Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fanny Riana Ridwan
"Pendahuluan dan Tujuan: Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan seksual pada wanita menikah yang bekerja pada bidang pelayanan kesehatan.
Metode: Fungsi seksual dinilai dengan kuesioner Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis data dilakukan dengan chi-square test or Fisher Exact Test
Hasil: Semua subjek yang mengalami overweight atau obesitas memiliki masalah nyeri terbanyak (p value 0.034). Wanita dengan diabetes mellitus memiliki masalah kepuasan yang lebih tinggi (p=0.002, OR 13.13, CI 1.73-99.91). Wanita yang menggunakan kontrasepsi memiliki masalah orgasme yang lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak menggunakannya (p<0.004, OR 0.33, CI 0.15-0.72). Subjek yang bekerja sebagai staf medis seperti perawat/bidan, farmasi, radiografer memiliki masalah nyeri yang lebih tinggi (71.43%) dibandingkan dengan staf non medis (petugas administrasi) (OR 27.47, CI 3.73-202).
Kesimpulan: IMT yang berlebih (overweight/obesitas), diabetes mellitus, penggunaan kontrasepsi, dan tenaga kesehatan adalah faktor risiko yang signifikan yang mempengaruhi munculnya gangguan seksual pada wanita yang bekerja di rumah sakit.

Introduction & Objectives: In this study, we want to evaluate the risk factors associated with sexual dysfunction in married women working in health care system.
Material & Methods: The sexual function was assessed in the questionnaire using Female Sexual Function Index (FSFI). The analysis was conducted using chi-square test or Fisher Exact Test.
Result: All participants who were overweight/obese had highest pain problem (p value 0.034). Women with diabetes mellitus had higher satisfaction problems (p=0.002, OR 13.13, CI 1.73-99.91). The females who used contraception had significantly lower orgasm problems (p<0.004, OR 0.33, CI 0.15-0.72. Participants who worked as medical staff such as nurse/midwife, pharmacist, radiographer had higher pain problems (71.43%) compared to medical staff (administration staff) (OR 27.47, CI 3.73-202).
Conclusion: The BMI (overweight/obesity), diabetes mellitus, the use of contraception, and the medical occupation were the significant risk factors to sexual dysunction problem in women working in the hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindy Aulia
"Pendahuluan dan tujuan: Meskipun prevalensi disfungsi seksual pada wanita tinggi, masalah seksual jarang menjadi fokus konsultasi klinis karena sifatnya yang intim dan pribadi. Di negara seperti Indonesia, lebih sulit lagi untuk mengatasi masalah ini, mengingat faktor budaya, etnis dan agama. Pengaruh kelelahan kerja di kalangan perawat di seluruh dunia terhadap disfungsi seksual jarang dipelajari. Dengan tingginya prevalensi burnout akibat pekerjaan perawat, disfungsi seksual bisa menjadi masalah signifikan yang dialami oleh perawat di seluruh negeri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita Indonesia.
Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia antara Januari 2022 dan Maret 2022 menggunakan kuesioner online yang dikelola sendiri dan bersifat anonim. Subjek penelitian kami adalah perawat wanita dari klinik rawat jalan, bangsal rawat inap, unit perawatan intensif/tinggi, unit gawat darurat, dan kamar operasi. Kami membagikan kuesioner online kepada perawat wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Burnout pekerjaan di kalangan perawat dinilai menggunakan Copenhagen Burnout Inventory (CBI), sedangkan disfungsi seksual pada wanita dinilai menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS ver 25.0
Hasil: Sebanyak 285 perawat berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini, 164 perawat (57,54%) berada pada kelompok beban kerja rendah dan 121 perawat (42,46%) pada kelompok beban kerja tinggi. Prevalensi disfungsi seksual pada perawat wanita dalam penelitian ini mencapai 87,7%, sedangkan kelelahan kerja pada perawat dengan beban kerja tinggi dan rendah dalam penelitian kami masing-masing adalah 42,2% dan 19,5%. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara skor CBI, sub skor, dan status burnout terhadap skor FSFI (p < 0,05) meskipun korelasi tersebut lemah. Data kami membuktikan bahwa tidak ada variabel independen yang dapat menjadi variabel predictor skor FSFI.
Kesimpulan: Perawat wanita yang sudah menikah memiliki tingkat kelelahan kerja yang relatif tinggi dan rentan terhadap disfungsi seksual. Studi ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik tetapi lemah antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita yang sudah menikah dari skor total CBI, subskor dan status kelelahan dengan skor total dan subskor FSFI dalam hal lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri.

Introduction: Despite the high prevalence of female sexual dysfunction (FSD), sexual problems are rarely a focus of clinical consultation due to their intimate and private nature. In a conservative country like Indonesia, it is even more difficult to address these problems considering the culture, ethnic and religion factors. Therefore, this study aimed to see the correlation between occupational burnout and sexual dysfunction in Indonesian female nurses.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Kardinah General Hospital, Tegal, Central Java, Indonesia between January and March 2022. We distributed online questionnaires to female nurses who matched our eligibility criteria. Occupational burnouts among nurses were assessed using Copenhagen Burnout Inventory (CBI), while Female sexual dysfunction (FSD) was assessed using Female Sexual Function Index (FSFI).
Results: A total of 285 nurses participated as samples of this study, 164 nurses (57,54%) were in the low workload group and 121 nurses (42,46%) in the high workload group. The prevalence of sexual dysfunction in female nurses in this study was as high as 87.7% While occupational burnout in high and low workload nurses in our study was 42.2% and 19.5%, respectively. The analysis shows a significant negative correlation between CBI score, sub scores, and burnout status to FSFI score (p < 0.05).
Conclusion: Married female nurses have a relatively high occupational burnout and are prone to sexual dysfunction. This study showed statistically significant but weak correlation between occupational burnout with sexual dysfunction in married female nurses from the CBI total score, subscores and burnout status with FSFI total score and subscores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Putri Fadhilah
"Tren penurunan kebahagiaan wanita dibandingkan dengan pria menjadi perhatian mengingat peluang dan tingkat partisipasi kerja wanita yang terus bertambah. Para wanita yang bekerja tidak hanya memiliki peran pada pekerjaannya, melainkan juga pada keluarganya sebagai istri bahkan seorang ibu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kepuasan kerja dan kepuasan pernikahan sebagai prediktor subjective well-being pada istri yang bekerja. Terdapat 117 istri bekerja dengan rentang usia 21–56 tahun yang menjadi responden penelitian ini. Hasil analisis hierarchical multiple regression mengindikasikan bahwa kepuasan kerja (β = .30, p < .01) dan kepuasan pernikahan (β = .65, p < .01) berhubungan secara positif dengan subjective well-being. Kepuasan pernikahan (ΔR² = .43, F = 85.8, p < .01) juga merupakan prediktor yang lebih dapat menjelaskan subjective well-being pada istri bekerja dibandingkan kepuasan kerja (ΔR² = .08, F = 58.6, p < .01).

The decreasing trend of women's happiness compared to men is a concern considering the increasing opportunities and level of women's work participation. Working women not only have a role in their work but also in their families as wives and even mothers. This study aims to examine the role of job satisfaction and marital satisfaction as predictors of subjective well-being in working wives. There were 117 working wives with an age range of 21–56 years who were respondents in this study. The results of the hierarchical multiple regression analysis indicated that job satisfaction (β = .30, p < .01) and marital satisfaction (β = .65, p < .01) were positively related to subjective well-being. Marital satisfaction (ΔR² = .43, F = 85.8, p < .01) was also a better predictor that could explain subjective well-being in working wives than job satisfaction (ΔR² = .08, F = 58.6, p < .01)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetia Nursih Widiastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah di Indonesia. Menggunakan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016, gangguan mental emosional diukur berdasarkan rincian pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan Self Reporting Questionnaire SRQ-20.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa persentase gangguan mental emosional tertinggi pada wanita tinggal di perdesaan, pendidikan SD kebawah, tidak bekerja, indeks kekayaan rendah, durasi perkawinan 21-30 tahun, suami melakukan kegiatan selain bekerja, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, usia perkawinan pertama kurang dari 18 tahun, jumlah anak lahir hidup lebih dari enam, dan status kesehatan buruk.
Hasil analisis inferensial menggunakan regresi logistik biner menunjukkan bahwa faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional. Faktor sosio-ekonomi yang yang berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional adalah tingkat pendidikan dan indeks kekayaan. Sedangkan status pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah. Faktor gender dan perkawinan yang berpengaruh signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah adalah durasi perkawinan, kegiatan suami dan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami. Sedangkan usia kawin pertama secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap gangguan mental emosional.

This study aims to determine the influence of socio economic factors and gender and marital factors to common mental disorders among married women in Indonesia. Using the 2016 National Women 39 s Life Experience Survey, common mental disorders were measured on Self Reporting Questionnaire 20 SRQ 20.
The result of descriptive analysis show that the highest percentage of common mental disorder in women living in rural areas, elementary school education, unemployment, low wealth index, duration of marriage 21 30 years, husband doing activities other than work, experiencing domestic violence, age at first marriage less from 18 years, the number of live birth children is more than six, and the health status is bad.
The results of inferential analysis uses binary logistic reggression show that socio economic factors and gender and marital factors significantly influence common mental disorders. The socio economic factors that significantly influence common mental disorders are the level of education and wealth index. While the status of work does not significantly influence the common mental disorders among married women. Gender and marital factors that significantly influence the common mental disorders among married women are the duration of marriage, husbands 39 activities and domestic violence by husbands. While age at the first marriage is not statistically significant effect on common mental disorders.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati
"Lingkungan pekerjaan memberikan pengalaman dan informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan wanita tentang pemeriksaan pap smear. Penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan wanita menikah yang bekerja dan tidak bekerja tentang pemeriksaan pap smear. Pengambilan sampel menggunakan teknik proportional dengan quota sampling dengan jumlah sampel 96 wanita menikah bekerja dan 96 wanita menikah tidak bekerja di Kelurahan Grogol, Depok.
Hasil analisis univariat menunjukkan persentase wanita menikah bekerja yang berpengetahuan baik tentang definisi (27,1%), tujuan dan manfaat (33,3%), kriteria (9,4%), prosedur (15,6%), dan jadwal pemeriksaan (9,4%). Persentase pengetahuan wanita menikah tidak bekerja yang berpengetahuan baik tentang definisi (18,8%), tujuan dan manfaat (29,2%), kriteria (11,5%), prosedur (15,6%), dan jadwal pemeriksaan (2,1%). Berdasarkan hasil tersebut, penyuluhan kesehatan tentang pemeriksaan pap smear perlu ditingkatkan dan dievaluasi agar pencegahan kanker serviks dapat lebih efektif.

Work environment give experience and information that can affect women's knowledge about Pap smears. This quantitative research with descriptive design aims to describe the working and not working married women's kwowledge about Pap smear. This research used proportional and quota sampling technique which the sample were 96 working married women and 96 not working married women in Kelurahan Grogol, Depok.
The results of univariate analysis showed the percentage of working married women who have good knowledge about the definition (27,1%), the purpose and benefits (33,3%), criteria (9,4%), procedures (15,6%), and the schedule (9,4%). The percentage of not working married women who have good knowledge about the definition (18,8%), the purpose and benefits (29,2%), criteria (11,5%), procedures (15,6%), and the schedule (2,1%). Based on these results, health education about Pap smear needs to be improved and evaluated for the prevention of cervical cancer can be more effective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43362
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Lestari Cahyaningati
"Penelitian ini memaparkan tentang faktor predisposisi (karakteristik, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (keaktifan responden dalam bimbingan kegiatan) dan faktor penguat (dorongan responden berperilaku seksual) yang mempengaruhi perilaku seksual warga binaan pemasyarakatan selama berada di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan perilaku seksual berisiko pada warga binaan pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan gabungan metode kuantitatif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) dan kualitatif dengan tehnik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan faktor predisposisi yaitu karakteristik (orientasi seksual) dan sikap permisif terhadap jenis-jenis perilaku seksual serta faktor penguat yaitu dorongan dalam berperilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko pada warga binaan pemasyarakatan selama di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, tahun 2012. Untuk menangani hal tersebut, diperlukan keterlibatan pihak Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, Kantor Wilayah DKI Jakarta Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan HAM serta pihak-pihak terkait. Adanya kebijakan yang memperhatikan hak-hak seksual warga binaan pemasyarakatan diharapkan dapat menurunkan jumlah perilaku seksual berisiko warga binaan pemasyarakatan selama berada di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur.

This research describes about the factors predisposing (characteristics, knowledge, attitudes), enabling factors (respondents participating in mentoring activities) and reinforcing factors (encouragement or reason respondents sexual behavior) that influence sexual behavior prisoners while in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur. This study aimed to determine the relationship between these three factors with risky sexual behavior in female prisoners in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur in 2012. This study uses a combination of quantitative methods with cross-sectional research design and qualitative in-depth interview techniques.
The results showed an association that is characteristic of predisposing factors (sexual orientation) and permissive attitude toward sexual behavior types and reinforcing factors that encourage or excuse in sexual behavior with sexual risk behavior of women prisoners in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, in 2012. For handling these, required the involvement of the Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur, Kantor Wilayah DKI Jakarta Kementrian Hukum dan HAM, and Kementrian Hukum dan HAM itself and related parties. Policy attention to sexual rights prisoners expected to reduce the number of risky sexual behavior prisoners while in Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Anggraeni
"Fungsi seksual ibu hamil dapat mengalami perubahan. Hal tersebut dapat berdampak terhadap keharmonisan rumah tangga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan fungsi seksual selama kehamilan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskirptif analitik pendekatan cross sectional. Hasil penelitian memaparkan bahwa dari 201 ibu hamil dengan mayoritas rerata usia 27,76 tahun SD=5,46 bahwa 46,8 94 orang mengalami resiko tinggi disfungsi seksual. Hal ini berhubungan dengan usia kehamilan yang semakin meningkat, tingkat pendidikan lebih rendah, tidak bekerja, dan kehamilan yang tidak direncanakan. Hasil penelitian ini memperkuat bahwa pengkajian mengenai faktor-faktor fungsi seksual dan pemberian edukasi seksualitas penting digencarkan, baik secara keilmuan atau pelayanan kesehatan untuk meningkatkan nilai fungsi seksual ibu hamil.

Sexual function in pregnant women perceived change and has a significant impact in a families tranquility. The purpose of this study to overview sexual function of pregnant women and the related factors. 201 pregnant women participated in the study. The study use quantitative methods to design descriptive analytic approach of cross sectional study. Results of study from 201 pregnant women participated in the study that mean age of participants was 27,76 years SD 5,46 . Over all 94 women 46,8 scored less than mean on sexual functioning. The results obtained from chi square model demonstrated that older age of women and husband, longer duration of marriage, older stageof pregnancy, lower education, house wife, and unwanted pregnancy were related factors contributing to disturbed sexual functioning among couples. Results of study reinforce assessment between related factors of sexual function and sexual education is important to be encouraged both in study and health service to improve the quality of sexual function.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Adeline
"Latar belakang: Disfungsi seksual pada perempuan/ female sexual dysfunction (FSD) merupakan komplikasi penting diabetes melitus (DM) yang seringkali diabaikan. Data perihal FSD pada DM tipe 2 di Indonesia masih jarang dan meta-analisis terkait belum ada, padahal Indonesia mempunyai populasi DM terbesar ke-7 di dunia.
Tujuan: Menilai prevalensi dan faktor yang memengaruhi FSD penyandang DM tipe 2 di Indonesia.
Metode: Telaah sistematis ini disusun berdasarkan standar PRISMA. Pencarian artikel dilakukan di PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, serta jurnal/ portal lokal di Indonesia. Artikel dicari dengan kata kunci “seksual”, “diabetes”, dan “Indonesia” dengan MesH terms (dalam bahasa Inggris dan Indonesia), yang mencakup studi observasi maupun eksperimental. Pencarian dilakukan tanpa membatasi waktu penelitian dan bahasa. Data dianalisis dengan STATA untuk mencari besar prevalensi FSD dan odd ratio faktor yang berhubungan dengan FSD.
Hasil: Sepuluh studi dengan desain potong lintang mencakup 572 perempuan DM tipe 2 di komunitas maupun rumah sakit. Rentang prevalensi pada kesepuluh studi ini adalah 9,8 – 78,2% dengan pooled prevalence 0,52 (IK 95% 0,49 – 0,56; I-squared 93,9%, p = 0,000) dan 0,62 (IK 95% 0,58 – 0,66; I-squared 68,7%, p = 0,001) jika satu studi dikeluarkan dari analisis karena penggunaan skor FSFI yang tidak standar. Usia di atas 45 tahun, menopause, penggunaan obat anti-hipertensi, dan kadar HbA1C berhubungan dengan FSD. Studi ini mempunyai keterbatasan berupa heterogenitas dan risiko bias artikel yang tinggi, luaran yang beragam, serta teks lengkap artikel yang sulit diperoleh. Studi ini juga menunjukkan adanya bias publikasi.
Kesimpulan: Disfungsi seksual perempuan DM tipe 2 di Indonesia mempunyai prevalensi yang tinggi dan kemungkinan berhubungan dengan proses penuaan dan metabolik. Implikasi studi ini adalah bahwa perempuan dengan DM tipe 2 dianjurkan untuk evaluasi FSD secara rutin.

Background: Female sexual dysfunction (FSD) is a neglected major complication of diabetes mellitus (DM). However, there is scarcity of data in Indonesia, which is currently ranked as the 7th in the world for the number of people with DM.
Objective: Our study aims to analyze the prevalence and factors of FSD among type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients in Indonesia.
Methods: This systematic review was conducted using the PRISMA standard. Literature searching was performed in PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, Indonesian local journals/ databases, and libraries, by considering human clinical studies. All observational and experimental studies in searching keywords “sexual”, “diabetes”, and “Indonesia” with MeSH terms (in English and Bahasa) were included, without time of study or language restriction. Pooled prevalence and odds ratio of associated factors of FSD were analyzed using STATA.
Results: Ten studies with cross-sectional design comprised of 572 females with T2DM, in both community and hospital settings. The prevalence of FSD ranged 9,8 – 78,2% and with random-effect model, it showed pooled prevalence 0,52 (95% CI 0,49-0,56; I-squared 93,9%, p = 0.000). After removing one study that was conducted with unstandardized FSFI cut off value, the prevalence of FSD was 0,62 (95% CI 0,58-0.66; I-squared 68,7%, p = 0.001). Age more than 45 years old, menopause, the use of antihypertensives, and HbA1c level were associated with FSD. Limitations of this article were its publication bias, in addition to its high heterogeneity and risk of bias among studies.
Conclusions: FSD was prevalent among T2DM patients in Indonesia and might associated with aging and metabolic factors. This conclusion implicated that females with T2DM need to be routinely evaluated for FSD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S6784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neysa Oktanina
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara komitmen kerja dan kesiapan menikah pada wanita dewasa muda yang bekerja. Pengukuran komitmen kerja dilakukan menggunakan alat ukur Occupational Commitment, sedangkan pengukuran kesiapan menikah dengan menggunakan alat ukur Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 96 orang yang merupakan wanita dewasa muda yang bekerja.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen kerja dengan kesiapan menikah (r = 0.387, p < 0.01). Artinya, semakin tinggi komitmen kerja, maka semakin tinggi pula kesiapan menikah, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian ini, terdapat tiga area dalam kesiapan menikah yang memiliki hubungan positif yang signifikan dengan komitmen kerja, yaitu keuangan, anak dan pengasuhan, serta perubahan pada pasangan dan pola hidup.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, lama berpacaran, dan rencana pelaksanaan pernikahan tidak memberikan pengaruh terhadap komitmen kerja dan kesiapan menikah.

This study examined the relationship between occupational commitment and readiness for marriage in young adult working women. Occupational commitment was measured by Occupational Commitment Scale, whereas the readiness for marriage was measured by Modifikasi Inventori Kesiapan Menikah. The respondents of this study were 96 young adult working women.
The result of this study shows that there is a significant, positive relationship between occupational commitment and readiness for marriage (r = 0.387, p < 0.01). It indicates that the higher occupational commitment, the higher the readiness for marriage, and vice versa. In this study, there are three areas of readiness for marriage which are found to have positive relationship with occupational commitment. Those are finance, children and parenting, also changes in partner and lifestyle.
Based on this result, age, educational level, organizational tenure, length of dating, and years of the implementation of marriage do not give impact to occupational commitment and readiness for marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>