Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163981 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoelianto
"Penerapan Lembaga Rechtsverwerking Pada Sengketa Tanah Di Wilayah Meruya Selatan Berdasarkan Putusan Kasasi NO. 570/K/Pdt/1999. Lembaga Rechsverwerking merupakan salah satu asas yang dikenal dalam Hukum Adat, yaitu seseorang akan kehilangan hak menuntut atas tanahnya jika dalam jangka waktu tertentu telah membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, dan pada tanah tersebut telah dikuasai/dimliki oleh pihak lain dengan itikad baik. Asas rechtsverwerking telah diadopsi menjadi bagian materi dari Hukum Tanah Nasional sebagaimana dijumpai dalam pasal 32 ayat (2) PP. No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari sistem negatif Pendaftaran Tanah. Dalam sistem negative Pendaftaran Tanah, bahwa orang yang nama tertulis dalam tanda bukti hak masih dapat digugat pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Kasus sengketa tanah di wilayah Meruya Selatan, Jakarta Barat, berdasar putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 570/K/Pdt/1999, menetapkan bahwa PT. Portanigra adalah satu-satunya pembeli dan pemilik yang sah atas sejumlah tanah milik adat di atas tanah sengketa. Semua orang yang memperoleh hak atas tanah untuk mengosongkan sejumlah tanah-tanah milik adat tersebut dan menyerahkan dalam keadaan kosong kepada PT. Portanigra.Akibat putusan tersebut banyak warga masyarakat yang telah mempunyai sertipikat hak diatas tanah sengketa menjadi korban. Ternyata putusan tersebut sama sekali tidak memperhatikan asas rechtsverwerking, bahkan banyak ketentuan-ketentuan Hukum Tanah Nasional yang dikesampingkan. Lembaga Rechtsverwerking dapat dijumpai pada ketentuan pasal 32 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997 , pasal ini jelas merupakan perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat hak atas tanah, jika perolehannya dilakukan dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya. Dengan demikian hasil putusan tersebut disamping tidak diterapkannya lembaga rechtsverwerking juga banyak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Hukum Tanah Nasional yang terdapat dalam UUPA, misalnya tidak diperhatikan Konversi Hak atas Tanah, syarat subyek hukum pemegang Hak Milik, Perbuatan hukum Pemindahan Hak atas Tanah dan lain-lainnya.Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif yang menitik-beratkan penelitian terhadap data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku atau literatur-literatur. Kata kunci : Rechtsverwerking, kehilangan hak menuntut, kadaluarsa

Application of Rechtsverwerking Intitution of Disputes in Meruya Selatan Based on Supreme Court Appeal’s Decision No. 570/K/Pdt/1999. Rechtsverwerking is one of the well known legal institution in Adat law , which means losing the right to claim on the land will be occured if within a certain time the land is not used (left by the owner), and the land has been used and possed by the other party. Rechtsverwerking has been adopted and incorporated into the material of the National Land Law as found in Article 32 paragraph ( 2 ) Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration. This provision is intended to address the weaknesses of the system of Land Registration. In the system of Land Registration, a person registered of the title holder of the land can still be sued by the other party which can prove otherwise. Land disputes in South Meruya, West Jakarta based on verdict of the Supreme Court of Cassation No. 570/K/Pdt/1999 , establish that PT . Portanigra is the only legitimate buyer and owner of a number of customary land in the land dispute . All those who acquire rights to vacate a number of customary right of ownership belonging to PT . Portanigra . People who certificate over the land suffer caused by the verdict. It turned out that the verdict did not observe the principle rechtsverwerking , even a lot of the provisions of the National Land Law excluded . Rechtsverwerking can be found in the provisions of Article 32 paragraph ( 2 ) Government Regulation No. 24 of 1997 , this artcle is clearly a legal protection for the registered subject for good faith and real possessed. Thus, the failure to apply rechtsverwerking are also contrary to the provisions of the National Land Law contained in UUPA. For example unnoticed Conversion of Land, proviso of legal subjects property rights to land , legal actions Displacement of Land and others. The method used is that normative research focusing on secondary data in the form of legislation , documents , books or literatures. Keywords : Rechtsverwerking, losing the right to claim, expiration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Karina
"Salah satu bentuk kepemilikan hak atas tanah adalah hak milik. Pada dasarnya, prinsip jual beli tanah dalam hukum adat adalah sah bila memenuhi sistem terang dan tunai. Sementara dalam hukum nasional, Pasal 616 KUHPerdata mensyaratkan perlu dibuatnya suatu akta otentik sebagai bukti terjadinya jual beli dan peralihan hak atas tanah. Akta otentik ini berlaku sebagai bukti penyerahan yuridis atas tanah tersebut. Pada penelitian ini, bukti jual beli adalah “Surat Jual Beli Tanah” yang ditandatangani oleh pihak penjual dan pembeli dengan disaksikan oleh Kepala Desa/Camat sebagai PPAT Sementara (PPATS). Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai keabsahan jual beli dengan alat bukti Surat Perjanjian Jual Beli dilihat dari hukum adat dan hukum nasional dan kekuatan pembuktian dari akta/surat yang dibuat di hadapan PPATS. Kekuatan hukum berupa alat bukti surat ini juga dapat mempengaruhi putusan hakim termasuk kekuatan pembuktian alat bukti surat yang dibuat oleh PPATS. Penulisan penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menelaah asas-asas hukum dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini akan membahas mengenai transaksi jual beli tanah dengan alat bukti Surat Perjanjian Jual Beli yang dilakukan di hadapan Camat dalam kedudukannya sebagai PPATS dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan akta yang dibuat di hadapan PPAT. Hasil penelitian ini adalah bahwa Surat Perjanjian Jual Beli dikategorikan sebagai akta di bawah tangan dan untuk dapat memiliki kekuatan sebagai alat bukti diperlukan bukti tambahan lainnya, seperti keterangan saksi-saksi dan tidak ada penyangkalan terhadap jual beli tersebut.

Right of ownership is a type of rights over the land. In principle, buy and sell of land in Adat Law is legitimate if it is met the requirements of terang and tunai. Meanwhile according to the national law, Article 616 Civil Law requires a notarial deed as a proof of legal transaction and transfer of right has been taken. The notarial deed applies as a juridical transfer over the land. In this research, the proof is “Surat Perjanjian Jual Beli” made between the seller and buyer in front of the Head of Subdistrict (Camat) as a PPAT Sementara (PPATS). Research problem of this research will be discussing about the legitimation of its legal transaction and evidentiary power of the deed made before the PPATS as an authentic deed or privately made letter since the nature of its form which only in the form of blanko/letter. This is also may affecting Judge Decision to considerate the evidence of blanko/letter in the court. The research is using juridical-normative methods by examining the legal principles and related law and regulations. This research is discussing about legal transaction of land right with the evidence of Surat Perjanjian Jual Beli made before the Head of Subdistrict (Camat) as PPATS shall also have the same evidentiary power as authentic deed made by PPAT. Result of this research is Surat Perjanjian Jual Beli categorized as privately made letter and to be eligible and have evidentiary power, it needs additional evidence, such as testimony from witnesses, and statement of no denial over the legal transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Puteri Aliya Iskandar
"ABSTRAK
Eksistensi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di wilayah nusantara sedari dulu telah mendapatkan perhatian khusus para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya ketentuan Pasal 18 adalah wujud nyata pengakuan negara terhadap daerah-daerah yang memiliki keistimewaan dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sesuai asal-usul masing-masing wilayah. Eksistensi tersebut tidak terlepas dari peran lembaga dan hukum adat yang menjalankan fungsinya pada masing-masing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Acehadalah salah satu daerah yang bersifat istimewa sertamemiliki Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Dalam rangka menjalankan keistimewaan tersebut, Pemerintah Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh kemudian membentuk Qanun Lembaga Wali Nanggroe. Skripsi ini kemudian akan memberikan gambaran untuk mengetahui bagaimana kedudukan lembaga adat di Indonesia serta Lembaga Wali Nanggroe di Aceh. Kesimpulan: Setelah diberlakukan Undang-Undang Desa yang terbaru, kedudukan lembaga adat di Indonesia adalah sebagai mitra Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya dalam memberdayakan masyarakat Desa, menyelenggarakan fungsi adat istiadat serta berperan dalam membantu Pemerintah Desa sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat Desa. Sementara kedudukan Lembaga Wali Nanggroe adalah mitra pemerintah daerah sebagai lembaga kepemimpinan adat yang bersifat istimewa. Kata kunci: Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Desa dan Desa Adat, Lembaga Adat, Keistimewaan, Lembaga Wali Nanggroe

ABSTRACT
The existence of Indigenous PeopleUnity in the Indonesia had always been a special concern of the founders of the Unitary of Indonesian Republic. The birth of provisions of Article 18 is the real form of state recognition of the regions that have the privilege and theIndigenous People Unity in accordance with origin of each region. The existence is highly influenced by the role of institutions and customary laws which carry out its own function. Aceh is one special region which own Indigenous Peoples Unity. In carrying out its function, Local Government jointly with Aceh rsquo s House of Representatives then forms Qanun of Wali Nanggroe Institute. This thesis will provide an overview on how the position of indigeneous institute in Indonesia as well as the Wali Nanggroe institute in Aceh. Conclusion After the latest legislation of village is recently applied, the position of indigenous institute in Indonesiais as a partner of Village Government and other Village institute in empowering the Village community, perform the functions of customs in assisting the Village Government as a form recognition of the customs of the Village community while the position of the Wali Nanggroe institute is as the partner of Local Government as an institute of indigeneous leadership with a previlege.Keywords Unity of Indigenous People, the Village and the IndigeneousVillage, Indigeneous Institute, Previlege, Wali Nanggroe Institute. "
2017
S68971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Ariotirto Wibisono
"ABSTRAK
Tulisan ini berusaha untuk membahas konflik tanah adat yang terjadi di Papua dengan menggunakan studi kasus perusakan lahan sagu di Kampung Harapan, Sentani. Konflik yang terjadi diakibatkan oleh adanya perbedaan norma-norma budaya tentang tanah di dalam masyarakat. Perbedaan norma-norma budaya inilah yang membentuk persepsi masyarakat dalam memandang dan menilai tanah. Persepsi-persepsi tersebut seharusnya tidak dapat disamaratakan karena masing-masing budaya memiliki nilai dan norma yang berbeda-beda. Culture as crime menjelaskan bahwa norma budaya tidak dapat digeneralisir oleh sebuah budaya. Ketika generalisir dilakukan, maka masyarakat akan cenderung subjektif dalam melihat budaya lain. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kriminalisasi terhadap suatu budaya. Proses kriminalisasi ini lah yang menjadi pemicu konflik karena adanya persinggungan dua atau lebih kebudayaan.

ABSTRACT
This paper discusses indigenous land conflicts that occur in Papua by using case studies of the destruction of sago land in Kampung Harapan, Sentani. The conflicts that occur are caused by differences in cultural norms about land in society. Differences in cultural norms that shape people's perceptions of land. Perceptions must not be generalized because each culture has different values and norms. Culture as a crime explains cultural norms that cannot be generalized by a culture. When generalizing is done, it will be very subjective in seeing a culture that can lead to the criminalization of a culture. This process of criminalization is what triggers conflict because of the intersection of two or more cultures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Ernawati Endah Setyorini
"ABSTRAK
Pada Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor 88/Pdt.G/2013/PN.PTBahwa dalam perkara tersebut telah terjadi jual beli antara Penggugat danTergugat I amp; Tergugat II, jual beli tersebut telah dimuat ke dalam akta jual beli,setelah terjadi jual beli, Tergugat I amp; Tergugat II membujuk Penggugat yangsedang kesulitan keuangan untuk dapat memeriksa sertipikat atas jual beli tersebutapakah dapat dijadikan jaminan/agunan, namun Penggugat hanya memberi izinsebatas memeriksa apakah sertipikat tersebut dapat dijadikan jaminan/agunan,akan tetapi Penggugat kemudian mengetahui jika sertipikat tersebut telahdijaminkan dan dibebani hak tanggungan dengan melawan hukum dan tanpasepengetahuan Penggugat kepada pihak Bank BTN. Majelis hakim PengadilanNegeri Pati memutus bahwa jual beli tersebut adalah sah dan menyatakan batalhak tanggungan serta menghukum kreditur untuk menyerahkan sertipikat atasbenda jaminan. Bahwa dengan diputusnya putusan tersebut, hak tanggungan atasbenda jaminan dianggap batal, dan dari pembatalan ini membawa akibat bagibeberapa pihak.

ABSTRACT
On the jurisprudence of Pati Distric Court Number88 Pdt.G 2013 PN.PT. there has been a sale and purchase between the seller andthe buyer, that transaction has been included in the deed of sale. After thattransaction, the seller persuade the buyer who are in need of money to be able tocheck the certificate of the transaction whether it can be used as collateral or not,and the buyer only purchases limited permission to check whether the certificatecan be used as collateral, but it turns out the buyer than finds out if the certificatehas been pledged and burdened by the mortgage by unlawfully without knowingof the buyer to the Bank of BTN. Panel of judges at Pati Distric court hasjudgement that buying and selling is legitimate and cancel the mortgage right andpunish the creditor to submit the certificate of the guarantee object. However withthat judgement, the mortgage right of the guarantee object considered cancel, andfrom this cancellation, has give the effect to some parties.
"
2018
T49496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfira Abidarini
"Skripsi ini membahas mengenai pembatalan perkawinan akibat salah sangka mengenai diri suami. Penelitian ini difokuskan pada analisis yang dilakukan terhadap putusan No. 1103K/Pdt/2014. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dan pendekatan kualitatif. Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Kasus tersebut bermula dari diketahuinya hasil test DNA yang menyatakan bahwa Tergugat berjenis kelamin perempuan. Sebelum melakukan perkawinan dengan Penggugat, Tergugat telah merubah status jenis kelaminnya dari perempuan menjadi laki-laki. Mengenai perubahan status jenis kelamin tersebut, Tergugat tidak pernah memberitahu Penggugat. Kenyataan bahwa perkawinan tersebut adalah perkawinan antara sesama jenis dan terdapat salah sangka mengenai diri suami merupakan bukti tidak terpenuhinya syarat perkawinan sehingga perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Penulis menyarankan kepada setiap pasangan yang akan melangsungkan perkawinan untuk lebih terbuka kepada pasangannya.

This thesis discusses an annulment of marriage due to misunderstand about the husband. The study focused on the analysis of the decision no. 1103 K Pdt 2014. This study uses a form of normative juridical research with research typology descriptive and qualitative approach. A marriage may be nullified by non fulfilment of the preconditions for marriage on the part of either of the parties. The case starts from the knowing of DNA test result stating that the gender status of the Defendant is female. Prior to his marriage to the Plaintiff, the Defendant had changed his gender status from female to male. Regarding the change of gender status, the Defendant never told about that to the plaintiff. The fact that the marriage is a same sex marriage and there is a misunderstand about the husband is proof of non fulfillment of marital terms in order for the marriage to be annuled. The author suggests to every couple who will held a marriage to be more open to the partner.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Djakarta: Pustaka Rakjat, 1951
340.57 SOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Jakarta: Kurnia Esa, 1982
340.57 SOE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Ramadhani
"Pelanggaran kesusilaan dalam hukum adat lebih luas pengertiannya daripada yang ada dalam KUHP. Akibatnya, masyarakat yang mengalami pelanggaran kesusilaan tidak bisa melaporkannya pada yang berwajib. Di samping itu, meski yang terjadi adalah pelanggaran yang ada padanannya dalam KUHP, tapi dalam kehidupan masyarakat ternyata terdapat alternatif penyelesaian dengan menggunakan hukum adat.
Dalam masyarakat di Kota Bengkulu hal itu dilakukan dalam Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu. Digunakannya alternatif penyelesaian perkara dengan Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu juga untuk mengantisipasi main hakim sendiri oleh masyarakat. Masyarakat yang merasa lingkungannya telah tercemar oleh perbuatan melanggar kesusilaan, dapat melakukan tindakan penghakiman sendiri terhadap pelaku pelanggaran kesusilaan itu dan penyelesaian dengan menggunakan hukum adat dirasa lebih memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui cara penyelesaian pelanggaran kesusilaan dalam praktek hukum pidana Indonesia, untuk membuat suatu potret Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu dan untuk dapat menyarankan suatu proses penyelesaian pelanggaran kesusilaan melalui Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan dengan menggunakan metode kualitatif ini langsung mengarahkan pada keadaan dan pelaku-pelaku dari keadaan tersebut tanpa mengurangi unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu, merupakan suatu proses adat dalam menyelesaikan suatu cempalo/dapek salah di Kota Bengkulu. Proses Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu terdiri dari tiga bagian yaitu: pra sidang, sidang dan pasca sidang.

Violations of decency in customary law a broader sense than that in the Criminal Code. As a result, people who experience violations of decency cannot report it to authorities. In addition, although what happens is that no immediate analogue in violation of the Criminal Code, but in public life there was an alternative solution by using customary law.
In a society in the Bengkulu city it is done by Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu. The use of alternative settlement with Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu also to anticipate of vigilantism by the community. Society who feel their environment has been contaminated by the actions such of decency violation, can make their own judgment action against the perpetrators of decency violations and held adjudication using customary law to be more fulfilling sense of justice.
This thesis aims to find the solution to a breach of decency in the practice of criminal law of Indonesia, to create an illustration of the Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu and to recommend a process of resolving decency violations through Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu.
This study is using a qualitative approach. The approach using qualitative methods is directing on the circumstances and perpetrators of the situation without reducing the elements in it.
From the survey results revealed that the Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu, is a customary process in completing a cempalo /dapek salah in the Bengkulu city. The process of Musyawarah Mufakat Rajo Penghulu consists of three parts: pre-trial, trial and post trial.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29318
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>