Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rusyda Ramadhania Habriansyah
"Artikel ini menjelaskan apropriasi budaya Hitam di industri K-Pop. K-Pop telah menjadi sensasi di seluruh dunia,
dengan industri bernilai lebih dari USD 5 miliar, disertai dengan basis penggemar global terkemuka yang terus
tumbuh secara eksponensial. Penggemar K-Pop kulit hitam mulai memperhatikan dan mengkritik praktik nyata
industri apropriasi budaya kulit hitam dalam lingkungan K-Pop (Luna, 2020). Artikel ini menggunakan kerangka
teori Büyükokutan (2011) tentang apropriasi budaya, yang menganalisis praktik melalui Teori Pertukaran Sosial
Thibaut dan Kelly (1959). Makalah ini menyelidiki kasus SM Entertainment – salah satu agensi K-Pop terbesar
(Statista Research Department, 2021) – yang, secara kebetulan, dijuluki sebagai pelanggar berulang perampasan
budaya. Artikel ini mempelajari motif industri untuk melakukan apropriasi budaya melalui diskusi online
penggemar K-Pop. Studi ini berpendapat bahwa industri K-Pop mengambil budaya dan artis kulit hitam melalui
pertukaran timbal balik. Praktik apropriasi budaya di Korea Selatan–di mana masyarakatnya cenderung homogen–
tampaknya dilatarbelakangi oleh kepentingan industri.

This article explains the appropriation of Black culture by the K-Pop industry. K-Pop has become a worldwide
sensation, with the industry valued at over USD 5 billion, accompanied by a prominent global fanbase that
continues to grow exponentially. Black K-Pop fans have begun to notice and criticise the industry's evident
practice of cultural appropriation and the mistreatment Black creatives face within the K-Pop milieu (Luna, 2020).
This article uses Büyükokutan's (2011) theoretical framework on cultural appropriation, which analyses the
practice through Thibaut and Kelly's (1959) Social Exchange Theory. This paper delves into the case of SM
entertainment – one of the largest K-Pop agencies (Statista Research Department, 2021) – that, coincidentally,
has been dubbed as a repeat offender of cultural appropriation. This article studies the company's motives for
appropriating culture through online discussions of K-Pop fans. The article argues that the K-Pop industry
appropriates Black culture and creatives through a reciprocal exchange. The continual practice of cultural
appropriation is heavily motivated by the industry's benefits, primarily in Korea – a seemingly homogeneous
society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zeta Lubna Aqila Zaafril
"Industri K-pop telah berkembang pesat dan meraih popularitas di Indonesia, salah satu grup K-pop yang berhasil meraih popularitas tersebut adalah NCT. Hal ini dapat didukung oleh strategi pemasaran SM Entertainment yang telah mengeksklusifkan penggemar Indonesia dalam sebagian besar kegiatan NCT. Penggemar NCT di Indonesia telah menyadari hal ini secara positif, bahkan menjadi topik yang ramai dibicarakan di media sosial. Namun, hal tersebut masih berupa reaksi yang belum mencerminkan pemahaman mendalam. Hingga saat ini, studi empiris yang meneliti pemaknaan penggemar terhadap perlakuan eksklusif NCT di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemaknaan NCTZen Indonesia terhadap strategi pemasaran SM Entertainment untuk NCT, menggunakan konsep relationship marketing untuk memahami bagaimana penggemar menginterpretasikan upaya pemasaran yang ditujukan kepada mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretatif, tidak hanya melihat bagaimana strategi tersebut dimaknai oleh penggemar NCT di Indonesia tetapi juga dengan interpretasi oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukan tiga hal, (1) perlakuan eksklusif NCT terhadap penggemar Indonesia menimbulkan loyalitas penggemar, (2) perlakuan eksklusif NCT dalam dimensi relationship marketing “bonding” sangat mempengaruhi para informan dalam merasa diperlakukan secara istimewa, sehingga hal tersebut berdampak signifikan pada timbulnya sikap dan perilaku loyalitas mereka, dan (3) hubungan istimewa antara NCT dan Indonesia dimaknai sebagai sebuah saluran untuk pertukaran budaya Korea dan Indonesia. Tiga hasil tersebut menunjukan pemaknaan penggemar yang lebih dalam dari sekedar reaksi positif. Meski demikian, ada beberapa saran penting agar hubungan NCT dan Indonesia dapat menjadi lebih baik kedepannya. Namun, melihat kesuksesan strategi pemasaran NCT dalam membangun loyalitas NCTZen di Indonesia, penerapan strategi oleh SM Entertainment, terutama terkait dengan konsep relationship marketing, dapat dijadikan contoh oleh perusahaan hiburan atau individu yang ingin membangun hubungan baik dan berkelanjutan dengan konsumen di Indonesia, tentunya dengan penyesuaian yang tepat.

The K-pop industry has rapidly expanded and gained popularity in Indonesia. NCT is one of the K-pop groups that has achieved this popularity. The success can be attributed to SM Entertainment's marketing efforts, which have provided exclusive treatment to Indonesian fans in many of NCT's activities. This special treatment has been positively recognized by NCT fans in Indonesia and has become a widely discussed topic on social media. However, these reactions on social media do not yet reflect a deep understanding of how Indonesian NCTZen perceive this exclusive treatment. Empirical studies examining fans' interpretations of NCT's exclusive treatment are still limited. Therefore, this research aims to explore how Indonesian NCTZen give meanings to SM Entertainment's marketing strategies for NCT, using the concept of relationship marketing to understand how fans respond to these marketing efforts. This study use a qualitative approach with interpretative paradigm, examining not only how Indonesian NCT fans interpret these strategies but also using the researcher's interpretation. The findings indicate three main things; (1) the exclusive treatment for Indonesian NCTZen, result in fan loyalty. However, each informant has their own way of expressing their loyalty, which can be linked to how they perceive NCT's relationship with Indonesia, (2) "bonding" is a dimension of relationship marketing that significantly influences informants to feel special, giving impact to their attitudes and behaviors of loyalty, and (3) the special relationship between NCT and Indonesia is seen by the informants as a channel for mutual cultural exchange between Korea and Indonesia. The three results show a deeper fan interpretation than just positively recognized. Nonetheless, there are still several important suggestions for SM Entertainment to further improve the relationship between NCT and Indonesia in the future. Given the success of NCT's marketing strategies in building loyalty among Indonesian NCTZen, SM Entertainment's approach, especially those related to relationship marketing, can serve as a model for entertainment companies or individuals aiming to build strong and sustainable relationships with consumers in Indonesia, with adjustments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nabilah Humaira
"Strategi Marketing Public Relations atau MPR merupakan salah satu cara meningkatkan pelayanan atau produk. Tulisan ini dikhususkan untuk perusahaan musik asal Korea Selatan, SM Entertainment, yang menggunakan strategi MPR dalam pemasaran artisnya, EXO. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui strategi MPR apa yang mereka gunakan serta mana yang paling mempengaruhi pemasarannya. Analisis yang dilakukan melalui berbagai artikel berita dan hasil interpretasi penulis yang didukung oleh data, baik dari media sosial hingga prestasi yang dihasilkan oleh EXO. Tulisan ini didukung oleh teori dari public relations dan konsep marketing public relations. Hasil analisis memperlihatkan bahwa strategi marketing public relations dengan komponen lain didalamnya mampu membuat serta meningkatkan produk dan pendapatan perusahaan.

Strategy of Marketing Public Relations or MPR is one way to improve service or product. This paper is devoted to a South Korean music company, SM Entertainment, which uses the MPR strategy in its artist marketing, EXO. The purpose of this paper is to find out what MPR strategies they are using and which are most influencing their marketing. The analysis is done through various news articles and interpretation results of the author supported by the data, both from social media to the achievements generated by EXO. This paper is supported by the theory of public relations and the concept of marketing public relations. The results of the analysis show that public relations marketing strategy with other components in it is able to make and improve product and income company.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Arindya Laksmidewi Marghaputra
"Pandemi Covid-19 yang memaksa kita untuk menjaga jarak menjadi tantangan bagi industri hiburan musik. Konser tur antar negara, temu penggemar dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh brand industri musik untuk membentuk pengalaman audiens terpaksa harus ditiadakan. Dalam menghadapi kondisi ini, para pemasar industri hiburan musik memanfaatkan teknologi dan membuat konser virtual sebagai bentuk strategi experiential marketing. Tulisan ini akan menganalisis apakah konser virtual telah memenuhi pilar keberhasilan strategi experiential marketing dibandingkan dengan konser offline. Terdapat sebelas pilar keberhasilan experiential marketing yakni remarkable, shareable, memorable, measurable, relatable, personal, targetable, connectable, flexible, engageable dan believable. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus komparatif dengan membandingkan satu variabel pada dua sampel yang berbeda atau waktu yang berbeda. Dalam pengaplikasiannya, konser virtual maupun konser offline memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Teknologi augmented reality dan grafis 3D dalam konser virtual menciptakan pengalaman unik melalui efek panggung seolah-olah visual tersebut nyata, sehingga tercipta pengalaman mendalam yang dimana secara psikologis audiens merasa menjadi bagian dari lingkungan virtual tersebut sehingga timbul perasaan nyata ‘berada disana’. Namun, teknologi tidak dapat menggantikan pengalaman yang didapat melalui interaksi tatap muka. Teknologi justru menciptakan cara interaksi baru dan pengalaman unik yang berbeda dari interaksi langsung.

Covid-19 pandemic forces us to practice physical distancing. This condition leads to a new challenge, especially for the music entertainment industry. Many activities that build the audience's experience such as world tour concerts and fan meetings had to be eliminated. In facing this challenge, music industry marketers take advantage of technology and create virtual concerts as a form of experiential marketing strategy. This study aims to analyze whether virtual concerts have met the pillars of successful experiential marketing strategy compared to offline concerts. There are eleven pillars of experiential marketing such as remarkable, shareable, memorable, measurable, relatable, personal, targetable, connectable, flexible, engageable, and believable. The research method used is a comparative case study, comparing one variable in two different samples or at different times. Study results revealed that both virtual concerts and offline concerts have their respective advantages and disadvantages. Augmented reality technology and 3D graphics used in virtual concerts create a unique experience through stage effects as if the visuals are real, this visualization creating an immersive experience where the audience psychologically become one with the virtual environment and a sense of "being there" arises. However, technology cannot replace the experiences gained through face-to-face interactions. Instead, technology creates a new way of interacting and a unique audience experience. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Alanis Wardhana
"Penelitian ini membahas penggunaan gaya rambut natural orang kulit hitam yang sudah berkali-kali dilakukan oleh penyanyi-penyanyi K-pop. Globalisasi dan tren musik global menghasilkan hibdridisasi musik populer baru di Korea. Tidak hanya musik, budaya barat, seperti budaya hip hop yang merupakan budaya Afrika-Amerika, juga memiliki pengaruh terhadap K-pop. Akan tetapi, penggunaan budaya hip hop dalam industri K-pop mengarah ke apropriasi budaya. Persepsi yang keliru membuat anak-anak muda Korea mengaitkan rambut natural orang kulit hitam dengan budaya hip hop. Apropriasi berdampak pada budaya yang digunakan tanpa menghormati signifikansi dari budaya tersebut. Saat ini masih ada orang yang kurang memahami dampak dari apropriasi budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepekaan para penggemar K-pop terhadap tindakan apropriasi budaya dalam industri K-pop. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi Pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa industri musik Korea Selatan menganggap gaya rambut orang kulit hitam adalah salah satu bagian dari budaya hip hop sehingga hal tersebut dijadikan estetik untuk beberapa konsep visual musik K-pop.

This study discusses the use of natural Black hair styles that have been done by K-pop singers many times. Globalization and global music trends have resulted in the hybridization of new popular music in Korea. Not only music, Western culture, such as hip-hop which is an African American culture, also has an influence on K-pop. However, the use of hip hop culture in the K-pop industry leads to cultural appropriation. Misperceptions lead young Koreans associating the natural hair of Black people with hip hop culture. Appropriation affects the culture used without respecting the significance of that culture. Today there are still people who do not understand the impact of cultural appropriation. The purpose of this study is to acknowledge K-pop fans’ sensitivity regarding acts of cultural appropriation within the K-pop industry. The method used in this study is a qualitative method using literature study. The results of this study indicate that the South Korean music industry consider Black hairstyles to be a part of hip hop culture, hence it is used as an aesthetic for some visual concepts of K-pop music."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Alanis Wardhana
"Penelitian ini membahas penggunaan gaya rambut natural orang kulit hitam yang sudah berkali-kali dilakukan oleh penyanyi-penyanyi K-pop. Globalisasi dan tren musik global menghasilkan hibdridisasi musik populer baru di Korea. Tidak hanya musik, budaya barat, seperti budaya hip hop yang merupakan budaya Afrika­ Amerika, juga memiliki pengaruh terhadap K-pop. Akan tetapi, penggunaan budaya hip hop dalam industri K-pop mengarah ke apropriasi budaya. Persepsi yang keliru membuat anak-anak muda Korea mengaitkan rambut natural orang kulit hitam dengan budaya hip hop. Apropriasi berdampak pada budaya yang digunakan tanpa menghormati signifikansi dari budaya tersebut. Saat ini masih ada orang yang kurang memahami dampak dari apropriasi budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepekaan para penggemar K-pop terhadap tindakan apropriasi budaya dalam industri K-pop. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi Pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa industri musik Korea Selatan menganggap gaya rambut orang kulit hitam adalah salah satu bagian dari budaya hip hop sehingga hal tersebut dijadikan estetik untuk beberapa konsep visual musik K-pop.

This study discusses the use of natural Black hair styles that have been done by K­ pop singers many times. Globalization and global music trends have resulted in the hybridization of new popular music in Korea. Not only music, Western culture, such as hip-hop which is an African American culture, also has an influence on K-pop. However, the use of hip hop culture in the K-pop industry leads to cultural appropriation. Misperceptions lead young Koreans associating the natural hair of Black people with hip hop culture. Appropriation affects the culture used without respecting the significance of that culture. Today there are still people who do not understand the impact of cultural appropriation. The purpose of this study is to acknowledge K-pop fans' sensitivity regarding acts of cultural appropriation within the K-pop industry. The method used in this study is a qualitative method using literature study. The results of this study indicate that the South Korean music industry consider Black hairstyles to be a part of hip hop culture, hence it is used as an aesthetic for some visual concepts of K-pop music. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Anggi Ropininta
"Perluasan budaya populer Korea Selatan ke seluruh penjuru dunia beberapa tahun ke belakang secara pesat membuatnya digemari oleh banyak masyarakat dunia. Industri musik pop Korea Selatan atau yang dikenal sebagai K-Pop merupakan salah satu di antaranya. Kondisi tersebut didorong oleh masifnya pertumbuhan media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Dengan media baru tersebut, industri musik kemudian mencari berbagai cara untuk memasarkan musiknya ke seluruh dunia dan strategi transmedia storytelling menjadi salah satu strategi pemasaran yang disukai oleh industri kreatif. Dengan membangun narasi fiktif dan memperkenalkan worldview industri musik masa depan bernama SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment kemudian memulai strategi pemasaran transmedia. Di dalam jurnal makalah ini, peneliti berfokus untuk menelaah penggunaan strategi transmedia storytelling oleh SM Entertainment dan pemenuhan ketujuh prinsip dari strategi tersebut. Peneliti menggunakan metode konten analisis kualitatif dari berbagai konten yang diunggah oleh SM Entertainment melalui platform media sosial seperti instagram, twitter, dan youtube. Secara keseluruhan, agensi tersebut telah menerapkan ketujuh prinsip transmedia storytelling secara baik dengan kemampuan agensi tersebut untuk menarik perhatian dan partisipasi khalayaknya.

South Korean popular culture's expansion in the past few years has rapidly made it popular worldwide. The South Korean pop music industry, known as K-Pop, is one of them. This current condition is driven by the massive growth of social media and its ability to disseminate information quickly and widely. With this new media, the music industry is looking for various ways to market their music worldwide. Transmedia storytelling strategy is one of the marketing strategies favored by the creative industry. By building a fictitious narrative and introducing a worldview of the future music industry called SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment then started their transmedia marketing strategy. In this journal paper, the author focuses on examining the use of the transmedia storytelling strategy by SM Entertainment and the fulfillment of the seven principles of this particular strategy. The study uses a qualitative content analysis method of various content uploaded by SM Entertainment through social media platforms such as Instagram, Twitter and YouTube. Overall, the agency has implemented the seven principles of transmedia storytelling well with the agency's ability to attract audience attention and participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Kalyana Fasya
"Makalah ini membahas bagaimana persepsi dan adaptasi penggemar SM entertainment terhadap teknologi metaverse perusahaan. Mengingat pengalaman ini, akan bermanfaat untuk memahami strategi yang digunakan perusahaan hiburan dalam menanggapi preferensi konsumen yang berkembang dan teknik mutakhir yang mereka gunakan untuk memfasilitasi keterlibatan penggemar dengan konten pilihan mereka. Dalam hal ini, teknologi Artificial Intelligence (AI) dimasukkan ke dalam komersialisasi idola SM. Inovasi SM Entertainment, seperti konser online dan barang AI, telah membangkitkan minat yang luar biasa dalam komunitas K-Pop. Namun, konsep metaverse ini baru di industri hiburan yang baru masuk perbincangan media arus utama pada 2020). Dengan demikian, cara konsumen memahami dan beradaptasi dengan komersialisasi baru ini berbeda dari pengalaman konsumsi tradisional sebelumnya, yang menawarkan pengalaman yang lebih interaktif, personal, dan dapat diakses oleh konsumen K-pop. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk memahami lebih baik dan menghargai dinamika perubahan industri K-pop dan hubungannya dengan audiensnya. Memanfaatkan Teori Penggunaan dan Gratifikasi, makalah ini berfokus pada motivasi penonton dan kebutuhan untuk mengkonsumsi konser virtual SM Entertainment, dan barang-barang yang tergabung dengan AI menyiratkan konsep metaverse.

This paper discusses how SM entertainment fans’ perception and adaptation to the company’s metaverse technology. Given these experiences, it would be advantageous to understand the strategies that entertainment companies employ in response to developing consumer preferences and the cutting-edge techniques they use to facilitate fan engagement with their preferred content. In this case, Artificial Intelligence (AI) technology was incorporated into SM’s idols' commercialisation. SM Entertainment's innovations, such as online concerts and AI goods, have generated tremendous interest within the K-Pop community. However, the metaverse concept is new to the entertainment industry, which only entered the mainstream media discussion in 2020). Thus, how consumers perceive and adapt to this new commercialisation differs from the previous traditional consuming experience, which offers a more interactive, personalised, and accessible experience for K-pop consumers. This knowledge allows us to understand better and appreciate the changing dynamics of the K-pop industry and its relationship with its audience. Utilising the Uses and Gratification Theory, this paper focuses on audience motivation and needs to consume SM Entertainment’s virtual concert, and the AI-incorporated goods imply the metaverse concept."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sitta Shafa Namira
"Media sosial menjadi wadah yang memfasilitasi pemenuhan entertainment need dan memicu purchase intention pada penggemar K-Pop. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kebutuhan hiburan dan intensi pembelian album dan merchandise yang dimediasi oleh sikap terhadap K-Pop. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan mengambil sampel penggemar K-Pop (N=457) yang berusia lebih dari 17 tahun. Entertainment dan Attitude Toward Foreign Music Scale dari An et al. (2020) dan Purchase Intention Scale milik Ural dan Devrimag (2017) digunakan dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis simple mediation melalui PROCESS v.4.1. Hasil penelitian menemukan bahwa sikap terhadap K-Pop memediasi secara penuh pengaruh entertainment need dan intention to purchase album dan merchandise. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis di industri musik Indonesia untuk mendukung pembentukan attitude dengan memperhatikan aspek entertainment need untuk meningkatkan perilaku membeli melalui media sosial yang spesifik untuk konsumen yang dituju.

Social media is the platforms that facilitates the fulfilment of entertainment need and purchase intention for K-Pop fans. This study aims to see the effect of entertainment need and intention to purchase album and merchandise mediated by attitudes towards K-Pop. This research is quantitative in nature and takes a sample of K-Pop fans (N=457) who are over 17 years old. Entertainment Scale and Attitude Toward Foreign Music from An et al. (2020) and Ural and Devrimag's Purchase Intention Scale (2017) were used in this study. Data analysis was performed using a simple mediation analysis technique through PROCESS v.4.1. This study found that attitudes towards K-Pop fully mediated the influence of entertainment need and intention to buy albums and merchandise. The results of this study can be used by business owner in the Indonesian music industry to support attitude formation by paying attention to aspects of entertainment need to increase buying behavior through social media that is specific to the intended consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>