Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heri Setiawan
"Pendahuluan: Kebiasaan Pisah ranjang merupakan isu seksualitas pada lansia pria yang sering terjadi di Lampung Selatan. Kebiasaan pisah ranjang dilakukan ketika memasuki usia lanjut, karena pada lansia pria terjadinya proses menua yang mengakibatkan adanya penurunan fungsional secara fisik dan psikologis sehingga lansia pria dianggap tidak perlu melakukan aktifitas seksualitas. Selain itu persepsi seksualitas lansia pria hanya berfokus pada aspek hubungan intim saja, padahal kasih sayang, berpegangan, saling menjaga, rasa perhatian masuk kedalam aspek seksualitas dalam arti luas.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengeksplorasi persepsi seksualitas pada lansia pria tentang kebiasaan pisah ranjang.
Desain dan Metode: Riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif dengan menggunakan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian adalah lansia yang melaksanakan kebiasaan kebiasaan pisah ranjang dengan jumlah 14 informan dan sudah mencapai saturasi data.
Hasil: Teridentifikasi 8 tema yaitu (1) Alasan pisah ranjang; (2) Persepsi seksualitas lansia; (3) Situasi setelah pisah ranjang; (4) Bentuk hubungan pasangan lansia; (5) Peran rumah tangga di usia lanjut; (6) Kurang informasi;(7) Harapan lansia; (8) Jenis dukungan yang dibutuhkan lansia.
Kesimpulan: Pisah ranjang yang terjadi di Lampung Selatan merupakan salah satu budaya yang sudah ada sejak lama dan dilakukan secara turun temurun, adanya budaya tersebut dikarenakan lansia dianggap memiliki berbagai masalah kesehatan sehingga kebutuhan tidur menjadi prioritas yang diutamakan daripada kebutuhan seksualitas. Saran Hasil penelitian diharapkan menjadi solusi bagi lansia dalam memenuhi kebutuhan seksualitas yang selalu terabaikan sehingga peran perawat di layanan kesehatan dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut melalui program kesehatan lansia.

Introduction: The habit of separating beds is an issue of sexuality in the older people that often occurs in South Lampung. The habit of separating beds is carried out when entering age, because the older people are considered inappropriate with the physical and psychological conditions that occur in the elderly. In addition, the sexuality needs of older people men are considered not too important because in age only dofkuskan to physical health. Purpose: Thisstudy is to explore perceptions of sexuality in older people men about bed separation habits.
Method: Qualitative research with a descriptive phenomenology approach using in-depth interviews. The informants in the study were older people who carried out the habit of separating beds with a total of 14 informants and had reached data saturation.
Results: 8 themes were identified, namely (1) Reasons for bed separation; (2) Perception of older people sexuality; (3) The situation after bed separation; (4) The form of relationship of the older people couple; (5) The role of the househin age; (6) Uninformed;(7) Older people expectations; (8) The type of support the older people need.
Conclusion: Bed separation that occurs in South Lampung is one of the cultures that has existed for a long time and is carried out for generations, the existence of this culture is because the older people are considered to have various health problems so that sleep needs take precedence over sexuality needs. The suggestion of research results is expected to be one of the inputs for older people health services in overcoming the problem of sexuality needs in the elderly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anisa
"ABSTRAK
Resiko seksual merupakan masalah yang kurang disadari oleh para remaja. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana pengaruh tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas terhadap tingkat kesadaran remaja dalam menghindari resiko seksual. Penelitian ini menggunakan metode survei di dua sekolah, yakni penerima program PKRS (SMK WANUS, 46 siswa) dan dibandingkan dengan bukan penerima program (SMK YPR, 59 siswa). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas terhadap tingkat kesadaran remaja dalam menghindari resiko seksual meskipun hubungannya lemah. Menariknya hal ini berlaku di dua sekolah, baik penerima program maupun bukan penerima. Artinya, keberadaan program PKRS tidak berpengaruh secara positif.

ABSTRACT
Sexual risk is neglected topic yet very crusial to teenagers. This study observe the effect of reproductive health and sexuality knowledge to level of teenagers consciousness in sexual risk prevention. By using quantitative survey, this study compare two school theay are SMK WANUS (46 students) as receiver of reproductive health and sexuality education programme and SMK YPR (59 students) as non-receiver of the programme mention above. This study show the linked connection between level of reproductive health and sexuality knowledge to level of teenagers cousciousness in sexual risk prevention both in receiver and non-receiver programme. Therefore, this sexual education programme has no positive effect.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Reza Chairani
"ABSTRAK
Inses merupakan salah satu isu yang sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Ketika mendengar kata inses, masyarakat cenderung memiliki konotasi negatif mengenai isu tersebut. Penyebab kecenderungan ini adalah berbagai peraturan dan norma dalam masyarakat yang sudah ada sejak lama dan memiliki sanksi yang berat jika dilanggar. Hal ini menyebabkan ketika peristiwa inses terjadi, peninjauan dari sudut pandang pelaku luput untuk dilakukan. Penelitian ini mencoba membahas inses dari sudut pandang seksualitas pelaku, mengulik lebih dalam mengenai alasan mengapa pelaku memilih untuk melakukan inses dan bagaimana pelaku memaknai hubungan inses dibalik tabu inses yang kuat di masyarakat. Data yang didapat selama penelitian kemudian ditelaah dengan sudut pandang antropologi, dalam perdebatan antara Freud yang mengatakan bahwa inses merupakan hal alamiah, dan Westermarck yang mengatakan bahwa manusia secara alamiah menghindari inses. Pengumpulan data dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih sembilan bulan menggunakan metode kualitatif, wawancara mendalam untuk mengulik life history, serta studi literatur. Penelaahan peristiwa inses dari sudut pandang seksualitas pelaku akan memberi gambaran yang lebih luas mengenai peran lingkungan sosial dalam peristiwa inses serta pembahasan kembali mengenai cultural constraints yang ada dalam masyarakat.

ABSTRACT
Incest is a very sensitive issue for Indonesian people in general, as people tend to connote that word to negative things. The negative tendency is due to various rules and norms that established the sanction to those who violated the rules. It is then caused people to overlook the doer rsquo s point of view. This research discusses incest from the doer rsquo s sexuality, to seek more about the reason why they choose to do incest and how they percieved what they have done amongst the strong taboo in society. Data collected during the time of research then being analized from anthropological perspective, between Freud mdash who said that incest is a natural thing mdash and Westermarck mdash who said that human naturally averse to do incest mdash theory debate. The data were collected over a period of approximately nine months using qualitative methods, in depth interviews to know the doer rsquo s life history, and literature studies. Seeing incest from the doer rsquo s sexuality will give broader picture of the social environment rsquo s roles in the context of incest itself and give space to reconsider about cultural constraints that exist in society."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rido Budiman
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang bagaimana mistisisme dan seksualitas
direpresentasikan dalam proses penerjemahan budaya dan cultural borrowing
dalam Lady Terminator, Queen of Black Magic dan Mystics in Bali, 3 film
eksploitasi dari Indonesia yang didistribusikan di dunia internasional. Dengan
melakukan analisis tekstual dan kontekstual, tujuan utama penelitian ini adalah
membongkar strategi-strategi pemaknaan yang digunakan dalam ketiga film
tersebut sebagai bagian dari kategori film eksploitasi. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang menunjukkan film eksploitasi dari Indonesia yang didistribusikan
secara internasional masih setia dengan elemen-elemen yang mendefinisikan film
eksploitasi (kekerasan, dan seksualitas) dan juga unsur mistisisme yang menjadi
ciri khusus film eksploitasi dari Indonesia. Di satu sisi, film-film ini dengan
strategis memanfaatkan unsur mistisisme sebagai daya tarik untuk penonton
internasional. Akan tetapi, ada strategi-strategi yang dilakukan baik dalam tataran
narasi maupun visual untuk memastikan produk budaya populer ini dapat
dinikmati atau bahkan dipahami oleh penonton internasional dan salah satunya
adalah dengan merasionalkan unsur mistisisme. Selain membuat penonton
menikmati eksotisme yang ditawarkan dan merasa berjarak dengan narasi film
(distancing), film-film ini juga menggunakan strategi intertekstualitas dengan
meniru film-film Hollywood seperti Terminator untuk menciptakan kedekatan
(identification).

ABSTRACT
This thesis discusses how mysticism and sexuality are represented in the process
of cultural translation and cultural borrowing in Lady Terminator , Queen of Black
Magic and Mystics in Bali, three internationally distributed exploitation films
from Indonesia. By doing textual and contextual analysis, the main purpose of this
study is to dismantle the strategies used in the meaning making process in the
three films. Research finding reveal that internationally distributed exploitation
films from Indonesia are still loyal to the elements that define exploitation films
(violence, and sexuality) and also an element of mysticism which is a special
characteristic of exploitation films from Indonesia. These films strategically
utilize elements of mysticism as an appeal to an international audience. However,
there are strategies apply both at the level of the narrative and the visual to ensure
the products of popular culture can be enjoyed or even understood by an
international audience and one of them is to rationalize the element of mysticism.
In addition to making the audience enjoy the exoticism offered and felt within the
narrative of the film (distancing), these films also use the strategy of intertextuality
to imitate Hollywood movies, such as Terminator, to create proximity
(identification).;"
2016
T45910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hulya Amina Putri
"Artikel ini membahas bagaimana laki-laki menggunakan makeup dan membuat video tutorial makeup di YouTube seperti Jeffree Star dan Patrikstarrr yang menentang konsep maskulinitas tradisional dengan menggunakan makeup. Dalam studi kasus ini, media sosial, yaitu YouTube, tidak hanya berperan sebagai media ekspresi diri, namun juga sebagai media untuk memperoleh persamaan hak. Analisis Alvarez mengenai maskulinitas digunakan sebagai kerangka dalam studi ini. Dengan menggunakan analisis teks, dapat ditampilkan bahwa laki-laki yang menggunakan makeup cenderung dimarginalisasi oleh laki-laki yang berada dalam grup dominan di dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki dimana mereka diharapkan untuk menerapkan ciri-ciri yang secara stereotipikal merepresentasikan laki-laki, seperti memiliki tubuh yang berotot dan menekan emosi yang dirasakan. Selanjutnya, artikel ini tidak hanya membahas tujuan laki-laki tersebut untuk menentang hegemoni maskulinitas dan mendapatkan persamaan hak, melainkan mereka juga memperkuat standar kecantikan bagi perempuan dengan menampilkan cara tertentu dalam mengaplikasikan makeup. Oleh karena itu, artikel ini memberikan kontribusi dalam pengetahuan mengenai laki-laki yang mengaplikasikan karakter feminin dan penggunaan media sosial yang memberikan pengaruh lebih lanjut dalam studi mengenai gender, jenis kelamin, dan identitas.

This article investigates how men who wear and do makeup tutorial videos on YouTube like Jeffree Star and Patrickstarrr challenge the traditional concept of masculinity by wearing makeup. In the chosen case studies, social media, in this case YouTube, does not only work as a media of expression, but also as a tool to seek equality. Alvarez rsquo s analysis about masculinities is used as the framework of this study. By using textual analysis, it is shown that men who wear makeup are more likely to be marginalized by the dominant group of men in patriarchal society where men are expected to perform the traits that stereotypically represent masculinity, such as having muscular bodies and oppressing emotions. Furthermore, this article does not only discover the purpose of these men to challenge hegemonic masculinity and seek equality, this also finds that they reinforce beauty standards on women by showing the way they put on makeup. Thus, this study contributes to the knowledge about men who perform feminine traits and the use of social media which give further impacts in the study of gender, sex, and identity."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fierenziana Getruida Junus
"Penelitian ini bertujuan memperlihatkan penggambaran seksualitas perempuan dalam novel Pengakuan Pariyem -karya Linus Suryadi Ag dan Saman karya Ayu Utami dan menganalisis falosentrisme dan jouissance yang muncul. 'Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan pendekatan tekstual dengan menggunakan fokalisasi atau sudut pandang serta menerapkan .konsep falosentrisme dan jouissance. Dari hasil analisis ditemukan bahwa penggambaran seksualitas perempuan. yang- falosentris dalam Pengakuan Pariyem lebih besar frekuensi kemunculannya .daripada dalam Saman; sementara- itu; jouissance dalam penggambaran seksualitas perempuan lebih besar frekuensi kemunculannya dalam Saman daripada dalam Pengakuan Pariyem.
Penggambaran seksualitas perempuan yang sangat falosentris berimplikasi pada pornografi, kekerasan seksual, dan mitos tentang seksualitas perempuan. Sementara itu, jouissance. muncul sebagai rekomendasi untuk tidak melanggengkan pandangan yang falosentris tentang seksualitas perempuan.

Phallocentrism and Jouissance : Female Sexuality Description in "Pengakuan Pariyemn by Linus Suryadi Ag and ?Saman" by Ayu UtamiThe aim of this research is to describe female sexuality in two novels, Pengakuan Pariyem by Linus Suryadi Ag and Saman by Ayu Utami, and to analyze phallocentrism and jouissance set forth in these novels.
This research is undertaken by applying textual analysis and adopting the concept of phallocentrism and jouissance. This research shows that the description of female sexuality in Pengakuan Pariyem quantitatively has a larger amount than in Saman. In contrary, jouissance in Saman quantitatively has a larger amount than in Pengakuan Pariyem. Phallocentrism has the implication to pornography, sexual violence, and myth of female sexuality. Whilst jouissance may become a recommendation to create another image of female sexuality which is beyond the phailocentrism.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astrida Budiarti
"Seksualitas merupakan keinginan menjalin relasi, kemesraan, dan cinta. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap fenomena pengalaman seksualitas perempuan selama masa kehamilan. Pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif sesuai filosofi Hussler digunakan dalam penelitian ini. Data dikumpulkan dengan metode interview semi terstruktur dan dianalisis dengan menggunakan tehnik analisa data Colaizzi. Sebanyak 8 ibu post partum berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hasil penelitian adalah diidentifikasinya 4 klaster tema, yaitu ekspresi kasih sayang selama masa kehamilan, coital activity selama masa kehamilan, pelayanan keperawatan seksualitas selama masa kehamilan, dan harapan terhadap petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian direkomendasikan bagi perawat untuk proaktif melakukan pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan yang berhubungan dengan aspek seksualitas selama masa kehamilan. Selanjutnya direkomendasikan bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan kurikulum mata ajar keperawatan maternitas terkait konseling seksualitas pada level S2 keparawatan maternitas.

Sexuality was a desire to built relationship, intimacy and love. The aim of this research was to explore the phenomenon of women experience of sexuality during pregnancy. A qualitative approach with Husserlian phenomemenological design was used in this research. Data was obtained by a semi-structured interview and analyzed by using the Colaizzi?s method. There were 8 postpartum mothers participated in this research.
The result was 4 clusters of themes, which were the expression of love and care during the pregnancy, coital activity during pregnancy, nursing service for pregnant women and the expectation toward health care team. Based on the result, it was recommended for nurses to be proactive in assessing and providing nursing care related to women sexuality during pregnancy. Furthermore, it was recommended for nursing education institution to develop curriculum that incorporated sexuality counseling during pregnancy in maternity nursing subject in master degree."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Herdis Herdiansyah
"Kegagalan modernitas memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kehidupan manusia dipakai sebagai momentum kebangkitan era baru, era posmodernis. Pergeseran pola-pola konsumsi dan berubahnya tanda menyebabkan hubungan manusia dengan manusia yang lain ditandai dengan perubahan yang revolusioner. Perubahan ini terkait dengan perkemtangan lime pengetahuan dan teknologi. Seksualitas sebagai satu medium hubungan manusia dalam posmodemisme dilakukan dengan keragaman wacana, irnpressif dan bahkan dianggap melanggar tabu yang telah dibakukan. Tabu seksualitas ini adalah prinsip esensialisme yang beranggapan bahwa kodrat biologis manusia menyebabkan orientasi individu ditentukan oleh organ biologisnya. Laki-laki hanya boleh berhubungan dengan perempuan dalam satu ikatan resmi (heteroseksual-monogami). Penelitian ini mempergunakan metodologi analisis deskriptif, komparasi dan (khusus pada bab IV) dengan metode dekonstruksi.
Grand-narrative dalam seksualitas terbentuk lewat etika Victorian, dimana seksualitas dibungkam dan diarahkan harrya untuk beribadah dan bekerja keras (puritanisme). Pemahaman Victorianisme bermula dari doktrin kepercayaan Gereja pada abad pertengahan dimana doktrin Gereja beranggapan bahwa tubuh dan seksualitas adalah sesuatu yang kotor. Doktrin ini beranggapan tubuh dan seksualitas harus diarahkan sedemikian rupa untuk penyatuan diri dengan Tuhan. Grand-narrative seksualitas juga terbangun dengan negasi the others Sarterian. Hubungan dengan yang lain (the others) adalah musuh bagi subjek. Kondisinya saling mengobjekan dengan yang lain. Melampaui grand-narrative dari seksualitas, -sebagai fondasi teoritis- seksualitas posmodernis terbangun melalui klasifikasi Freudian, yakni libido menjadi penggerak dalam kehidupan seseorang. Pemahaman Freudian mengharuskan ego sesuai dengan realitas, tapi bagi Lacan justru ego dibawah kendali realitas. Realitas hasrat ini berbentuk pada pencarian dari libido dalam pelbagai aktivitas kehidupan. Kenikmatan tubuh juga senantiasa bisa bergeser menjadi kenikmatan literal yang bersifat subversif. Marquis de Sade dan Sacher van-Mashoc berusaha untuk melawan moralitas dari modernitas berupa pengekengan dan pengendalian rnenjadi satu bentuk kejahatan sampai batasan yang ekstrim, salah satunya berupa kejahatan atas tubuh melalui teks. Senada dengan Sade dan Mashoc, Battaile beranggapan bahwa tabu dianggap sebagai penghalang dari kehidupan. Untuk mendapatkan kenikmatan maka tabu harus dilanggar dimana tabu ini adalah pengetatan dari sistem sosial.
Teoritisasi yang dipakai dalam penelitian ini memakai analisa Butler, dimana tidak ada identitas asali selain proses pengulangan demi pengulangan. Proses pengulangan adalah imitasi tanpa henti sehingga tidak ada koherensi organ genital dengan preferensi seksual. Dari analisa Foucault, seksualitas merupakan arena kompleks relasi kekuasaan, pengetahuan dan kenikmatan, Seksualitas diatur dan diarahkan untuk membentuk individu yang patuh. Bagi Foucault, apapun peraturan dan tabu yang dipakai, seksualitas akan selalu mencari jalan keluar "penyimpangan" dari aturan yang dilakukan. Dari analisa Foucault, seksualitas tidak bisa dibatasi dan diatur dalam keketatan peraturan dan larangan. Teoritisasi terakhir memakai Baudrillard. BaudrilIard melihat seksualitas posmodernis kini tergantikan menjadi kenikmatan imajinasi dan bergesernya tubuh menjadi mesin, Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat menyebabkan logika hasrat dan politik bujuk rayu menggeser kenikmatan ragawi menjadi proses konsumsi kenikmatan tanpa henti, yang kemudian dikenal dengan zaman post-seksualitas.
Refleksi kritis dan dekonstruksi seksualitas posmodernis dalam wacana seksualitas kontemporer memberikan peluang yang sarna untuk kalangan marginal (feminis sampai minoritas seksual/homoseksualitas) dalam menentukan batasan kenikmatan, rangsangan dan Cara memperoleh kenikmatannya sendiri. Begitupula dengan pornografi yang menjadi salah satu probiematika masyarakat. Ketika memang tidak ada dehumanisasi, eksploitasi objek dan dilakukan lengan kesadaran objek sebagai pilihan dari kebebasannnya, maka pornografi adalah satu perbuatan legal dan patut dihormati, Tapi ketika terjadi eksploitasi dan dehumanisasi maka delik pidana mutlak dikenakan dengan sanksi yang berat bagi pelaku (produser).
Penelitian ini akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa seksualitas posmodernis yang konsep-konsep filosofisnya salah satunya terbangun dengan plularitas wacana, denaturalisasi, dan polimorfisme hasrat (disamping fondasi teoritis pada bab 11) adalah berupa keharusan untuk memberikan penghormatan atas aktivitas-aktivitas seksualitas di luar esensialisme (heteroseksual-monogami). Sebagai bentuk kesadaran dan kebebasan, seksualitas posmodernis akan selalu mencari bentuk pelepasan hasrat. Dengan kondisi ini, maka normalisasi, pengawasan yang membatasi, pengaturan yang ketat justru akan membuat aktivitas seksualitas masyarakat posmodernis semakin beragam, ekspresif, dan subversif Pengakomodiran dan penghormatan aktivitas-aktivitas di luar essensiaiisme mutlak untuk dilakukan, Seksualitas posmodernis juga tidak akan menimbulkan satu kondisi kacau berupa penjungkir balikan nilai-nilai yang selama ini diyakini, tetapi maiah menimbulkan sate kohesi sosial yang positif karena ditopang oleh penghormatan dan pengafirmasian wacana seksualitas diluar apa yang satu individu lakukan. Satu kondisi dimana wacana seksualitas ini sebatas tidak terjadinya satu eksploitasi dan dehumanisasi pihak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>