Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Friscilia Nindita Pamela
"Pemantauan terapi secara berkala mengenali interaksi obat gejala efek samping lebih awal dapat mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) pada pengobatan pasien. Anemia dapat terjadi karena perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah. Pendarahan saluran gastrointestinal bagian bawah dengan keluarnya darah segar sewaktu buang air besar disebut hematochezia. Tuberkulosis ekstra paru perlu diwaspadai pada orang hidup dengan HIV/AIDS(ODHA) karena kejadiannya lebih sering dibandingkan TB dengan HIV negatif. Pemberian antibiotik pada pasien suspek TB paru sebagai alat bantu diagnosis TB paru tidak direkomendasikan lagi karena hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis TB dengan konsekuensi keterlambatan pengobatan TB sehingga meningkatkan risiko kematian. Klasifikasi PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe) dapat membantu tenaga kesehatan profesional untuk mendokumentasikan informasi-informasi mengenai DRPs (Drug Related Problem) yang terjadi dalam proses asuhan kefarmasian. Pada pasien Hematochezia dengan Anemia, TB Paru, dan SIDA perlu dilakukan kultur resistensi antibiotik untuk melihat antibiotik yang tepat untuk pengobatan pasien. Tahapan tatalaksana pemberian terapi hematochezia, TB terlebih dahulu kemudian dijeda dengan pemberian ARV juga dinilai sudah tepat.

therapy to recognize drug interactions early side effects can prevent unwanted drug reactions (ROTD) in patient treatment. Anemia can occur due to both acute and chronic bleeding resulting in a decrease in total red blood cells. Bleeding in the lower gastrointestinal tract with the release of fresh blood during bowel movements is called hematochezia. Extrapulmonary tuberculosis needs to be watched out for in people living with HIV/AIDS (PLWHA) because it occurs more frequently than TB with HIV negative. Giving antibiotics to patients with suspected pulmonary TB as a tool for diagnosing pulmonary TB is no longer recommended because this can cause a delay in the diagnosis of TB with consequent delays in TB treatment, thereby increasing the risk of death. The PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe) classification can help health professionals to document information about DRPs (Drug Related Problems) that occur in the process of pharmaceutical care. In Hematochezia patients with Anemia, Pulmonary TB, and SIDA, it is necessary to carry out antibiotic resistance cultures to determine the appropriate antibiotic for treating the patient. The stages of management of giving hematochezia therapy, TB first and then stopping it with giving ARVs are also considered appropriate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Alti
"Trauma Brain Injury (TBI) merupakan kondisi cedera pada otak yang terjadi ketika terjadi serangan fisik secara tiba-tiba dari kondisi eksternal. Kerusakan dapat bersifat focal (terbatas pada satu area otak) atau diffuse (terjadi di lebih dari satu area otak). Perubahan fisiologis pada pasien geriatri seperti penurunan fungsi ginjal, fungsi hati dan komposisi tubuh menyebabkan adanya perbedaan farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien geriatri. Dengan dilakukannya PTO diharapkan dapat mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat penggunaan obat. Apoteker berperan penting dalam pelaksanaan PTO untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat. Tujuan dalam penyusunan laporan tugas khusus ini adalah melakukan pemantauan terapi obat dan mengidentifikasi masalah terkait penggunaan obat pada pasien Ny. YS di lantai 6 Selatan Gedung Anggrek di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Berdasarkan hasil kegiatan Pemantauan Terapi Obat pada pada pasien Ny. YS dengan Trauma Brain Injury di Gedung Teratai Lantai 6 Selatan RSUP Fatmawati dapat disimpulkan bahwa pengobatan yang diterima oleh pasien Ny. YS telah tepat indikasi dan tepat dosis. Penggunaan antibiotik seftriakson telah tepat sesuai dengan PPK KSM Bedah Saraf RSUP Fatmawati dengan diagnosis Trauma Brain Injury. Namun durasi penggunaannya terlalu lama yaitu 22 hari.

Trauma Brain Injury (TBI) is a condition of injury to the brain that occurs when there is a sudden physical attack from external conditions. Damage can be focal (limited to one area of the brain) or diffuse (occurring in more than one area of the brain). Physiological changes in geriatric patients such as decreased kidney function, liver function and body composition lead to differences in pharmacokinetics and pharmacodynamics in geriatric patients. Drug Therapy Monitoring can optimize the effects of drug therapy and prevent or minimize adverse effects due to drug use. Apothecary play an important role in implementing Drug Therapy Monitoring to prevent drug-related problems. The purpose of preparing this special assignment report is to monitor drug therapy and identify problems related to drug use in Mrs. YS on the 6th floor South of the Orchid Building at Fatmawati General Hospital. Based on the results of monitoring drug therapy activities in patients Ny. YS with Trauma Brain Injury at Teratai Building South Floor 6 Fatmawati Hospital, it can be concluded that the treatment received by patient Ny. YS has the right indication and the right dose. The use of ceftriaxone antibiotics was appropriate according to PPK KSM Neurosurgery at Fatmawati Hospital with a diagnosis of Trauma Brain Injury. But the duration of use is too long (22 days).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Apoteker bekerja sama secara kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain untuk memaksimalkan pemberian terapi obat kepada pasien. Meskipun demikian, kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respon pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya permasalahan terkait obat/drug related problems (DRPs). Permasalahan terkait obat (Drug-Related Problems/DRPs) oleh Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap kejadian yang melibatkan terapi obat dan secara nyata atau potensial terjadi akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan (PCNE, 2020). Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Andriani, et. al (2019) di salah satu RS di Indonesia, ditemukan terdapat DRPs yang dilaporkan meliputi kategori pemilihan obat (54%), durasi pemberian (22%), interaksi (10%), dosis (4%), dan efek samping obat (2%). Pada penelitian lain, pengkajian interaksi obat pada pasien gagal ginjal kronis pada tahun 2020 didapatkan bahwa dari 957 resep pada 112 pasien gagal ginjal kronik didapatkan potensi interaksi obat pada 928 resep dengan 717 resep memiliki tingkat potensi moderate (Hidayati, et. al., 2020). Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilakukan PTO untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan pemantauan terapi obat pada pasien dengan kondisi khusus dan polifarmasi yaitu pasien dengan gagal ginjal kronis dengan hemodialisa, gagal jantung kronis, komorbid hipertensi stage II, hiperkalemia, dan pneumonia di RSUP Fatmawati dengan harapan adanya PTO dapat mengoptimalkan efek terapi, dan meminimalkan reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Pharmacists work collaboratively with other health workers to maximize the delivery of drug therapy to patients. Nonetheless, the complexity of the disease and drug use, as well as the very individual response of the patient, increases the emergence of drug-related problems (DRPs). Drug-Related Problems (DRPs) by Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) are defined as any event involving drug therapy and that actually or potentially will affect the desired therapeutic outcome (PCNE, 2020). Based on research data conducted by Andriani, et. al (2019) in a hospital in Indonesia, it was found that there were reported DRPs covering the category of drug selection (54%), duration of administration (22%), interactions (10%), dosage (4%), and drug side effects (2 %). In another study, a study of drug interactions in chronic kidney failure patients in 2020 found that out of 957 prescriptions in 112 chronic kidney failure patients, the potential for drug interactions was found in 928 prescriptions with 717 prescriptions having a moderate level of potential (Hidayati, et. al., 2020) . This is what causes the need for PTO to optimize the therapeutic effect and minimize unwanted effects (Kemenkes RI, 2009).
 
Based on the description above, monitoring of drug therapy is carried out in patients with special conditions and polypharmacy, namely patients with chronic kidney failure with hemodialysis, chronic heart failure, comorbid hypertension stage II, hyperkalemia, and pneumonia at Fatmawati General Hospital in the hope that PTO can optimize the effect of therapy, and Minimize unwanted drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Suherman
"Salah satu aspek yang paling penting dalam menunjang keteraturan pengobatan adalah kepatuhan mengambil obat oleh penderita Tb Paru di puskesmas. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, diketahui bahwa proporsi ketidakpatuhan mengambil obat adalah 49,73%. Hal ini merupakan ancaman serius bagi terjadinya resistensi obat dan kegagalan pengobatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengambil obat dikalangan penderita TB Paru di puskesmas Kota Tasikmalaya, yang dilaksanakan pada periode Januari s/d April 2001.
Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional dengan populasi aktual seluruh penderita TB Paru BTA (+) yang berobat di puskesmas wilayah Kota Tasikmalaya. Jumlah sampel yang diteliti adalah 360, jumlah ini melewati jumlah sampel minimum yang diperoleh dengan perhitungan. Anaiisis yang dilakukan adalah analisis univariat,bivariat dan multivariat logistik regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita yang tidak patuh mengambil obat cukup tinggi sebesar 48,90%. Dari ke tujuh variabel independen, yang terbukti secara statistik bermakna adalah faktor umur (p=0,046; OR=1,707; 95%CI=1,039-2,804), Faktor jarak (p=-0,002; OR=2,141; 95%CI=1,337-3,433) dan jenis PMO (p=0,001; OR=2,164; 95%CI=1,397-3,351). Berdasarkan perhitungan dampak potensial, variabel yang paling dominan adalah jenis PMO yang memberikan kontribusi paling besar terhadap ketidakpatuhan mengambil obat yaitu 56,12%.
Berdasarkan temuan peneliti, disarankan pertama mengembangkan sistem pemantauan yang berkesinambungan melalui program perawatan kesehatan masyarakat (PI-IN). Kedua, bagi penderita umur produktif perlu diamati secara lebih ketat dengan pendekatan KIE. Ketiga, dalam mengatasi jarak fasilitas pelayanan yang jauh dari rumah penderita perlu adanya keterlibatan BP, KIA dan Bidan Desa setempat. Keempat, untuk lebih mengefek-tifkan PMO perlu dikembangkan sistem rekruitmen, bimbingan dan pemantauan lebih lanjut.

Some Factors Related to Drug Taking Uncompliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Health Center in Tasikmalaya Municipality in Year 1999-2000One of the most significant aspect in supporting treatment regularity is drug taking compliance of pulmonary tuberculosis patients in health center_ Based on the previous research conducted in Tasikmalaya Municipality, it is proved that proportion of medicine taking compliance is 49,73%. This becomes drug resistance and treatment failure.
The research objective is to find some factors related to drug taking uncompliance in health center in Tasikmalaya Municipality conducted from January to April 2001.
The design used in this research is cross sectional design with actual population of entire patients of pulmonary tuberculaosis AFB (+) cured in health center in Tasikmalaya Municipality. The number of observed sample is 360 exceeding the minimum sample number obtained from the calculation. The analysis in this research is univariate, buvariate and regression logistic multivariate.
The research result shows that patients who not taking drug is much higher i.e. 48,90%. Among independent variables which are statisticly significant related to are age (p--0,046; OR=1.707; 95%CI= 1.039-2.804), distance (p=0,002; OR=2.142; 95%CI=1,337-3.433) and treatment observer (p=O.O01; OR=2.I64; 95%CI=1.397-3.351).
Based on the researcher findings, there are some suggested recomendation. First, most develop surveillance system through public health nursing program (PHN). Second, the patients of productive age should be observed closely using KIE approach. Third, to solve the distance of health facility, the BP, KIA and midwives should be involved in the recruitment system, cuonseling and surveilance of follow up activities be developed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olyva Cessari Laras Seruni
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) termasuk penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi pada anak, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat (MTO) pada pasien ISPA anak berdasarkan parameter MTO dari Cipolle, Strand, Morley, meliputi ketepatan pemilihan obat yaitu terapi obat tambahan dan terapi obat kurang, ketepatan indikasi, kesesuaian dosis terdiri dari dosis berlebih dan dosis kurang, serta kemungkinan reaksi yang tidak diinginkan (ROTD) berupa interaksi obat. Desain penelitian menggunakan metode cross-sectional bersifat deskriptif dengan pengambilan data retrospektif. Sampel pada penelitian ini meliputi resep pasienpasien di Poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas Kecamatan Tebet pada periode Juli – Desember 2018, dengan teknik pengambilan data total sampling. Sampel yang diperoleh sejumlah 179 lembar resep pasien dengan total 498 peresepan obat. Hasil penelitian MTO pada pasien ISPA anak untuk masing – masing parameter antara lain ketidaktepatan pemilihan obat (9,5%), ketidaktepatan indikasi (12,8%), ketidaksesuaian dosis (79,9%), dan potensi interaksi obat (0,6%). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tingginya kejadian MTO pada pasien ISPA anak menyebabkan perlu dilakukan perbaikan peresepan obat dan pemantauan penggunaan obat untuk meminimalisasi kejadian MTO dan mengaplikasikan penggunaan obat yang rasional.

Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) were common to cause the highest death rate in children, especially in growing countries such as Indonesia. The aim of the research is to identify DRPs in ARTI paediatric based on DRPs classification by Cipolle, Strand, Morley, that were being categorized as unnecessary drug therapy, need additional therapy, ineffective drug, dosage adjustments such as too low or too high,  and adverse drug reaction which is drug interaction. The design of the study was cross-sectional with a retrospective method and descriptive study. The sample of the study was the overall prescription to URTI (Upper Respiratory Tract Infection) patient in Puskesmas Kecamatan Tebet Period July – December 2018 that fulfilled all the inclusion criteria, using total sampling method. Total sample that was analysed from 179 sheets of prescription with total prescription of 498 prescription. The result of the research based on each parameter: inaccurate drug selection (9.5%), inaccurate indication (12.8%), mismatched dose (79.9%), and drug interaction (0.6%). To conclude, DRPs in ARTI paediatric were in a high risk condition so the health facilities needed to improve their prescription, monitor and manage each therapy, also to do a routine prescription assessment to minimize the condition and to achieve a rational drug usage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Rahmawati Putri
"Salah satu bagian dari pelaksanaan pelayanan farmasi klinis adalah Pemantauan Terapi Obat. Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional. Apoteker bertanggung jawab dalam pengembangan program deteksi, pemantauan dan pelaporan ROTD. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat yang kompleks (polifarmasi), pasien dengan kondisi khusus (Gangguan ginjal, gangguan hati, geriatri, pediatri), pasien yang menerima obat-obatan yang sering menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan, serta respon pasien yang individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat merupakan dasar penting untuk dilakukannya PTO.Identifikasi dilakukan dengan mengidentifikasi DRPs (Drug Related Problems) berdasarkan farmakoterapi dan literatur pendukung.

One part of the implementation of clinical pharmacy services is Drug Therapy Monitoring. Drug Therapy Monitoring (PTO) is a process of activities aimed at ensuring safe, effective and rational drug therapy. Pharmacists are responsible for developing a program for detecting, monitoring and reporting ROTD. The complexity of the disease and the use of complex drugs (polypharmacy), patients with special conditions (kidney disorders, liver disorders, geriatrics, pediatrics), patients who receive drugs that often cause unwanted reactions, as well as individual patient responses increase the emergence of related problems Drugs are an important basis for PTO. Identification is done by identifying DRPs (Drug Related Problems) based on pharmacotherapy and supporting literature."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Dystra Maharani
"Geriatri rentan terhadap masalah terkait obat dikarenakan perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia yang dapat mengubah sifat farmakokinetik dan farmakodinamik obat, komorbiditas dan penggunaan beberapa obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah terkait obat pada pasien rawat inap geriatri dengan diabetes mellitus di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2015 yang dianalisis berdasarkan PCNE V6.2. Pengambilan data dilakukan secara prospektif menggunakan resep, rekam medis, kardeks/catatan perawat. Sampel penelitian adalah data 26 pasien geriatri dengan DM yang memenuhi kriteria inklusi yaitu yaitu resep, rekam medis, kardeks/catatan perawat yang dapat terbaca dan lengkap, data pasien dengan usia > 60 tahun dan data pasien yang menjalani rawat inap maksimal satu bulan perawatan periode Februari - April tahun 2015. Analisis dilakukan terhadap 299 terapi obat dari 26 pasien. Terdapat 166 jumlah masalah yang berhasil diidentifikasi. Persentase masalah efektivitas terapi (50,6%) dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (49,4%) dengan penyebab yang paling besar dikarenakan kombinasi obat-obat atau obat-makanan tidak tepat termasuk kejadian interaksi obat (20,4%).

Geriatric is vulnerable to drug-related problems due to physiological changes associated with age which can alter the pharmacokinetic and pharmacodynamic properties of drugs, comorbidities and use of some medications. This study aimed to analyze drug-related problems in hospitalized geriatric patients with diabetes mellitus at Gatot Soebroto Army Center Hospital 2015, drug related problems were analyzed based on PCNE V6.2. Data were collected prospectively using prescriptions, medical records, index card/nurses records. Sample was data of 26 hospitalized geriatric patients which were readable and complete prescriptions, medical records, index card/nurses records, data of patients with age > 60 years and patient data who got inpatient treatment maximum one month from February to April 2015. The analysis was conducted to 299 drug treatment of 26 patients. One hundred and sixty six number of problems were identified. The percentage of treatment effectiveness (50.6%) and adverse drug reactions (49.4%) with the greatest causes due to a combination of drug-drug or drug-food inappropriately including the incidence of drug interactions (20.4%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Nabilla
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang mencakup kegiatan seperti pengkajian terkait obat yang digunakan pasien, pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat serta pemantauan efektivitas dan efek samping obat. Data penggunaan obat merupakan komponen penting dalam proses PTO. Analisis yang dapat dilakukan berdasarkan data penggunaan obat adalah penilaian kualitas penggunaan antibiotik serta analisis MTO pengobatan yang diterima pasien. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien dan memberikan rekomendasi tindak lanjut menggunakan metode SOAP. PTO dilakukan pada pasien berinisial NAN yang didiagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK. Masalah Terkait Obat (MTO) yang terjadi pada pengobatan pasien N di ruangan PICU RSUP Fatmawati dengan diagnosis sindrom gangguan pernapasan akut, perdarahan intraserebral dan PDVK adalah adanya ketidaksesuaian dosis yaitu amikasin 1x60 mg. Kemudian ditemukan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) terjadi pada pasien yaitu hipoalbumin yang merupakan ROTD dari parasetamol dan hiperglikemi akibat pemberian deksametason. Interaksi obat yang terjadi yaitu antara amikasin dan mannitol, asam valproate dan meropenem, parasetamol dan fenitoin, fenitoin dan asam valproate, amikasin dan furosemide, seftriakson dan furosemide, serta omeprazole dan fenitoin. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik menggunakan metode gyssens menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik seftriakson sudah tepat atau bijak karena masuk ke dalam kategori 0. Kemudian Penggunaan meropenem masuk kategori IVA dan IIIA yang menginterpretasikan bahwa ada antibiotik lain yang lebih efektif daripada meropenem karena berdasarkan hasil kultur yaitu seftazidim dan sefepim masih sensitif terhadap pasien serta penggunaan antibiotik terlalu lama (lebih dari 14 hari). Penggunaan amikasin masuk kategori IIA dan IIB yang menunjukkan bahwa dosis dan interval yang tidak tepat.

Drug Therapy Monitoring (DTM) is a process that includes activities such as assessments related to drugs used by patients, providing recommendations for solving drug-related problems, and monitoring the effectiveness and side effects of drugs. Drug use data is an important component of the DTM process. Analysis that can be carried out based on drug use data is an assessment of the quality of antibiotic use as well as an DRP analysis of the treatment the patient receives. Drug-Related Problems (DRP) that occur in patient treatment and provide follow-up recommendations using the SOAP method. DTM was performed on a patient with the initials NAN who was diagnosed with acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK. Drug-Related Problems (DRP) that occurred in the treatment of patient N in the PICU room at Fatmawati Hospital with a diagnosis of acute respiratory distress syndrome, intracerebral hemorrhage, and PDVK was a dose mismatch, namely amikacin 1x60 mg. Then it was found that adverse drug reactions (ADR) occurred in patients, namely hypoalbumin which was ADR from paracetamol, and hyperglycemia due to dexamethasone administration. Drug interactions that occur are between amikacin and mannitol, valproic acid and meropenem, paracetamol and phenytoin, phenytoin and valproic acid, amikacin and furosemide, ceftriaxone and furosemide, and omeprazole and phenytoin. Assessment of the quality of antibiotic use using the Gyssens method showed that the use of ceftriaxone was appropriate or wise because it was included in category 0. Then the use of meropenem was included in categories IVA and IIIA which interpreted that other antibiotics were more effective than meropenem because they were based on culture results, namely ceftazidime and cefepime. still sensitive to patients and the use of antibiotics for too long (more than 14 days). The use of amikacin is in categories IIA and IIB which shows that the dose and interval are incorrect."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Roesdiana
"Banyaknya pasien yang datang ke IGD pada masa pandemi COVID-19 dan adanya perubahan Panduan Praktik Klinis yang cepat dapat mempengaruhi pola penggunaan obat di IGD RSUI sehingga perlu dilakukan evaluasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan melihat gambaran deskriptif dari perubahan pola penggunaan obat di Instalasi Gawat Darurat untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien di IGD RSUI. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif. Studi dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode ATC/DDD WHO (DDD/100 hari rawat) dan secara kualitatif dengan melihat profil DU90% serta kesesuaiannya dengan Formularium Nasional. Sampel penelitian diambil dari data rekapitulasi pengeluaran obat di IGD periode Januari 2020 - Desember 2022. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah data pengeluaran obat pasien dewasa usia ≥ 18 tahun yang tercatat sebagai pasien IGD dan obat yang memiliki kode ATC/DDD. Jumlah keseluruhan sampel penelitian adalah 15.981 data pengeluaran obat. Jenis obat yang banyak digunakan di IGD RSUI yaitu parasetamol, omeprazol dan asetilsistein. Penggunaan obat untuk pasien di IGD RSUI pada tahun 2020, 2021 dan 2022 secara berturut-turut sebesar 387,59 DDD/100 hari rawat; 316,81 DDD/100 hari rawat dan 349,35 DDD/100 hari rawat. Jumlah obat yang menyusun segmen DU90% pada tahun 2020, 2021 dan 2022 secara berturut-turut sebanyak 36, 42 dan 35 jenis obat. Kesesuaian penggunaan obat di IGD RSUI pada tahun 2020-2022 dengan Formularium Nasional belum memenuhi standar (≥80%) dengan rata-rata kesesuaian sebesar 74,66%. 

The large number of patients who visit Emergency Department (ED) during COVID-19 pandemic and rapid changes in Clinical Practice Guideline can affect the pattern of drug use in ED of RSUI so that it needs to be evaluated. This study was conducted to evaluate and see a descriptive overview of changes in drug use patterns in ED to improve quality of patient care. This study used a cross sectional study design with retrospective data collection. The study was conducted quantitatively using WHO ATC/DDD method (DDD/100 patient days) and qualitatively using DU90% profile and its suitability with the National Formulary. The research sample was taken from recapitulation data of drug dispensing in ED for January 2020 - December 2022. The inclusion criteria in this study were drug dispensing data for adult patients aged ≥ 18 years and drugs that had ATC / DDD codes. Total number of research samples was 15.981 data. The types of drugs that are commonly used in ED of RSUI are paracetamol, omeprazole and acetylcysteine. The use of drugs for patients in ED of RSUI in 2020, 2021 and 2022 amounted to 387,59 DDD/100 patient days; 316,81 DDD/100 patient days and 349,35 DDD/100 patient days, respectively. The number of drugs that make up the DU90% segment in 2020, 2021 and 2022 are 36, 42 and 35 types of drugs, respectively. The suitability of drug use in ED of RSUI in 2020-2022 with National Formulary has not reached the standard (≥80%) with an average suitability of 74,66%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailla Krishenurfitri
"Penerapan Formularium Nasional sebagai acuan baru penggunaan obat pada program Jaminan Kesehatan Nasional berlaku pada awal tahun 2014 akan menimbulkan perubahan pola penggunaan obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pola kesesuaian penggunaan obat terhadap Formularium Nasional pada tiga bulan awal penerapan Jaminan Kesehatan Nasional pada rawat inap dan rawat jalan. Penelitian dilakukan secara potong lintang terhadap data rekapitulasi penjualan obat dari Januari-Maret 2014 di RSUD X Jawa Tengah. Obat diklasifikasikan menurut kode Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dan satuan kuantitas obat dinyatakan dengan Defined Daily Dose (DDD). Hasil penelitian menunjukkan kuantitas penggunaan obat pada bulan Januari-Maret 2014 di RSUD X Jawa Tengah terjadi peningkatan penggunaan obat secara berturut-turut sebesar 24,93% pada bulan Februari dan 13,76% pada bulan Maret. Tiga obat dengan kuantitas tertinggi pada rawat inap adalah ranitidin, omeprazole, dan deksametason, sementara pada rawat jalan adalah glimepiride, amlodipine, dan pioglitazone. Kesesuaian penulisan resep terhadap Formularium Nasional dalam DU 90% pada bulan Januari-Maret 2014 meningkat, dengan persentase secara berturut-turut adalah 89,04%; 88,73%; dan 91,18%. Biaya obat Formularium Nasional pada bulan Januari-Maret 2014 baik pada rawat jalan maupun rawat inap lebih besar dari biaya obat non Formularium Nasional. Persentase biaya penggunaan obat Formularium Nasional terhadap biaya obat keseluruhan pada bulan Januari-Maret 2014 berturut-turut adalah 88,63%; 83,51%; dan 84.60%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kuantitas dan kesesuaian penggunaan obat terhadap Formularium Nasional pada bulan Januari-Maret 2014 meningkat.

Implementation of the National Formulary as new reference drug use on the National Health Insurance (JKN) program which applies at the beginning of 2014 will lead to changing patterns of drug use. The purpose of this study was to compare the pattern of drug use on the suitability of the National Formulary in the three months of the beginning of the implementation of the National Health Insurance in inpatient and outpatient. A cross sectional study was conducted on the data recapitulation of drug sales from January to March 2014 Hospital X Central Java. Drugs are classified according to Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) code and the unit quantity of drugs represented by Defined Daily Dose (DDD). The results showed the quantity of drug use in January-March 2014 Hospital Central Java X increased respectively for 24.93% in February and 13.76% in March. Three drugs with the highest quantity in hospitalization is ranitidine, omeprazole, and dexamethasone, while at the outpatient is glimepiride, amlodipine and pioglitazone. Suitability of prescribing to the National Formulary in DU 90% from January to March 2014 increased, with a percentage respectively is 89.04%; 88.73%; and 91.18%. National Formulary drug costs in January-March 2014 either in outpatient or inpatient greater than the cost of non-formulary drugs. The percentage of the cost of the National Formulary drug use overall drug costs in January and March 2014 respectively is 88.63%; 83.51%; and 84.60%. The conclusion from this study is the quantity and suitability of drug use against the National Formulary from January to March 2014 is increased."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S61136
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>