Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Kal-El Dirgantara
"VTuber has become a part of virtual entertainment worldwide since the trend arose in 2020. By looking at the development of VTuber to date, this study seeks to discover the process of how Indonesian female VTubers construct their identity through various elements and the motives that they consider behind female VTubers choosing specific avatars and visual styles or characterizations to represent themselves. To answer such questions, various theories are used, such as semiotics, and avatar culture to be able to interpret the results of the elements that represent their identity. The study finds there are some influences of a certain culture and colors that represent their personality. Furthermore, their authenticity also gains engagement with the audience, which also supports their identity as a VTuber. However, there are some flaws and limitations in some circumstances whenever they consider themselves an independent VTuber or VTuber under an agency. This paper will also briefly compare three Indonesian VTubers in terms of character and personality that represents their virtual identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Mira Tamala
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa internet. Saat ini internet sudah sangat dekat dan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Dengan adanya internet tentunya memunculkan berbagai fenomena di dunia maya, salah satunya munculnya komunitas online yang terbentuk akibat interaksi di dunia maya. Interaksi yang terjadi di dunia maya ini berkaitan dengan pencarian dan pertukaran informasi, seperti yang dibahas dalam tulisan ini adalah pencarian dan pertukaran informasi mengenai review online produk kecantikan. Makalah ini berfokus pada proses membangun kepercayaan di antara anggota komunitas online berdasarkan ulasan online. Membangun kepercayaan ini dapat dilihat melalui pembentukan pengetahuan anggota dan penilaian reputasi dari informasi yang tersedia.

The development of information and communication technology has brought the internet. Currently the internet is very close and has become a part of human life. With the internet, of course, there are various phenomena in cyberspace, one of which is the emergence of online communities formed by interactions in cyberspace. The interactions that occur in this virtual world are related to the search and exchange of information, as discussed in this paper is the search and exchange of information regarding online reviews of beauty products. This paper focuses on the process of building trust among online community members based on online reviews. Building this trust can be seen through the formation of member knowledge and reputation assessment from available information."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Kurniawan
"Perkembangan jaringan internet global mendorong adanya pergeseran interaksi manusia dari yang hanya bertatap muka, kini berkembang menjadi tanpa harus bertatap muka (berbasis internet). Medium interaksi baru ini memicu pertumbuhan kolektif berbasis internet yang sering disebut dengan komunitas online. Dalam komunitas online, anggota komunitas yang ada tidak bersatu karena kesamaan teritorial atau regional, tetapi relasional berdasarkan kepentingan bersama. Makalah ini merupakan bentuk refleksi penulis selama magang dan mengasuh komunitas online bernama Lemonilo Club periode Juni – Desember 2021.Tulisan ini berfokus pada bagaimana proses pembinaan (nurturing) yang melibatkan penulis dapat menciptakan dan memperkuat sense of communities di dalam komunitas Lemonilo Club. Melalui beberapa media dan kegiatan rutin, penulis mengidentifikasi sekaligus mengaktivasi empat elemen yang terekam dalam proses komunitas tersebut antara lain membership, influence, integration and fulfilment of need, dan shared emotional together. Upaya untuk memperkuat sense of community ini sekaligus menjadi upaya yang memperkuat eksistensi komunitas online tersebut.

The development of the global internet network has encouraged a shift in human interaction from face-to-face interaction to not face-to-face interacrion (internet based). This new medium of interaction triggers the growth of internet-based collectives which generally referred to as online communities. In online communities, existing community members are not united because of territorial or regional similarities, but with relational based on shared-interests. This paper is a form of reflection of the author during his internship while nurturing an online community called Lemonilo Club, period June – December 2021. This paper focuses on how the nurturing process involving the author can create and strengthen a sense of communities within the Lemonilo Club Community. Through several media and routine activities, the authors identify and activate four elements recorded in the community process, including membership, influence, integration and fulfillment of need, and shared emotional together. This effort to strengthen the sense of community is also an effort to strengthen the existence of the online community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Radita Senja Maharani
"ABSTRAK
Dengan adanya media sosial konsumen saat ini dapat bertindak sebagai marketing
atau PR sehingga membuat perusahaan tidak lagi sebagai sumber utama
komunikasi sebuah brand. Pemasar atau perusahaan dapat memanfaatkan
komunitas online yang dibuat oleh pengguna atau anggota komunitas online, karena
banyak melibatkan topik yang berbeda, termasuk mengenai brand dan produk
dimana anggotanya saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan diskusi mengenai
brand tersebut. Namun, tantangan terbesar dalam membina komunitas online
adalah penyediaan pengetahuan, serta kemauan untuk terus melanjutkan hubungan
dalam komunitas. Penelitian ini menyelidiki faktor yang memotivasi knowledge
sharing dalam komunitas online, dan meningkatkan hubungan yang berkelanjutan
dalam komunitas online (relationship continuity). Penelitian ini menggunakan teori
motivasi dan social capital, karena knowledge sharing dalam komunitas online
adalah proses sosial yang melibatkan interaksi pribadi di antara anggota. Social
capital terdiri dari structural capital (social interaction), relational capital
(identification, trust, reciprocity), dan cognitive capital (shared language dan
shared vision), motivasi terdiri dari, motivasi intrinsik (enjoyment in helping
others) dan ekstrinsik (rewards dan reputation). Metode analisis data dilakukan
dengan analisis deskriptif dan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian ini
menemukan bahwa enjoyment in helping others, reputation, social interaction,
trust, reciprocity, dan shared language mempengaruhi knowledge sharing,
penelitian ini menemukan temuan menarik dimana rewards, identification, dan
shared vision tidak mempengaruhi knowledge sharing.

ABSTRACT
This study investigates the factors that motivate knowledge sharing within the
online community, and to continually improve sustainable relationships within the
online community. This study uses social capital theory and individual motivation,
because knowledge sharing in the online community is a social process involving
personal interaction among members, the individual psychology perspective and
sociology will be able to explain more about this behavior. Social capital consists
of structural capital (social interaction), relational capital (identification, trust,
reciprocity), and cognitive capital (shared language and shared vision), while the
motivation is divided into two, namely intrinsic motivation (enjoyment in helping
others) and extrinsic motivation (rewards and reputation). This research is
quantitative research, with respondent member of Female Daily community. Data
analysis method is done by descriptive analysis and Partial Least Square (PLS) to
prove hypothesis in this research. The results of this study found that enjoyment in
helping others, reputation, social interaction, trust, reciprocity, and shared language
influence knowledge sharing, but this research finds interesting findings where
rewards, identification, and shared vision do not affect knowledge sharing."
2017
T48414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himawan Pratama
"Program pengiriman calon perawat dan care worker Indonesia ke Jepang melalui kerangka Japan Indonesia Economic Partnership Agreement sejak 2008 merupakan lembaran baru bagi hubungan kedua negara. Lalu bagaimana media massa Jepang memaknai kedatangan tenaga kerja Indonesia ini? Melalui teori semiotika Roland Barthes penelitian ini berusaha menangkap representasi identitas para calon perawat dan care worker Indonesia dalam artikel-artikel berita pada salah satu media massa Jepang, The Asahi Shimbun Digital. Dengan analisis makna konotasi terhadap unsur kebahasaan dalam artikel berita The Asahi Shimbun Digital, penelitian ini menemukan bahwa representasi-representasi identitas yang ditampilkan melanggengkan ideologi-ideologi tertentu.

The sending of Indonesian nurse and care worker candidates since 2008 through the framework of Japan Indonesia Economic Partnership Agreement is a new chapter in the relations between the two countries. The question is how Japanese mass media interpret the migration of Indonesian labor to their country? By using Roland Barthes semiotics theory, this research captured the representation of identity of Indonesian nurse and care worker candidates identity in the news articles on one of the Japanese mass media, The Asahi Shimbun Digital. Through the analysis of connotative meanings of linguistic elements in the news articles, this research found that representations of identity perpetuate certain ideologies."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Amin Soetomo
"Penelitian ini menganalisis relasi kekuasaan antara media massa dengan terkonstruksinya identitas sosial melalui representasi media. Artikel jurnal mengenai media yang membentuk identitas disabilitas selama sepuluh tahun terakhir dikumpulkan dan diolah untuk menemukan kata-kata serupa yang digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana dan media apa yang membentuk identitas disabilitas. Diketahui bahwa representasi media dapat menjadi akselerator dan pencipta persepsi dan sikap publik. Dalam hal ini, representasi media tentang disabilitas bersifat negatif, mengakibatkan identitas disabilitas dikorelasikan dengan perbedaan, kecacatan, dan ketidakmampuannya. Hasil identitas ini menyebabkan individu dengan disabilitas mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-harinya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Firli Ashari
"Di Indonesia, komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih dianggap sebagai ancaman atas budaya nasional hingga penyebab terjadinya bencana alam. Kenyataan ini membuat mereka memilih menjadi diaspora di luar negeri. Jika demikian, bagaimana strategi komunitas LGBT diaspora Indonesia untuk mengartikulasikan identitasnya? Apa saja bentuk persekusi yang mereka terima? Penelitian ini mengeksplorasi strategi kedua anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia dalam menghadapi persekusi ketika mengartikulasikan identitasnya. Penelitian ini menemukan bahwa anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia mengartikulasikan identitasnya melalui TikTok dengan menunjukkan identitasnya secara gamblang sebagai pria gay. Selain itu, mereka juga menggunakan strategi lain seperti membuat video-video parodi tentang identitasnya sebagai pria gay, membuat video menari dan melakukan lip-sync dengan mengikuti lagu-lagu yang viral, menunjukkan kebersamaan dengan keluarganya, memperlihatkan keseharian yang tidak berhubungan dengan homoseksual, mengedukasi pengguna TikTok tentang aspek yang tidak berhubungan dengan homoseksual, menjelaskan momen-momen penting sebagai pria gay yang tinggal di negara yang melegalkan komunitas LGBT, hingga merespons secara serius pertanyaan atau pernyataan yang hadir dari netizen asal Indonesia. Artikulasi identitas yang menghasilkan persekusi ini dihadapi dengan menggunakan dua strategi: visibilitas sebagai gay dengan menjelaskan pandangan anggota komunitas LGBT tentang betapa “anehnya” penampilan atau perilaku mereka serta melakukan mock impoliteness sebagai upaya yang memerlukan interaksi berupa percakapan atau perilaku yang dapat dievaluasi sebagai ketidaksopanan oleh komunitas LGBT.

In Indonesia, the lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) community is still considered a threat to national culture and as a cause of natural catastrophes. As a result, many have chosen to migrate to other nations and become diasporas. How do LGBT Indonesian diaspora members articulate their identities in this instance? What sorts of persecution were they subjected to? This study investigates how two Indonesian LGBT diaspora individuals articulate their identities in response to persecution. This study found that gay men in the Indonesian diaspora utilize TikTok to articulate their identities. They also make parody videos about their gay men identities, dance and lip-sync to viral songs, show togetherness with their families, show aspects of daily life unrelated to homosexuality, educate TikTok users about non-homosexual aspects, explain significant moments as gay men living in a country where the LGBT community is legal, and take negativity seriously. Two strategies are employed to combat the articulation of identities that leads to persecution: visibility as gay by explaining how “strange” their appearance or behavior is in the eyes of the LGBT community and mock impoliteness by engaging in conversation or behavior that the LGBT community would consider impolite."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rivaldo Triska Kusuma
"Penelitian ini membahas konstruksi sosial komunitas daring penggemar Feel Koplo. Riset kualitatif ini menggunakan studi kasus Meledax Jakarta selaku kelompok daring penggemar Feel Koplo, yaitu joki disket yang menggubah musik arus utama dengan aransemen musik dangdut koplo. Dalam penelitian ini, penulis menggali bentuk kolektivitas penggemar budaya remix yang muncul di ruang digital, serta identitas yang terbentuk melalui media yang digunakan untuk memahami konstruksi sosial yang terbangun melalui komunitas daring. Berdasarkan wawancara mendalam dengan tujuh narasumber, hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota Meledax Jakarta mengidentifikasi diri sebagai pekerja prekariat yang mengalami ketidakpastian yang tinggi karena kasualisasi ketenagakerjaan. Mereka berkumpul karena adanya relevansi kesukaan terhadap dangdut koplo gubahan dan rasa sepenanggungan. Ruang digital mempermudah kolektivitas antar anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Sehingga identitas pekerja prekariat anggota Meledax Jakarta merupakan hasil dari konstruksi yang terbangun melalui kolektivitas di ruang digital.

This study discusses social construct of Feel Koplo online community. This qualitative research uses a case study of Meledax Jakarta as an online group of Feel Koplo fans, well known as a DJ who compose mainstream music with dangdut koplo arrangements. This study want to dig deeper the form of social construction built through online communities by explore their collectivity and their social identity. Based on in-depth interviews with seven informants, the results of the study showed that Meledax Jakarta members were among the precariate workers who experienced high uncertainty due to the casualization of labor. They gathered because they have relevance and feeling on the same boat. Digital space facilitates the collectivity of members to interact so that construction of precariate workers social identity is formed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shadika Mega Puspita Sari
"Film dapat digunakan untuk membaca potret masyarakat tertentu pada suatu ruang
dan waktu tertentu. Wholetrain ? sebuah film mengenai dua kelompok pelaku
graffiti di Jerman yang beradu menulis graffiti di gerbong kereta api, sementara
itu graffiti yang ditulis pada fasilitas umum dianggap merusak dan dilarang oleh
pemerintah. Skripsi ini membahas tentang bagaimana identitas pelaku graffiti
direpresentasikan dalam film ini

Abstract
Film is handled as a potrait of a culture in a particular situation. Wholetrain ? a
film narrated two groups graffiti writers in Germany had a battle to burn graffiti in
a whole train, meanwhile graffiti bombed in a public service is perceived as an
unclean and disallowed by the government. The focus of this study is to
understand how the identity of the graffiti writers is represented in this film"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurul Maliki
"Sebenarnya musik telah menjadi bagian dari hidup manusia selama berabad-abad lamanya. Musik lahir dari kecintaan manusia pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman-pengalaman hidupnya (Campbell, 1997: 142). Jika ditelaah kapan musik itu mulai tumbuh, mungkin jawabannya adalah ketika manusia terlahir di Bumi. Sebagai titik tolak, untuk pertama kali musik Progressive itu lahir dari ketidakpuasan, atau ingin mencari suatu bentuk baru yang di luar kebiasaan atau minat orang kebanyakan. Terjadinya akuiturasi dan asimilasi yang begitu kuat menyerang pada individu dan masyarakat, maka tercetuslah musik Progressive. Perkembangan musik aliran ini memang berasal dari Barat (Eropa). Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The Beatles dan The Beach Boys, band musik rock asal inggris, di mana mulai menggabungkan musik tradisional, musik kiasik, dan jazz ke dalam komposisi mereka, hal ini dikenal sebagai aliran musik rock Progressive (Progressive Rock).
Timbulnya musik-musik underground ini, khususnya yang beraliran Progressive merupakan suatu bentuk apresiasi seni musik yang jauh dari unsur kapitalisme. Hal ini terjadi karena saat ini seni tidak lagi dihargai menjadi sebuah nilai kesenian. Seni diukur hanya lewat uang belaka. Ringkasnya seni musik khususnya telah menjadi industri. Padahal suatu karya seni apapun jenisnya merupakan hasil suatu pemikiran yang otentik dan orisinil terhadap realita sosial yang tertuang melalui media baik lukisan, lagu, puisi dan sebagainya. Namun saat ini, hal itu mulai bergeser jauh, dimana orang hanya meniiai seni dengan 'uang semata' dan seperti pemyataan Walter Benjamin: 'Seni akan kehilangan auranya.' (dalam Connerton, 1980: 281).
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah wujud komunitas musik underground progressive melalui rekaman independent-nya merupakan wadah penolakan terhadap kapitalisme yang mengarah pada fetisisme (dari konsep Adomo dan Thornton), di mana dalam masyarakat modem saat ini tercipta masyarakat yang pasif dan terdoktrin pada keinginan ?pasar? sehingga membentuk suatu kesadaran palsu atas rasionalitas masyarakat. Paradigma kritis dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran kritis bersifat emansipatoris dan menggali fenomena yang mendalam. Proses pemahamannya tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan Iebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kuttural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tehnik observasi langsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Semua elemen yang terkandung dalam seluruh sistem produksi karya seni berada dalam lingkupan sosial-historis. Karya seni lahir dari sejarah seni dan sejarah masyarakat yang masing-masing punya sejarah sosial sendiri yang melibatkan relasi-relasi antar kelompok, kekuasaan institusi, konvensi-konvensi yang berlaku, serta perubahan setera masyarakat. Dengan demikian terbangun dua konsep pembentukan pasar dalam hal ini. Mereka adalah musik pada jalur mainstream dan musik pada jalur underground. Masing-masing memiliki misi yang berujung pada kapitalisme yang idealis. Konsep pertama menganggap bahwa sesuatu yang popular dapat menjadi sumber keuntungan karena mewakili homogenitas selera masyarakat dan selera masyarakat tersebut akan terbentuk dengan intensitas strategi penjuatan yang tinggi. Di lain pihak pada konsep yang kedua menganggap bahwa setera masyarakat seharusnya terbentuk atas dasar latar belakang individu atau kelompok secara natural tanpa intervensi kekuatan sebuah institusi sehingga karya yang tercipta akan semakin beragam, karena hakikat manusia yang unik dengan beragam pengalaman hidup yang berlainan merupakan anugerah yang tidak dapat dipungkiri. Kesadaran akan hat ini membentuk aliran musik yang segmental dalam sebuah komunitas yang berpegang pada rasionalitas akan kehendak bebas manusia dalam berkarya dengan mengesampingkan unsur komoditas dan pemasungan hak berkarya yang autentik.
Makna teoritis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua subkultur mengarah pada sesuatu yang menyimpang, namun memang tidak dapat dielakkan bahwa suatu komunitas ada karena adanya ketidakpuasan terhadap budaya dominan masyarakat. Melalui identitasnya yang menjunjung tinggi nilai kehendak bebas atas karya cipta dengan orisinalitas dan autentisitasnya menunjukkan bahwa dengan jelas mereka menentang adanya intervensi yang bertujuan komersial yang dimanipulasi. Dalam misinya komunitas ini lebih menunjukkan perlawanan dengan budaya dalam praktek kompromistis. Hal ini dilakukan karena komunitas ini sangat menjunjung kehendak bebas dan rasionalitas manusia. Sehingga perbedaan didasarinya dapat terjadi. Namun penolakannya terhadap kebijakan mainstream yang cenderung kolonialis tetap merupakan usaha yang harus dilakukan lewat rasionalisasi identitas komunitas melalui kesadaran masyarakat dalam rekaman karya-karyanya.

Apparently music has been a part of human life for centuries. Music is born from human love for life and is inspired by human thoughts of experiences (Campbell, 1997: 142). If we analyzed when music starts to develop, the answer might be when human starts to exist. As the background, progressive music is born from dissatisfaction or desire to find something that out of mainstream interest. The development of this music genre originated from the West (Europe). Born from Rock Musicians' experimentation, inspired by The Beatles and The Beach Boys, English Rock Bands; they start elaborating traditional music, classical music, and jazz to their composition. This thing is to be known as progressive rock music genre.
The existence of underground music, especially the one that have progressive genre is a form of musical art appreciation which far from capitalism factor. It is happened because nowadays art is no longer appreciated for its value but art is measured by mere money. For short, musical art has transformed into an industry. Instead of appreciation in art as a form of authentic and original thought, which is addressed to criticize the social realism such as paintings, songs, and poems; nowadays, art is appreciated as commodity.
The aim of the study is to investigate whether the underground progressive community with its independent recordings is a medium of rejection for capitalism, which swayed toward fetishism (Adomo and Thornton). Thus this modem society becomes passive and doctrines by the market, which has big influence to the false consciousness of the society; to elaborate the con-elation between these symptoms to its background. Therefore, critical paradigm and ethnographical method is applied to this study.
The findings show that all of the elements contained in the art production system are related to its social-historical background. Art is produced with in the society by its elements, such as histories, institutions, conventions, and also the governance. Therefore, it elicits two concepts of art. They are mainstream music (popular music) and underground music (progressive music), which are aimed to their idealistic capitalism. The first concept is to think that something popular can be the profit source because it represents the homogeneity of taste and that taste will be formed with high intensity marketing strategy. On the other side, in the second concept thinks that the society's taste should be formed based on the background of individual or groups in a natural way without any interventions so that, the resulting composition will have more varieties. The consciousness of this mater forms segmental music genre in a community, which deeply rooted in rationality of human freewill in making arts by disbanding co modification factors and inhibiting of authentic art creating rights.
The theoretical meaning of this study shows that not all subcultures geared toward deviation, but it is an undeniable fact that a community exists because dissatisfaction of society's dominate culture. Through their identity that upheld freewill value of arts with originality and authenticity shows clearly that they oppose any manipulated commercial interventions. In their mission, this community shows their opposition to compromised practice. These acts are done because the community upheld the freewill value and human rationality. Therefore, the rationalization of subculture identity has to be through their underground recordings."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>