Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143032 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febriana Novariska
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T56000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Barasila
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanri Pramahdi
"Asma merupakan penyakit intiamasi kronik saluran napas, gejala umumnya sangat bervariasi dan dapat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Pada dekade terakhir ini prevalensi asma meningkat bahkan di beberapa negara dilaporkan telah terjadi kenaikan prevalensi morbiditi dan mortaliti penderita asma. Hal ini diduga karena keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi yang kurang adekuat.
Kematian karena asma di Amerika Serikat tahun 1988 adalah 1,9/100.000 penduduk terutama lebih tinggi pada usia < 45 tahun, tahun 1979 di Kolombia angka kematian 2,06/100.000 dan menurun tahun 1994 menjadi 1,61/100.000. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia tahun 1992 menyimpulkan bahwa asma, bronkitis dan emfisema merupakan urutan ke 7 penyebab kematian atau 5,6% dari total kematian. Data di RS. Persahabatan tahun 1993-1997 mendapatkan 10 kematian yang dihubungkan dengan asma, 9 diantaranya disertai komplikasi seperti pneumonia, gagal jantung, gagal ginjal dan tumor paru.
Peniiaian dan penanganan yang adekuat merupakan kunci pokok yang menentukan apakah seorang pasien dapat teratasi serangannya, berlanjut atau harus dirawat di rumah sakit. Beberapa pasien saat serangan dapat terancam jiwanya bahkan tidak dapat tertolong. Penderita yang berisiko tinggi mengalami kematian adalah penderita yang datang dengan serangan berat, penyakit asmanya jarang dikontrol, respons sebagian atau tidak respons terhadap pengobatan, keterlambatan penggunaan steroid dan keterlambatan penilaian berat serangan baik oleh dokter atau penderita.
Menurut konsensus intemasional tahun 1992 dianjurkan 6 Iangkah dalam penanganan dan penatalaksanaan asma yaitu:
1. Partisipasi pasien dalam pengelolaan asma
2. Dapat dinilai perburukan penyakit dengan peak flow meter
3. Mengenal faktor-faktor pencetus serangan
4. Penggunaan obat-obatan
5. Penanganan serangan
6. Kontrol teratur.
Dalam penanganan serangan asma akut, agonis 132 merupakan terapi pilihan utama baik pada serangan ringan, sedang dan berat. Peranan antikolinergik dalam penatalaksanaan asma akut tergantung berat ringan serangan. Pada asma akut berat pemberian agonis 132 dianjurkan ditambah dengan antikolinergik, pada asma akut sedang pemberian kombinasi ini masih kontroversi, beberapa peneliti mengatakan pemberian kombinasi ini memberikan perbaikan yang berbeda bermakna dan sebagian lagi mengatakan tidak terdapat perbedaan bermakna dalam pemberian kombinasi ini sedangkan pada asma akut ringan pemberian kombinasi ini disebutkan tidak bermanfaat. Seperti kita ketahui antikolinergik seperti ipratropium bromida mempunyai efek bronkodilator meskipun tidak sekuat dan secepat respons pemberian agonis 132, kelebihannya adalah mempunyai masa kerja yang lama.
Kecenderungan meningkatnya angka morbid iii dan mortatiti asma merupakan permasalahan tersendiri. Salah satu yang diduga menyebabkan meningkatnya angka tersebut adalah keterlambatan diagnosis dan penanganan yang tidak adekuat di gawat darurat. Penanganan asma di gawat darurat disesuaikan dengan derajat berat serangan. Penggunaan antikolinergik dengan agonis 132 hanya diindikasikan pada serangan asma berat, sementara untuk serangan sedang dan ringan tidak diberikan antikolinergik, walau pada beberapa kepustakaan lain menuliskan manfaat antikolinergik tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T58454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Sari
"Penatalaksanaan serangan asma akut yang direkomendasikan saat ini adalah inhalasi berulang bronkodilator agonis B2 dan tambahan steroid sistemik pada pasien yang tidak respons terhadap terapi bronkodilator. Steroid sistemik pada asma akut telah terbukti dapat menurunkan angka rawat inap dibandingkan pemberian bronkodilator raja dan secara bermakna dapat menurunkan angka serangan ulang serta meningkatkan faal paru setelah serangan akut. Dalam kepustakaan dikatakan bahwa terapi jangka pendek steroid sistemik cukup aman tetapi berpotensi untuk terjadi efek samping obat terutama pada pasien dengan serangan ulang. Di lain pihak, pengobatan sistemik secara intravena tidak selalu mudah diberikan.
Tujuan utama penanganan serangan asma adalah perbaikan segera gejala dengan mengurangi obstruksi jalan napas karena kecepatan dan besar perbaikan pengobatan awal menentukan pengobatan selanjutnya dan prognosis penyakit Bronkodilator agonis B2 dengan cara nebulisasi telah luas digunakan. Beberapa keuntungan nebulisasi adalah mudah digunakan terutama pada pasien asma anak, serangan asma berat, gangguan koordinasi tangan (pada pemakaian MDI) dan nebulizer dapat menampung sejumlah obat dengan dosis besar. Sementara itu pemberian melalui nebulisasi merupakan cara yang biasa digunakan untuk memperoleh reaksi segera. Lebih dari 10 tahun penggunaan obat-obat secara nebulisasi telah mengalami peningkatan, pengobatan secara inhalasi pada penyakit saluran napas lebih potensial daripada pemberian secara oral atau intravena yaitu dengan dosis obat lebih kecil, efek samping sistemik minimal dan obat segera berada pada set target atau daerah infamasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Irawan Harsono
"Kejadian serangan asma meningkat sejalan dengan perubahan pajanan lingkungan sebagai faktor risiko, selain itu masalah obesiti mulai meningkat pada penderita asma. Magnesium dilaporkan dapat digunakan sebagai pengobatan yang efektif pada pasien asma. Keadaan hipomagnesemia diduga terjadi pada pasien asma serangan akut, pemberian magnesium secara intravena atau melalui nebulisasi dapat menyebabkan bronkodilatasi. Mekanisme selular pada brokodilatasi mungkin terjadi relaksasi otot polos, pada otot bronkial mirip dengan efek magnesium pada otot polos vaskular melalui antagonis kalsium atau mekanisme lain." Untuk melihat konsentrasi magnesium dilakukan pemeriksaan darah pasien asma dengan menggunakan pemeriksaan tidak lagsung (indirek).
Tujuan umum penelitian
Memperoleh gambaran apakah kadar magnesium intrasel eritrosit lebih rendah pada serangan asma akut dibandingkan dengan asma stabil, asma intermiten dan subjek normal.
Tujuan khusus penelitian
Mengetahui prevafensi (proporsi) kadar magnesium intrasel eritrosit antara pasien asma serangan akut, asma stabil, asma intermiten dan subjek normal.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Stefanus
"Latihan fisik berpengaruh terhadap plastisitas sinaps yaitu dalam interaksi neuron-glia. Astrosit adalah sel glia yang paling berperan dalam plastisitas sinaps. Penelitian ini menggunakan kadar glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan heat shock protein 27 (HSP27) plasma sebagai parameter aktivitas astrosit yang diinduksi latihan fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan durasi latihan fisik aerobik intensitas sedang (10 menit vs 30 menit) terhadap kadar GFAP dan HSP27 plasma pada orang dewasa muda sehat.
Penelitian eksperimental ini mengunakan desain kontrol diri sendiri. Mahasiswa kedokteran usia dewasa muda (n=22) dibagi dalam dua kelompok perlakuan, kelompok pertama mengunakan perlakuan sepeda statis intensitas sedang dengan durasi 10 menit dan kelompok yang lain mengunakan perlakuan sepeda statis intensitas sedang dengan durasi 30 menit. Uji sepeda statis dilakukan selama 1 hari. Sebelum dan sesudah uji sepeda statis dilakukan pengambilan darah. Kadar GFAP dan HSP27 plasma diukur dengan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). Kadar GFAP plasma menurun bermakna pada kelompok yang mendapat latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 30 menit (p<0,05). Kadar HSP27 plasma menurun bermakna pada kelompok yang mendapat latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 10 menit (p<0,05). Kadar GFAP dan HSP27 plasma antara kelompok latihan fisik aerobik intensitas sedang durasi 10 menit dan 30 menit tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Penelitian ini menunjukan latihan fisik intensitas sedang menginduksi perubahan yang bermakna pada marker aktivitas astrosit. Kadar GFAP plasma menurun bermakna pada durasi 30 menit sedangkan konsentrasi HSP27 menurun bermakna pada durasi 10 menit. Namun, durasi latihan fisik aerobik intensitas sedang tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kadar dua parameter aktivitas astrosit yaitu GFAP dan HSP27 plasma. Meskipun kadar GFAP plasma menurun pada durasi latihan fisik yang berbeda, perbandingan antara kadar GFAP plasma sesudah durasi 10 menit dan 30 menit tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Hasil yang sama juga ditemukan pada HSP27. Penelitian ini adalah yang pertama kali menunjukan penurunan kadar GFAP plasma sesudah latihan fisik durasi 30 menit dan kadar HSP27 plasma sesudah latihan fisik durasi 10 menit.

Physical exercise effects on synapses plasticity that in neuron-glia interactions. Astrocytes are the most responsible glial cells in synapse plasticity. This study uses the glial fibrillary acidic protein (GFAP) and heat shock protein 27 (HSP27) plasma concentrations as exercise-induced astrocyte activity parameter. The aim of this study was comparison between two duration of moderate-intensity aerobic exercise (10 minutes vs 30 minutes) on GFAP and HSP27 plasma concentration in healthy young adults.
This experimental study was before and after study design. Healthy young adult medical students (n = 22) were divided into two treatment groups, the first group was using stationary bikes exercise in moderate-intensity activity for 10 minutes duration and the other group was using stationary bikes exercise in moderate-intensity activity for 30 minutes duration. Static bike test was performed in the same day. Blood sampling was performed before and after static bike test. GFAP and HSP27 plasma levels were measured with enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). GFAP plasma concentration decreased significantly in the 30 minutes moderate-intensity aerobic exercise duration (p<0.05). HSP27 plasma concentration decreased significantly in the 10 minutes moderate-intensity aerobic exercise (p<0.05). There was no significant differences in GFAP and HSP27 plasma concentration between 10 minutes and 30 minutes moderate-intensity aerobic exercise(p>0.05).
Our result showed moderate-intensity aerobic exercise induced significant changes in astrocytes activity parameter. 30 minutes duration significantly lowered GFAP plasma concentration while 10 minutes duration significantly lowered HSP27 plasma concentration. However, duration of moderate-intensity aerobic exercise did not alter significantly plasma concentration of the two astrocyte activity parameter: GFAP and HSP27. Despite the lowered GFAP plasma concentration in different exercise duration, comparison between GFAP plasma concentration after 10 minutes and 30 minutes duration showed no significant differences. The same result also found in HSP27. This is the first result that showed a decrease in GFAP plasma concentration after 30 minutes exercise and HSP27 plasma concentration after 10 minutes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Kurniati Natul
"Praktik keperawatan residensi yang dilakukan di rumah sakit Persahabatan dengan kekhususan respirasi diharapkan dapat mengatasi masalah pernapasan. Disamping itu juga selama proses residensi residen harus memiliki kemampuan menerapkan intervensi berdasarkan evidence base nursing (EBN), mampu menjadi seorang Clinical Care Manajer (CCM) yang bertugas sebagai konsultan keperawatan bagi staf keperawatan dan pemberi terapi keperawatan kepada pasien dalam rangka pemberi asuhan keperawatan untuk meningkatan mutu pada layanan asuhan keperawatan yang diberikan. Dalam memberikan asuhan kepeawatan pada kasus kelolaan pasien dengan CAP dan 30 kasus resume menggunakan teori Virginia Henderson 14 kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam membantu individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit, melalui usahanya melakukan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu secara mandiri atau proses meninggal dengan damai. Masalah keperawatan yang banyak muncul yaitu tentang pemenuhan kebutuhan bernapas normal. Penerapan EBN Buteyko Breathing Techinque (BBT) pada pasien asma yang mengalami hiperventilasi. Hasil analisis praktik residensi keperawatan didapatkan bahwa asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori Henderson bertujuan untuk sesegera mungkin membantu kemandirian pasien. Penerapan BBT dapat meningkatkan nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada pasien asma. Proyek inovasi Pengembangan self managemen dengan video latihan breathing exercise : ACBT dalam meningkatkan airway clearance pada pasien PPOK.

Residency nursing practice which is carried out at the Persahabatan Hospital with a specialization in respiration is expected to be able to overcome respiratory problems. Besides that, during the residency process, residents must have the ability to apply interventions based on evidence-based nursing (EBN), be able to become a Clinical Care Manager (CCM) who serves as a nursing consultant for nursing staff and provides nursing therapy to patients in order to provide nursing care to improve quality of nursing care services provided. In providing nursing care to cases managed by patients with CAP and 30 resume cases using Virginia Henderson's theory of 14 basic human needs which shows the role of nurses as providers of nursing care in helping individuals both in health and illness, through their efforts to carry out various activities to support health and healing individual independently or the process of dying peacefully. Nursing problems that arise are about meeting the needs of normal breathing. Application of EBN Buteyko Breathing Techinque (BBT) in hyperventilating asthma patients. The results of the analysis of nursing residency practice found that nursing care using the Henderson theory approach aims to help the patient's independence as soon as possible. The application of BBT can increase the Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) value in asthma patients. Innovation project Development of self-management with videos of breathing exercise exercises: ACBT in increasing airway clearance in COPD patients."
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>