Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216230 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Puspita Dewi
"Latar belakang: Epilepsi adalah suatu keadaan atau penyakit otak yang yang ditandai dengan kecenderungan menimbulkan kejang hal ini karena adanya bangkitan yang terjadi secara berulang. Layanan telemedis adalah layanan yang menggunakan fasilitas komunikasi elektronik yang bertujuan untuk memberikan dukungan atau pelayanan medis dari jarak yang terpisah. Pada layanan ini, banyak faktor yang mempengaruhi dokter dalam membuat keputusan. Sehingga, penelitian ini akan melihat perbandingan keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pasien epilepsi baru dengan pasien yang pernah didiagnosis sebelumnya oleh dokter pada layanan telemedis di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang retrospektif dengan sumber data sekunder yang dilakukan di salah satu layanan telemedis di Indonesia. Terdapat 100 subjek yang terpilih pada layanan telemedis. Pemberian keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan dapat dilihat dari riwayat chat. Hasil: Dari 100 subjek, hasil analisis menunjukkan tidak terdapatnya perbandingan yang bermakna antara pasien baru dengan pasien yang pernah didiagnosis sebelumnya dengan pemberian tatalaksana farmakologi (P=0,298) dan dengan keputusan rujukan (P=0,025). Selai itu, terlihat pasien baru memiliki presentase rujukan lebih tinggi (18,87%) dibandingkan dengan pasien yang pernah terdiagnosis (4,26%). Kesimpulan: Tidak terdapat perbandingan yang bermakna antara pasien baru dengan yang pernah terdiagnosis sebelumnya dengan pemberian farmakologi, serta terdapatnya perbandingan yang bermakna dengan keputusan rujukan. Sehingga, diperlukannya jumlah subjek yang lebih besar dan dilakukannya studi lebih lanjut.

Introduction: Epilepsy is a condition or disease of the brain characterized by a tendency to cause seizures due to repeated seizures. Telemedical services are services that use electronic communication facilities for the purpose of providing medical support or remote services. In this service, many factors influence doctors in making decisions. Thus, this study will look at the comparison of pharmacological treatment decisions and referrals of new epilepsy patients with patients who have previously been diagnosed by doctors at telemedical services in Indonesia. Method: This study uses a retrospective cross-sectional design with secondary data sources conducted in a telemedicine service in Indonesia. There are 100 subjects selected for the telemedicine service. Decisions on pharmacological treatment and referrals can be seen from the chat history. Result: From 100 subjects, the results of the analysis showed that there was no significant comparison between new patients and patients who had previously been diagnosed with pharmacological treatment (P=0.298) and referral decisions (P=0.025). In addition, it was seen that new patients had a higher referral percentage (18.87%) compared to patients who had been diagnosed (4.26%). Conclusion: There was no significant comparison between new patients and those who had previously been diagnosed with pharmacology, and there was a significant comparison with referral decisions. Thus, a larger number of subjects is needed and further studies are needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larastasya Bamba Lati
"Latar belakang: Nyeri punggung bawah (NPB) umum dikonsultasikan ke layanan kesehatan. Nyeri persisten menyebabkan penurunan kualitas hidup dan aktivitas. Pengobatan efektif NPB tidak memadai. Telemedis hadir sebagai layanan kesehatan yang cepat, murah dan mudah untuk deteksi dini dan intervensi. Status pasien yang pernah atau belum pernah didiagnosis dapat mempengaruhi keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan membandingan keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pada pasien NPB yang pernah dan belum pernah didiagnosis pada layanan telemedis. Diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk perkembangan layanan telemedis di Indonesia.

Metode: Penelitian menggunakan desain analitik potong lintang dari database Halodoc pada bulan Maret-April 2020. Pasien dikategorikan menjadi pernah dan belum pernah didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit dan diagnosis dokter telemedis. Tatalaksana farmakologi dan rujukan diketahui dari kalimat ‘Doctor Referral’, ‘Prescription’, dan saran oleh dokter telemedis. Hasil: Dari 109 sampel, ditemukan bahwa pasien NPB yang belum pernah didiagnosis memiliki persentase tatalaksana farmakologi yang lebih tinggi (84,1%), sedangkan pasien NPB yang pernah didiagnosis memiliki persentase tatalaksana rujukan yang lebih tinggi (40,6%). Walaupun demikian, hasil uji chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara keputusan tatalaksana farmakologi (p=0,260) dan rujukan (p=0,326) pada pasien NPB yang pernah dan belum pernah didiagnosis pada layanan telemedis.Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara keputusan tatalaksana farmakologi dan rujukan pada pasien NPB yang pernah didiagnosis dan yang belum pernah didiagnosis sebelumnya pada layanan telemedis di Indonesia. Penelitian selanjutnya memerlukan sampel lebih banyak dan seimbang untuk kedua variabel.

Kata kunci: telemedis, pasien, nyeri punggung bawah, tatalaksana farmakologi, rujukan


Introduction: Low back pain (LBP) is generally consulted. Persistent pain causes decreased quality of life and activity. Effective treatment of LBP is inadequate. Telemedicine is present with its advantages in early detection and intervention. The patient status can influence pharmacological management decisions and referrals. Therefore, this study will compare pharmacological treatment decisions and referrals to LBP patients who have and have never been diagnosed at telemedicine services. It is hoped that this research can be useful for the development of telemedicine services in Indonesia. Method: This cross-sectional analytic study used Halodoc database source in March-April 2020. Patients were categorized into patients who had and had never been diagnosed by telemedicine doctors. Pharmacological management and referrals are known from the 'Doctor Referral', 'Prescription', and advice by telemedicine doctors. Result: From 109 samples, it was found that LBP patients who had never been diagnosed had a higher percentage of pharmacological treatments (84.1%), while LBP patients who had been diagnosed had a higher percentage of referral treatments (40.6%). However, the chi-square test results showed that there was no significant difference between pharmacological treatment decisions (p=0.260) and referrals (p=0.326) in LBP patients who had and had never been diagnosed with telemedicine services. Conclusion: There is no significant difference between pharmacological management decisions and referrals to patients with LBP who have been diagnosed and who have never been diagnosed before at telemedicine services in Indonesia. Future research requires more samples and balance for both variables."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Rahman
"ABSTRAK
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 88,1
juta, 75 juta diantaranya adalah pengguna smart-phone. Adanya fitur aplikasi
memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi serta pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi informasi tentu
saja berdampak terhadap dunia kesehatan, Telemedis merupakan metode baru
dalam pelayanan kesehatan. Telemedis adalah penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan
layanan kesehatan, mulai dari konsultasi, diagnosa sementara dan perencanaan
tindakan medis, tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan dari jarak jauh, sistem ini
membutuhkan teknologi komunikasi yang memungkinkan transfer data berupa
video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan secara real time.
Telemedis sangat bermanfaat bagi masyarakat, diantaranya selain dapat langsung
berkonsultasi secara online juga menghemat waktu, efisiensi biaya transportasi
dan operasional. Manfaat telemedis sangat dirasakan bagi masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan. Telemedis juga
bermanfaat dakam mengurangi angka rujukan maupun penanganan langsung oleh
dokter spesialis, sehingga penanganan pertama bisa dilakukan oleh dokter umum
sebagai gate-keeper pelayanan kesehatan. Namun ada permasalahan hukum dari
telemedis ini, yakni belum adanya regulasi permenkes yang mengatur pelayanan
serta standarisasi pelaksanaannya. Informed consent, kerahasiaan data pasien, dan
rekam medis menjadi hal yang sangat serius diperhatikan dalam pelayanan
Telemedis sesuai acuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
adanya telemedis, harapannya mutu pelayanan kesehatan lebih baik dikarenakan
telemedis bukanlah upaya kuratif yang menegakkan diagnosa maupun sebagai
upaya pemberian resep (tele-prescription) namun Telemedis memperkuat upaya
konsultasi, edukatif, promotif dan preventif kesehatan seseorang, sehingga
seseorang akan mendapatkan umpan balik self-care dan follow up-care

ABSTRACT
Internet users in Indonesia in 2014 was reported as 88.1 million, 75 million of
them are smart-phone users. Their application feature allows people to access
information and the fulfillment of their daily needs. The rapid development of
information technology in the field of course affect the health of the world,
Telemedicine method is new in health care. Telemedicine is the use of
information and communication technologies combined with the expertise of
medical staff to provide health services, start from consultation, suspect diagnosis
and how to planning of medical action, without being confined space or
conducted remotely, the system requires a communication technology that enables
the transfer of data such as video, voice and images interactively performed in real
time. Telemedicine may have beneficial for the community, including in addition
to directly online consultation and also saves much time, transportation costs are
cheaper and the operational being more efficiency. Telemedicine have many
benefits, such as for the people who live at remote areas which so far from health
facilities. Telemedicine is also very useful in reducing the number of reference
and handling of directly by specialist doctors, so the first treatment can be
performed by a general practitioner as the gate-keeper of health services.
However, there are legal issues of this telemedicine, that telemedicine does not
have any regulations and standardized implementation services. Informed consent,
confidentiality of patient data and medical records into a very serious thing to be
considered in accordance reference Telemedicine service regulations and
legislation in force. With the telemedicine, hopefully more better quality of health
care, because it is not curative that can give the absolutely diagnosis and attempt
prescribing (tele-prescription). But Telemedicine can be strengthen the efforts of
consultation, education for patients, promotive and preventive health, that person
will get feedback like self- care and follow-up care;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delila Eliza
"Diabetes Melitus merupakan satu dari 10 penyakit penyebab kematian di Indonesia. Intervensi apoteker melalui telefarmasi menunjukkan adanya perbaikan pada kepatuhan, nilai HbA1c dan kualitas hidup pada pasien. Pada tahun 2020, Covid-19 menjadi pandemi di seluruh Negara. Telehealth mulai banyak digunakan kembali sebagai alternatif pelayanan Kesehatan salah satunya telefarmasi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas intervensi apoteker melalui telefarmasi terhadap peningkatan kepatuhan pengobatan, perbaikan HbA1c dan peningkatan kualitas hidup pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe2) di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan desain Non-Randomized Controlled Trial yang melibatkan 70 pasien dengan DM tipe 2 yang dibagi menjadi kelompok intervensi (35 pasien) dan kelompok non-intervensi (35 pasien). Intervensi dilakukan dengan melakukan follow-up melalui telepon yang dilakukan selama 3 bulan dan intervensi diberikan 1 kali dalam sebulan. Karakteristik sosiodemografi dan klinis antar kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan (p> 0.05). Intervensi melalui telefarmasi memiliki efektivitas yang signifikan terhadap peningkatan kepatuhan pengobatan dengan OR (95%CI) 7.11 (1.82-27.79) dan terhadap peningktan kualitas hidup pasien dengan OR (95%CI) 4.5 (1.41-14.35). Namun, efektifitas telefarmasi terhadap perbaikan HbA1c pada kelompok intervensi hanya sebesar OR (95%CI) 1.28  (0.48-3.37) yang statistik tidak signifikan (p>0.05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa telefarmasi dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat dan kualitas hidup pada pasien dengan DM Tipe 2.

Diabetes Mellitus is one of the 10 causes of death in Indonesia. Pharmacist intervention through telepharmacy shows an improvement in adherence, HbA1c values and quality of life in patients. In 2020, Covid-19 became a pandemic throughout the country. Telehealth has begun to be widely used as an alternative to health services, one of which is telepharmacy. This study aims to assess the effectiveness of pharmacist interventions through telepharmacy in improvement of medication adherence, HbA1c and quality of life in patients with Type 2 Diabetes Mellitus (Type 2 DM) at Universitas Indonesia Hospital. This study was conducted using a Non-Randomized Controlled Trial design involving 70 patients with type 2 DM which were divided into an intervention group (35 patients) and a control group (35 patients). The intervention is carried out by conducting a telephone follow-up which is carried out for 3 months and the intervention will be given once a month. Sociodemographic and clinical characteristics between groups did not differ significantly (p>0.05). Intervention via telepharmacy has a significant effectiveness (p<0.05) on increasing medication adherence with OR (95%CI) 7.11 (1.82-27.79) and on improving the quality of life with OR (95%CI) 4.5 (1.41-14.35). However, the effectiveness of telepharmacy on HbA1c improvement in the intervention group was only OR (95% CI) 1.28 (0.48-3.37) which was not statistically significant (p>0.05). The conclusion of this study shows that telepharmacy effectively improve patient medication adherence and the quality of life in patients with Type 2 DM."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Salsabila
"

Telemedicine merupakan salah satu komponen penting dalam transformasi digital kesehatan di Indonesia. Penggunaan telemedicine dapat meningkatkan pemerataan akses kesehatan masyarakat Indonesia. Namun, 58,2% masyarakat Indonesia masih belum mengetahui mengenai telemedicine. Faktor yang memengaruhi minat penggunaan telemedicine setelah pandemi COVID-19 berakhir juga masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor yang memengaruhi adopsi telemedicine di Indonesia serta merancang rekomendasi strategi untuk meningkatkan adopsi teknologi telemedicine masyarakat Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian adalah model adopsi teknologi UTAUT2. Penelitian ini menggunakan PLS-SEM (Partial Least Square-Structural Equation Modeling) untuk menganalisis 350 data responden. Kemudian, pemilihan rekomendasi didasarkan pada hasil penelitian menggunakan metode Complex Proportional Assessment (COPRAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Price Value (PV), Social Influence (SI), Facilitating Conditions (FC), Geographical Location (GL), dan Performance Expectancy (PE) berpengaruh terhadap adopsi telemedicine di Indonesia, sedangkan sosialisasi kepada masyarakat merupakan prioritas strategi untuk meningkatkan adopsi telemedicine masyarakat Indonesia.


Telemedicine is an important component in the digital transformation of health in Indonesia. The use of telemedicine can increase equity in access to public health in Indonesia. However, 58.2% of Indonesian people are not aware of the existence of telemedicine. Factors that influence telemedicine acceptance after the COVID-19 pandemic ends are also unclear. This study aims to obtain the factors that influence the adoption of telemedicine in Indonesia and to recommend the best strategy to increase the adoption of telemedicine technology in Indonesia. The model used in this research is the UTAUT2 technology adoption model. This study uses PLS-SEM (Partial Least Square-Structural Equation Modeling) to analyze the data from 350 respondents. The selection of recommendations is based on research results using the Complex Proportional Assessment (COPRAS) method. The findings of the study indicate that Price Value (PV), Social Influence (SI), Facilitating Conditions (FC), Geographical Location (GL), and Performance Expectancy (PE) have significant effects on telemedicine adoption in Indonesia, while telemedicine socialization program is a strategic priority to increase adoption of telemedicine in Indonesia.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labbaika Nurmadani
"Pelayanan resep obat non racik via telemedicine merupakan serangkaian proses penerimaan resep, entri resep, penyiapan resep dan pengiriman obat. Pelayanan ini mulai dikembangkan pada saat terjadi Pandemi COVID-19 sebagai upaya menyediakan layanan farmasi yang tetap terjangkau bagi masyarakat dengan tetap mencegah penyebaran virus COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan usulan perbaikan yang tepat dengan menggunakan metode Lean Six Sigma sebagai upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan obat non racik via telemedicine. Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan melakukan observasi, telaah dokumen dan wawancara mendalam. Hasil pengamatan menunjukkan bahawa rata-rata waktu pelayanan obat non racik via telemedicine selama 1 jam 37 menit 11 detik dengan kegiatan value add selama 32 menit 39 detik (33,6%) dan non value add selama 1 jam 4 menit 32 detik (66,4%). Waste yang ditemukan yaitu overprocessing, waiting, motion dan defect sehingga usulan perbaikan yang diberikan menggunakan standarisasi kerja, perbaikan diagram alur, 5S, dan Kaizen.

Non-compounding drug service via telemedicine is a series of processes for receiving prescriptions, entering prescriptions, preparing prescriptions and delivering drugs. This service was developed during the COVID-19 pandemic as an effort to provide affordable pharmaceutical services for the community while preventing the spread of the COVID-19 virus. This study aims to find the right improvement suggestion using the Lean Six Sigma method as an effort to increase the effectiveness and efficiency of non-compounding drug services via telemedicine. The research design is a quantitative and qualitative research by conducting observations, reviewing documents and in-depth interviews. The results showed that the average service time for non-compounding drugs services via telemedicine was 1 hour 37 minutes 11 seconds with value add activities of 32 minutes 39 seconds (33.6%) and non value add for 1 hour 4 minutes 32 seconds (66, 4%). The wastes found are overprocessing, waiting, motion and defects so the suggested improvements are given using work standardization, flow chart improvement, 5S, and Kaizen."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saza Fitria
"Sebagai respons terhadap pandemi COVID-19, Grup Rumah Sakit Hermina pada tahun 2020 telah menerapkan pelayanan telemedicine Halo Hermina, namun efektivitas dari layanan ini masih belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas pelayanan telemedicine di Grup Rumah Sakit Hermina. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi metode potong lintang yang dilakukan pada tahun 2022, terhadap total 680 sampel yang terdiri 212 pasien, 239 karyawan dan 229 manajemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan telemedicine dengan aplikasi Halo Hermina dipandang efektif oleh 94% pasien, 88% karyawan, dan 91% manajemen. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa yang berhubungan dengan efektivitas pelayanan telemedicine adalah perspektif proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan, dan keuangan, pelanggan, persepsi manfaat yang didapatkan, kemudahan, sikap terhadap penggunaan, kecenderungan perilaku. Hasil uji multiple regresi menunjukkan bahwa variabel sikap terhadap penggunaan, kecenderungan perilaku, pertumbuhan dan pembelajaran, pelanggan memiliki hubungan yang bermakna terhadap efektifitas pelayanan telemedicine. Variabel terkait balanced scorecard (BSC) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 32,9 % untuk pihak manajemen dan variabel terkait technology acceptance model (TAM) memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 58,4% untuk pasien dan 49,8% untuk karyawan, dengan nilai p<0,05. Rumah sakit dapat menggunakan pendekatan berbasis TAM dan BSC dalam meningkatkan layanan telemedicine Halo Hermina agar dapat menjadi lebih efektif. Untuk meningkatkan capaian penggunaan layanan Halo Hermina, grup rumah sakit Hermina dapat mengembangkan aplikasi halo hermina menjadi lebih mudah digunakan, selain itu secara bertahap memperbaiki sistem digitalisasi rumah sakit termasuk pencatatan pendapatan telemedicine sehingga telemedicine lebih terlihat perananya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit.

As a response to the COVID-19 pandemic, Hermina Hospital Group in 2020 had implemented a telemedicine service known as Halo Hermina; however, the effectiveness of this service remains unknown. The aim of this study is to analyze the effectiveness of telemedicine services in Hermina Hospital Group. This study is conducted in 2022 on 680 subjects consist of 212 patient, 239 staff and 229 management, using a quantitative approach and a cross-sectional design. The results of this study shows that the telemedicine services using Halo Hermina application was deemed effective by 94% of patients, 88% of hospital employees, and 91% of management staffs. Bivariate analysis showed that variables significantly associated with effectiveness were internal business process, learning and growth, customer as well as finance, perceived usefulness, attitude toward using, and behavioral intention to use. Multiple regression model showed that attitude toward using, behavioral intention to use, learning and growth, as well as customer had significant association with effectiveness of telemedicine. Variables related to balanced scorecard (BSC) in the form of internal processes learning & growth, and finance have a determination coefficient of 32,9 % for hospital management, all with p values of <0.05. Variables related to technology acceptance model (TAM) in the forms of attitude towards using and behavioral intent to use have determination coefficient of 58,4 % and 49.8% for patients and employees, respectively. The hospital may use a TAM- and BSC-based approach to increase the effectiveness of telemedicine service with the Halo Hermina application. To increase the use of the Halo Hermina application, Hermina Hospital Group should improve the application in order to make it more user-friendly, in addition to gradually improve the digitalization of healthcare services including the recording of revenues from telemedicine, in order to more prominently view the impact of telemedicine services to the hospital’s performance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alzena Bernadine
"Pelaksanaan telekonsultasi dalam praktik telemedicine seharusnya perlu dikuti dengan adanya payung hukum yang dapat menaungi layanan tersebut. Hal ini disebabkan pelaksanaan layanan tersebut dapat menimbulkan suatu ketidakpastian dalam hubungan antara dokter dan pasien. Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia dan Inggris. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia hanya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang belum mengatur secara khusus hubungan antara dokter dan pasien, sedangkan Inggris telah memiliki berbagai pengaturan tentang telemedicine khususnya layanan telekonsultasi yang diterbitkan oleh lembaga dan organisasi kesehatan yang berwenang di Inggris. Hasil dari perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang signifikan antara Indonesia dan Inggris. Oleh karena itu, agar terdapat kepastian hukum dalam pelaksanaan layanan telekonsultasi pada praktik telemedicine di Indonesia, diharapkan Inggris dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar mengatur secara jelas pelaksanaan layanan tersebut.

The implementation of teleconsultation in the practice of telemedicine should be followed by the existence of a legal protection that can cover the service. This is because the implementation of these services can create an uncertainty in the relationship between doctors and patients. This thesis discusses the comparison of teleconsultation service arrangements in telemedicine practice in Indonesia and England. This research was conducted using a qualitative research method with a normative juridical research form. The regulation of teleconsultation services in telemedicine practice in Indonesia is only based on the Regulation of the Minister of Health Number 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine Services between Health Care Facilities which has not specifically regulated the relationship between doctors and patients, while England already has various regulations regarding telemedicine, especially teleconsultation services issued by England health authorities and organizations. The results of this comparison of teleconsulting service arrangements in telemedicine practice indicate that there are some significant similarities and differences between Indonesia and England. Therefore, so that there is legal certainty in the implementation of teleconsultation services in telemedicine practices in Indonesia, it is hoped that England can become an example for Indonesia to clearly regulate the implementation of these services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzat Alwi Alaydrus
"Skripsi ini menganalisis implementasi telemedicine dan regulatory sandbox di Indonesia berdasarkan Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, dan Permenkes 20/2019, serta di Singapura berdasarkan Health Care Services Act (HCSA) dan National Telemedicine Guidelines (NTG). Skripsi ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif-preskriptif, mengkaji telemedicine dan regulatory sandbox dengan membandingkan konsep, regulasi, dan isu hukum di Indonesia dan Singapura. Dalam hal ini, Singapura menggunakan sistem lisensi untuk telemedicine dibawah HCSA dengan NTG yang digunakan sebagai pedoman khusus. Sebelum sistem lisensi digunakan, Singapura menyelenggarakan regulatory sandbox LEAP hingga 2021, guna menyesuaikan HCSA dengan perkembangan teknologi kesehatan. Di Indonesia, telemedicine belum mempunyai pengaturan secara khusus. Meskipun sudah berkembang cukup baik melalui aplikasi berbasis smartphone yang diselenggarakan oleh health-tech company, hal ini belum sesuai dengan standar perangkat telemedicine. Kepmenkes 1280/2023 hanya mengakomodir telemedicine yang diselenggarakan melalui aplikasi berbasis smartphone, yang mana belum mendukung standarisasi telemedicine. Oleh karena itu, disarankan kepada Kementerian Kesehatan untuk mempercepat penyusunan regulasi yang sesuai dengan standar telemedicine melalui regulatory sandbox yang juga melibatkan pemangku kepentingan lain.

This thesis analyzes the implementation of telemedicine and regulatory sandboxes in Indonesia based on Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, and Permenkes 20/2019, as well as in Singapore based on the Health Care Services Act (HCSA) and National Telemedicine Guidelines (NTG). The research employs a doctrinal methodology with a descriptive-prescriptive approach, examining telemedicine and regulatory sandboxes by comparing concepts, regulations, and legal issues in Indonesia and Singapore. In this context, Singapore uses a licensing system for telemedicine under the HCSA with NTG as specific guidelines. Before the licensing system was implemented, Singapore conducted the LEAP regulatory sandbox until 2021 to adapt the HCSA to health technology developments. In Indonesia, telemedicine does not yet have specific regulations. Although it has developed quite well through smartphone-based applications run by health-tech companies, this does not meet telemedicine equipment standards. Kepmenkes 1280/2023 only accommodates telemedicine conducted through smartphone applications, which does not support telemedicine standardization. Therefore, it is recommended that the Ministry of Health expedite the formulation of regulations that meet telemedicine standards through regulatory sandboxes involving other stakeholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston : Artech House, 2011
363.34 TEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>