Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pangaribuan, Ribka Arthauli
"Pemerintah telah menerbitkan kebijakan untuk mereformasi sektor keuangan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan di Sektor Keuangan. Undang-Undang ini mengubah sejumlah pasal dalam 17 (tujuh belas) perundang-undangan di sektor keuangan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan serta perundang-undangan lainnya. Dalam pasal 8B Undang-Undang PPSK menjadikan Otoritas Jasa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan pemerintah menambahkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit dan pkpu dan pelaksanaan mekanisme penambahan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam kewenangan OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap pelaku usaha jasa keuangan didasari atas urgensi untuk meningkatkan sektor keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, stabil dan dapat dipercaya karena OJK yang mengetahui kondisi keuangan dan sektor keuangan secara keseluruhan. Hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku usaha jasa keuangan dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelaku usaha jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran penting untuk mengeluarkan peraturan pelaksana sebagimana dengan pertambahan kewenangannya. Undang-Undang PPSK belum mencantumkan peraturan pelaksana sehingga Otoritas Jasa Keuangan dapat mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang lebih tinggi yaitu dengan mengacu pada Undang-Undang OJK dan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

The government has issued a policy to reform the financial sector by enacting Law Number 4 of 2023 concerning Development and Strengthening in the Financial Sector. This law amends a number of articles in 17 (seventeen) laws in the financial sector, including Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations and Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority and other laws. Article 8B of the PPSK Law stipulates that the Financial Services Authority is the only institution that can apply for a declaration of bankruptcy against Financial Services Business Actors. The purpose of this study is to find out the government's considerations for adding the authority of the Financial Services Authority in submitting requests for bankruptcy and pkpu statements and the implementation of the mechanism for increasing the authority of the Financial Services Authority. The research method used is a qualitative research method with a normative juridical research type and uses analytical descriptive. The results of the research show that it is within the authority of the OJK to submit requests for bankruptcy and PKPU statements against financial service business actors based on the urgency to improve the financial sector which can support strong, balanced, stable and trustworthy economic growth because the OJK knows financial conditions and the financial sector as a whole. This is also to ensure legal certainty and justice for financial service business actors and also to increase public trust in financial service business actors. The Financial Services Authority has an important role to issue implementing regulations in line with the increase in its authority. The PPSK Law does not include implementing regulations so that the Financial Services Authority can follow the provisions in a higher Law, namely by referring to the OJK Law and the Bankruptcy Law and PKPU."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Calvin Nathanael
"Tulisan ini membahas tentang kepailitan BUMN menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Untuk memahami cara mengajukan pailit pada BUMN di Indonesia, syarat permohonan pailit, jenis-jenis BUMN, karakteristik BUMN dan pihak-pihak yang dapat mengajukan pailit berdasarkan UU KPKPU juga dibahas. Tulisan ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Selanjutnya, temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa, kreditor selain Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 2 ayat (5) UU BUMN, jika BUMN berbentuk perseroan terbatas, dapat langsung mengajukan kepailitan. Penelitian ini diharapkan mampu memberi jawaban mengenai kepailitan pada BUMN berdasarkan UU KPKPU.

This thesis discusses the bankruptcy of BUMN according to Law no. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. To understand how to file for bankruptcy with BUMN in Indonesia, the requirements for bankruptcy applications, types of SOEs, characteristics of BUMN and parties who can file for bankruptcy under the KPKPU Law are also discussed. This paper was written using the normative legal writing method to produce analytical descriptive data. Furthermore, the findings of this study conclude that creditors other than the Minister of Finance based on Article 2 paragraph (5) of the BUMN Law, if the BUMN is in the form of a limited liability company, can immediately file for bankruptcy. This research is expected to be able to provide answers regarding the bankruptcy of BUMN based on the KPKPU Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainuna Hidayati Wangun
"Tesis ini membahas mengenai prosedur penyelesaian peralihan harta pailit yang dijual di bawah tangan dan kewenangan Notaris dalam membuat akta peralihan harta pailit yang dijual di bawah tangan diiringi analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 158 K/Pdt.Sus/2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain preskiptif.
Hasil penelitian menyarankan agar prosedur penyelesaian peralihan harta pailit yang dijual di bawah tangan diatur secara jelas dalam peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Notaris dalam menjalankan jabatannya harus teliti dan hati-hati dalam membuat akta terhadap kliennya khususnya mengenai peralihan harta pailit yang dijual di bawah tangan.

The main focus of this thesis is the completion procedure of sale under the hands of bankruptcy assets and notary authority in making the deed concerning the sale under the hands of bankruptcy assets, with study on Indonesian Supreme Court Decision Number 158 K/Pdt.Sus/2011. This research is qualitative with prescriptive design.
The researcher suggests that the completion procedure of sale under the hands of bankruptcy assets should be clearly regulated in implementing regulation of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment; Notary in performing position should be thoroughly and carefully in making a Deed against the client especially concerning the sale under the hands of bankruptcy assets.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Ersan
"Kredit Sindikasi merupakan suatu jenis kredit dimana terdapat lebih dari satu kreditor dan terdapat sebuah agent yang telah ditunjuk oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan mereka. Permasalahan yang seringkali terjadi dalam kasus kredit sindikasi adalah tidak adanya kepastian hukum tentang kewenangan kreditor peserta kredit sindikasi dalam mengajukan permohonan pailit tanpa melalui agent bank. Hal ini mengakibatkan banyak pihak selaku kreditor peserta kredit sindikasi merasa ketidakadilan penerapan hukum yang dijatuhkan oleh hakim.
Dalam kasus ini yang menjadi pihak pemohon pailit adalah salah satu kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank IFI, sedangkan pihak termohon pailit (debitor/nasabah) yaitu PT. SUBUR AGROSINDO SEILZRAS, dan pihak agent adalah bank yang ditunjuk oleh bank-bank lain selaku kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank Niaga. Permohonan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI ditolak karena majelis hakim berpendapat bahwa PT. Bank IFI tidak berwenang dalam mengajukan permohonan pailit, seharusnya yang dapat mengajukan pailit hanya Bank Niaga selaku agent bank selaku pihak yang diberi kuasa mutlak oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan kreditor serta bertindak untuk dan atas nama kreditor. Setelah permohonan pailitnya ditolak, PT. Bank IFI mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan kasasinya kembali ditolak oleh Hakim Agung dengan alasan yang serupa. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak memberikan definisi yang jelas mengenai hal tersebut, akan tetapi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 telah mernberikan jawaban yang pasti mengenai hal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasya Zita Pradita
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Kurator dalam mengambilalih harta dari pihak ketiga yang berada di atas tanah boedel pailit serta kewenangannya dalam mengakhiri perjanjian sewa-menyewa dan hak pengelolaan tanah secara sepihak. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa putusan tidak sesuai dengan UUK-PKPU dan harta pihak ketiga tetap termasuk ke dalam boedel pailit sehingga kepengurusannya dapat diambilalih oleh Kurator.

This thesis discussed about Curator's authorities in taking over assets of third party which were built above the bankruptcy land owned by a bankrupt debtor and also the authority to make unilateral termination of rent agreement with land management rights in it. Furthermore, this thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law by analyzing them. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Researcher came to conclusions that the decision of Supreme Court is not in accordance with Bankruptcy Act and the assets of third party are included in bankrupt assets, therefore they can be taken over by Curators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Wiyarta Tenggara
"Amerika Serikat mengenal equitable subordination dan debt recharacterization sebagai doktrin yang bertujuan memastikan perlindungan bagi para kreditur dari tindakan tidak adil yang dilakukan oleh kreditur (terutama pemegang saham kreditur) lainnya. Di sisi lain, Indonesia tidak mengenal doktrin-doktrin ini. Namun, Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010 telah menerapkan doktrin debt recharacterization terhadap pinjaman pemegang saham dengan mengacu pada UU KPKPU dan, khususnya, Pasal 3 ayat (2) UU PT. Walaupun demikian, kedua instrumen hukum tersebut tidak mengatur secara eksplisit mengenai penerapan doktrin debt recharacterization. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis (1) pengaturan dan penerapan doktrin debt recharacterization di Indonesia; (2) pengaturan dan penerapan doktrin equitable subordination dan debt recharacterization di Amerika Serikat; serta (3) perbandingan pengaturan dan penerapan kedua doktrin tersebut di Indonesia dan Amerika Serikat. Melalui penelitian dengan metode yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, hukum kepailitan di Indonesia memberikan perlindungan bagi para kreditur dalam memperoleh hak mereka dan pencegahan tindakan debitur yang merugikan kreditur. Dalam hal ini, penerapan doktrin debt recharacterization memberikan dimensi perlindungan tambahan, yakni pencegahan tindakan pemegang saham kreditur yang merugikan kreditur lainnya. Kedua, hukum kepailitan Indonesia tidak mengatur secara eksplisit mengenai doktrin debt recharacterization, tetapi Mahkamah Agung telah memastikan keberadaan doktrin tersebut dalam Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010. Adapun hukum kepailitan Amerika Serikat hanya mengandung pengaturan yang eksplisit mengenai doktrin equitable subordination, tetapi tidak mengenai doktrin debt recharacterization. Walaupun demikian, kedua doktrin tersebut telah dikembangkan oleh berbagai pengadilan di Amerika Serikat. Ketiga, pengaturan dan penerapan doktrin equitable subordination dan debt recharacterization di Amerika Serikat telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan di Indonesia. Walaupun demikian, terdapat beberapa kemiripan antara doktrin debt recharacterization yang terdapat di Indonesia dengan masing-masing doktrin equitable subordination dan debt recharacterization yang terdapat di Amerika Serikat.

The United States recognizes equitable subordination and debt recharacterization as doctrines aimed at ensuring protection for creditors from inequitable conduct by other creditors (especially shareholder-creditors). On the other hand, Indonesia does not recognize these doctrines. However, Mahkamah Agung in Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010 has applied the debt recharacterization doctrine to shareholder loans by referring to UU KPKPU and, in particular, Article 3 paragraph (2) of UU PT. Nevertheless, these legal instruments do not explicitly regulate the application of the debt recharacterization doctrine. Therefore, this study will analyze (1) the regulation and application of the debt recharacterization doctrine in Indonesia; (2) the regulation and application of the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States; and (3) the comparison of the regulation and application of these two doctrines in Indonesia and the United States. Through research using normative juridical method and qualitative approach, the following conclusions can be drawn. Firs, the bankruptcy law in Indonesia provides protection for creditors in obtaining their rights and preventing debtor actions that harm creditors. In this regard, the application of the debt recharacterization doctrine adds an additional dimension to that protection, namely preventing shareholder-creditors actions that harm other creditors. Second, Indonesian bankruptcy law does not explicitly regulate the debt recharacterization doctrine, but Mahkamah Agung has ensured the existence of this doctrine in Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010. As for the United States bankruptcy law, it only contains explicit regulations regarding the equitable subordination doctrine, but not regarding the debt recharacterization doctrine. Nevertheless, both doctrines have been developed by various United States courts. Third, the regulation and application of the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States have developed much more than in Indonesia. However, there are some similarities between the debt recharacterization doctrine in Indonesia and, respectively, the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lena
"Pailit merupakan upaya akhir bagi debitor yang berada dalam keadaan insolven dimana ia tidak lagi mampu melakukan kewajiban kepada para kreditornya. Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 merupakan peraturan terakhir yang diamandemen Indonesia namun masih memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan Jepang, Malaysia, dan Singapura tentang insolvency test yang dijadikan tolak ukur pengajuan pailit. Hukum yang seyogyanya dijadikan sandaran demi memenuhi nilai keadilan bagi debitor dan kreditor secara proporsional, dalam hal ini akan dibahas dengan membandingkan hukum kepailitan dan insolvency test.
Dengan melihat Undang-Undang Kepailitan Jepang, Malaysia, dan Singapura, tulisan ini dibuat untuk mengambil kelebihan yang ada pada hukum Negara lain serta melihat kekurangannya untuk dijadikan pegangan dalam memperbaiki Hukum Kepailitan Indonesia kearah yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan hukum dapat memenuhi perannya sebagai pedoman dalam memberikan nilai keadilan, serta utilitas pengadilan dalam memutus perkara dengan waktu yang efisien dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bankrupt ought to be last resort for debtor who could not pay his debt to his creditors as it became due and payable and he has been stated as insolvent. Bankruptcy Act Number 37 of 2004 is the last amended statute in Indonesia. This Act has fundamental difference with Bankruptcy Law of Japan, Malaysia, and Singapore concerning about insolvency test which is used as legal task for bankruptcy petition. Justice for both of debtors and creditors should rely on Bankruptcy Law in such case as mentioned. In this matter, insolvency test is an important point to be considered in bankruptcy law.
Discussion between Japan, Malaysia, Singapore, and Indonesia Bankruptcy Law is purposed to analyze law and to compare insolvency matters in each laws. Through this analytic discussion, taking excess points and also to prevent short points of law is the priority to improve Indonesia Bankruptcy Law. Thus law can fulfill its duties as reference to produce just norm, show utility of court in deciding case, and also give an efficient proceedings to support economic growth.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Imran
"Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sejak bulan April tahun 2011 telah melakukan perubahan kapasitas tempat tidur kelas III ( Public Wing) sehingga menjadi 60,94 % dari total kapasitas tempat tidur . Perubahan komposisi tempat tidur rumah sakit ini menyebabkan cara penerimaannya lebih banyak dalam bentuk piutang. konsekwensi kenaikan kapasitas tempat tidur tersebut meningkatkan biaya operasional dan uang jasa pelayanan bagi para staf yang bekerja didalamnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana likuiditas keuangan rumah sakit setelah kenaikan kapasitas tempat tidur kelas III dan bagaimana efeknya terhadap kegiatan operasional rumah sakit
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode kualitatif, lokasipenelitian di RSUP Fatmawati Jakarta antara Mei sampai dengan Juni 2012. Informan adalah Ka Bag Perbendaharaan Dan Mobilisasi Dana,dan Ka Sub Bag Perbendaharaan dan Ka Sub Bag Mobilisasi Dana, Kepala Instalasi Penagihan Piutang, Ka Bag Perencanaan Dan Anggaran dan Ka Sub Bag Penyusunan Anggaran, Staf Bagian akuntansi, Kepala Instalasi Farmasi. Alat ukur penelitian dengan kuesioner, panduanwawancara.
Setelah kenaikan kapasitas tempat tidur kelas III terjadi peningkatan penerimaan piutang rumah sakit. Lamanya keluar tagihan piutang rumah sakit lebih dari 3 bulan dan piutang yang dibayar tidak sepenuhnya tertagih terutama dari Jamkesda. Kenyataan ini menurunkan likuiditas rumah sakit baik itu Cash Ratio, Acid Test Ratio, Current Ratio dan Net Working Capital To Sales. Keadaan ini mengakibatkan ketersediaan obat vital yang tak selalu terpenuhi, perubahan Standar Pelayanan Minimal pembayaran utang dari 5 hari menjadi 30 hari dan realisasi penyerapan anggaran yang lebih besar dari alokasi dana.
Kesimpulan, RSUP Fatmawati saat ini tidak likuid, terganggu terutama dalam hal pengadaan obat obatan vital, pembayaran utang jangka pendek dan pembayaran biaya Jasa Pelayanan.
Fatmawati General Hospital since April of 2011 has made changes to bed capacity class III (Public Wing) to be 60.94% of total bed capacity. Changes in the composition of hospital beds is causing way more acceptance in the form of accounts receivable. consequent increase in bed capacity was increased operating costs and service fees for staff who work in it. The purpose of this study to find out how the financial liquidity of the hospital after the increase in bed capacity class III and how its effect on hospital operations
This study is a descriptive analytical study using qualitative methods, research sites in Jakarta Fatmawati Hospital between May to June 2012. The informant is Head of Treasury and Fund Mobilization, Head Of Sub Section Treasury, Head Of Sub SectionMobilization Fund, The Chief Accounts Receivable Billing, Head Of Planning and Budget and Head Of Sub Section Budgetary , Staff of Accounting, The Chief of Pharmacy. Measuring instrument research with questionnaires, interview guides.
After the increase in bed capacity public wingan increase in accounts receivable hospital admission. The duration of the debt out of the hospital more than 3 months and paid claims which are not fully collectible, especially from Jamkesda. This fact lowers both the hospital's liquidity Cash Ratio, Acid Test Ratio, Current Ratio and Net Working Capital To Sales. This situation resulted in the availability of vital drugs are not always met, changes in Minimum Service Standards for payment of debt from 5 days to 30 days and the realization of a greater absorption of budget allocations.
In conclusion, RSUPFatmawati is not likuid, especially in the case of procurement of vital medicines, short-term debt payments and pay the fee for the staff.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31790
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hadha Alamajibuwono
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kondisi financial distress perusahaan konstruksi sebelum dan selama krisis pandemi Covid-19 serta apakah faktor finansial dan makroekonomi berpengaruh terhadap kondisi financial distress sebelum dan selama krisis pandemi Covid-19. Sampel penelitian terdiri dari 25 perusahaan sektor konstruksi di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2017-2022. Metode penelitian menggunakan model regresi data panel yang melibatkan faktor finansial perusahaan dan makroekonomi terhadap kondisi financial distress dari perusahaan yang diukur dengan model kebangkrutan Altman (1968) dan Ohlson (1980). Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa tidak terdapat perbedaan nyata Z-score dan O-score sebelum dan selama krisis pandemi Covid-19. Namun secara pola Z-score dan O-score perusahaan konstruksi pada periode sebelum dan selama pandemi Covid-19 terdapat perbedaan. Selain itu, ditemukan juga bahwa sebelum dan selama krisis pandemi Covid-19 hanya faktor finansial perusahaan saja yang berpengaruh terhadap model Z-score dan O-score.

The purpose of this study was to determine differences in the financial distress of construction companies before and during the Covid-19 pandemic crisis and whether financial and macroeconomic factors had an effect on financial distress before and during the Covid-19 pandemic crisis. The research sample consisted of 25 construction sector companies on the Indonesia Stock Exchange during 2017-2022. The research method uses a panel data regression model involving company financial and macroeconomic factors on the financial distress of companies as measured by the bankruptcy model Altman (1968) and Ohlson (1980). The results of the study confirmed that there were no real differences in Z-scores and O-scores before and during the Covid-19 pandemic crisis. However, in terms of the Z-score and O-score patterns of construction companies in the period before and during the Covid-19 pandemic, there were differences. In addition, it was also found that before and during the Covid-19 pandemic crisis, only the company's financial factors had an effect on the Z-score and O-score model."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>