environmental factors (34.6%), had comorbidities (88.9%), were in the healthy weight group (43.2%), adherent to treatment (74.1%), and used metered dose inhaler control therapy (84.0%). From the results of bivariate analysis and logistic regression, there were no characteristics that showed a significant relationship to the level of asthma control. Conclusion There are 65.4% of children with persistent uncontrolled asthma. There were no characteristics that were significantly related and acted as independent predictors with the level of asthma control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Aprilicia
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernapasan yang sering
dijumpai pada anak-anak dengan insiden kejadian yang lebih tinggi dibanding
kelompok umur lainnya. Diperkirakan, sekitar 300 juta penduduk dunia saat ini
menderita asma dan akan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2025. Selain
dari faktor pejamu yang tidak dapat dimodifikasi, peningkatan prevalens asma
diduga juga berhubungan dengan adanya peran dari faktor lingkungan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
asma dan pencetus serangan asma anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun
2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskedas tahun 2013 dengan
desain cross sectional deskriptif. Responden terdiri dari 237.992 anak usia 0-11
tahun di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis chi square. Hasil
analisis univariat diperoleh prevalensi asma pada anak usia 0-11 tahun di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 3,6% dengan faktor pencetus yang paling sering adalah flu
atau infeksi sebesar 56,2%. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kejadian asma
pada anak usia 0-11 tahun berhubungan dengan umur, jenis kelamin, wilayah
tinggal, keadaan sosioekonomi, asap dapur, paparan pestisida dalam rumah, jenis
lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis plafon rumah, kebersihan ruang tidur,
kebersihan ruang masak, dan kebersihan ruang keluarga. Penelitian ini menemukan
bahwa peluang mendapatkan asma lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki,
berumur 2 tahun, tinggal di wilayah pedesaan, mempunyai keadaan sosioekonomi
rendah, terdapat asap dapur dalam rumah, terdapat paparan pestisida dalam rumah,
mempunyai lantai rumah berjenis tanah, dinding berjenis bambu, plafon berjenis
bambu, serta kebersihan ruang tidur, ruang masak, dan ruang keluarga yang tidak
bersih.

ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract are often found in children
with a higher incidence of events than other age groups. It is estimated that around
300 million people worldwide currently suffer from asthma and will increase to 400
cases in 2025. Due to a host factors can?t be modified, there are a role of
environmental factors which contributed to increase the prevalence of asthma. This
study aims to determine the factors associated with asthma and trigger asthma attack
among children aged 0-11 years in Indonesia on 2013. This study using secondary
data from National Basic Health Research 2013 with a study design descriptive
cross-sectional. The respondents are 237.992 children aged 0-11 years in Indonesia.
Data was analyzed using chi square analysis. Result of univariate analysis shows
prevalence of asthma in children aged 0-11 years in Indonesia on 2013 amounted
to 3,6% with a trigger factor that most often is cold or infection by 56,2%. Results
of bivariate analysis shows that the prevalence of asthma among children aged 0-
11 years are associated with age, sex, region of residence, socioeconomic status,
kitchen smoke, exposure to pesticides in the home, the type of floor of the house,
the type of house wall, ceiling type of house, cleanliness of the bedroom, cleanliness
of cooking space, and cleanliness of the living room. This study found that the risk
chances of getting asthma was found higher in boys, 2 years old, live in rural areas,
have socioeconomic status is low, there is a kitchen smoke in the house, there is
exposure to pesticides in the house, has a house floor manifold earthen, wall
manifold bamboo, ceiling manifold bamboo, and the cleanliness of the bedroom,
kitchen, and family rooms are not clean.;;;"
2016
S65579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasna Pramita
"Latar Belakang
Prevalensi asma meningkat dalam 30 tahun terakhir dan bervariasi di berbagai negara, komunitas, etnis yang berbeda. Penelitian di Indonesia melaporkan prevalensi asma pada anak dan orang dewasa 6-7 %. identifikasi faktor-faktor risiko seperti faktor keturunan, atopi, urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, gizi, pola makanan, obesitas dengan kejadian asma perlu untuk menjelaskan variasi tersebut. Sampai saat ini studi prevalensi asma dan identifikasi faktor risiko di daerah pantai dengan jumlah sampel yang besar belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan
Mencari faktor-faktor risiko asma pada anak sekolah usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu.
Metodologi
Uji potong lintang dilanjutkan dengan disain kasus kontrol bersarang. Pada responden dibagikan kuesioner yang dikelompokkan berdasar diagnosis asma, pernah asma dan bukan asma. Untuk kelompok asma dalam 12 bulan terakhir, pernah asma dan tidak asma (keiompok kontrol) dipilih secara acak untuk dilakukan uji tusuk kulitlskin prick test.
Hasil
Telah dilakukan di 15 sekolah (SD, SLTP, SLTA) yang tersebar di Kepulauan Seribu sebanyak 1505 responden terdiri atas 713 laki-laki dan 792 perempuan. Distribusi responden menurut jenis kelamin pada kasus asma dan kontrol tidak terdapat hubungan yang bermakna (IK 95%; 0,54-1,47, p=0,66). Hubungan orang tua menyandang asma dengan kejadian asma pada responden menunjukkan hubungan bermakna. Pada ayah (IK 95%; 6,09-59,9, p=0,001). Pada ibu (IK 95%; 1,23-7,95, p=4,001), Berdasarkan hasil uji tusuk kulit pada kelompok mengi dan kontrol menunjukkan hubungan yang bermakna (D. Pteronyssinus) dengan kejadian asma (p 0,0001). Sedangkan faktor risiko asma lainnya (urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, dan obesitas) tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma.
Simpulan
PrevaIensi gejala asma pads anak usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu berdasarkan riwayat mengi = 11,8%, mengi 12 bulan terakhir = 5,4 %. Didapat hubungan bermakna pada orang tua menyandang asma terhadap kejadian asma pada anak. Hasil uji tusuk kulit (D. pteronyssinus) menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma.

Background
The prevalence of asthma has been increasing in the last 30 years and varied among different countries, communities and ethnic groups. Study in Indonesia had reported that the prevalence of asthma in children and adults was 6-7%. Identification of risk factors, atopy, smoking, pet, nutrition, dietary pattern, obesity and incidence of asthma are necessary to explain the variation. Up to now, study on the prevalence of asthma and risk factors identification with big sample size in maritime region has never been conducted in Indonesia.
Objectives
The aim of the study is to determine risk factors of asthma in school children aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu.
Methods
A cross sectional study continued by nested case control was conducted in Kepulauan Seribu in June 2005. All respondents have to fill out questionnaire forms and were grouped based on diagnosis of asthma, history of asthma and no asthma. For the asthma group in last 12 months, history of asthma and no asthma (control group) were selected randomly for skin prick test.
Results
Data was obtained from 1505 subjects in 15 schools (elementary school, junior high school, senior high school) consisted of 713 boys and 792 girls. The prevalence of asthma in adolescents aged 13 - 18 years old in Kepulauan Seribu based on symptom of wheezing (11.8%), wheezing in the last 12 months (5.4%). Distribution of respondents based on gender found no significant relation between asthma and control group (CI 95%; 0.54-1.47, p=4.66). Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma (fathers CI 95%; 6.09-59.9, p=0.04I and mothers CI 95%; 1.23-7.95, p=0.001). Based on skin prick test, we found there was significant relation between alergen (D. Pteronyssinus) with incidence of asthma (p=4.0001), while other risk factors (family size, smoking, obesity, pet) had not showed significant relation with asthma.
Conclusions
The prevalence of asthma in adolescent aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu based on history of wheezing was 11.8%, while symptom of wheezing in 12 month was 5.4%. Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma. Skin prick test (D. pteronyssinus) had significant relation with incidence of asthma.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Utami
"ABSTRAK
Latar belakang: Fokus terapi asma adalah mencapai terkendalinya asma secara
adekuat. Childhood Asthma Control Test (CACT) merupakan kuesioner
penilaian terkendalinya asma pada anak yang cepat dan mudah digunakan.
Penggunaan CACT di Indonesia masih terbatas karena kendala bahasa dan
budaya. Sampai saat ini belum ada kuesioner CACT versi Indonesia (terjemahan
CACT ke dalam bahasa Indonesia) yang terbukti sahih dan andal.
Tujuan: Mengetahui kesahihan (validity) dan keandalan (reliability) kuesioner
CACT versi Indonesia.
Metode: Menerjemahkan tujuh pertanyaaan kuesioner CACT menjadi kuesioner
CACT versi Indonesia. Studi potong lintang dilakukan terhadap 66 subjek usia
4-11 tahun yang dipilih secara konsekutif. Semua subjek menjalani uji fungsi paru
dan pemeriksaan peak expiratory flow berkala. Analisis statistik menggunakan
uji Cronbach?s  dan uji korelasi Pearson/ Spearman.
Hasil: Rerata usia subjek penelitian adalah 7,89 tahun (5,25 -11,83 tahun) dengan
proporsi jenis kelamin lelaki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Sebagian
besar subjek penelitian yaitu 60,4% memiliki status asma tidak terkendali (nilai
kuesioner CACT ≤19). Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai keandalan
(Cronbach?s  0,762) dan kesahihan konstruksi (r= 0,384-0,545) yang baik.Tidak
terdapat korelasi bermakna antara kuesioner CACT versi Indonesia dengan nilai
FEV1 (r =-0,024; p=0,846) dan nilai variabilitas mingguan PEF (r=-0,218;
p=0,079).
Simpulan: Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai kesahihan dan
keandalan yang baik untuk menilai terkendalinya asma. Kuesioner ini tidak
mempunyai korelasi dengan uji fungsi paru sehingga CACT tidak dapat
menggantikan peran uji fungsi paru sebagai salah satu komponen penilaian
terkendalinya asma.

ABSTRACT
Background: The goal of asthma treatment is to achieve control over the asthma
adequately. The Childhood Asthma Control Test (CACT) is a quick and easy-touse
questionnaire for assessing asthma control on children. The usage of CACT in
Indonesia is limited due to the language and culture barrier. To date, there is no
Indonesian version of CACT questionnaire that is proven to be reliable and valid.
The aim of this study was to validate the Indonesian version of this test.
Objectives: To learn the validity and reliability of the Indonesian version of
Childhood Asthma Control Test (I-CACT).
Methods: Translation of the established seven-item questionnaire into the ICACT.
Cross-sectional study was conducted among 66 participants aged 4-11
years old which were recruited consecutively. All patient undergone pulmonary
function test and measured peak expiratory flow (PEF) regularly. The reliability
of I-CACT was assessed using the internal consistency (Cronbach?s ) and the
validity was assesed by the Pearson/Spearman correlation test.
Results: The mean age was 7.89 years (5.25-11.83y) with predominantly boys.
Sixty percent of participants had uncontrollable asthma (score I-CACT ≤19). Both
the internal consistency reliability (Cronbach?s  0.762) and the constructed
validity (r= 0.384-0.545 ) of the I-CACT were good. No significant correlation
was found between the I-CACT score with the FEV1 (r =-0.024; p=0.846) and the
variability of PEF (r=-0.218; p=0.079) respectively.
Conclusions: I-CACT is a valid and reliable test for assessing asthma control.
However, I-CACT does not correlate well with the pulmonary function test and
therefore is not a substitute to the role of pulmonary function in assessing asthma
control."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswari Setianingsih
"LATAR BELAKANG
Asma pada anak merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai dengan angka kejadian kira-kira 5-10 % (Godfrey, 1983). Di Indonesia belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak, namun diperkirakan berkisar antara 5-10 % dari seluruh anak. Lebih dari 50 % kunjungan di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM merupakan pasien asma (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Sebagian besar pasien asma anak (70-75 %) tergolong ringan (Phelan dkk., 1982), tetapi penyakit ini seringkali merupakan penyebab ketidakhadiran anak di sekolah, meningkatkan frekuensi kunjungan ke dokter, dan bahkan meningkatkan angka perawatan di rumah sakit.
Prognosis penyakit ini bergantung pada perjalanan penyakit (Phelan dkk., 1982) dan penatalaksanaannya. Pada golongan pasien asma anak yang berat, 50 % di antaranya akan menetap sampai dewasa .
Walaupun pengaruh penatalaksanaan terhadap prognosis asma masih belum jelas (Phelan dkk., 1982; Gerritsen, 1989; Warner dkk, 1989), penanganan asma yang tidak adekuat diduga dapat menyebabkan kerusakan paru yang menetap. Penatalaksanaan asma pada anak bergantung pada ketepatan diagnosis dan penentuan derajat klinis asma. Kedua hal tersebut sangat berperan dalam pemilihan strategi penanganan asma pada anak.
Diagnosis asma pada anak kadang-kadang sulit, karena sering dijumpai pasien asma dengan gejala klinis tidak khas yaitu hanya batuk kronis dan berulang tanpa mengi. Selain itu anamnesis yang didapat sering tidak dapat menunjang diagnosis asma. Di luar serangan asma.sebagian besar pasien tampak normal.
Penentuan derajat klinis asma juga tidak mudah, karena anamnesis yang didapat seringkali tidak dapat memberikan informasi mengenai saat terjadinya serangan pertama kali, kekerapan serangan asma, dan perjalanan penyakitnya. Selain itu keadaan klinis serangan asma yang berat belum tentu menggambarkan berat ringannya derajat klinis.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whiteside, Mike
London: Thorsons, 1991
618.922 38 WHI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Uktolseja, Frederique Jeanne
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian serangan asma bronkhial di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, karena penelitian ini belum pernah dilakukan dan kunjungan kesakitan setiap tahun meningkat.
Rancangan penelitian adalah kasus kontrol tanpa matching dengan jumlah sampel keseluruhan 378 orang terdiri dari 189 kasus dan 189 kontrol. Dengan hipotesis, asma bronkhial dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko seperti infeksi saluran nafas atas (rinitis, faringitis, tonsilitis), lingkungan (inhalasi alergen, inhalasi iritan, faktor psikis dan perubahan udara) dan alergi (riwayat genetik, riwayat atopi, alergi obat dan alergi makanan).
Data diolah dengan analisis univariat, analisis bivariat, analisis stratifikasi dan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik unconditional. Perangkat lunak yang dipakai adalah program epi info 6 versi 6.04a dan program Egret versi 0.19.5. Data diolah dengan analisis univariat, analisis bivariat, analisis stratifikasi dan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik unconditional. Perangkat lunak yang dipakai adalah program epi info 6 versi 6.04a dan program Egret versi 0.19.5.
Dari hasil penelitian faktor-faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian serangan asma bronkhial adalah perubahan udara (OR= 102.04), inhalasi alergen (OR = 92.29), faktor psikis (OR=27.01), riwayat genetik (OR=8.52) dan faringiitis (OR =5.02).
Telah dibuktikan bahwa rinitis, faringitis, inhalasi alergen, faktor psikis, perubahan udara, riwayat genetik, riwayat atopi dan alergi makanan secara bersama-sama berperan dalam terjadinya serangan asma bronkhial. Saran kepada IGD RSUPNCM agar SOP/ form khusus asma bronkhial digunakan lebih baik, dan perlu kerja sama antar dokter spesialis, petugas rekam medik dan epidemiolog. Dan saran terhadap masyarakat adalah penyuluhan melalui PKMRS dan konsultasi pernikahan.

Factors which Influencing Asthma Bronchiale Attack in the Emergency Installation Unit in Cipto Mangunkusumo General Hospital in Jakarta 1995 ? 1996This study which to identification risk factors that related with asthma bronchiale attack in Emergency Installation Unit in Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta, since this study haven't been done and the visit of the patients every year have develop.
The design of this study is unmatched case control with the number of samples 378 persons, 189 cases and I89 controls. The hypothesis is asthma bronchiale attack influenced by upper respiratory tract infection (rhinitis, pharyngitis, tonsilitis), environment (allergen inhalation, iritant inhalation, psychic factor, wheather adchange) and allergie (genetic history, atopic history, drugs allergic and food allergic).
The data will be analysed univariat, bivariat, stratification and multivariat done by logistic unconditional regressions. Software will be use is Epi Info 6 6.04a version and Egret 0.19.5 version.
Factors which is significant to the event of asthma bronchiale attack are wheather adchange (OR= 102.04), allergen inhalation (OR 92.29), psychic factor (OR= 27.01), genetic history (OR=8.52) clan pharyngitis (OR=5.02).
The suggestion to the Emergency Installation'unit Cipto Mangunkusumo General Hospital is to use SOP 1 specific form of asthma bronchiale, and the need to collaborate between specialist doctors, medical record officials and epidemiologist. To the community should be suggested health education and marriage counselling.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresnasari Satya Putri
"Pada tahun 2011, 235 juta orang di dunia menderita asma (WHO, 2011). Di Indonesia, prevalensi asma terus mengalami peningkatan yaitu sekitar 4,0% (Kemenkes, 2008). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan. Desain penelitian adalah potong lintang (cross sectional). Sumber data primer didapatkan dari catatan rekam medik pasien. Sampel pada penelitian berjumlah 41 orang. Penelitian ini melibatkan 41 pasien terdiri dari 29 orang (70,7%) perempuan dan 12 (29,3%), 58,5% pasien tidak bekerja, 53% pasien menggunakan askes. Sebanyak 31,7% pasien asma menderita penyakit penyerta non TB dimana 36,6% pasien dirawat di kelas 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan total biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan adalah cara pembayaran, kelas perawatan, dan lama hari rawat.

In 2011, as many as 235 million people worldwide suffer from asthma (WHO, 2011). In Indonesia, the prevalence of asthma is increasing at about 4.0% (Ministry of Health, 2008).The general objective of this study was to analyze the factors associated with patient care costs of asthma in the department of Friendship.The study design was cross-sectional (cross-sectional). Sources of primary data obtained from the patient medical record. The samples in this study amounted to only 41 people. The study involved 41 patients, including 29 men (70.7%) women and 12 (29.3%) of men who had an average age of 43.60 years. 58.5% of patients did not work, 53% of patients using the health insurance payment. A total of 31.7% of patients with asthma suffer from comorbidities non TB where 36.6% of patients admitted to class 1. Factors associated with the total cost of patient care in the department of Friendship asthma among other means of payment, classroom maintenance, and long day care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livya Holiwono
"Latar Belakang: Terdapat peningkatan angka kejadian sepsis pada populasi pediatrik. Bakteri batang Gram negatif merupakan mikroorganisme penyebab terbanyak sepsis pada pediatrik. Studi dari berbagai negara melaporkan terdapat peningkatan angka resistansi bakteri batang Gram negatif namun laporan dari negara berpenghasilan rendah seperti Indonesia masih kurang. Penelitian ini melakukan pemeriksaan fenotipik dan genotipik untuk mengetahui prevalensi bakteri batang Gram negatif resistan multiobat pada pasien pediatrik dengan diagnosis sepsis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2020.
Metode: Studi cross-sectional ini dilakukan Februari hingga Oktober 2020 dengan subjek penelitian pasien pediatrik dengan diagnosis kerja sepsis yang dirawat di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Masing-masing subjek dilakukan pengambilan spesimen darah 2 lokasi. Organisme diidentifikasi dan uji kepekaan dengan mesin VITEK-2 dan pemeriksaan molekular dengan Hybridspot-12. Data rekam medis pasien dikumpulkan untuk mencari faktor yang memengaruhi sepsis akibat bakteri batang Gram negatif resistan multiobat.
Hasil Penelitian: Didapatkan 94 spesimen darah dari 47 subjek penelitian dengan prevalensi bakteri batang Gram negatif resistan multiobat sebesar 14,9% (7/47). Patogen Gram negatif yang ditemukan adalah Klebsiella pneumonia sebesar 12,8% (6/47) dan Enterobacter cloaceae 2,13% (1/47). Studi ini mendeteksi gen ESBL yang terdiri dari 13 CTX-M dan 8 SHV serta gen karbapenemase yang terdiri dari 12 NDM dan 1 GES. Dari delapan faktor yang dianalisis bivariat didapatkan lama hari rawat sebelum pengambilan spesimen (p= 0,02) dan asal ruang perawatan pasien (p= 0,04) sebagai faktor yang berhubungan dengan infeksi bakteri batang Gram negatif resistan multiobat.
Kesimpulan: Pada studi ini, bakteri batang Gram negatif resistan multiobat merupakan patogen penyebab sepsis terbanyak pada pediatrik. Program pengendalian infeksi dan pengendalian resistansi antibiotik perlu digalakkan untuk membatasi transmisi dan kejadian mikroba resistan multiobat.

Background: There is an increasing incidence of sepsis in the pediatric population. Gram-negative rods are the most common cause of pediatric sepsis. Studies from various countries report an increase in the resistance rate of Gram-negative rods but reports from low-income countries such as Indonesia are still lacking. This study carried out phenotypic and genotypic examinations to determine the prevalence of multidrug-resistant Gram-negative bacteria in pediatric patients with a diagnosis of sepsis at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in 2020.
Method: This cross-sectional study was conducted from February to October 2020. Each subject took blood specimens at 2 locations. Organisms were identified and susceptibility assayed with the VITEK-2 machine and molecular assay with Hybridspot-12. Data from pediatric patients with a working diagnosis of sepsis who met the inclusion and exclusion criteria were assessed for factors that influence sepsis due to multidrug-resistant Gram-negative bacteria.
Results: Among 47 patients, 94 blood specimens were obtained. Prevalence of multidrug-resistant Gram-negative bacteria was 14.9% (7/47). The pathogen found were Klebsiella pneumonia by 12.8% (6/47) and Enterobacter cloacae 2,13% (1/47). This study detected an ESBL genes consisting of 13 CTX-M and 8 SHV and carbapenemase genes consisting of 12 NDM and 1 GES. Of the eight factors analyzed, the length of hospitalization before specimen collection (p = 0.02) and the patient’s ward (p = 0.04) were factors associated with multidrug-resistant Gram-negative bacterial infection.
Conclusion: In this study, multidrug-resistant Gram-negative rods were the most common pathogen causing sepsis in pediatrics. Infection control and antibiotic resistance control programs need to be promoted to limit the transmission and development of multidrug-resistant organisms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Sudiro Hendarto
"Tujuan penelitian potong lintang ini adalah menggambarkan tingkat keterkontrolan asma, kualitas hidup, dan kepatuhan pengobatan serta melihat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup dan kepatuhan pengobatan. Sebanyak 132 pasien asma poli rawat jalan RSUP Persahabatan menyatakan kesediaan dan mengikuti penelitian ini dengan lengkap. Data diambil melalui wawancara dan pengamatan cara pakai obat. Sebesar 64 pasien (48,5%) menderita asma yang tidak terkontrol dan 68 pasien (51,5%) termasuk dalam asma yang terkontrol. Gambaran kualitas hidup menunjukkan nilai rerata domain gejala sebesar 4,83 (±1,49), domain keterbatasan aktivitas sebesar 5,99 (±0,86), domain fungsi emosi sebesar 5,13 (±1,63), dan domain pajanan lingkungan sebesar 3,89 (±1,88).
Gambaran kepatuhan pengobatan pada penelitian ini sebesar 45,5% pasien minum obat sesuai anjuran dokter, 38,6% pasien rutin kontrol ke petugas kesehatan, dan 45,5% menggunakan obat inhalasi dengan benar. Domain pajanan lingkungan berdampak lebih besar terhadap gangguan kualitas hidup dibandingkan dengan domain lainnya. Terdapat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup (r=0,307, p<0,05) dan hubungan antara keterkontrolan asma dengan kepatuhan pengobatan (penggunaan dosis obat, rutin kontrol, dan penggunaan obat inhalasi) (p<0.05).

The aim of this cross-sectional study was to describe the level of asthma control, quality of life, medication compliance, and assess correlation between the level of asthma control, quality of life, and compliance with treatment. A hundred and thirty two patients with asthma in outpatient ward of RSUP Persahabatan hospital have provided consent and completed study. Data collection were conducted from interviews and observation how to use the drug. Sixty four patients (48.5%) had uncontrolled asthma and 68 patients (51.5 %) included in the controlled asthma. The mini asthma quality of life questionaire showed the mean symptom domains score of 4.83 (±1.49), activity limitations domain score of 5.99 (± 0.86), emotional function domain score of 5.13 (±1.63 ), and the environmental stimuli domain of 3.89 (±1.88).
Medication compliance revealed that 45,5% used medication dose as recommended by physician, 38,6% visited the physician for routine follow up, and 45,5% used the inhaled medication correctly. Environmental stimuli had more impact in quality of life compared to symptoms, activity limitation and emotional function. There is a relationship between the domain of quality of life with asthma control level (r=0,307, p<0,05) and there is a relationship between medication dose as recommended by physician, visiting the physician for routine follow up and using the inhaled medication correctly with asthma control level (p <0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T39286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>