Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 251225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maulida Yustika
"Tugas Karya Akhir ini membahas tentang kapital sosial pada fase pemulihan bencana di Asia dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kejadian bencana yang terjadi di Asia. Bencana sendiri mempengaruhi berbagai kapital, namun di antara semuanya, kapital sosial yang paling sedikit rusak. Kapital sosial menjadi salah satu dasar kapasitas komunitas untuk dapat merespon dan pulih dari bencana. Tugas Karya Akhir ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan peran kapital sosial dalam fase pemulihan bencana pada komunitas di Indonesia, Filipina, Nepal dan Bangladesh dari penelitian terdahulu dalam rentang tahun 2018-2022. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan nonreaktif melalui kajian literatur jenis context review. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk kapital sosial bonding, bridging, dan linking berperan selama proses pemulihan bencana pada keempat negara dengan menyediakan dukungan sosial seperti dukungan emosional, informasi, dan nyata. Hubungan bonding ditemukan bermanfaat bagi pemulihan jangka pendek diikuti dengan bridging dan linking yang semakin bermanfaat dalam jangka panjang. Hubungan bonding umumnya memberikan dukungan sosial dalam bentuk penyediaan kebutuhan dasar untuk sehari-hari. Selain kebutuhan dasar, hubungan bridging selangkah lebih maju dengan menyediakan bantuan dan akses informasi yang berguna tentang peluang pekerjaan, bantuan kemanusiaan, dan pengenalan kepada orang-orang berpengaruh yang awalnya tidak tersedia dari hubungan bonding. Selanjutnya, hubungan linking yang berperan dalam menghubungkan masyarakat kepada sumber daya yang lebih luas. Kepemimpinan, partisipasi masyarakat dan juga ikatan komunitas diikuti kepercayaan, jaringan dan norma mendorong partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dalam aksi kolektif selama pemulihan bencana. Meskipun kapital sosial memiliki konsekuensi positif yaitu sebagai kontrol sosial, dukungan keluarga, sumber manfaat dari luar jaringan keluarga, tetapi terdapat konsekuensi negatif seperti pengecualian terhadap orang luar atas sumber daya. Walaupun kapital sosial mampu menghubungkan masyarakat dengan berbagai sumber daya, kelompok termarjinalisasi seperti lanjut usia, perempuan dan juga masyarakat yang tinggal di desa terpencil tidak jarang terkecualikan karena memiliki hubungan bridging dan linking yang lemah, terlebih jika eksklusi didorong oleh norma dan nilai setempat. Ada pun praktik yang menggerus hubungan bridging diantara anggota komunitas yang menimbulkan rasa iri, ketidakpercayaan dan dan konflik seperti korupsi dan favoritisme.

This study aims to explain social capital in the disaster recovery phase in Asia from the view of Social Welfare Science. This research is motivated by frequent occurrences of natural disasters in Asia. Disasters affect the various capitals, to which social capital is the least damaged. Social capital is one of the foundations of a community's capacity to respond and recover from disasters. This study aims to describe the forms and role of social capital in the disaster recovery phase of communities in Indonesia, the Philippines, Nepal, and Bangladesh from previous research throughout 2018-2022. This study is descriptive and non-reactive research through a context review type of literature review. The findings from this study indicate that bonding, bridging, and linking through forms of social capital play an important role in disaster recovery. Bonding social capital is relevant for the short-term, followed by bridging and linking social capital that grew increasingly beneficial in the long-term recovery process. There is also the role of social capital in the disaster recovery phase between connecting with existing aid resources and providing social support such as emotional, informational, and tangible support. In general, bonding relationships contribute to the provision of basic daily needs. In addition to basic needs, the bridging relationships step ahead in providing assistance and access to important information about job opportunities, humanitarian aid, and access to influential people that were not initially available from bonding relationships. Lastly, linking relationships is crucial as it connects communities to broader resources. Leadership, community participation, and community bonds coupled with trust, networks, and norms encourage community participation in collective action during disaster recovery. Even though social capital has positive consequences throughout the disaster recovery phase, as a source of social control, family support, and benefits from extrafamilial networks, it also generates negative consequences, such as the exclusion from resources. Although social capital may well connect people with various resources, marginalized groups such as senior citizens, women, and people who live in remote villages often get excluded because they have weak bridging and linking relationships due to the norms and values a place may hold. In addition, certain practices such as corruption and favoritism erode bridging relationships among community members, which generate jealousy, distrust, and conflict."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Pramono
"Disertasi ini membahas interaksi antara bonding social capital dan bridging social capital dan fungsinya dalam program pemulihan pasca bencana. Studi ini merupakan hasil penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus di desa Lampulo, kota Banda Aceh yang terkena dampak bencana tsunami. Hasil studi ini menunjukkan interaksi antara bridging social capital (organisasi) dengan bonding social capital (komunitas) menghasilkan kinerja kapital sosial yang bervariasi. Desa Lampulo mempunyai empat dusun atau setingkat Rukun Warga (RW) yang disebut Lorong. Di Lorong Satu dan Lorong Tiga, kapital sosial berfungsi positif sejalan dengan tingkat integrasi sosial yang tinggi dalam kedua kelompok sosial itu. Sebaliknya, di Lorong Dua, Lorong Empat, kapital sosial kurang berfungsi sejalan dengan rendahnya integrasi sosial di kedua Lorong itu. Kapital sosial yang muncul dari hubungan dengan organisasi luar (bridging social capital) dalam program pemulihan pasca bencana di Lampulo terbagi dalam dua kategori. Pertama, organisasi dengan tingkat sinergi tinggi dan integrasi yang tinggi. Kategori kedua, organisasi yang mempunyai tingkat sinergi yang rendah, namun dengan integrasi yang sedang. Relasi dengan organisasi luar menghasilkan kinerja kapital sosial, yang mendukung program dalam pelaksanaannya. Organisasi dengan tingkat sinergi dan integrasi tinggi menghasilkan kinerja yang tinggi. Kinerja kapital sosial yang tinggi mempunyai pengaruh positif dalam keberhasilan program pemulihan pasca bencana. Namun demikian kinerja kapital sosial juga didukung oleh kapital fisik dan kapital manusia dalam mencapai keberhasilan program.

This dissertation discusses interactions between bonding social capital and bridging social capital in Lampulo village, and their functions in the disaster recovery programs. This dissertation is a descriptive qualitative research using the case study method, with Lampulo village as the case. Lampulo Village has four hamlets (Lorong). The study result shows that interaction between bonding social capital (community) and bridging social capital (organization) produces a varied social capital performance. At Lorong Satu and Tiga, social capital funtions positively in high level of social integration accordingly. While at Lorong Dua and Empat, social capital does not funtion well because of lack of social integration. In Lampulo, social capital that emerges from a relationship with external disaster recovery program organizations consists of two categories. First, organizations with high levels of both synergy and integration. Second, organizations with high levels of synergy but low integration. The performance of relationship between an external organization`s social capital and a local community`s social capital is related to the successful implementation of programs. An organization with high levels of synergy and integration working will support successful disaster recovery programs."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D892
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Islamic
"Dengan mengambil konteks diskusi perkembangan gerakan agraria, studi ini ingin menjelaskan upaya komunitas petani dalam meningkatkan daya tahan hidup di Hutan Negara berbasis kapital sosial. Studi kasus pada komunitas petani Moro-Moro di Register 45, Mesuji. Adapun kapital sosial dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yakni kapital sosial komunitarian, jaringan dan institusional. Lewat pendekatan studi kualitatif, pertama dari aspek kapital sosial komunitarian Moro-Moro memperlihatkan kemampuan menciptakan kapital sosial dengan didasari oleh sejarah kemunculan sebagai sebuah komunitas yang spontanitas; kedua dari aspek kapital sosial jaringan Moro-Moro menunjukan kemampuan untuk mengembangkan jaringan yang kemudian berkontribusi pada penguatan internal dan penggalangan dukungan dari berbagai stakeholder untuk bertahan di Register 45; ketiga secara institusional kapital sosial Moro-Moro dapat berkembang karena ada pembiaran atas kondisi Register 45 dan sementara Moro-Moro kemudian berkembang menjadi kampung. Bahkan berangsur-angsur negara mulai menunjukan keberpihakan meskipun legalitas menduduki tanah belum kunjung juga didapatkan. Secara teoritis studi ini memperlihatkan bahwa kapial sosial komunitarian ternyata mampu menjadi landasan untuk mengembangkan kapital sosial lebih lanjut yang kemudian mampu berkontribusi pada peningkatan sosial ekonomi komunitas petani.

By taking the context of the discussion of the development of the agrarian movement, this study want to explain the efforts of the farming community in improving survival in the State Forest-based social capital. Case studies on the farming community Moro-Moro in Register 45, Mesuji. The social capital in this study viewed from three aspects, namely the communitarian social capital, networks and institutional. Through a qualitative study approach, the first of the communitarian social capital aspects of Moro-Moro demonstrate the ability to create social capital based on the historical emergence as a community of spontaneity; then second, from the aspect of social capital networks Moro-Moro show the ability to develop a network which then contribute to the strengthening of internal and raising support from various stakeholders to survive in register 45; third, institutional of Moro-Moro social capital can develop because there is negligence on the condition register 45 and while Moro-Moro developed into the village. Even the state gradually began to show partiality though legality occupied land has not yet well established. Theoretically, this study shows that social kapial communitarian was able to form the basis for further developing social capital that is then able to contribute to the socio-economic improvement of the farming community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Halim Sani
"Tesis ini membahas tentang Kapital Sosial dalam Organisasi Pelayanan; Studi Atas Pelayanan Sosial Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kapital sosial dalam KPAI kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan, kapital sosial belum mampu membuat kinerja organisasi yang baik, sehingga pelayanan berjalan lambat. Namun dengan itu semua, keberadaan KPAI mulai dipertimbangkan secara politis dalam tingkatan nasional. Sedangkan fungsi kapital sosial dalam pelayanan sosial KPAI membantu proses perlindungan anak seperti, konseling, advokasi kebijakan agar ramah anak dan advokasi terhadap klien dalam meghadapi kasusnya melalui mitra KPAI.

This thesis discusses Social Capital in Social Organization; Study About Social Service of Indonesian Children Protection Council, by using a descriptive qualitative approach. The result of this research show that social capital in KPAI is not going well. It is because social capital in this institution less power to influence a good organization performance, then make the service going slowly. Nevertheles, the existence of KPAI began to be taken into account in national political arena. Beside of this, the function of social capital in social service of KPAI help the children protection process counseling, such as public policy advocay to be child-friendly policy and clients advocacy to face their cases through KPAI partner."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Irfarinda
"Tesis ini membahas tentang timbulnya proses kepercayaan antara pemulung dan pengepul. Kepercayaan yang berkembang tersebut diketahui dapat membentuk kapital sosial di dalam hubungan kerja antara pemulung dan pengepul. Elemen kapital sosial selain kepercayaan juga ditemukan dalam penelitian ini, diantaranya unsur jaringan dan norma yang digunakan untuk memperlancar aktivitas jual beli antara pemulung dan pengepul.
Fokus penelitian ini adalah unsur percaya antara pemulung dan pengepul dan kontribusinya unsur percaya tersebut pada kelancaran aktivitas jual beli antara pemulung dan pengepul. Rasa saling percaya antara keduanya juga dianggap penting dalam rangka meningkatkan kapital sosial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam hubungan kerja antara pemulung dan pengepul ini besar dipengaruhi oleh rasa saling percaya. Hubungan kerja kedua aktor ini dapat langgeng selain karena mendapat mutual benefit, keduanya juga sudah memiliki rasa saling percaya. Rasa percaya yang terjadi di antara kedua aktor semakin kuat, maka dapat meningkatkan unsur jaringan dan melonggarkan unsur norma, sehingga kapital sosial dapat dikatakan meningkat.

This thesis discusses the emergence of a trust process between scavengers and collectors. This growing belief is known to form social capital in the working relationship between scavengers and collectors. Elements of social capital other than trust are also found in this study, including the elements of networks and norms used to facilitate buying and selling activities between scavengers and collectors.
The focus of this study is the element of trust between scavengers and collectors and the contribution of these elements of trust in the smoothness of buying and selling activities between scavengers and collectors. The mutual trust between the two is also considered important in order to improve social capital.
The results showed that in the working relationship between scavengers and collectors is greatly influenced by mutual trust. The working relationship of these two actors can be lasting apart from having mutual benefit, they also have mutual trust. The trust between the two actors is getting stronger, it can increase the elements of the network and loosen the elements of the norm, so that social capital can be said to increase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luqman Hilmy Mohammad
"ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kapital sosial yang dihasilkan oleh pekerja dalam hubungannya dengan kapital manusia terhadap mobilitas karir di PT Pertanina Trans Kontinental, Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Structural Equation Modelling dengan jumlah sampel sebanyak 70 orang. Hasil menunjukkan bahwa kapital manusia berpengaruh terhadap kapital sosial, dan kapital sosial berpengaruh terhadap mobilitas karir. Hal ini menjadi tantangan dan bahan evaluasi bagi perusahaan bagaimana mereka mengevaluasi
model pengembangan karir yang di integrasikan dengan pemanfaatan kapital sosial
agar nantinya hal tersebut memudahkan pekerja dalam mengembangkan kapital sosial
dan meningkatkan peluang mobilitas karirnya

ABSTRACT
This study was conducted to determine the extent of social capital produced by the
employees in relation to the career mobility of human capital in PT Pertanina Trans
Kontinental, Jakarta. The method used in this research is SEM with a sample size of
70. The results show that human capital effect on social capital, and social capital
influence on career mobility. This is challenge and evaluation for company how they
evaluate career development models integrated with the utilization of social capital so
that later it is easier for employees in developing social capital and increase the
chances of career mobility"
2016
T46724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Taufik Nuryadin
"ABSTRAK
Studi ini terfokus pada struktur sosial dimana kapital sosial tertambat (embedded) didalamnya pada komunitas suku Bajo di Pulau Baliara Provinsi Sulawesi Tenggara. Studi dengan metode kuantitatif ini juga menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang bersifat kualitatif, seperti wawancara, pengamatan terbatas dan dokumentasi serta penyebaran angket itu sendiri. Penulis tidak bermaksud menguji kebenaran teori atau konsep kapital sosial yang dikembangkan oleh para ahli, tetapi teori dan konep-konseo tersebut digunakan untuk membantu dalam memperkaya data ketika teknik-teknik kualitatif digunakan Melalui studi ini, penulis ingin mengetahui model kapital sosial pada komunitas suku Bajo dengan melihat struktur sosial baik dalam cakupan mikro, messo, dan makro serta bagaimana relasi terjalin diantara mereka yang dilandasi nilai atau norma (norms) serta sangsi, kepercayaan (trust), serta jaringan sosial (linking) sebagai kekuatan yang dapat diandalkan dalam memecahkan masalah atau kebutuhan bersama (societal needs). Studi juga melihat secara kuantitatif pada tingkatan struktur soial cakupan mana yang paling memungkinkan kapital sosial tertambat serta bagaimana sinerji antar kapital dilakukan.
Studi menyimpulkan bahwa struktur sosial yang paling memungkinkan kapital sosial tertambat pada skala komunitas, yaitu bonding social capital dimana tingkatan kinerja integrasi dan jejaring yang ada menunjukan indikator-indikator yang relatif tinggi karena faktor-faktor: (1) homogenitas etnik (suku) yang penuh didasari hubungan kekeluargaan (dansihitang), kekerabatan (kinship), relatif kecil (small scale), gotong royong (sitabangan), dan menghindari konflik (orrai lesse), dan (2) homogenitas pekerjaan yaitu nelayan dimana bekerja sebagai nelayan adalah sumber atau tempat menggantungkan hidup (kalumanine). Relasi sosial nelayan suku Bajo dengan pemilik modal (punggawa) tidak hanya berdimensi patron klien, tetapi juga mutual simbiosis karena fungsi punggawa selain sebagai pemodal dan pengumpul, tetapi juga sebagai institusi jaminan sosial nelayan. Dalam konteks inilah maka sinerji antar kapital perlu dibangun, baik kapital sosial, kapital manusia, dan kapital ekonomi dengan melakukan revitalisasi peran dan fungsi punggawa bukan sebagai aktor tetapi sebagai agen perubah (agent of change), serta menata struktur dan relasi yang membawa keuntungan bukan pada perspektif masingmasing tetapi dalam perspektif bersama.

ABSTRACT
The study shows how social capital is found to be embedded in the social structure of Bajo community in Baliara island, Southeast Sulawesi Province. Using the quantitative paradigm of deduction, this study employs qualitative data and information gathering techniques such as interviews, observation and documentation. However, it is not the intention of the author to contest the theories or concepts on social capital as proposed by the experts; but rather to enrich the gatherings of data and information when qualitative techniques are applied. Throughout the study, the author focuses on how the social capital model within ethnic Bajo's social structure relates at the micro, mezo and macro levels. Based on the norms and sanctions, as well as trust and social link, the study indicates those aspects to be the contributing factors in the problem solving method when problems arise. Using the quantitative measurement, this study shows in which aspect of social capital that is embedded in the social structure of ethnic Bajo and what kind of synergy mechanism employed within.
The study concludes that social capital is indeed embedded at the scale of community in the social structure of ethnic Bajo. A relatively high indicator of social capital bonding is seen through integration mechanism and networking. The contributing factors are found in the following (1) Ethnic homogeneity based on family relations (danshitang), kinship, small scale, gotong royong (sitabangan) and conflict avoidance (orai lesse); (2) Labor homogeneity whereby the fisherman's work place serves mainly as the source of income (kalumanine). Social relation of ethnic Bajo's fisherman with the financier (punggawa) does not only have a patron-client relationship dimension in it but also a mutual symbiotic relationship. Punggawa also stands as the institution that provides social guarantee for the fisherman. Therefore, within this context, the synergy created between various capitals found in social, human resources and economy need to be established by revitalizing the roles and functions of punggawa. Punggawa acts as both an actor and an agent of change. It is also important to rearrange the social structure and relations that are more beneficial for the community of ethnic Bajo."
Depok: 2009
D633
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Stiawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mempelajari peran modal sosial dalam proses pemulihan bencana di Indonesia, menggunakan dua proxy keluaran yaitu jumlah hari yang dijalani korban bencana dalam pengungsian dan rekonstruksi tempat tinggal yang telah dilakukan korban. Penulis mengacu pada penelitian sebelumnya yang mengkonfirmasi adanya efek yang signifikan dari modal sosial dalam mendukung proses pemulihan dari bencana. Untuk mengatasi efek endogenitas yang ditimbulkan dari modal sosial, metode OLS dan 2SLS diterapkan dengan memasukkan faktor keseragamaan agama dan etnik. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa partisipasi dalam pemilihan kepala desa mempunyai pengaruh positif yang signifikan pada jumlah hari yang dijalani korban bencana di pengungsian. Selain itu, modal sosial tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap usaha rekonstruksi tempat tinggal korban, karena rumah tangga terdampak bencana masih menjadikan faktor keuangan sebagai perhatian utama. Penelitian lebih lanjut dengan memasukkan faktor mitigasi bencana seperti asuransi dan bantuan teknologi perlu dilakukan, demi mendapatkan pengertian yang lebih mendalam di bidang penanggulangan bencana.

ABSTRACT
This research examined the role of social capital in the disaster recovery process in Indonesia using two outcome proxies i.e. the days that the victims spend in the temporary housing and the housing reconstruction that households has done. The author refers to previous studies that capture the significant effect of social capital to the recovery process. OLS and 2SLS model have been utilized for estimating the outcome, which include the uniformity of religion and ethnicity as control variables. The estimation results show us that participation in head of village voting has a positive significant relationship to the days that the victims spends in temporary shelter. Meanwhile, social capital has no significant impact to housing reconstruction option since households still take financial issue as their main concern. Further research that include households rsquo pre disaster mitigation like insurance and technology implementation need to be conducted, to obtain a more comprehensive insight in this field."
2017
T49656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Retnasari
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan voluntarisme dan modal sosial dalam komunitas virtual Karsa Cita. Studi sebelumnya mengenai mekanisme voluntarisme dalam komunitas dikelompokkan berdasarkan nilai altruisme, agama, budaya lokal, dan modal sosial. Peneliti sepakat dengan argumen yang diberikan oleh studi-studi tersebut. Meskipun demikian, belum banyak studi yang membahas mekanisme voluntarisme dan modal sosial dalam komunitas virtual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan voluntarisme dan modal sosial yang dapat menjaga eksistensi komunitas virtual Karsa Cita. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui teknik wawancara mendalam, observasi digital, dan tinjauan dokumen komunitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak awal bergabung, anggota komunitas virtual telah memiliki jiwa voluntarisme. Pada akhirnya, partisipasi dalam voluntarisme memungkinkan para anggota untuk membangun modal sosial yang kuat, termasuk jaringan, norma resiprositas, dan kepercayaan. Selain itu, bonding, bridging, dan linking social capital secara signifikan mendukung pencapaian tujuan komunitas. Dengan demikian, terdapat keterkaitan timbal balik antara voluntarisme dan modal sosial sehingga mampu menjaga eksistensi komunitas virtual.

The objective of this study is to describe the phenomenon of voluntarism and social capital within the context of the Karsa Cita virtual community. Previous studies on the mechanisms of voluntarism in communities were categorized based on values of altruism, religion, local culture, and social capital. The researcher concur with the arguments presented in these studies. However, there is a paucity of research discussing the mechanisms of voluntarism and social capital in virtual communities. Consequently, the objective of this study is to describe the voluntarism and social capital that maintain the existence of the Karsa Cita virtual community. This research employs qualitative methods, including in-depth interviews, digital observation, and a review of community documents. The findings indicate that since the inception of the virtual community, its members have exhibited a spirit of voluntarism. Ultimately, participation in voluntarism enables members to construct robust social capital, encompassing networks, norms of reciprocity, and trust. Furthermore, the presence of bonding, bridging, and linking social capital is conducive to the realization of community objectives. Consequently, there is mutual reinforcement between voluntarism and social capital, which serves to sustain the continued existence of virtual communities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Al-Humami
"Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kapital (modal) sosial merupakan variabel penting bagi perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu masyarakat atau negara. Begitu penting nilai kapital sosial itu hingga mendorong lembaga keuangan internasional, Bank Dunia, berinisiatif untuk mensponsori berbagai pengembangan kajian ihwal kapital sosial di berbagai Negara Dunia Ketiga dalam rangka mengatasi permasalahan kemiskinan.
Dalam diskursus ekonomi ala J.H. Boeke, ekonomi (sektor) informal, dalam hal ini usaha PKL, secara analogis dikategorikan sebagai jenis ekonomi tradisional (pra-kapitalistlk) yang dinilai statis dan sulit berkembang. Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya ekonomi sektor informal (PKL), cenderung memiliki daya survival sangat tinggi. Padahal, ekonomi (sektor) informal hanya ditopang oleh kapital (modal) finansial yang relatif kecil dan terbatas. Kenyataan ini menegaskan bahwa dengan dukungan kapital finansial yang relatif terbatas, keberlangsungan usaha informal (PKL), seperti halnya pedagang angkringan di Kota Yogyakarta, pada dasarnya karena disokong oleh kapital sosial yang besar.
Atas dasar itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat jaringan sosial-ekonomi yang dirajut komunitas pedagang angkringan, serta kepedulian dan kepercayaan sosial yang dibangun dan dikembangkan oleh komunitas pedagang angkringan. Ketiga hal ini merupakan bentuk dari sosiabilitas komunitas pedagang angkringan, dan karena itu dinilai sebagai bagian penting dari kapital sosial angkringan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuannya termasuk jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, data (informasi) penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan lapangan (observasi). Sementara sebagai informan (subyek) penelitian adalah para pedagang angkringan yang tergabung dalam Kelompok Angkringan Demangan.
Berdasarkan analisis data Iapangan, dapat digambarkan bahwa komunitas pedagang angkringan merajut jaringan angkringan secara kolektif (komunalistik). Kolektifitas angkringan terbentuk karena dua motif kepentingan, yakni: kepentingan ekonomik, dan kepentingan etik. Kepentingan ekonomik terkait dengan keterbatasan kapital finansial yang dimiliki pedagang, sehingga memaksa mereka melibatkan banyak orang untuk melakoni usaha angkringan. Sementara kepentingan etik terkait dengan dorongan moral (kerelaan) untuk berbagi rezeki (peluang usaha) dengan sesama Wong cilik. Simpul struktural dan jaringan angkringan berakar pada ikatan- ikatan sosial, seperti ikatan kekeluargaan (kekerabatan), hubungan ketetanggaan, dan jalinan pertemanan. Selain itu, ikatan ekonomi juga menjadi simpul penghubung bagi kerjasama usaha yang dijalin para pedagang angkringan. Dalam perspektif Colemanian, struktur jaringan angkringan dalam wujud hubungan kerjasama yang dirajut secara kolektif tersebut termasuk kategori struktur sosial yang ketat-tertutup (closure of social structure).
Struktur jaringan angkringan yang bersifat closure tersebut menjadi basis bagi tumbuh-kembangnya norma-nonna kelompok yang dipedomani oleh komunitas pedagang angkringan sebagai acuan bagi perilaku sosial-ekonomi mereka. Norma-norma kelompok ini selanjutnya menjadi dasar bagi penciptaan kepercayaan sosial angkringan. Di antara norma-norma kelompok yang dimaksud itu adalah: kejujurandan tanggungjawab (pemenuhan tugas) yang berbasis pada ajaran agama (Islam), yakni keharusan untuk berlaku amanah, dan kepedulian yang diwujudkan dalam bentuk sikap saling perhatian dan tindakan saling menolong, yang berakar pada norma-norma sosial masyarakat Jawa, yakni kesetiakawanan dan kerukunan. Komitmen yang kuat terhadap kejujuran dan tanggungjawab (pemenuhan tugas), serta kepedulian, kesetiakawanan, dan kerukunan, sebagaimana dikembangkan oleh komunitas pedagang angkringan, merujuk pada Francis Fukuyama, merupakan bentuk substansial dari norma-norma (nilai-nilai) koperatif yang sangat mendukung perilaku kerjasama.
Dengan demkian, bisa disimpuikan bahwa komunitas pedagang angkringan pada dasamya punya persediaan kapital sosial yang sangat besar. Hal ini tercennin dari struktur jaringan angkringan yang termasuk dalam kategori struktur sosial yang ketat-tertutup (closure of social struktur), dengan simpul-simpul struktural yang berakar pada ikatan-ikatan sosial, seperti ikatan kekeluargaan (kekerabatan), relasi ketetanggaan, dan jalinan pertemanan. Besarnya kapital sosial angkringan juga dapat dilihat dari besamya kepercayaan sosiai di antara pedagang angkringan. Komunitas pedagang angkringan membangun dan memelihara kepercayaan sosial dengan memegang teguh norma-norma (niiai-nilai) infomasi yang mendukung dan mempromosikan perilaku koperatif, seperti kejujuran, tanggungjawab, dan kesediaan untuk saling membantu dan menolong, yang dibangun atas dasar kesetiakawanan sosial yang kuat.
Simpul-simpul struktural dari jaringan angkringan yang berakar pada ikatan kekerabatan (kekeiuargaan), hubungan ketetanggan, dan jalinan pertemanan sekaligus menunjukkan bahwa komunitas pedagang angkringan pada hakekatnya mempunyai radius kepercayaan (radius of trust) yang Iuas. Banyaknya ikatan sosial yang menjadi simpul jaringan angkringan menunjukkan bahwa kepercayaan sosiai angkringan tidak hanya dibangun atas dasar solidaritas kelompok yang terbatas (bonding solidarity). rnelainkan juga atas dasar solidaritas keiompok yang lebih luas (broading solidarity)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>