Ditemukan 140592 dokumen yang sesuai dengan query
Putri Amreni Amin
"Media massa seperti drama Korea yang merupakan salah satu produk Korean Wave atau Hallyu kerap kali mengangkat realitas yang terjadi di masyarakat ke dalam karyanya. Drama Korea cenderung merefleksikan isu sosial masyarakat. Sebagai sebuah isu yang marak terjadi di Korea Selatan, perundungan sering kali diangkat dalam drama Korea yang sudah menjadi media hiburan bagi masyarakat global. Salah satu drama Korea yang mengangkat isu perundungan adalah D.P. dengan menunjukkan kepahitan yang dijalani para tentara selama menjalani wajib militer. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan bentuk dan penyebab perundungan yang terjadi di militer Korea Selatan dalam drama D.P. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologi sastra oleh Ian Watt. Sumber data penelitian ini berupa potongan adegan dan dialog pada setiap episode yang sudah dipilih dalam drama tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis perundungan yang ditunjukkan dalam drama D.P., yaitu perundungan fisik, verbal, dan nonverbal. Penyebab perundungan yang ditunjukkan dalam drama D.P. adalah relasi kuasa, pengalaman sebagai korban perundungan, dan orientasi seksual.
Korean dramas, which are one of the products of the Korean Wave or Hallyu, often bring the reality that occurs in society into their work. Korean dramas tend to reflect the social issues of the society. As an issue that is happening in South Korea, bullying is often brought up in Korean dramas that have become entertainment media for the global community. One of the Korean dramas that brought up the issue of bullying is D.P. by showing the bitterness that soldiers go through during military service. The purpose of this study is to describe the forms and causes of bullying that occurred in the South Korean military in the Korean drama D.P. The research method used is descriptive qualitative with a literary sociology approach by Ian Watt. The data source of this research is in the form of cuts of scenes and dialog in each episode that has been selected in the drama. The results showed that there were three types of bullying shown in the drama D.P., which are physical, verbal, and nonverbal bullying. The causes of bullying shown in D.P.'s drama are power relations, experience as a victim of bullying, and sexual orientation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Novi Nursyahbani
"Penelitian ini mengkaji kesetaraan gender pada hubungan romansa dalam salah satu drama Korea terlaris di 2021, yaitu Hospital Playlist season 2. Penelitian ini menggunakan konsep – konsep tercapainya kesetaraan gender yang didefinisikan oleh Badan Perancanaan Pembangunan Nasional serta Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Indonesia. Teknik pemilihan dan pengumpulan data atau adegan yang ada di dalam drama dilakukan menggunakan beberapa kriteria adegan – adegan romansa yang sering muncul pada drama televisi dan didefinisikan oleh Galician (2004). Fase – fase tersebut adalah natural connect, traditional role assignment dan supremacy of love. Setelah data dikumpulkan, maka data dianalisis menggunakan level denotasi dan konotasi pada semiotika Roland Barthes. Kemudian, data dianalisis melalui semiotika, dan data didiskusikan serta dikaitkan dengan gender dalam drama Hospital Playlist season 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih adanya adegan – adegan dalam drama Hospital Playlist season 2 yang tidak mewakilkan kesetaraan gender dalam hubungan romansa melalui pemenuhan mitos – mitos Galician (2004). Hal yang cukup terlihat adalah penampilan, status jabatan, pekerjaan dari karakter perempuan yang masih lebih rendah dibandingkan laki – laki. Akan tetapi, di samping itu drama Hospital Playlist season 2 menunjukkan kriteria kesetaraan gender dalam mengakses sumber daya, pendidikan, politik dan sebagainya, serta kesetaraan perempuan dalam menentukan pilihan hidupnya.
This study examines the representation of gender equality in romantic relationships in one of the most-popular Korean dramas in 2021, named Hospital Playlist season 2. This study use the concepts of gender equality defined by the Badan Perancanaan Pembangunan Nasional and Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak in Indonesia. The technique of selecting and collecting data in the drama is done by using several criteria for romantic scenes that often appear in television dramas and defined by Galician (2004). These phases are natural connect, traditional role assignment and supremacy of love. After the data were collected, the data were analyzed using the denotative and connotative levels of Roland Barthes' semiotics. After the data were analyzed, the data will be discussed and interpreted with semiotics and gender equality in Hospital Playlist season 2. The results of the study indicate that there are still scenes in Hospital Playlist season 2 that do not indicate gender equality in romantic relationships through the fulfillment of Galician myths (2004). What is quite visible with gender inequality is the appearance, position status, occupation status of the female characters still lower than the male characters. However, in addition, the drama Hospital Playlist season 2 shows the gender equality criteria. These criteria are women in accessing educational resources, politics and so on, as well as women in determining their life choices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dian Muftia Nur
"Jurnal ini membahas tentang fenomena education fever yang terjadi di Korea Selatan dalam drama yang berjudul Hakkyo 2013. Dengan metode deskriptif-analitik, penulis memfokuskan analisa pada gambaran fenomena education fever yang terdapat dalam drama tersebut. Hasil analisa menunjukkan fenomena education fever dalam drama Hakkyo 2013 diwakili oleh sikap dan perilaku orang tua siswa yang menunjukkan peduli mereka yang berlebihan akan pendidikan anaknya. Mereka tidak segan melibatkan diri mereka sendiri untuk mengkritik sistem pendidikan di sekolah tempat anak mereka belajar. Sedangkan dampak yang signifikan terhadap kelelahan secara fisik yang dialami siswa karena jam belajar yang terlalu panjang, dan juga orientasi siswa terhadap nilai yang bagus sebagai tanda keberhasilan mereka dalam belajar.
This paper discusses about education fever phenomenon on Korean drama titled Hakkyo 2013. It focused on the analysis of the phenomenon as shown on the drama. The results shows that education fever on this drama is represented by the behavior of Korean parents who over concern about the education of their children. They even involve their selves directly to criticize the education system at their children’s school. On the other side, the phenomenon also gives such a significant impact to the students. It shows that the students feel exhausted because of the long hour."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Shahnaz Khalila Najlana
"Skripsi ini membahas perundungan di kalangan pelajar Korea Selatan dan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perundungan dapat terjadi di kalangan pelajar Korea dan hubungannya dengan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menghasilkan data berupa data deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perundungan di kalangan pelajar Korea terjadi akibat beberapa faktor, seperti faktor individu, keluarga, teman, dan pendidikan, serta berhubungan dengan memudarnya nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea, seperti harmoni, jeong, dan woori. Kesimpulan penelitian ini adalah sistem pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang pelajar dan menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya perundungan di kalangan pelajar Korea. Perundungan tersebut kemudian menyebabkan memudarnya nilai- nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea.
The focus of this study is the bullying culture in South Korean students and the declining collectivism values in the education institution. The purpose of this study is to know how bullying can happen in Korean students and its relation with the declining collectivism values in the education institution. This study is a qualitative research and yield descriptive data. The result of this study shows that bullying in Korean student circle happens because of several factors such as personal, family, peer group, and education factors, and there is a relation with declining collectivism values in education institution, such as harmony, jeong, and woori. The conclusion of this study is the education system has an important role in developing student’s character and become one of the most important factor causing bullying in Korean students. Later, bullying is causing the decline of collectivism values in education institution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Shofi Adriani
"Jurnal ini membahas tentang kehidupan karyawan Korea Selatan dalam drama televisi yang berjudul Misaeng. Misaeng merupakan salah satu drama televisi yang digemari di Korea Selatan dan mempunyai rating yang cukup tinggi. Tokoh utama dalam drama ini adalah seorang pria yang baru meniti karirnya, sebagai karyawan magang, di suatu perusahaan besar pada umur 26 tahun. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, ia berhasil mengungguli karyawan magang lainnya dan lolos menjadi karyawan tetap walaupun latar belakang yang ia miliki tidak terlalu bagus. Selain tokoh utama, drama ini juga menceritakan kehidupan karyawan lain yang mempunyai kesulitan dan masalahnya masing-masing dalam bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan tentang gambaran kehidupan karyawan dan budaya kerja dalam perusahaan Korea Selatan, serta dampaknya yang direpresentasikan dalam drama televisi Misaeng. Dengan metode kepustakaan dan kualitatif, penulis memfokuskan analisa pada budaya kerja perusahaan Korea Selatan yang ditampilkan dalam drama tersebut. Hasil analisa menunjukkan budaya kerja Korea Selatan yang paling menonjol adalah senioritas dan hierarki yang tinggi, kecenderungan terhadap kelompok, diskriminasi terhadap karyawan wanita, dan etos kerja karyawannya.
This journal discusses the life of South Korean employee which is represented through Korean drama titled Misaeng. Misaeng is one of the well-received high-rating television dramas in South Korea. The drama tells about a man who had just started his career as an intern at a large company at the age of 26. Through diligence and hard work, he managed to outperform his colleagues and be contracted as a permanent employee despite the lack of a clear background. On top of that, this drama also provides the story of the lives of other employees and each one of their problems and difficulties. The purpose of this study is to present an overview of the life and culture of employees working in South Korean company along with its impact to the employees as depicted in the television drama Misaeng. This journal uses text review and qualitative research method to focuses on analyzing the work culture in South Korean company as shown in the drama. The result shows that the prominent of South Korean work culture are pronounced seniority and hierarchy, collectivism tendentiousness, discrimination of female employees, and work ethics of its employee.;"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Ghina Alifah
"Korea Selatan memulai film-tourism di tahun 2004 dengan memanfaatkan adanya kepopuleran Hallyu di masa itu. Kepopuleran Hallyu, khususnya drama Korea di mancanegara turut berperan dalam mempromosikan Korea Selatan dalam hal pariwisata. Secara tidak langsung, hal ini dibuktikan dengan tidak sedikit lokasi syuting drama Korea populer yang dijadikan objek wisata. Nami Island dan Taman Yongin Daejanggeum merupakan dua contoh objek wisata yang awalnya merupakan lokasi syuting drama Korea populer yang tayang di tahun 2002. Tujuan dari penelitian ini untuk membahas motivasi perjalanan wisatawan Indonesia dalam melakukan film-tourism ke Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dengan enam orang informan wisatawan Indonesia yang pernah mengunjungi lokasi syuting drama Korea populer antara tahun 2017-2019. Melalui penulisan ini ditemukan bahwa para informan memiliki motivasi fantasi yaitu ingin melepas rutinitas keseharian yang menjemukan dan mencari kepuasan dalam diri. Selain itu, kegiatan film-tourism ini juga mencerminkan esteem needs (kebutuhan harga diri) karena munculnya rasa puas telah mencapai suatu target, yaitu merasakan menjadi pemeran utama dalam drama.
South Korea started film-tourism in 2004 by utilizing the popularity of Hallyu at the time. The popularity of Hallyu, particularly of Korean dramas in many countries, plays a role in promoting South Korea in terms of tourism. This is indirectly proven by the fact that many popular Korean drama shooting locations have become tourist attractions. Nami Island and Yongin Daejanggeum Park are examples of tourist attractions that were originally the shooting locations for popular Korean dramas in 2002. The purpose of this study is to discuss the influence of Korean dramas on the motivation of Indonesian tourists to travel to South Korea. This study uses the qualitative method with an in-depth interview technique with six Indonesian tourist informants who have visited the shooting locations of popular Korean dramas between 2017-2019. In this study, it was found that the informants had fantasy motivations, namely wanting to let go of the boring daily routine and looking for satisfaction within themselves. In addition, this film-tourism activity also reflects esteem needs because the emergence of a sense of satisfaction for having reached a target, which is to feel like being the main character in a drama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nur Nadhifa Ramadhani
"Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang genting di Korea Selatan. Anak muda di Korea adalah salah satu kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan di negara ini. Akibat dari kemiskinan tersebut, muncul berbagai permasalahan yang dialami masyarakat. Salah satu cara untuk menyampaikan kondisi kemiskinan anak muda di Korea adalah dengan memanfaatkan sastra salah satunya adalah melalui film. Drama Korea adalah bagian dari film yang berbentuk film series dan disiarkan di Televisi. Oleh sebab itu, drama Korea merupakan media representasi. Drama Korea juga sering menampilkan realitas kehidupan di Korea. Dalam penelitian ini, akan menjelaskan bentuk-bentuk representasi kemiskinan anak muda di Korea dalam drama Korea berjudul “Golden Spoon”. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan teori semiotika Ferdinand De Saussure. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kemiskinan pemuda Korea Selatan drama Golden Spoon yaitu mengalami kesulitan di ekonomi keluarga, relasi dengan teman, perundungan sekolah, dan tempat tinggal.
Poverty is critical social trouble in South Korea. One of the Korean people who suffer from poverty in this country is youth. The effect of this poverty is lot of problems which faced by people affected. One of the steps to shows the youth poverty condition in South Korea is using literature, one of which is through film. Korean drama is type of movie in the format of film series and airs on television. Hence, korean drama is representative appliance. Korean drama also generally convey the reality life in South Korea. This research will portray various kinds of representations of youth poverty in South Korea in the Korean drama named “Golden Spoon.” This study applies descriptive qualitative method and Ferdinand De Saussure’s semiotic theory for argument. The results of this study of Korean Youth Poverty in Golden Spoon drama are facing struggles in family economy, relationship with friend, school bullying and housing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Hendra Mulyana
"Drama Korea ‘Snowdrop’ memicu kontroversi karena dianggap mendistorsi sejarah gerakan demokratisasi Korea Selatan yang terjadi pada tahun 1987. Penelitian ini bertujuan untuk menilai validitas tuduhan tersebut dan menganalisis representasi geopolitik yang muncul di dalam film tersebut. Tulisan ini mengkaji perdebatan yang terjadi dalam media daring mengenai tuduhan atas distorsi sejarah dengan melakukan analisis terhadap film melalui metode analisis komposisi dan analisis dokumen untuk melihat apakah tuduhan tersebut terbukti. Meskipun ‘Snowdrop’ memang mengandung unsur-unsur geopolitik, perbandingan antara unsur-unsur ini dan tuduhan-tuduhan yang terlampir menunjukkan bahwa tidak ada distorsi yang disengaja terhadap peristiwaperistiwa sejarah dengan niatan mengubah pandangan tertentu. Premis dan garis waktu film ini sejalan dengan pemilu Korea Selatan tahun 1987, yang menampilkan kesamaan dalam identitas politik—seperti pemerintahan otoriter, badan intelijen (ANSP) yang menjadi kaki tangan pemerintah, dan kehadiran Korea Utara sebagai musuh. Namun, intrik politik yang digambarkan adalah fiksi untuk mendapatkan efek dramatis dalam film.
online media regarding accusations by examining the film using composition analysis and document analysis methods to determine whether the allegations are proven. While ‘Snowdrop’ does contain geopolitical elements, a comparison between these elements and the attached allegations reveals no deliberate distortion of historical events with intentions to change certain viewpoint. The film’s premise and timeline align with the lead-up to the 1987 South Korean election, featuring similarities in political identities—such as an authoritarian government, an accomplice intelligence agency (ANSP), and North Korea as an adversary. However, the specific political intrigue depicted is fictionalized for dramatic effect on film."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Farizka Nurrachmi
"Peran perempuan dalam masyarakat Korea dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme yang berhubungan erat dengan sistem patriarkat. Sistem patriarkat pun mengarah pada munculnya konstruksi peran perempuan konvensional yang menganggap perempuan cenderung berpusat pada urusan domestik dan keluarga. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, karya sastra mulai mengangkat gambaran peran perempuan konvensional yang direkonstruksi dan menunjukkan bahwa konstruksi tersebut perlahan-lahan mulai berubah. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa peran perempuan lebih dari sebatas peran yang tercipta dalam masyarakat. Kemudian, sudah waktunya perempuan berperan di dunia luar serta memperjuangkan perkembangan dan kebebasan diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis dan menggunakan teori gender Ann Oakley sebagai landasan dalam menganalisis rekonstruksi peran perempuan dalam drama Hospital Playlist 2. Temuan penelitian menunjukkan bahwa rekonstruksi peran perempuan ditampilkan melalui tokoh-tokoh perempuan generasi muda yang aktif, mandiri, dan mampu berperan di dunia luar. Agar tampak jelas rekonstruksinya, drama kemudian menghadirkan generasi baby boomers yang dianggap sebagai generasi yang sesuai dengan konstruksi peran perempuan konvensional. Untuk menguatkan rekonstruksi ini, drama bahkan menampilkan karakter Jung Ro-sa, generasi tua, tetapi lebih adaptif dengan perubahan peran perempuan.
The role of women in Korea is influenced by Confucianism which is closely related to the implementation of patriarchal system. Patriarchal system leads to the emergence of conventional women’s role constructions which assume that women tend to be focused on family and domestic affairs. However, literary works begin to raise conventional women’s roles that are reconstructed and show that things slowly changing. This study aims to show that the role of women is more than the role that was created in society. It’s time for women to have roles in the outside world and fight for their freedom and self- development. This study uses a qualitative approach with analytical descriptive method. Ann Oakley’s gender theory is also used as the basis to analyze the reconstruction of women’s role in the Korean drama Hospital Playlist 2. The research findings show that the reconstruction of women’s role is shown through the younger generation characters who are active, independent, and capable to have a role in the outside world. To make the representation of the reconstruction clear, this drama present a baby boomers generation who are considered to be the generation that fits the construction of conventional women’s role. The drama even shows the character Jung Ro-sa from the older generation, but more adaptive to the changing of women’s role to make the reconstruction even clearer."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Kezia Tatyakirana
"Tulisan ini membahas tentang keluarga Korea yang ditunjukkan dalam drama televisi yang berjudul Reply 1988. Drama ini menceritakan kehidupan lima orang sahabat dengan keluarga mereka masing-masing yang tinggal berdekatan di daerah Ssangmundong, Seoul, Korea Selatan. Drama ini berlatar belakang pada tahun 1980-an akhir. Tema utama yang diangkat dalam drama Reply 1988 adalah keluarga. Dengan menggunakan metode kepustakaan dan kualitatif, peneliti memfokuskan analisis pada nilai-nilai keluarga yang terdapat di dalam drama. Peneliti menggunakan teori semiotika Roland Barthes sebagai landasan teori penelitian karena teori ini mendukung analisis semiologi dalam bentuk drama televisi dan membantu penulis dalam mencari nilai keluarga yang ditunjukkan melalui gambar dan/atau ucapan tokoh dalam drama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apa saja dan bagaimana nilai-nilai keluarga Korea direpresentasikan melalui tanda visual dan audio dalam serial drama Reply 1988. Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa keluarga Korea pada tahun 1988 masih menerapkan nilai-nilai Konfusianisme, meskipun pengaruh Konfusianisme di Korea pada masa itu sudah semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai kekeluargaan yang ditemukan masih berhubungan dengan hubungan pokok ajaran Konfusianisme antara ayah dengan anak, suami dan istri, serta yang tua (kakak) dan muda (adik).
This paper studies the Korean family portrayed in the television drama named Reply 1988. This drama tells a story about five neighborhood friends and their families who lived together in Ssangmundong, Seoul, South Korea. This drama is situated back in the late 1980s. The main theme of the drama is family. Using qualitative and study of reference as the research method, the author focused on analyzing the family values portrayed in the drama. This research used Roland Barthes semiotic theory as the researchs theoretical base because it facilitates semiology analysis in the form of drama and helps the author in perceiving the family values portrayed by the acts and conversations inside the drama. The purpose of this research is to find what kind of values are showed and how they were expressed through audio and visual signs in the drama. The author found that Korean family values are still affected by Confucianism in 1988, despite the Confucianism influence that has weakened in that era. It is proven by the connection between values and Confucianisms teaching in main relationships between father and son, husband and wife, and senior (older child) and junior (younger child)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library