Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Abas Ali
"Tesis ini membahas penafsiran hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam membuktikan terjadinya persekongkolan tender dengan menggunakan pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence) sebagai alat bukti yang dijadikan pertimbangan dan dasar hukum dalam memeriksa dan memutus perkara persekongkolan tender dan penafsiran hukum Badan Peradilan terhadap pendekatan pembuktian tidak langsung (indirect evidence). Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pembuktian perkara persekongkolan tender dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan memperluas penafsiran hukum terhadap unsur-unsur persekongkolan tender sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 maupun pedoman Pasal 22. Pembuktian terhadap penerapan unsur-unsur persekongkolan tender dimaksud juga menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) yang diinterpretasikan sebagai alat bukti petunjuk. Selanjutnya dalam proses pemeriksaan keberatan di tingkat Pengadilan Negeri dan pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung terdapat perbedaan penafsiran hukum terhadap unsur persekongkolan tender khususnya dalam konteks penerapan prinsip pembuktian dengan menggunakan alat bukti tidak langsung (indirect evidence). Dalam analisis penerapan alat bukti tidak langsung ini pertimbangan Badan Peradilan dilandasakan pada penafsiran bahwa dalam hukum persaingan usaha, bukti terjadinya persekongkolan tender dianggap cukup apabila ditemukan beberapa petunjuk atau bukti tidak langsung (indirec evidence) yang bersesuaian dengan beberapa peristiwa lainnya (plus factors).

This thesis discuss law interpretation of Business Competition Commission Supervisory in order to prove any tender conspiracy using indirect evidence approach as considerations and law base to examine and decide case of tender conspiracy and law interpretation of Judicature Institution against indirect evidence approach. This is normative juridical law research in analysis description using both rules and regulations approach and conceptual approach with qualitative data analysis technique. Research results indicated case evidence of tender conspiracy conducted by Business Competition Commission Supervisory and expansion of law interpretation of tender conspiracy elements either as referred to in Article 22 of Laws No.5 of 1999 or guidance of Article 22. Proving of such law interpretation of tender conspiracy elements also used indirect evidence interpreted as guide evidence. However, in objectionable examination process at District Court level and cessation examination at Court Supreme it had been found the difference of law interpretation against tender conspiracy elements, in context of evidence principles application using indirect evidence. In this case, the considerations of Judicature Institution based on interpretation that in law of business competition, the evidence of tender conspiracy is adequate or sufficient provided some guides or indirect evidences had been found as well as there are suitability with other events (plus factors).
"
Universitas Indonesia, 2013
T35456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Laskoro
"Skripsi ini membahas mengenai hukum acara pada persaingan usaha, alat bukti yang digunakan pada hukum acara persaingan usaha, pengertian tentang indirect evidence serta penggunaan indirect evidence untuk memutus perkara persaingan usaha. Termasuk upaya hukum yang dapat ditempuh pelaku usaha. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan penjabaran eksplanatoris. Penelitian ini dapat dijadikan landasan pemikiran untuk mengetahui mengenai sistem pembuktian pada hukum acara persaingan usaha, untuk mengetahui hubungan antara indirect evidence dengan alat bukti petunjuk, serta untuk mengetahui penggunaan indirect evidence di dalam prakteknya. Penelitian ini didasarkan pada Undang-undang No. 5 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menemukan bahwa untuk memutus perkara persaingan usaha, Majelis Komisi hanya menggunakan indirect evidence. Penelitian ini menyarankan bahwa indirect evidence harus digunakan bersama dengan satu alat bukti lain, serta agar diberikan definisi mengenai indirect evidence yang bisa dilakukan melalui Peraturan Komisi sehingga tidak menimbulkan multi tafsir.

This minithesis describes the business competition procedural law, evidence that can be use on business competition procedural law, the use of indirect evidence to bring in verdict business competition case, and also the relation of indirect evidence as a clue. This minithesis is qualitative research with explanatory explanation. This minithesis can be used as justification to know about authentication system on business competition procedural law. This research is based on the Act No. 5 of 1999 on Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and related legislations. The results found that to resolve business competition case, the Commission only use indirect evidence. This research suggests that indirect evidence have to use together with other evidences, and also the definitions of indirect evidence have to be made which can be done by Commission Rule in order to avoid multiple interpretations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S235
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Habiburrokhman
"Tantangan terbesar KPPU dalam menjalankan tugasnya adalah kian sulitnya melakukan pembuktian terhadap pelanggran hukum persaingan usaha. Kartel merupakan perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan persekongkolan tender yang dilarang berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun sulit untuk dibuktikan dengan alat bukti konvensional yang ada selama ini. Selain menggunakan bukti langsung, KPPU juga menggunakan indirect evidence dalam membuktikan kartel dan persekongkolan tender. Secara umum Indirect Evidence terdiri dari bukti komunikasi (Communication Evidence) dan Bukti Ekonomi (Economic Evidence).Tipe penelitian ini adalah penelitian normative, yang sumber utamanya adalah bahan hukum bukan fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Dalam perkara kartel minyak goreng, penggunaan indirect evidence oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung sedangkan dalam perkara Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan JAringan Air Bersih di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, penggunaan indirect evidence oleh KPPU dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 dan Yurisprudensi penggunaan indirect evidence dapat dilakukan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

The greatest challenge ever faced by KPPU in performing its duties is the increasing difficulty in proving a violation of the business competition law. Cartel, prohibited under Article 11 of Law No. 5 of 1999 and tender conspiracy, prohibited under Article 22 of Law No. 5 of 1999, are hard to prove using the existing conventional means of evidence. In addition to using direct evidence, KPPU also uses indirect evidence in proving the existence of cartel and tender conspiracy. In general, Indirect Evidence consists of Communication Evidence and Economic Evidence. This research was a normative research of which main sources were not social facts, as in a normative legal research, the studied materials are legal materials containing normative rules. In the case of cooking oil cartels, the Supreme Court rejected the use of indirect evidence by KPPU. Meanwhile, in the case of Conspiracy in Tender for Clean Water Network Works Package in the Subdistrict of Singkep, District of Lingga, Province of Riau Islands, the Supreme Court affirmed the use of indirect evidence. The reseach results indicate that, under Law No. 5 of 1999, KPPU Regulation No. 1 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2011 and Jurisprudence, the use of indirect evidence is allowable in Indonesia’s business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herminingrum
"Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di beberapa negara memiliki peranan yang penting dan merupakan penggerak roda perekonomian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh UMKM dalam meningkatkan peranannya dalam bidang ekonomi adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar melalui mekanisme kemitraan. Dalam hubungan kemitraan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menghadapi persaingan yang tidak sebanding diantara Usaha Besar dan UMKM akibat skala usaha yang lebih kecil dan posisi tawar yang lemah. Dalam rangka meningkatkan posisi tawar dari UMKM, terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen serta mencegah terjadinya penguasaan pasar oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut pelaksanaan kemitraan perlu diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha yaitu Komisi pengawas persaingan Usaha (KPPU). Amanat pengawasan pelaksanaan kemitraan melahirkan tugas dan kewenangan baru kepada KPPU untuk menjaga iklim usaha dan persaingan yang sehat khususnya dalam pelaksanaan kemitraan di Indonesia.

The development of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in some countries have an important role and is driving the economy. One effort that can be made by SMEs in enhancing its role in the economy is through partnerships with large company through a partnership mechanism. In a partnership relationship Micro, Small and Medium Enterprises face competition not comparable between Large Enterprises and SMEs due to the smaller scale enterprises and weak bargaining position. In order to improve the bargaining position of SMEs, the formation of market structure that ensures the growth of fair competition and protect consumers and prevent market domination by an individual or group that is detrimental to SMEs then passed Law No. 20 of 2008 on Micro, Small and medium and Government Regulation No. 17 of 2013 on the Implementation of Law No. 20 of 2008 on Micro, Small, and medium Enterprises under the provisions of the legislation implementing the partnership needs to be monitored in an orderly and organized by the institution established and tasked to oversee the Commission For Supervison Of Business Competition (KPPU). Supervision of the implementation of the mandate of the partnership spawned new duties and powers to the Commission to keep the business climate and fair competition, especially in the implementation of partnership in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama
"Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah untuk mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang kompetitif yaitu persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha. Salah satu larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah praktik kartel. Namun dalam pembuktiannya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengalami kesulitan menemukan bukti langsung, sehingga seringkali KPPU menggunakan bukti tidak langsung (indirect evidence) berupa bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Secara eksplisit, indirect evidence belum diatur secara tegas dalam pengaturan hukum pembuktian di Indonesia. Salah satu kasus kartel yang diselesaikan oleh KPPU dengan menggunakan indirect evidence adalah pada kasus kartel ban dengan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 yang kemudian dikuatkan dalam putusan Pengadilan Negeri dan putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan indirect evidence dalam penyelesaian sengketa kartel oleh KPPU dan pandangan Majelis Komisi KPPU, Hakim Pengadilan Negeri serta Hakim Mahkamah Agung terhadap penggunaan indirect evidence dalam putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka, yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Kedudukan indirect evidence dianggap hanya sebagai pendukung atau penguat terhadap bukti lain, sebagai alternatif apabila bukti langsung tidak dapat ditemukan. Penggunaan indirect evidence oleh KPPU dalam kasus kartel ban ini didasarkan atas bukti komunikasi berupa koordinasi/kesepakatan oleh beberapa perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dan bukti ekonomi melalui metode Harrington. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya mengakui bahwa indirect evidence adalah bukti yang sah dipergunakan dalam pembuktian kartel sepanjang tidak adanya bukti lain yang dapat melemahkan indirect evidence tersebut.

The objective of the establishment of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is to strive optimally the creation of competitive business competition that is fair business competition among business actors. One of the prohibitions of monopolistic practices and unfair business competition regulated in Law No. 5 of 1999 is the practice of cartels. However, in the proof, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) has difficulty finding direct evidence, so that KPPU often uses indirect evidence in the form of communication evidence and economic evidence. Explicitly, indirect evidence has not been explicitly regulated in the legal regulation of evidence in Indonesia. One of cartel cases resolved by KPPU by using indirect evidence is in the case of a tire cartel with KPPU Decision Number 08 / KPPU-I / 2014 which is then reinforced in the decision of the District Court and Supreme Court ruling. This research analyzes how the use of indirect evidence in cartel dispute settlement by KPPU and Commission KPPU Commission's opinion, District Court Judge and Supreme Court Judge against the use of indirect evidence in KPPU decision No. 08 / KPPU-I / 2014.
This research uses normative juridical approach with secondary data collection or library, then analyzed by qualitative method. The position of the indirect evidence shall be deemed merely as a support or reinforcement against other evidence, as an alternative if direct evidence can not be found. The use of indirect evidence by KPPU in the case of cartel ban is based on communication evidence in the form of coordination / agreement by some tire companies incorporated in Indonesian Ban Company Association (APBI) and economic evidence through Harrington method. The Supreme Court in its consideration acknowledges that indirect evidence is valid evidence to be used in."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvin Sianka Thedean
"Persekongkolan tender telah menjadi sebuah fenomena yang tidak asing dalam berbagai kasus persaingan usaha. Sulitnya pembuktian kasus persekongkolan tender disebabkan tidak adanya satupun perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Tujuan utama dari praktek persekongkolan tender tidak lain adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai dampak nyata, praktek persekongkolan tender telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan negara. Pengadilan Amerika memperkenalkan suatu metode untuk menghitung besar kerugian yang timbul sebagai dampak dari pelanggaran persaingan usaha. Metode ini dikenal dengan nama Metode Yardstick dan sering dipergunakan oleh Pengadilan Amerika dalam memutus beberapa kasus persaingan usaha. Metode ini sangat mungkin diterapkan dalam kasus persekongkolan tender serta diyakini dapat dijadikan sebagai indirect evidence dalam membuktikan adanya persekongkolan tender.

Tender conspiracy has become a familiar phenomenon in many cases of business competition. The difficulty of proving tender conspiracy availibility is just because none of the agreements set forth in written form by the parties. While in common the main purpose of tender conspiracy is gaining profits as much as possible. As the impact, tender conspiracy practices would bring a great loss of state finance. US Court introduced a method to calculate the damage in antitrust law's violation. This method is know as yardstick method and has been many times used to solve some antitrust violation's cases. Yardstick Method is very possible to be implemented in case of tender conspiracy and is believed to be as indirect evidence in proving tender conspiracy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43072
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Bayu Putra Setiono
"Indirect Evidence digunakan oleh KPPU sebagai bukti utama untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antara para pelaku usaha minyak goreng sawit yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan indirect evidence masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menguraikan indirect evidence yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel minyak goreng. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Peraturan mengenai indirect evidence harus diatur lebih jelas dan terperinci di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 sehingga putusan KPPU dapat diperkuat di tingkat banding maupun kasasi. Di samping itu Hakim/Hakim Agung di tingkat Pengadilan Negeri dan Kasasi hendaknya tidak bersikap rigid dan legalistik dengan hanya menggunakan sistem pembuktian yang sifatnya konvensional. Hakim/Hakim Agung seharusnya tidak hanya mengacu pada Undang-Undang saja melainkan juga dengan menggunakan penafsiran-penafsiran hukum yang bertujuan untuk keadilan.

Indirect evidence is used by KPPU as the primary evidence to prove the existence of a written agreement between the businessmen suspected of palm oil cartel. However, on the one hand, the use of indirect evidence is still being debated in Indonesia, because in addition to containing ambiguity, its use has not been set explicitly in the Indonesian legal system. This thesis will describe the indirect evidence used by KPPU to prove the allegations of palm oil cartel. This study is a normative legal research using qualitative analysis. Regulations on indirect evidence should be arranged more clearly and in more detail in the Act No. 5 of 1999 to strengthened the verdict of KPPU when appealing in district court as well as in supreme court. In addition, Judge / Supreme Court Judge at the District and Supreme Court should not be rigid and too focus on the regulation using only conventional system of evidentiary. Judge / Supreme Court Judge should not only refer to the Act alone but also refers to the use of interpretations of law aimed at justice.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zealabetra Mahamanda
"Skripsi ini membahas tentang praktek kartel dan penetapan harga yang diduga dilakukan oleh delapan perusahaan semen di Indonesia. Dugaan tersebut diperkuat dengan terjadinya hambatan pasokan yang menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga jual akan produk semen semen di Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, dugaan kartel tersebut tidak terbukti. KPPU tidak dapat membuktikan bahwa pelaku usaha telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu, tidak terdapat adanya petunjuk perjanjian pengaturan harga, perjanjian pengaturan pemasaran dan perjanjian kartel dalam kasus ini. Alhasil, dugaan terjadinya praktek kartel dan penetapan harga tidak terbukti. Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tujuan menganalisis putusan KPPU No. 01/KPPU-I/2010 berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010.

This thesis analyzes the presumption of cartel practices and price fixing by the eight cement company in Indonesia. This presumption is being strengthened by supply barrier which caused scarcity and raise the sell price of the cement product. KPPU couldn't prove that cement industry participants were breaking the article 5 and article 11 Regulation Number 5 Year 1999. Beside that, there is no evidences and indication about price fixing agreement, market sharing agreement and cartel agreement. As a result, this cartel and price fixing practices presumption hasn't proven. In process of writing this thesis, writer is using legal research methode to analyzing KPPU decision Number 01/KPPU-I/2010 based on the Law Number 5 Year 1999 and Comission Regulation Number 4 year 2010. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S448
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Bambang Pratama
"Praktik pembuktian keberadaan suatu kartel bukanlah merupakan hal yang mudah. Hal ini dikarenakan kasus kartel jarang atau tidak memiliki bukti langsung (direct evidence), mengingat pada umumya perjanjian kartel tidak dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Dikarenakan kesulitan tersebut, munculnya praktik penggunaan indirect evidence sebagai alat bukti pun banyak dilakukan di berbagai negara, didasari pertimbangan bahwa memang sulit memperoleh bukti langsung dari praktik kartel. Indirect Evidence berarti bukti tersebut tidak secara langsung mendeskripsikan istilah perjanjian, namun bisa dalam bentuk menfasilitasi adanya perjanjian, atau pertukaran informasi Pada praktiknya, indirect evidence yang digunakan oleh KPPU adalah hasil analisis terhadap hasil pengolahan data yang mencerminkan terjadinya kartel. Dalam Putusan KPPU 24/KPPU-I/2009, KPPU hanya menggunakan indirect evidence sebagai alat bukti tunggal, KPPU menganalisa bahwa indirect evidence dalam kasus kartel minyak goreng ini adalah pertemuan dan/atau komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dilakukan oleh para produsen minyak goreng yang membahas mengenai harga, kapasitas produksi, dan struktur biaya produksi yang disinyalir mengarah kepada perjanjian kartel dan perilaku produsen minyak goreng yang mencerminkan adanya price paralellism. Namun dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan indirect evidence sebagai alat bukti tunggal didalam Putusan KPPU tidak cukup kuat untuk membuktikan terjadinya kartel. Bahwa untuk melihat telah terjadinya kartel, indirect evidence harus didukung alat bukti lain serta keterangan ahli sehingga pada akhirnya indirect evidence akan menjadi bukti yang kuat dan dapat mengungkap kartel ataupun tindak persaingan usaha tidak sehat lainnya.

Practice of proving the existence of a cartel is not easy. it is caused by cartel cases rarely or do not have direct evidence. Generally, the cartel agreement doesn?t based on a written agreement. Due to these difficulties, the rise of the practice of the use of indirect evidence as evidence was mostly done in various countries, based on the consideration, it is difficult to obtain the direct evidence of cartel practices. Indirect Evidence means evidence is not directly describe the terms of the agreement, but it could be inside the form of facilitating the existence of an agreement , or the exchange of information. In fact, indirect evidence used by the Commission that was the result of an analysis of the data processing that reflects the carte . In Law 24/KPPU-I/2009 Commission's Decision, the Commission uses only indirect evidence as the sole evidence.The Commission analyzes that indirect evidence in the case of the oil cartel is meeting and /or good communication, directly or indirectly made by the manufacturer of the oil producers discussing about the price, capacity, and cost structure that allegedly led to the cartel agreement and the behavior of oil producers that reflects the price paralellism. However, in this study it can be concluded that the use of indirect evidence as the sole evidence in the Commission's decisions are not strong enough to prove the cartel. To see that there has been a cartel, indirect evidence must be supported other evidence and expert testimony indirect evidence that in the end will be strong evidence and can uncover cartels or other unfair competition acts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>