Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Pratama
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrin yang paling banyak ditemukan dan memengaruhi 5–20% perempuan pada usia reproduksi. Kadar LH dan rasio LH dengan FSH lebih tinggi pada pasien SOPK nir-obese dibandingkan obese. Sekresi LH dan FSH dipengaruhi oleh pulsatilitas GnRH neuron GnRH di hipotalamus. Kisspeptin diduga sebagai regulator utama sekresi GnRH, sedangkan neurokinin B (NKB) dan dinorfin mengatur sekresi kisspeptin neuron KNDy. Namun, patofisiologi gangguan neuroendokrin pada pasien SOPK nir-obese belum dipahami sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan kadar kisspeptin, NKB dan dinorfin dengan rasio LH/FSH serta hubungannya dengan polimorfisme dan metilasi DNA gen KISS1. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang di Klinik Yasmin, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Kencana dan klaster Human Reproduction, Infertility and Family Planning IMERI UI pada bulan September 2021 sampai Januari 2023 dengan subjek penelitian 120 pasien SOPK nir-obese. Dilakukan pengukuran parameter komposisi tubuh, skor Ferriman-Gallwey dan pemeriksaan kadar FSH, LH, rasio LH/FSH, kisspeptin, NKB, dinorfin, leptin, adiponektin, AMH, glukosa darah puasa, insulin puasa, HOMA-IR, testosteron, dan SHBG. Dilakukan analisis polimorfisme rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 danmetilasi DNA gen KISS1. Analisis bivariat dan analisis jalur dilakukan untuk mengetahui hubungan antarvariabel. Terdapat hubungan negatif antara dinorfin dengan kisspeptin, sedangkan kadar NKB tidak berhubungan dengan kisspeptin. Tidak ada hubungan kadar kisspeptin dengan rasio LH/FSH; namun, dinorfin berhubungan positif dengan rasio LH/FSH pada pada analisis bivariat maupun analisis jalur. Kadar AMH berhubungan dengan rasio LH/FSH baik pada kedua analisis. Pada analisis jalur, terdapat hubungan positif antara HOMA-IR dengan FAI dan antara FAI dengan AMH. Pada analisis polimorfisme gen KISS1tidak terdapat hubungan antara frekuensi genotipe maupun frekuensi alel rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 SOPK nir-obese dengan kadar kisspeptin dan rasio LH/FSH. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara metilasi DNA dengan kadar kisspeptin dan rasio LH/FSH. Terdapat hubungan antara peningkatan dinorfin dengan penurunan kadar kisspeptin. Hubungan dinorfin dengan rasio LH/FSH kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar progesteron. Peningkatan AMH berhubungan dengan peningkatan rasio LH/FSH pada pasien SOPK nir-obese. AMH merupakan variabel perantara HOMA-IR dan FAI terhadap rasio LH/FSH. Tidak ada hubungan polimorfisme rs4889 dan rs5780218 gen KISS1 serta metilasi DNA gen KISS1 dengan kisspeptin dan rasio LH/FSH pada pasien SOPK nir-obese. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi terapi terhadap dinorfin dan AMH dalam tatalaksana pasien SOPK nir-obese.

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is the most common endocrine disorder affecting 5–20% of reproductive age women. LH levels and LH/FSH ratios are higher in lean PCOS patients than in obese patients. LH and FSH secretion are influenced by GnRH pulsatility of GnRH neurons in the hypothalamus. Kisspeptin is thought to be the main regulator of GnRH secretion, whereas neurokinin B (NKB) and dynorphin regulate kisspeptin secretion in KNDy neurons. However, the pathophysiology of neuroendocrine disorders in lean PCOS patients is not well established. This study aims to determine the relationship between kisspeptin, NKB and dynorphin levels with the LH/FSH ratio and the relationship between polymorphism and DNA methylation of the KISS1 gene. This study used a cross-sectional design at the Yasmin Clinic, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Kencana and the IMERI UI Human Reproduction, Infertility and Family Planning cluster from September 2021 to January 2023 with 120 lean PCOS patients as subjects. Body composition parameters, Ferriman-Gallwey score, FSH, LH, LH/FSH ratio, kisspeptin, NKB, dynorphin, leptin, adiponectin, AMH, fasting blood glucose, fasting insulin, HOMA-IR, testosterone, and SHBG were measured. Analysis of KISS1 gene polymorphisms of rs4889 and rs5780218 and DNA methylation were performed. Bivariate analysis and path analysis were performed to determine the relationship between variables. There was a negative relationship between dynorphin and kisspeptin, while NKB levels was not related to kisspeptin. There was no relationship between kisspeptin levels and the LH/FSH ratio; however, dynorphin was positively related to the LH/FSH ratio in both bivariate and pathway analysis. AMH levels was positively correlated with the LH/FSH ratio in both analyses. In path analysis, there is a positive relationship between HOMA-IR and FAI as well as between FAI and AMH. In the analysis of the KISS1 gene polymorphism, there was no significant difference between the genotype and allele frequencies of rs4889 and rs5780218 of the lean KISS1 gene with kisspeptin levels and the LH/FSH ratio. There was no significant difference between DNA methylation with kisspeptin levels and LH/FSH ratio. There is a relationship between the increased dynorphin and decreased kisspeptin levels. The association of dynorphins with the LH/FSH ratio may be due to low levels of progesterone. Increased AMH is associated with increased LH/FSH ratio in lean PCOS patients. AMH is an intermediary variable between HOMA-IR and FAI with the LH/FSH ratio. There is no relationship between the rs4889 and rs5780218 KISS1 gene polymorphisms and KISS1 gene DNA methylation with kisspeptin and the LH/FSH ratio in lean PCOS patients. Further research is required to determine the therapeutic potential of dynorphin and AMH in the management of lean PCOS patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roselina Panghiyangani
"Pendahuluan: Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan masalah reproduksi yang sering terjadi pada perempuan usia reproduksi, namun hingga saat ini etiopatogenesis SOPK masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran sel granulosa folikel ovarium dalam etiologi SOPK, keterkaitan genotip FSHR Asn680Ser dengan patogenesis SOPK dan peran gen CYP19A1(aromatase) dalam patogenesis SOPK.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional berbentuk studi seran lintang (cross sectional study) dan dilakukan di Departemen Biologi FKUI, Klinik Yasmin-RSCM Kencana dan Laboratorium terpadu FKUI pada tahun 2011-2014. Sebanyak 142 subyek penelitian (66 pasien SOPK dan 76 pasien bukan SOPK) terlibat dalam penelitian ini. Sampel penelitian berupa darah tepi dan cairan folikel ovarium yang diaspirasi ketika proses ovum pick up sebagai sumber sel granulosa. Dilakukan isolasi DNA untuk analisis RFLP polimorfisme FSHR Asn680Ser, dilakukan kultur sel granulosa untuk mengetahui kemampuan proliferasi sel granulosa dan analisis ekspresi mRNA aromatase sel granulosa dengan metode RT-qPCR.
Hasil: Indeks proliferasi sel dan ekspresi mRNA aromatase sel granulosa pada kelompok SOPK lebih rendah secara bermakna dibandingkan bukan SOPK (p<0,05). Tidak ditemukan perbedaan bermakna distribusi genotip FSHR Asn680Ser antara kelompok SOPK dan bukan SOPK (p>0,05), tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kadar hormon FSH basal berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser pada kelompok SOPK dan bukan SOPK (p>0,05). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna indeks proliferasi sel granulosa berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser baik pada kelompok SOPK maupun bukan SOPK (p>0,05). Tidak terdapat korelasi antara indeks proliferasi sel granulosa dengan ekspresi mRNA aromatase (p>0,05).
Kesimpulan: Indeks proliferasi sel dan tingkat ekspresi mRNA aromatase sel granulosa kelompok SOPK menurun dibandingkan kelompok bukan SOPK. Genotip FSHR Asn680Ser tidak menentukan kerentanan individu untuk menderita SOPK. Kadar hormon FSH basal dan indeks proliferasi sel granulosa tidak berbeda antara kelompok SOPK dan bukan SOPK berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser. Tidak ada korelasi antara indeks proliferasi sel dengan ekspresi mRNA aromatase sel granulosa pada penelitian ini.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a common reproductive problem in women at reproductive age, but until now aetiopathogenesis of PCOS has not been fully understood. The objective of this study was to analyse interrelationship between proliferation of ovarian follicular granulosa cells, CYP19A1 expression and polymorphism at codon 680 of FSHR towards the etiology of PCOS.
Methods: Observational analytic in the form of cross-sectional study was used in this research. The study was carried out between 2011-2014 at the Department of Biology, Integrated laboratory of Faculty of Medicine University of Indonesia and Yasmin clinic at the Cipto Mangunkusumo Hospital. A total of 142 subjects (66 patients with PCOS and 76 patients without PCOS) were involved in this study. Granulosa cells for culture were obtained from ovarian follicular fluid and total RNA was isolated from the cells. DNA samples were extracted from peripheral blood. Granulosa cell proliferation index was determined by counting under a phase-contrast microscope. CYP19A1 expression was measured by qRT-PCR, whereas polymorphism at Asn680Ser FSHR was performed by RFLP.
Result: Cell proliferation index and CYP19A1 mRNA expression levels in the granulosa cells of the PCOS group was significantly lower than non-PCOS (p < 0.05). There was no significant difference found in Asn680Ser FSHR genotype distribution between PCOS and non-PCOS group (p > 0.05). Based on Asn680Ser FSHR genotype variation, no significant difference was found between basal FSH hormone levels in the PCOS and non- PCOS group (p > 0.05) and FSHR genotype variation did not correlate with granulosa cell proliferation index between PCOS and non-PCOS group (p > 0.05). Moreover, there was no correlation between the granulosa cell proliferation index with aromatase mRNA expression levels (p > 0.05).
Conclusion: Cell proliferation index and CYPA1 expression of granulosa cells in PCOS group were lower compared to the non PCOS group although no correlation was found between the two parameters. Asn680Ser FSHR genotype did not correlate with individual susceptibility to PCOS. FSHR genotype variation did not correlate with basal FSH levels and granulosa cell proliferation index between PCOS and non-PCOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Shadrina
"Pada perempuan nir-obese dengan SOPK perlu dicari tahu mengenai apa saja faktor yang berpengaruh terhadap patofisiologi terjadinya SOPK. Sejumlah faktor diketahui menjadi penyebab dalam patofisiologi terjadinya SOPK, termasuk faktor epigenetik. Namun, sampai saat ini belum ada yang menyatakan mengenai faktor yang menjadi penyebab utama serta korelasi sejumlah faktor tersebut, seperti metilasi DNA reseptor insulin dan juga kadar insulin, dengan Free Androgen Index (FAI) pada SOPK nirobese. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara gonadotropin, profil antropometri, metilasi DNA reseptor insulin, kadar insulin dengan Free Androgen Index (FAI) pada subjek dengan Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) nir-obese. Dilakukan studi potong lintang pada 43 perempuan nir-obese di Jakarta yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok positif dengan SOPK dan kelompok tanpa SOPK. Pemeriksaan dilakukan pada sejumlah variabel seperti usia, IMT, lingkar pinggang, kadar FSH, kadar LH, level metilasi reseptor insulin, dan FAI, kemudian dianalisis secara statistik. Diperoleh level metilasi reseptor insulin yang berkorelasi positif dengan tingkat korelasi sedang ((p = 0.01, r = 0.53), juga pada nilai LH (p = 0.02, r = 0.5). Sementara nilai SHBG pada kelompok SOPK nir-obese menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat korelasi sedang (p = 0.02, r = -0.5). Terdapat asosiasi signifikan antara kadar SHBG dengan FAI baik pada kelompok SOPK maupun kelompok kontrol, juga ditemukannya korelasi negatif pada kedua kelompok, serupa dengan yang terdapat pada nilai LH. Kondisi ini tanpa disertai hubungan bermakna dari insulin yang menunjukkan bahwa SHBG dan LH merupakan suatu faktor independen dari patofisiologi terjadinya SOPK. Korelasi negatif pada metilasi reseptor insulin menunjukkan terjadi silencing pada fungsi reseptor insulin, sehingga terjadi penurunan sensitivitas dari reseptor insulin dan berujung pada meningkatnya kadar FAI.

Many factors that corresponding to pathophysiology of PCOS on lean women with PCOS. Some factors were still needed to be evaluated such as epigenetics, but until now no studies explaining about main cause and also correlation of those factors, including DNA methylation of insulin receptor and also insulin level, with Free Androgen Index (FAI) of lean PCOS. The aim of this study to evaluate the correlation between gonadotropin, anthropometric profile, DNA methylation of insulin receptor, insulin level, with Free Androgen Index (FAI) on Lean People with Polycystic Ovary Syndrome. A cross-sectional study included 43 lean women in Jakarta was done, and subjects were further classified into two groups, with PCOS and without PCOS. Several related variables such as age, body mass index (BMI), waist circumference, FSH level, LH level, DNA methylation of insulin receptor, insulin level, and FAI, were assessed and analyzed statistically. The DNA methylation of insulin receptor showed positive correlation with moderate correlation (p = 0.01, r = 0.53), and also to LH level (p = 0.02, r = 0.5). While SHBG level of lean PCOS group showed negative correlation with moderate correlation (p = 0.02, r = -0.5). Significance association was resulted between SHBG level and FAI of both groups, also found in LH level. This condition was found without significance association of insulin level which conclude that SHBG and LH level were independent factor of PCOS pathophysiology. Negative correlation of DNA methylation of insulin receptor showed silencing process of insulin receptor function, then decrease the sensitivity of insulin receptor which ended to increasing FAI level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Beeleonie
"Pendahuluan: Sindrom Ovarium Polikistik SOPK merupakan gangguan endokrin tersering penyebab infertifilitas pada wanita usia reproduktif. Wanita-wanita dengan SOPK diketahui memiliki tingkat apoptosis yang rendah dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK dan memiliki kadar Anti-Muellerian Hormone AMH yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK. Akan tetapi, belum ada penelitian yang menghubungkan kadar AMH dengan apoptosis yaitu adanya atresia folikel pada ovarium wanita penderita SOPKTujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kadar AMH yang tinggi dengan tingkat apoptosis sel granulosa yang terjadi pada pasien SOPK sehingga dapat diketahui salah satu patogenesis kelainan folikulogenesis pada pasien SOPKMetodologi: Studi cross sectional dengan mengambil sampel sel granulosa wanita SOPK dan tanpa SOPK atau kelainan ovarium yang mengikuti program Fertiisasi In Vitro FIV di Yasmin dan SMART-IVF, klinik dr. Sander B Jakarta. Jumlah sampel yaitu 40 sampel yang terdiri dari 20 wanita dengan SOPK dan 20 wanita tanpa SOPK. Tingkat apoptosis dievaluasi dengan mengukur ekspresi mRNA dari gen pengkode protein keluarga apoptotic Bcl2 Bax dan Bcl2 menggunakan metode kuantitatif absolut qPCR. Pengukuran kadar AMH di serum dilakukan dengan metode ELISA.Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar AMH wanita SOPK dan kontrol pABSTRACT
Background Polycystic Ovary Syndrome PCOS is a common endocrine abnormality in causing infertility in reproductive aged women. Women with PCOS were reported have lower apoptosis rate compared to women without PCOS and have higher level Anti Muellerian Hormone compared to women without PCOS. However, there are no reported studies which directly study to know correlation between AMH level in serum and apoptosis result in follicle atresia in ovarium of PCOS patients.Objective To analysis correlation between serum AMH level and apoptosis in granulosa cell in PCOS pasien that may underlie the folliculogenesis abnormality in PCOS.Methods Cross sectional study of sample from granulose cells women with PCOS and without PCOS or with ovarian abnormalities that following Fertility In Vitro FIV program in Yasmine and SMART ndash IVF, dr. Sander B clinic, Jakarta. Sample number were 40 consisting 20 women with PCOS and 20 women without PCOS. Apoptosis level were evaluated with measuring mRNA expression from gene that of coding apoptotic Bcl2 family Bax and Bcl2 using quantitave absolute method qPCR. AMH level in serum were measured using ELISA method.Results There was a statistical significance difference AMH level between PCOS group and control group p"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desmawati
"Latar belakang: Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan salah satu kelainan endokrin paling umum pada 7-15% wanita usia reproduksi yang menyebabkan infertilitas anovulatori. SOPK sering ditemukan pada wanita gemuk, sekitar 50-75% tetapi sindrom ini juga dapat ditemukan pada wanita kurus sebesar 5,5%. Penyebab dan patogenesis SOPK sampai sekarang masih diperdebatkan tapi hasil penelitian memperlihatkan hiperandrogen dan resistensi insulin terlibat dalam perkembangan perjalanan penyakit dan fenotip SOPK. Efek androgen dimediasi oleh reseptor androgen (AR) sedangkan efek insulin dimediasi oleh reseptor insulin (INSR). Ekspresi dan aksi dari kedua reseptor ini terutama pada sel granulosa ovarium dapat dipengaruhi oleh mekanisme epigenetik yang diduga terlibat dalam perkembangan penyakit SOPK ini.
Tujuan: Mengetahui tingkat metilasi DNA pada gen reseptor androgen (AR) dan reseptor insulin (INSR) serta ekspresi mRNAnya pada sel granulosa subjek SOPK dan nir-SPOK.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel berupa sel granulosa dari folikel ovarium didapatkan dari wanita yang melakukan ovum pick up (OPU) di klinik Yasmin RSUPN Ciptomangunkusumo yang kemudian dilakukan isolasi DNA dan RNA. Pada isolat DNA dilakukan konversi bisulfit, Methyl Specifik PCR (MSP), elektroforesis dan analisis ketebalan pita dengan perangkat lunak ImageJ untuk mendapatkan data tingkat metilasi DNA. Pada isolat RNA dilakukan qPCR untuk mendapatkan ekspresi relatif mRNA gen AR dan INSR.
Hasil: Analisis data dari 21 subjek SOPK dan 20 subjek nir SOPK menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p=0,00) tingkat metilasi DNA gen AR pada pasien SOPK (45.24 %±16,84) dibandingkan nir-SOPK (84,96±15,45). Analisis gen INSR, pada subjek SOPK 100% tidak terjadi metilasi pada promotor gen INSR tetapi pada subjek nir-SOPK 1 dari 21 wanita mengalami metilasi parsial ((37,82%±8,25). Dari penelitian juga didapatkan terjadinya peningkatan ekspresi relatif mRNA AR sebesar 2,459 kali dan 1,791 kali pada mRNA INSR. Tidak terdapat korelasi antara tingkat metilasi gen AR dan INSR dengan ekspresi mRNAnya.
Kesimpulan: Penurunan tingkat metilasi DNA (hipometilasi) pada gen AR dan INSR dapat meningkatkan tingkat ekspresi mRNA AR dan INSR, yang kemudian berkontribusi terhadap kejadian hiperandrogen dan resistensi insulin pada fenotip subjek SOPK.

Background: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common endocrine disorders in 7-15% of women of reproductive age who cause anovulatory infertility. PCOS is often found in obese women, around 50-75% but this syndrome can also be found in thin women at 5.5%. The causes and pathogenesis of PCOS is still debated but the results of the study show hyperandrogen and insulin resistance involved in the development of the disease course and the PCOS phenotype. The androgen effect is mediated by the androgen receptor (AR) while the effect of insulin is mediated by the insulin receptor (INSR). The expression and action of these two receptors, especially in ovarian granulosa cells can be influenced by epigenetic mechanisms that are thought to be involved in the development of PCOS.
Objective: To determine the level of DNA methylation in the androgen receptor gene (AR) and insulin receptor (INSR) and its mRNA expression in the SOPK and nir-SPOK granulosa cells.
Method: This study is a descriptive analytic study with a cross sectional design. Samples in the form of granulosa cells from ovarian follicles were obtained from women who performed ovum pick up (OPU) at the Yasmin clinic Ciptomangunkusumo Hospital which was then isolated from DNA and RNA. DNA isolates were carried out bisulfite conversion, Methyl Specific PCR (MSP), electrophoresis and tape thickness analysis with ImageJ software to obtain DNA methylation level data. QPCR was performed on RNA isolates to obtain the relative expression of the AR and INSR mRNA genes.
Results: Analysis of data from 21 SOPK subjects and 20 non-PCOS subjects showed significant differences (p = 0.00) of AR gene DNA methylation rates in PCOS patients (45.24% ± 16.84) compared to non-PCOS (84.96 ± 15 , 45). INSR gene analysis, in the subject of 100% PCOS there was no methylation of the INSR gene promoter but in non-PCOS subjects 1 out of 21 women had partial methylation ((37.82% ± 8.25). AR is 3.459 times and 2.791 times in INSR mRNA. There is no correlation between the rate of methylation of the AR and INSR genes with their mRNA expression.
Conclusion: Decreasing levels of DNA methylation (hypomethylation) in AR and INSR genes can increase the level of expression of mRNA AR and INSR, which then contributes to the incidence of hyperandrogen and insulin resistance in the phenotype of the PCOS subject.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Agnes Susanto
"TUJUAN: Mengetahui efek metformin atau DLBS3233 terhadap kadar AMH.
LATAR BELAKANG: SOPK merupakan sindrom yang diketahui berkaitan dengan resistensi insulin dalam patofisiologi dan peranan AMH dalam patogenesis. Maka salah satu bagian dari tatalaksana SOPK adalah dengan pemberian insulin sensitizing agent ISA. ISA yang telah banyak digunakan yaitu metformin yang terbukti dalam memperbaiki siklus haid, namun obat ini juga menimbulkan efek samping seperti keluhan gastrointestinal yang cukup berat. Sehingga perkembangan obat herbal seperti fraksi bioaktif DLBS3233 memberikan harapan akan ISA yang efektif, namun memiliki efek samping minimal. Peranan ISA dalam efek perubahan AMH masih kontroversial, dan hanya ditemui penelitian yang meneliti metformin.
DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda yang berlangsung pada bulan Maret 2013 hingga Juni 2015 di klinik Yasmin, RSCM Kencana dan RS Hasan Sadikin, Bandung. Subjek penelitian akan mendapatkan metformin sebanyak 2x750mg atau DLBS3233 1x100mg per hari selama enam bulan. Evaluasi kadar AMH akan dilakukan sebanyak dua kali, sebelum dan sesudah pengobatan.
HASIL: Sebanyak 20 subjek mendapati metformin dan 18 subjek mendapati DLBS3233. Rerata kadar AMH sebelum pengobatan didapati 9,30 5,06 ng/mL dan 11,27 6,47 ng/mL. Pasca pengobatan, didapati penurunan kadar AMH yang signifikan sebesar 1,52 0,07 p < 0,001. Penurunan kadar AMH didapati lebih tinggi pada grup metformin bila dibandingkan dengan DLBS3233 ? AMH = 1,83 ng/mL vs 1,15 ng/mL. Namun, metformin menimbulkan efek samping yang lebih signifikan dibandingkan DLBS3233 p=0,01. Sebanyak 7 pasien 18,42 hamil selama penelitian ini. Namun efek samping pengobatan jauh dirasakan oleh subjek yang mendapatkan metformin dibandingkan DLBS3233 p=0,01.
KESIMPULAN: Baik metformin atau fraksi bioaktif DLBS3233 dapat menurunkan kadar AMH, dan DLBS3233 merupakan pilihan terapi SOPK dengan efek samping yang minimal.

OBJECTIVE: To determine the effect of metformin and DLBS3233 on serum AMH level.
BACKGROUND: PCOS is known to be associated with insulin resistance in the pathophysiology and Anti Mullerian Hormone AMH in the pathogenesis. Thus, one of management of PCOS is to give insulin sensitizing agent ISA. Type of ISA which has been widely used is metformin which proven to improve menstrual cycle, but this medication cause major side effect such as gastrointestinal problems. So, the development of herbal medicine such as Bioactive Fraction DLBS3233, offer effective medicine, with minimal side effects. To date, the role of ISA to effects the changes in AMH still controversial, and studies only examine the effect of metformin to the level of AMH.
METHOD: Double blind randomized controlled trial was conducted in Yasmic Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Kencana and Hasan Sadikin hospital, Bandung within March 2013 until June 2015. PCOS patient diagnosed using Rotterdam All participant get daily dose of metformin 2x750mg or DLBS3233 1x100mg for six months. Evaluation of serum AMH level was conducted twice prior therapy and after the completion of the therapy. Protocol analysis was carried out upon differences of AMH using SPSS 20.
RESULTS: 20 subjects received metformin, while 18 subject received DLBS3233. Level of AMH prior medication was known to be 9,30 5,06 ng mL and 11,27 6,47 ng mL. After six months of therapy, there is significant decrease of AMH level of 1,52 0,07 p 0,001. The decrease level of AMH was observed higher in metformin group compared to DLBS3233 AMH 1,83 ng mL vs 1,15 ng mL. However, metformin causing more side effects compared to DLBS3233 p 0,01. There are total of 7 subjects 18,42 pregnant during the studies.
CONCLUSION: There rsquo s a significant decrease of AMH level after administration of either metformin or DLBS3233.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Kurniawan
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan suatu kondisi umum endokrinopati yang ditandai dengan adanya oligoovulasi atau anovulasi, produksi androgen berlebih, dan adanya kista ovarium kecil multipel yang diidentifikasi secara sonografis (kriteria Rotterdam, 2004). SOPK ditemukan pada 10% populasi wanita usia reproduksi dan berhubungan erat dengan disfungsi ovulasi sehingga menurunkan angka fertilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap SOPK. Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol dilakukan terhadap 44 subjek dengan SOPK yang dialokasikan secara acak ke dalam kelompok elektroakupunktur sejati dan medikamentosa (n=22), serta kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa (n=22). Penilaian menggunakan pencitraan USG transvaginal dan perhitungan panjang siklus menstruasi sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna rerata volume ovarium antara kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,002); penurunan jumlah folikel antral (p=0,005); angka kejadian menstruasi (p=0,001); dan pemendekan siklus menstruasi (p=0,003). Kesimpulan penelitian ini elektroakupunktur dan medikamentosa memberikan perbaikan terhadap keluhan dan gambaran ovarium pada pasien SOPK.

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a general endocrinopathy condition that signed with oligoovulation or anovulation cycle, excess androgen production, and an image of multiple small cysts identified by transvaginal ultrasound (Rotterdam criteria, 2004). PCOS found in 10% of reproductive women and highly corresponded with ovulation dysfunction and finally decrease the fertility rate. The goal of this study is to know the effect of electroacupuncture combined with medical treatment in PCOS. A double blind randomized controlled trial is performed in 44 subjects with PCOS and divided into true electroacupuncture combined with medical treatment group (n=22) and sham electroacupuncture combined with medical treatment group (n=22). Ovarian volume and antral follicle are evaluated with transvaginal ultrasound and the length of menstrual cycle is counted before and after the treatment. The results show there are significant mean differences between ovarian volume in two groups before and after treatment (p=0,002); antral follicle count (p=0,005); menstrual incidence during the treatment (p=0,001); and shortened menstrual cycle (p=0,003). The conclusion of this study is electroacupuncture combined with medical treatment could improve PCOS patients’ compaint and ovarian image."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adevita Tania
"

Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan gangguan pada sistem reproduksi wanita yang menjadi penyebab umum terjadinya infertilitas pada usia reproduktif. Etiologi dari SOPK belum diketahui dengan pasti, namun lebih dari 50% wanita SOPK mengalami obesitas. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 gen Fat Mass and Obesity Associated (FTO) merupakan kandidat genetik yang dapat memengaruhi perkembangan obesitas dan kerentanan terhadap SOPK. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui asosiasi SNP rs9939609 gen FTO dengan SOPK. Penelitian ini menggunakan 120 sampel darah dengan masing-masing 30 sampel untuk setiap kelompok, yaitu kelompok wanita normal obesitas, normal non-obesitas, SOPK obesitas, dan SOPK non-obesitas. Metode yang digunakan yaitu amplifikasi sekuens target dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), validasi dengan elektroforesis, dan sekuensing dengan menggunakan Automated Sanger. Hasil sekuensing dianalisis menggunakan perangkat lunak Bioedit dan FinchTV. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya frekuensi minor alel A sebesar 29,6% serta frekuensi genotipe AA, AT, dan TT secara berurutan sebesar 10%, 39,20%, dan 50,80%. Studi ini juga menunjukkan hasil tidak adanya asosiasi (p>0,05) antara SNP rs9939609 gen FTO dengan sindrom ovarium polikistik.


Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a female reproductive disorder which is a common cause of infertility at reproductive age. The etiology of PCOS is still unclear, however more than 50% of PCOS women are obese. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 Fat Mass and Obesity Associated (FTO) gene is a genetic candidate that can affect the development of obesity and susceptibility to PCOS. This study aims to determine the association of FTO gene SNP rs9939609 with PCOS. Samples in this study was 120 blood samples divided into 30 samples for each group, normal with obesity, normal lean, PCOS with obesity, and PCOS lean. Amplification of target sequences using the PCR method, validation with electrophoresis, and sequencing was carried out using an Automated Sanger. Sequencing results were analyzed with Bioedit and FinchTV software. The results of this study showed that a minor allele A frequency was 29.6% and the genotype frequencies of AA, AT, and TT were 10%, 39.20%, and 50.80%, respectively. This study also showed no association (p>0.05) between SNP rs9939609 with polycystic ovarian syndrome.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Danang Prasetyo
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin dan metabolisme dengan prevalensi tinggi. Salah satu akibat dari SOPK merupakan infertilitas. Fertilisasi In Vitro (FIV) merupakan salah satu alternatif dari masalah tersebut. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang mendeskripsikan hubungan SOPK dengan komplikasi obstetri pada pasien yang menjalani FIV dibandingkan dengan pasien lainnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komplikasi obstetri pada wanita yang menjalani program FIV dengan SOPK Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2013-2019. Subjek penelitian merupakan seluruh wanita berusia diatas 18 tahun yang menjalani program FIV tanpa kelainan ginekologis lain selain SOPK. Luaran dalam penelitian ini adalah komplikasi obsteri berupa abortus dan IUFD. Analisa dilakukan dengan menggunakan cox-regresi untuk mendapatkan nilai Risk Ratio (RR) setelah dilakukan control terhadap confounding Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 355 wanita, dimana 72 diantaranya memiliki SOPK (20,3%). Komplikasi obstetri yang didapatkan pada subjek dengan SOPK adalah preterm (2,78%), IUFD (17,24%), abortus (9,72%), dan kehamilan ektopik (1,39%). Tidak dijumpai hubungan antara SOPK dengan IUFD pada wanita yang menjalani program FIV (RR: 1.07, 95%CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Didapatkan adanya hubungan antara interaksi antara SOPK dengan pembelahan nisbah < 6 terhadap terjadinya abortus pada wanita yang menjalani program FIV. (RR: 7.32, 95%CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Simpulan: SOPK tidak memengaruhi terjadinya IUFD dan abortus pada wanita yang menjalani program FIV.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is an endocrine and metabolic disorder with a high prevalence. One result of PCOS is infertility. In Vitro Fertilization (FIV) is one of the alternatives to the problem. However, there are no study describing the differences in obstetric complications of PCOS patients undergoing FIV compared to other patients. Aim: This study aims to determine the relationship of obstruction complications in women undergoing FIV programs with PCOS.
Methods: This was a retrospective cohort study conducted at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo since 2013-2019. The study subjects were all women aged over 18 years who underwent FIV programs without other gynecological abnormalities besides PCOS. The outcomes in this study were obstetric complications in the form of abortion and IUFD. Analysis is done by using cox-regression to get the value of Risk Ratio (RR) after controlling for confounding Results: This study included 355 women, of whom 72 had PCOS (20.3%). Complications found in subjects with PCOS were preterm preterm were found in (2.78%), IUFD (17.24%), abortion (9.72%) and ectopic pregnancy (1.39%). No association was found between PCOS and IUFD in women undergoing FIV programs (RR: 1.07, 95% CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Interaction between PCOS and ratio <6 had higher probability of having abortion in women
undergoing FIV program obtained. (RR: 7.32, 95% CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Conclusion: PCOS does not affect the occurrence of IUFD and abortion in women undergoing FIV programs.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`Matul Isna
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan reproduksi yang ditandai dengan anovulasi, menstruasi tidak teratur, dan hirsutisme yang seringkali menyebabkan infertilitas. Meski etiologinya belum sepenuhnya dipahami, namun telah diketahui bahwa sebagian besar wanita dengan SOPK mengalami obesitas dengan prevalensi mencapai 40—80%. Obesitas merupakan kelebihan akumulasi lemak tubuh yang dicirikan dengan hipertrofi. Salah satu gen yang diduga terkait dengan obesitas adalah gen fat mass and obesity associated (FTO). Gen FTO menyebabkan peningkatkan nilai BMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi mRNA gen FTO dan korelasinya dengan BMI pada wanita SOPK dan normal dengan obesitas dan non-obesitas. Jaringan darah digunakan sebagai sumber mRNA yang diambil pada 30 wanita non obesitas, 30 wanita normal obesitas, 30 wanita SOPK non-obesitas, dan 30 wanita SOPK obesitas. Kuantitas ekspresi mRNA gen FTO ditentukan dengan menggunakan quantitative real-time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi mRNA gen FTO pada kelompok wanita SOPK dan normal dengan obesitas, serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi mRNA gen FTO dengan BMI. Gen FTO merupakan gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas akan tetapi tidak memiliki keterkaitan dengan sindrom ovarium polikistik, serta tidak memiliki korelasi dengan BMI

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a reproductive disorder characterized by anovulation, irregular menstruation, and hirsutism which often causes infertility. Although the etiology is not fully understood, it is well known that most women with PCOS are obese with a prevalence of 40-80%. Obesity is an excess of body fat accumulation which is characterized by hypertrophy. Fat mass and obesity associated gene (FTO) is known to correlate with obesity. The study found that FTO gene causes an increase in the BMI. This reserach aim to determine the differences in FTO mRNA gene expression and its correlation with BMI in normal and PCOS woman with obesity and lean. This study used blood tissue as a source of mRNA taken in 30 normal lean woman, 30 normal obese women, 30 PCOS lean women, and 30 PCOS obese women. The quantity of FTO mRNA gene expression was determined using quantitative real-time PCR. The result shows that there is differences in FTO mRNA gene expression in PCOS and normal woman with obesity dan non-obesity. FTO mRNA expression in PCOS and normal obesity woman is higher than those in the PCOS and normal lean women, and there is no correlation between FTO gene mRNA expression and BMI. Thus, the FTO gene is a gene responsible for obesity but has no association with polycystic ovary syndrome, and does not have a correlation with BMI. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>