Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171175 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annissatul Fitria
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) wajib menerapkan pedoman teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam pelaksanaan distribusi obat dan/ atau bahan obat, salah satu bagiannya adalah bangunan dan peralatan. Bangunan sebagai tempat penyimpanan perlu dilakukan pengendalian terhadap parameter suhu untuk menjaga suhu pada area penyimpanan tetap sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan agar obat dan/atau bahan obat selalu dalam kondisi yang baik dan terjamin kualitasnya, terutama untuk produk yang memerlukan suhu khusus seperti produk rantai dingin (Cold Chain Produk/CCP). Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui suhu terendah dan tertinggi saat pemantauan mingguan pada cold room dan cool room yang dilaksanakan dari tanggal 5 - 11 Desember 2022 pada PT. Enseval Putera Megatrading DC-3 Cikarang. Berdasarkan hasil pemantauan suhu pada cold room yang memiliki dua chiller, chiller bagian atas memiliki suhu minimum sebesar 2,8⁰C dan suhu maksimum sebesar 6,0⁰C, sedangkan pada chiller bagian bawah memiliki suhu minimum sebesar 4,4⁰C dan suhu maksimum sebesar 5,4⁰C. Pemantauan suhu pada cool room memberikan hasil bahwa suhu minimum sebesar 21,3⁰C dan suhu maksimum sebesar 23,0⁰C. Dapat disimpulkan bahwa hasil monitoring suhu mingguan pada cold room dan cool room sudah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, yaitu pada rentang 2 – 8⁰C untuk cold room dan 15 – 25⁰C untuk cool room.

Pharmaceutical Wholesalers (PBF) are required to implement the Good Drug Distribution Practices (CDOB) technical guidelines in the implementation of drug and/or drug substance distribution, one of which is building and equipment. The building as a storage area needs to control temperature parameters to maintain the temperature in the storage area in accordance with the requirements required so that drugs and/or medicinal substances are always in good condition and quality guaranteed, especially for products that require special temperatures such as cold chain products (CCP). The purpose of writing this report is to find out the lowest and highest temperatures during weekly monitoring in cold rooms and cool rooms which will be carried out from 5 - 11 December 2022 at PT. Enseval Putera Megatrading DC-3 Cikarang. Based on the results of temperature monitoring in the cold room which has two chillers, the upper chiller has a minimum temperature of 2.8⁰C and a maximum temperature of 6.0⁰C, while the lower chiller has a minimum temperature of 4.4⁰C and a maximum temperature of 5.4⁰C. Temperature monitoring in the cool room gives the result that the minimum temperature is 21.3⁰C and the maximum temperature is 23.0⁰C. It can be concluded that the results of weekly temperature monitoring in the cold room and cool room are in accordance with predetermined requirements, namely in the range of 2 – 8⁰C for cold rooms and 15 – 25⁰C for cool rooms."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaini
"Bahan baku merupakan bahan yang biasanya digunakan dalam proses pembuatan produk jadi yang perlu melalui tahap uji untuk mengkonfirmasi bahwa bahan baku tersebut memang sesuai dengan standar yang ada dan sesuai dengan klaimnya untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan pada sediaan farmasi seperti pada kasus tercemarnya sediaan farmasi sirup akibat pelarut yang digunakan tercemar oleh Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). BPOM mengharuskan semua bahan baku obat dapat menyesuaikan aturan Farmakope Indonesia. PT. Tatarasa Primatama sebagai PBF bahan baku obat perlu menyesuaikan kualifikasi bahan baku yang didapat atau diimpor dari luar negeri dengan standar yang berlaku yang ada di Indonesia. Kualifikasi bahan baku obat yang didapat dari supplier luar negeri biasanya mengacu pada parameter yang ada di United States Pharmacopeia. Perlu dilakukan perbandingan parameter yang ada di antara United States Pharmacopeia dan dan Farmakope Indonesia VI mengenai uji kuantitatif dan kualitatif suatu bahan baku obat untuk menyesuaikan dengan peraturan BPOM. Perbedaan parameter uji pada prosedur dan spesfikasinya antara USP 44 dan FI VI dikarenakan kondisi, suhu, serta cuaca masing – masing wilayah negara yang berbeda – berbeda. Parameter uji yang mempunyai prosedur dan spesifikasi yang berbeda dapat dipilih dengan memilih prosedur dan spesifikasi yang lebih lengkap, lebih tepat dan lebih ketat diantara USP 44 dan FI VI. Parameter uji yang terdapat pada FI VI tetapi tidak terdapat pada USP dapat dilakukan penambahan uji oleh PBF bahan baku obat itu sendiri.

Raw materials are substances typically used in the production of finished products that need to undergo testing to confirm their compliance with existing standards and claims to avoid undesired incidents in pharmaceutical preparations, such as the contamination of syrup preparations due to solvents tainted with Ethylene Glycol (EG) and Diethylene Glycol (DEG). BPOM (Indonesian FDA) requires all drug raw materials to conform to the Indonesian Pharmacopoeia standards. PT. Tatarasa Primatama, as a pharmaceutical raw material distributor, must ensure that the qualifications of raw materials obtained or imported from abroad comply with Indonesian standards. The qualification of drug raw materials obtained from international suppliers usually refers to parameters in the United States Pharmacopeia (USP). It is necessary to compare the quantitative and qualitative test parameters between the United States Pharmacopeia and the Indonesian Pharmacopoeia VI to align with BPOM regulations. Differences in test parameters in procedures and specifications between USP 44 and FI VI are influenced by varying conditions, temperatures, and climates in different countries. Test parameters with differing procedures and specifications can be selected by opting for procedures and specifications that are more comprehensive, precise, and stringent between USP 44 and FI VI. Parameters found in FI VI but not in USP may require additional testing by the pharmaceutical raw material distributor themselves.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Artha Rani
"

Pharmaceutical disributor is one of the parties distributing pharmaceutical products including Cold Chain Products (CCP). Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Jakarta 3 Branch is one of the PBFs that distributes CCP to various health care facilities. Therefore, KFTD Jakarta 3 must have a distribution procedure that can guarantee the stability of the distributed CCP. In order to ensure the ability of the distribution process to maintain product stability, it is necessary to validate the CCP distribution process from KFTD Jakarta 3."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Proses operasional di PBF merujuk kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk obat, dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) untuk alat-alat kesehatan. Jenis produk obat yang disalurkan oleh PBF antara lain obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, psikotropika, prekursor farmasi, obat-obat tertentu (OOT), dan produk rantai dingin. Diantara produk tersebut, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu merupakan produk obat yang memiliki ketentuan khusus dalam hal penyalurannya, dimana ketentuan tersebut hampir mirip dengan ketentuan penyaluran produk narkotika dan psikotropika. Alur operasional produk prekursor dan OOT meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pengadaan prekursor dan obat-obat tertentu dilakukan dengan pemesanan ke gudang induk yang harus disertai surat pesanan dengan format khusus. Selanjutnya, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu diterima dan dilakukan pengecekan fisik dan kesesuaian dengan surat pesanan. Produk obat yang sudah lolos pengecekan disimpan diruangan khusus yang memiliki sistem pintu ganda, dilengkapi tempat khusus untuk karantina obat, termometer suhu ruang, dan juga terdapat kartu stok untuk mendokumentasikan setiap pengeluaran dan penerimaan obat. Penyaluran prekursor farmasi dan obat-obat tertentu hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari apoteker penanggung jawab instansi pelanggan (RS, apotek, klinik), atau dari Tenaga Teknis Kefarmasian (bagi toko obat). Apabila terjadi kehilangan selama proses pengiriman, APJ wajib melapor ke BPOM dengan melampirkan berita acara lengkap dengan surat kehilangan dari pihak kepolisian. Pelaporan prekursor farmasi dan obat-obat tertentu dilakukan setiap bulan ke kemenkes dan BPOM melalui melalui situs e-report PBF dan e-was BPOM. 

The operational process at PBF refers to Good Medicine Distribution Methods (CDOB) for medicines, and Good Medical Device Distribution Methods (CDAKB) for medical devices. The types of medicinal products distributed by PBF include over-the-counter drugs, limited over-the-counter drugs, hard drugs, narcotics, psychotropics, precursors, certain drugs (OOT), and cold chain products. Among these products, pharmaceutical precursors and certain drugs are medicinal products that have special provisions regarding their distribution, which are almost similar to that of narcotic and psychotropic products. The operational flow of precursor and OOT products includes procurement, receiving, storage, distribution and reporting. Procurement of precursors and certain medicines is carried out by ordering from the main warehouse which must be accompanied by an order letter in a special format. Next, pharmaceutical precursors and certain drugs are received and carried out physical checks and compliance with the order letter. Medicinal products that have passed inspection are stored in a special room that has a double door system, equipped with a special place for drug quarantine, a room thermometer, and also stock card to document every drug dispensed and received. Distribution of pharmaceutical precursors and certain medicines can only be carried out based on an order letter from the pharmacist in charge of the customer agency (hospital, pharmacy, clinic), or from Pharmaceutical Technical Personnel (for drug stores). If a loss occurs during the delivery process, the pharmacist in charge is required to report to BPOM by attaching an official report complete with a letter of loss from the police. Report of pharmaceutical precursors and certain drugs is carried out every month to the Ministry of Health and BPOM via the PBF e-report site and BPOM e-was."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mellynia Tri Sugiarti
"Apoteker penanggung jawab yang bekerja di bidang distribusi baik alat kesehatan maupun obat-obatan bertanggung jawab dalam proses distribusi di pedagang besar farmasi serta memastikan bahwa tiap personil dalam proses tersebut tidak dibebani tanggung jawab berlebihan serta menyediakan aturan yang sesuai untuk memastikan bahwa manajemen dan personil tidak memiliki konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan, dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan. Sebagai regulator dalam bisnis di bidang pedagang besar farmasi, apoteker penanggung jawab perlu memastikan bahwa aspek managerial berjalan dengan baik, terutama pemenuhan hak asasi manusia pada pihak-pihak terkait alur distribusi di perusahaan, baik karyawan, pelanggan, pemasok, maupun masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Hak asasi manusia merupakan hak yang telah dimiliki manusia sejak manusia lahir hingga hari akhirnya nanti dan melekat pada diri tiap insan. Dalam proses perumusan kebijakan hak asasi manusia untuk PT. Tatarasa Primatama sebagai perusahaan pedagang besar farmasi bahan obat, perlu memerhatikan proses keberlangsungan kegiatan bisnis yang dilakukan di suatu perusahaan serta faktor humaniora yang terdiri dari faktor internal berupa para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun faktor eksternal berupa pihak-pihak terkait yang turut berperan dalam proses keberlangsungan bisnis. Pihak-pihak tersebut hendaknya memiliki pemenuhan terkait hak asasi manusia yang dimiliki ditinjau dari berbagai pandangan, baik pemenuhan hak sosial, ekonomi, dan budaya pada karyawan berupa hak atas pekerjaan, hak atas upah, dan hak atas kesehatan dan keselamatan kerja.

The responsible pharmacist who works in distribution process at medical devices and medicines is responsible for the process at pharmaceutical wholesalers and ensures that each personnel in the process is not burdened with excessive responsibility and provides appropriate rules to ensure that management and personnel do not have conflicts of interest in commercial, political, financial, and other pressures that can affect the quality of service. As regulator in the pharmaceutical wholesaler business, the responsible pharmacist needs to ensure that the managerial aspects run well, especially the fulfillment of human rights for parties related to distribution process in the company, both employees, customers, suppliers, and community around there. Human rights are rights that have been owned by humans since humans were born until the end and are inherent in every human being. In the process of formulating human rights policies for PT. Tatarasa Primatama as pharmaceutical drug materials wholesaler company, needs to pay attention to the process of continuity of business activities carried out in a company as well as humanities factors which consist of internal factors in the form of employees working in the company and external factors in the form of related parties who participate role in the process of business continuity. These parties should have fulfillment related to human rights from various perspectives, both the fulfillment of social, economic and cultural rights for employees in the form of the right to work, the right to wages, and the right to work health and safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Maulinda Sari
"PT KFTD merupakan Pedagang Besar Farmasi yang memiliki izin untuk menyalurkan obat keras golongan narkotika. Evaluasi pemesanan obat golongan narkotika dilakukan berdasarkan ketetapan yang berlaku di PT KFTD. Evaluasi kewajaran jumlah dan frekuensi ini selanjutnya digunakan sebagai acuan bagi apoteker penanggung jawab KFTD dalam melakukan penilaian penerimaan pesanan narkotika dari outlet terkait.Penilaian awal status kewajaran pemesanan dilakukan dengan membandingkan histori pembelian aktual obat Fentanyl (PCC) dari Outlet X selama periode September 2021 – September 2022 kepada PBF KFTD Cabang Bekasi tiap bulannya dengan rata-rata pembelian obat yang didapat dari big data milik PT KFTD.Penjualan obat Fentanyl PCC menempati penjualan tertinggi untuk obat golongan narkotika di PT KFTD Cabang Bekasi, yaitu mencapai 53,265% selama periode September 2021 – September 2022. Penjualan obat Fentanyl dilakukan kepada 90 outlet mitra kerja dengan Outlet X merupakan outlet dengan frekuensi pembelian terbanyak yaitu 2.216 dus @ 5 ampul dalam setahun.Penilaian kewajaran pesanan narkotika yang diterima oleh PBF KFTD Cabang Bekasi harus dilakukan dengan membandingkan riwayat pembelian sebelumnya disertai dengan melakukan kunjungan audit langsung ke outlet mitra kerja terkait.

PT KFTD is a Pharmaceutical Distributor who has a permit to distribute narcotic hard drugs. Evaluation of orders for narcotic class drugs is carried out based on the provisions in force at PT KFTD. The evaluation of the reasonableness of the quantity and frequency is then used as a reference for the pharmacist in charge of the KFTD in assessing the acceptance of narcotics orders from related outlets. The initial assessment of the reasonableness of the order status is carried out by comparing the history of actual purchases of Fentanyl (PCC) drugs from Outlet X during the period September 2021 - September 2022 to PBF KFTD Bekasi Branch each month with an average purchase of drugs obtained from PT KFTD's big data. Sales of Fentanyl PCC drugs occupy the highest sales for narcotic drugs at PT KFTD Bekasi Branch, reaching 53.265% during the period September 2021 - September 2022. Fentanyl drug sales are carried out to 90 partner outlets with Outlet X being the outlet with the highest frequency of purchases, namely 2,216 boxes @ 5 ampoules in a year. An assessment of the fairness of narcotics orders received by PBF KFTD Bekasi Branch must be carried out by comparing the history of previous purchases accompanied by making direct audit visits to related partner outlets."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syahda Nariswari
"Working condition merupakan hubungan antara pekerjaan dan hubungan kerja yang mencangkup (jam kerja, waktu kerja, waktu istirahat, jadwal kerja), kondisi fisik dan tuntutan mental di tempat kerja. Working condition sangat penting dalam suatu organisasi/ Perusahaan. PT Tatarasa Primatama merupakan salah satu Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ataubahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan penulisan dan penyusunan ini mengkaji suatu dokumen working condition untuk menciptakan suatu lingkungan yang suportif untuk karyawan dalam bekerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan CDOB yang ada. Penyusunan dokumen working condition pada BPFBO PT. Tatarasa Primatama dilakukan dengan literature review dengan mengumpulkan referensi mengenai working condition pada beberapa instansi kemudian menyesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan peraturan yang berlaku. Hal-hal yang perlu di terapkan mengenai Working Condition meliputi ruang lingkup, personalia karyawan, pengupahan, waktu kerja, kondisi fisik dan mental, fasilitas keja, perlindungan data pribadi, komunikasi sosial, lingkungan kerja, diskriminasi dan pelecehan, kompensasi BPJS. Kemudian dari dokumen yang telah disusun dilakukan evaluasi terhdapa kondisi mengenai Working Condition di PT Tatarasa Primatama. Penerapan working condition dengan baik dan benar mempengaruhi kinerja para karyawan sehingga lebih produktif dan efisien sehingga output pekerjaan yang dihasilkan lebih baik hal ini berpengaruh baik terhadap perusahaan.

Working conditions are the relationship between work and work relationships that include (working hours, working time, rest time, work schedule), physical conditions and mental demands in the workplace. Working conditions are very important in an organization / company. PT Tatarasa Primatama is one of the Pharmaceutical Wholesalers, hereinafter abbreviated as PBF is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute drugs and / or change drugs in large quantities in accordance with statutory provisions. The purpose of this writing and preparation is to review a working condition document to create a supportive environment for employees to work in accordance with existing Government Regulations and CDOB. The preparation of working condition documents at BPFBO PT Tatarasa Primatama was carried out by literature review by collecting references regarding working conditions in several agencies and then adjusting to conditions in Indonesia and applicable regulations. Matters that need to be applied regarding Working Conditions include scope, employee personnel, wages, working time, physical and mental conditions, work facilities, personal data protection, social communication, work environment, discrimination and harassment, BPJS compensation. Then from the documents that have been prepared, an evaluation of the conditions regarding Working Conditions at PT Tatarasa Primatama is carried out. The application of working conditions properly and correctly affects the performance of employees so that they are more productive and efficient so that the resulting work output is better, this has a good effect on the company."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Syaharani Putri Kusumowardhani
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Salah satu tugas apoteker di PBF adalah memastikan penerapan CDOB dijalankan. Untuk memahami tugas tersebut, dilakukan analisis GAP terkait proses distribusi sediaan psikotropika di National Distribution Center (NDC) dengan pedoman CDOB. Dilakukan perbandingan terkait proses pendistribusian produk psikotropika yang diterapkan di NDC dengan CDOB, lalu ditarik kesimpulan mengenai kesesuaian penerapannya. Dari analisis yang dilakukan, dapat diketahui bahwa aktual proses distribusi produk psikotropika di National Distribution Centre PT. Anugerah Pharmindo Lestari dimulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran telah terlaksana dengan baik sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020.

Major Pharmaceutical Suppliers (PBF) are required to implement the Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB). One of the duties of the pharmacist at PBF is to ensure that CDOB is implemented. To understand this task, a GAP analysis was carried out regarding the process of distributing psychotropic preparations at the National Distribution Center (NDC) with CDOB guidelines. Comparisons were made regarding the process of distributing psychotropic products implemented in NDC and CDOB, then conclusions were drawn regarding the suitability of their application. From the analysis carried out, it can be seen that the actual process of distributing psychotropic products at the National Distribution Center of PT. Anugerah Pharmindo Lestari starting from reception, storage, and distribution has been carried out properly by the Regulation of the Food and Drug Supervisory Agency Number 6 of 2020."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisandy Ramadhanti
"Vaksin merupakan unsur biologis yang memiliki karakteristik khusus dan sensitif terhadap temperatur, vaksin rentan mengalami penurunan mutu dan efektivitas apabila terpapar oleh temperatur yang tidak sesuai dengan karakteristik temperatur penyimpanan yang telah dipersyaratkan. Upaya dalam menjaga mutu dan efektivitas vaksin tidak semata-mata hanya ditentukan dari cara vaksin diproduksi dengan baik dan benar, tetapi salah satu urgensi yang dapat menjadi titik kritis penentuan mutu dan efektivitas vaksin yaitu perlakuan selama proses pengelolaan. PBF berperan penting dalam mengelola vaksin mulai dari penerimaan, penyimpanan hingga pendistribusian vaksin ke berbagai fasilitas kesehatan. Sebelum vaksin didistribusikan, vaksin akan melalui proses penyimpanan pada alat berupa chiller. Selama proses penyimpanan, perlu dilakukan pemantauan suhu vaksin secara berkala. Pemantauan suhu secara berkala berkaitan erat dengan alat yang digunakan selama proses penyimpanan vaksin yaitu chiller. Penggunaan chiller sebagai alat penyimpanan vaksin harus melalui tahap validasi sesuai persyaratan yang telah ditetapkan yaitu dapat mempertahankan suhu penyimpanan antara 2-8°C. Hal ini bertujuan sebagai acuan standar operasional selama proses penyimpanan vaksin berlangsung. Melalui tugas khusus ini dapat diketahui bahwa chiller yang digunakan selama proses penyimpanan produk vaksin di PT. Kimia Farma Trading & Distribution Cabang Jakarta 1 telah valid dan mampu mempertahankan kestabilan suhu pada rentang 2-8°C selama jangka waktu ± 20 jam bahkan lebih apabila chiller dalam kondisi dinyalakan.

Vaccines are biological elements that have special characteristics and are sensitive to temperature, vaccines are prone to decreasing quality and effectiveness when exposed to temperatures that do not match the required storage temperature characteristics. Efforts to maintain vaccine quality and effectiveness are not solely determined by how vaccines are produced properly and correctly, but one of the urgency that can become a critical point in determining vaccine quality and effectiveness, namely treatment during the management process. PBF plays an important role in managing vaccines from receipt, storage to distribution of vaccines to various health facilities. Before the vaccine is distributed, the vaccine will go through a storage process in a chiller. During the storage process, it is necessary to periodically monitor the temperature of the vaccine. Periodic temperature monitoring is closely related to the equipment used during the vaccine storage process, namely the chiller. The use of a chiller as a vaccine storage device must go through a validation stage according to predetermined requirements, namely being able to maintain a storage temperature between 2-8°C. This is intended as a reference for operational standards during the vaccine storage process. Through this special assignment, it can be seen that the chiller used during the process of storing vaccine products at PT. Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta Branch 1 is valid and able to maintain temperature stability in the range of 2-8°C for a period of ± 20 hours or more if the chiller is turned on."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisandy Ramadhanti
"Obat merupakan bagian vital dalam setiap proses pelayanan kesehatan. Dengan adanya pemberian obat pada setiap proses pelayanan kesehatan, besar harapan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien dapat sembuh. Dalam upaya menjamin ketersediaan obat yang bermutu, maka dapat diwujudkan dalam bentuk pengelolaan obat secara baik dan benar. Pengelolaan obat meliputi serangkaian proses dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian hingga pencatatan dan pelaporan. Perencanaan obat merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang telah melalui proses rekapitulasi. Perencanaan yang baik dapat dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kefarmasian meliputi pengetahuan serta ketrampilan yang memadai tentang perencanaan obat. Melalui tugas khusus ini dapat diketahui bahwa Rencana Kebutuhan Obat di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan dilakukan dengan rekapitulasi perhitungan menggunakan metode konsumsi dengan memperkirakan kebutuhan obat selama 1 (satu) tahun dan memperkirakan harga obat sesuai pada e-catalogue, sehingga diperoleh jumlah total anggaran yang dibutuhkan untuk 96 item obat pada tahun anggaran 2022 sekitar Rp714.745.231,00.

Drugs are a vital part of every health care process. With the administration of drugs in every health service process, there is great hope that the illness suffered by the patient can be cured. In an effort to guarantee the availability of quality drugs, this can be realized in the form of good and correct drug management. Drug management includes a series of processes from planning, procurement, storage, distribution to recording and reporting. Drug planning is an activity that aims to determine the type and amount of drugs according to the needs of the community which has gone through a recapitulation process. Good planning can be influenced by the ability of pharmaceutical staff including adequate knowledge and skills regarding drug planning. Through this special assignment, it can be seen that the Drug Needs Plan at the Grogol Petamburan Subdistrict Health Center is carried out by recapitulating calculations using the consumption method by estimating drug needs for 1 (one) year and estimating drug prices according to the e-catalogue, so that the total budget needed for 96 items of medicine in the 2022 fiscal year around IDR 714,745,231.00."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>