Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76452 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citra Adiwidya
"Pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan perilaku bermain game sebesar 50,8%. Perilaku bermain game berisiko atas terjadinya Internet Gaming Disorder (IGD) yang berpotensi menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan dan psikososial, khususnya pada kelompok remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan telaah literatur secara sistematis mengenai faktor determinan kejadian Internet Gaming Disorder pada remaja selama pandemi COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah literatur sistematis. Penelitian ini mencari literatur berbahasa Inggris atau Indonesia yang terbit dalam kurun waktu 11 Maret 2020 hingga 31 Oktober 2022 dengan memanfaatkan 4 online database yaitu PubMed, ScienceDirect, Scopus, dan ProQuest. Berdasarkan penelusuran terdapat 15 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan gambaran prevalensi IGD pada remaja yang beragam mulai dari 3,2% di China hingga 22% di Italia. Sebagian besar literatur juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan IGD, kecemasan dengan IGD, dan berbagai macam faktor keluarga dengan IGD, namun tidak ditemukan adanya hubungan antara faktor teman dengan IGD pada remaja. Hal tersebut dikarenakan tidak ditemukannya literatur yang sesuai kriteria inklusi terkait hubungan antara faktor teman dengan IGD pada remaja. Untuk itu, dapat dilakukan penelusuran atau penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor teman dengan IGD pada remaja.

COVID-19 pandemic led to a 50.8% increase in gaming behavior. Gaming behavior is at risk to the occurrence of Internet Gaming Disorder (IGD) which has the potential to cause various kinds of health and psychosocial problems, especially in adolescents. This study aims to systematically review the literature on the determinants of Internet Gaming Disorder in adolescents during the COVID-19 pandemic. The method used in this study is a systematic literature review. This research looks for literature written in English or Indonesian that was published between March 11th 2020 to October 31st 2022 by utilizing 4 online databases, that include PubMed, ScienceDirect, Scopus, and ProQuest. Based on the search, there were 15 literatures that met the inclusion criteria. The results of this study show that the profile of IGD prevalence in adolescents varies from 3.2% in China up to 22% in Italy. Most of the literature shows that there are relationship between stress with IGD, anxiety with IGD, and various family factors with IGD, but no relationship was found between friend factors with IGD in adolescents. This is due to no literature met the inclusion criteria relating to relationship between friend factors with IGD in adolescents. Therefore, further research can be carried out to find out more about the relationship between friend factors with IGD in adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Nadhifah
"Tulisan ini membahas mengenai salah satu fenomena yang saat ini sedang berkembang karena kemajuan teknologi dan internet di dalam dan luar negeri, yaitu online games. Perkembangan online games didasari oleh kemunculan jaringan internet tahun 1970 dari skala kecil ke skala besar. Asal muasal tersebut memunculkan peminat para pemain online games yang menghadirkan pengalaman nyata dan virtual. Rasa minat yang tinggi dapat membuat para pemain mengalami kecanduan. Para pemain yang bermain secara berlebihan umumnya dikatakan memiliki gejala internet gaming disorder, dulu dikenal sebagai computer addiction. Hal ini menjadi dampak negatif dalam fenomena online games pagi para pemainnya. Tulisan ini menggunakan metode studi pustaka dengan cara mencari, menghimpun, dan menelaah berbagai sumber literatur yang mendukung topik penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa fenomena online games berdampak negatif pada pemain di wilayah Asia dan Amerika. Mereka terkena internet gaming disorder, yaitu perilaku bermain online games secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik para pemain. Internet gaming disorder ditetapkan sebagai bagian dari penyakit kesehatan mental oleh World Health Organization sejak tahun 2018. Fenomena ini juga dilihat dalam perspektif antropologi yang menekankan hubungan antara sosial, budaya, dan perkembangan teknologi. Kebijakan pemerintah dan peran orang tua berperan dalam mencegah dan mengurangi angka internet gaming disorder.

This paper discusses one of the phenomena currently being developed due to technological advances and the internet at home and abroad, namely online games. The development of online games evolved with the emergence of internet networks in 1970 from small to large scale. This origin raises the interest of online game players who present real and virtual experiences. A high sense of interest can make players experience addiction. Players who play excessively are generally said to have internet gaming disorder symptoms, formerly known as computer addiction. This has a negative impact on the phenomenon of online games for the players. This paper uses the literature study method by finding, collecting, and examining various sources of literature that support the research topic. The results show that the online games phenomenon has a negative impact on players in the Asian and American regions. They are affected by internet gaming disorder, namely the behavior of playing online games excessively, which can interfere with the mental and physical health of the players. Internet gaming disorder has been designated as a mental health disease by the World Health Organization since 2018. This phenomenon is also seen from an anthropological perspective emphasizing the relationship between social, cultural, and technological developments. Government policies and the role of parents play a role in preventing and reducing the number of internet gaming disorders.>"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tisa Paramita Sari Dyaningsih
"Latar belakang. Internet Gaming Disorder (IGD) pada remaja memiliki faktor risiko internal dan eksternal. IGD pada remaja menyebabkan berbagai dampak negatif baik gangguan emosi perilaku, kesulitan dalam sosial/masyarakat, serta rendahnya prestasi akademis. Prevalens IGD pada remaja di Asia dan Eropa bervariasi antara 1,16%-3,1%, dan penelitian pada remaja di Indonesia masih terbatas dengan kuesioner yang tervalidasi. 
Tujuan. Mengetahui prevalens IGD pada remaja di populasi urban, faktor risiko terjadinya IGD, hubungan IGD dengan gangguan emosi perilaku, dan prestasi akademis pada remaja.
Metode. Desain penelitian potong lintang pada remaja usia 12-18 tahun dilakukan pada 2 sekolah di Jakarta Timur selama Februari-Maret 2022 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang dibagikan secara daring, kuesioner yang digunakan adalah IGDT-10, dan PSC-17. Nilai akademis diambil melalui guru sesuai dengan tingkatan kelas.
Hasil. Jumlah subyek pada penelitian ini ialah 501 remaja dengan prevalens berisiko IGD sebanyak 3,8%. Faktor risiko untuk terjadinya IGD pada remaja adalah usia mulai bermain game terutama di bawah usia 7 tahun (adjusted OR 6,3, IK 95% 1,637-24,005, p=0,007). Tidak terbukti adanya hubungan antara jenis kelamin, klasifikasi usia remaja, waktu paparan game, jenis gawai, status orangtua tunggal, pengawasan orangtua, hubungan teman sebaya, jenis game dan pendapatan keluarga dengan IGD. Terdapat hubungan antara gangguan emosi perilaku dengan IGD dan masalah eksternalisasi berhubungan dengan IGD pada remaja (p=0,013). Sebagian besar subyek dengan risiko IGD memiliki nilai prestasi akademis di bawah rerata, walaupun tidak didapatkan hubungan bermakna (p=0,078) karena faktor risiko prestasi akademis beragam.
Kesimpulan. Remaja dengan risiko IGD memiliki hubungan dengan faktor risiko usia mulai terpapar game. Usia mulai bermain game di bawah 7 tahun memiliki probabilitas mengalami IGD 6,3 kali dibanding usia diatas 7 tahun. Internet Gaming Disorder berhubungan dengan gangguan emosi perilaku. Remaja dengan risiko IGD memiliki nilai prestasi akademis di bawah rerata.
Background. Internet Gaming Disorder (IGD) has internal and external risk factors. IGD causes various negative impacts including emotional and behavioral problems, difficulties in social/community, and low academic performance. Prevalence of IGD in Asia and Europe were 1,16% - 3,1%, and limited studies in Indonesia especially in adolescents using validated questionnaires.
Objective. To determine the prevalence of IGD problems in adolescents of Indonesian urban population, the risk factors associated with IGD, the relationship of IGD with emotional and behavioral problems and academic achievement.
Methods. A cross-sectional study among adolescents aged 12-18 years at 2 schools in East Jakarta during February-March 2022 according to the inclusion and exclusion criteria. Collecting data using a questionnaire distributed online with IGDT-10 and PSC-17. The academic achievement was given by the teachers according to students grade.
Result. This research included 501 teenagers, with the prevalence of suspected IGD among them was 3,8%. The IGD risk factors in adolescent were age of exposure to online game under 7 years old (adjusted OR 6.3, CI 95% 1.637-24.005, p = 0.007). IGD in adolescents has no association to gender, classification of adolescents age, daily gaming duration, type of device, single parents, parental supervision, peer relation, type of game, and socioeconomic status. Meanwhile, IGD has an association with emotional and behavioral problems, and externalization (p = 0.013). Adolescent with risk of IGD has low academic achievement, but unrelated with IGD (p = 0.078) because it has a lot of risk factors.
Conclusion Adolescent with risk of IGD has association with risk factors of early age exposure of gaming. Early exposure to online game under 7 years old has 6.3 times likelihood to be risk of IGD compared to late exposure over 7 years old. Internet Gaming Disorder associated with emotional behavioral problems. Adolescent suspected of IGD has low academic achievement."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Widyasari
"Skripsi ini membahas tentang kejadian kasus Internet Gaming Disorder (IGD) atau kecanduan game pada pelajar suatu SMAN di Jakarta pada tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain studi potong lintang. Sampel yang digunakan sebanyak 204 pelajar. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019 – Januari 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi IGD di SMAN Z sejumlah 22,5%. Untuk hasil analisis bivariat, ditemukan bahwa merupakan faktor risiko yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian kasus IGD adalah jenis kelamin, jenis game MMORPG, jenis game casual, alat konsol, durasi bermain game per akhir pekan dan liburan, serta motif fantasi. Berdasarkan hasil tersebut, faktor yang berhubungan dengan kejadian IGD lebih banyak berasal dari karakteristik game online. Oleh karena itu, peneliti menyarankan orang tua untuk mengalihkan perhatian anak dari game online dengan aktivitas yang lebih produktif
.This thesis discusses the case of Intenet Gaming Disorder (IGD) or gaming disorder in SMAN Z Jakarta in 2019. This study is a quantitative research using cross sectional study design. The number of samples for this research is 204 students. This research was conducted in November 2019 – January 2020. The results showed that the prevalence of IGD in SMAN Z is 22,5%. For the bivariate analysis, it was found that gender, MMORPG, casual games, console tool, durartion of game play on weekend and holiday, and fantasy are significantly related to IGD. Based on these results, related factors mostly come from the characteristics of online game factor. Therefore, the researchers suggest parents to distract children from playing game online with other activities that more productive."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Diandra Yos Sudarma
"Tujuan: Kajian sistematis ini bertujuan mengidentifikasi dan menyelidiki dampak psikologis, seperti stres, kecemasan, dan depresi akibat pandemi COVID-19 sebagai etiologi temporomandibular disorder (TMD). Metode: Protokol penelusuran literatur dalam kajian sistematik ini berdasarkan tahapan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). Pencarian literatur dilakukan pada empat basis data daring yaitu Pubmed, Scopus, EBSCO, dan ProQuest dengan membatasi literatur dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2022 sejak pandemi COVID-19 terjadi. Kriteria inklusi lain yang ditetapkan adalah subjek dengan TMD, dampak psikologis pandemi COVID-19 sebagai etiologi TMD dan studi observasional. Penilaian risiko bias menggunakan borang Joanna Briggs Institute Critical Appraisal. Hasil: Dari penelusuran didapatkan 421 literatur dan setelah proses seleksi terdapat 13 literatur yang termasuk dalam kriteria inklusi. Kondisi TMD pasien didiagnosa menggunakan kuesioner DC/TMD dan variasinya. Pada subjek dengan TMD dilakukan pengukuran terhadap keadaan psikologis dan dampak dari pandemi COVID-19. Hasil pemeriksaan keadaan psikologis pada 13 literatur ini menunjukkan adanya peningkatan stres, depresi, dan kecemasan pada subjek dengan TMD yang merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan karena adanya peristiwa lockdown, kehilangan pekerjaan, keterbatasan interaksi sosial, dan ketakutan pada pandemi COVID-19. Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan tekanan emosional dan kebiasaan parafungsi. Hal ini memperburuk kondisi fisiologis pada sistem stomatognatik dan mengakibatkan terjadinya TMD. Kesimpulan: Interaksi dampak pandemi COVID-19 dengan faktor psikologi dapat berperan sebagai etiologi TMD. Stres, depresi, dan kecemasan berkelanjutan akibat pandemi COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan tekanan psikologis dan emosional, serta kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan mengakibatkan TMD. Penilaian faktor psikologi yang menyeluruh pada pasien TMD dapat menjadi kunci dalam keberhasilan perawatan pasien TMD terutama pada masa pandemi COVID-19.

Objectives: The aim of this systematic review was to identify and investigate the impact of the COVID-19 pandemic in relation to psychological factors such as stress, anxiety, and depression as etiologies of temporomandibular disorder (TMD).
Methods: The literature search protocol in this systematic review was based on the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). The literature search was conducted on four online databases: Pubmed, Scopus, EBSCO, and ProQuest by limiting only literature in English and published in the period from 2020 to 2022 since the COVID-19 pandemic occurred. The inclusion criteria were the subject with TMD; the impact of the COVID-19 pandemic as an etiology of TMD; observational studies. The bias risk was assessed using the Joanna Briggs Institute Critical Appraisal form. Results: 421 literatures were obtained in the initial search and after the selection process there were 13 literatures included in this systematic review. The patient's TMD condition was diagnosed using the DC/TMD questionnaire and its variations. Psychological measurements and the impact of the COVID-19 pandemic were carried out for the subjects with TMD. The results of examining the psychological state of the 13 literatures show an increase in stress, depression, and anxiety in subjects with TMD which is the impact of the COVID-19 pandemic. This condition is due to lockdown events, loss of jobs, restrictions on social interaction, and fear of the COVID-19 pandemic. The impact of the COVID-19 pandemic causes an increase in emotional stress,and parafunctional habits. These impacts can cause physiological decline in the stomatognathic system and results in TMD. Conclusions: The interaction between the impact of the COVID-19 pandemic and psychological factors can act as an etiology for TMD. Continued stress, depression and anxiety due to the COVID-19 pandemic can lead to increased psychological and emotional distress, as well as parafunctional habits such as bruxism and lead to TMD. A thorough assessment of psychological factors in TMD patients can be key to the successful treatment of TMD patients, especially during the COVID-19 pandemic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Hardi
"Latar Belakang
Game online berpotensi menimbulkan masalah perilaku berupa internet gaming disorder (IGD). Gangguan ini berdampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis, termasuk hendaya kognitif berupa hendaya kontrol inhibisi dan fleksibilitas kognitif. Dewasa muda merupakan usia pematangan otak prefrontalis yang mengatur perilaku. Prevalensi adiksi game di Jakarta sebesar 30,8% pada fakultas kedokteran (FK). Belum ada studi yang menilai fungsi kognitif pada populasi ini di Indonesia. Studi ini mencari hubungan antara IGD dengan fungsi kognitif pada mahasiswa FK.
Metode
Penelitian dilakukan secara potong lintang. Sebanyak 664 subjek berasal dari mahasiswa FK Universitas Indonesia ditentukan dengan stratified random sampling. Penegakkan diagnosis IGD menggunakan kuesioner self rating Ten-Item Internet Gaming Disorder. Subjek yang memenuhi kriteria akan menjalani wawancara terstruktur dengan Mini International Neuropsychiatric Interview for International Classification of Disease-10 untuk menyingkirkan komorbiditas gangguan psikiatri. Pemeriksaan kognitif menggunakan trail making test B (TMT-B) virtual. Pemeriksaan kognitif dilakukan pada 12 subjek dengan IGD dan 12 subjek tidak IGD.
Hasil
Ditemukan prevalensi IGD sebesar 2,4%. Proporsi laki – laki sebanyak 62,5%, durasi bermain game 20 jam atau lebih setiap minggu dan yang bermain game pertama kali sebelum 12 tahun sebanyak 93,8%, bermain game online sebanyak 81,3%, yang bergabung dalam komunitas game sebanyak 31,3%, dan subjek bermain dengan ponsel pintar sebanyak 87,5% pada kelompok IGD. Tidak ada hubungan IGD dengan fungsi kognitif yang signifikan secara statistik. Kelompok IGD memiliki rerata durasi menyelesaikan TMT-B yang lebih panjang dibandingkan kelompok tanpa IGD. Nilai reratanya adalah 52,25 detik (SB 16,1) dan 44,67 detik (SB 14,2). Terdapat tiga subjek dari kelompok IGD yang mengalami hendaya fungsi kognitif.
Diskusi
Temuan studi ini sejalan dengan studi lainnya yang tidak menemukan hubungan yang bermakna antara IGD dan TMT-B secara statistik. Namun secara klinis, kelompok IGD memiliki fungsi kognitif yang lebih buruk dibandingkan kelompok tidak IGD. Hendaya kognitif pada kelompok IGD dalam studi ini tidak berasal dari gangguan psikiatri lain. Studi ini tidak menilai hubungan tingkat keparahan IGD dengan fungsi kognitif.

Introduction Online game potentially evokes behavioral problems called internet gaming disorder (IGD). This disorder inflicts physical and psychological consequences, including cognitive impairments such as inhibition control and cognitive flexibility impairment. Early adulthood is the prime time for prefrontal cortex maturation. The prevalence of medical students with game addiction in Jakarta was 30.8%. There was no data regarding cognitive function in this population in Indonesia. This research aims to identify the association between IGD and cognitive functions in Indonesian medical students.
Methods
We conducted cross-sectional research. A considerable size of 664 medical students of Universitas Indonesia was selected by stratified random sampling. Self-rated Ten-Item Internet Gaming Disorder was used to screen for IGD. Subjects who met IGD criteria were systematically interviewed with Mini International Neuropsychiatric Interview for International Classification of Disease-10 to exclude any psychiatric comorbidities. Cognitive functions were measured by virtual trail making test B (TMT-B). The test was performed on 12 subjects with IGD and 12 without.
Results
The prevalence of IGD was 2.4%. The proportion of male subjects was 62.5%, gaming duration 20 hours per week or more and onset of gaming before 12 years old were 93.8%, engaging in online games was 81.3%, joining game community was 31.3%, and gaming using a mobile phone was 87.5% in IGD group. There was no statistically significant association between IGD and cognitive function. IGD group took longer to finish TMT-B than the control group. The mean times were 52.25 seconds (SD 16.1) and 44.67 seconds (SD 14.2), respectively. Three subjects in IGD group had cognitive impairment.
Discussion
The study results were consistent with other studies that found no statistical significance between IGD and TMT-B. However, clinically, the IGD group showed worse cognitive performance than the without IGD group. Cognitive impairment in the IGD group was not better explained by other psychiatric disorders. This study did not analyze further whether the severity of IGD corresponds to cognitive functions.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninis Cantika Asriningati
"Latar Belakang: Adanya perubahan pada metode pembelajaran akibat Covid-19 meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk menatap layar (screen-time) yang berpotensi mengganggu kualitas tidur mahasiswa kedokteran gigi yang sebelum pandemi ini telah dilaporkan memiliki persentase kualitas tidur buruk yang cukup tinggi. Bedasarkan penelitian sebelumnya, kualitas tidur yang buruk juga dikaitkan dengan insidens TMD. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dan screen-time terhadap kualitas tidur dan TMD. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 110 mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Gigi dan Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menujukkan kualitas tidur memiliki hubungan bermakna dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19 (p=0.035). Hubungan yang bermakna juga ditunjukkan antara screen-time dengan kualitas tidur (p=0.027), namun tidak dengan TMD (p=0.489). Jenis kelamin juga tidak memiliki hubungan bermakna, baik dengan kualitas tidur (p=0.974) maupun TMD (p=0.902). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19.Terdapat pula hubungan antara screen-time dengan kualitas tidur. Namun tidak terdapat hubungan antara screen-time dengan TMD, serta jenis kelamin dengan kualitas tidur maupun TMD.

Background: Changes in learning methods and increased screen-time due to Covid-19 pandemic may lead dental students to poor sleep quality. Based on previous studies, poor sleep quality also associated with the incidence of TMD. Objectives: The aim of this study is to analyze the relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic. This study also aims to analyze the influence of gender and screen-time to sleep quality and TMD. Method: Cross-sectional study was conducted on 110 pre-clinical and clinical year students of Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Sleep quality was evaluated using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire and TMD was evaluated using Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) questionnaire. Retrieval of data using questionnaires distributed and collected online. Result: The result of Chi-Square test showing there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic (p=0.035). Significant relationship was also showed between screen-time and sleep quality (p=0.027), but not with TMD (p=0.489). There is no relationship between gender and sleep quality (p=0.974) as well as TMD (p=0.902). Conclusion: This study shows that there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 Pandemic. Significant relationship was also found between screen-time and sleep quality. However, no relationship was found between screen-time and TMD along with gender and sleep quality as well as TMD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzizah Nurhalisa
"Situasi pandemi COVID-19 berdampak pada kehidupan masyarakat, tak terkecuali remaja. Mereka kesulitan dalam mengikuti pembelajaran daring, terbatasnya bertemu dengan teman sebayanya, dan bosan karena terus berada di rumah. Keadaan tersebut berdampak pada meningkatnya stres dan menurunkan kebahagiaan bagi remaja. Maka, dibutuhkan strategi coping yang efektif untuk menangani stres sehingga meningkat kebahagiaannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara strategi coping dan kebahagiaan pada remaja selama masa pandemi COVID-19. Partisipan penelitian berjumlah 235 berusia 15-21 tahun, sedang menempuh pendidikan (SMP, SMA, Perguruan Tinggi), serta belum menikah. Variabel kebahagiaan diukur menggunakan Subjective Happiness Scale dan strategi coping diukur menggunakan Brief COPE. Analisis data menggunakan Pearson correlation dan simple linier regression. Hasil penelitian menunjukan bahwa emotion focused coping merupakan strategi yang paling banyak digunakan oleh remaja selama pandemi COVID-19. Hasil juga menunjukan bahwa peningkatan penggunaan problem focused coping (r = .38, p<.01) dan emotion focused coping (r = .42, p<.01) akan meningkatkan kebahagiaan. Sementara peningkatan penggunaan less useful coping (r = -.31, p<.01) akan menurunkan kebahagiaan remaja. Penelitian ini juga menunjukan bahwa emotion focused coping (β = 0.12, t(235) = 6.982, p < 0.01) merupakan strategi coping yang paling berkontribusi terhadap kebahagiaan.

The COVID-19 pandemic situation has an impact on society life, no exception adolescent. They have difficulty in participating online learning, have limited with their peers, and bored of being at home. The situation has an impact on increasing stress and reducing happiness for adolescents. Thus, effective coping strategy are needed to deal with stress so that they can lead to more happiness. This research was conducted to determine the relationship between coping strategies and happiness in adolescents during the COVID-19 pandemic. Participants in this study were 235 aged 15-21 years old who were studying at the (Junior high school, Senior high school, University) and were not married. Happiness variable was measured using the Subjective Happiness Scale and coping strategy was measured using Brief COPE. Data analysis uses statistical techniques Pearson product-moment correlation and simple linier regression. The results showed that focused emotion was the strategy most used by adolescents during the COVID-19 pandemic. The results showed that increased the use of problem focused coping coping (r = .38, p<.01) and emotion focused coping (r = .42, p<.01) would increased happiness. Meanwhile, increased the use of less useful coping (r = -.31, p<.01) led to decreased happiness. This study also shows that emotion focused coping (β = 0.12, t(235) = 6.982, p < 0.01) is the coping strategy that most contributes to happiness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Luthfia Salwani
"Hipertensi adalah salah satu penyebab terbanyak kematian ibu. Pandemi COVID-19 meningkatkan kematian ibu di Indonesia, di mana hipertensi merupakan salah satu faktor penyulit yang diduga menyebabkan hal tersebut. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sampel ibu yang meninggal dengan hipertensi pada kehamilan, persalinan, dan 42 hari setelah persalinan selama dan sebelum pandemi COVID-19 di Kota Depok. Penelitian menggunakan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan fasilitas kesehatan terkait di Kota Depok. Ditemukan proporsi kematian ibu dengan hipertensi pada kehamilan selama pandemi sebesar 19,8% (n=18) dan sebelum pandemi 27,3% (n=15). Pada uji chi-square, didapatkan nilai P sebesar 0,294 dan OR 0,658 (CI 0,3-1,443). Oleh karena itu, dapat disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara kematian ibu dengan hipertensi pada kehamilan dan pandemi COVID-19.
.....Hypertension is one of the most common cause of maternal mortality. The COVID-19 pandemic has increased maternal mortality in Indonesia, where hypertension is one of the complicating factors that is thought to cause this. This study used a cross-sectional study design with samples of mothers who died with hypertension during pregnancy, delivery, and 42 days after delivery during and before the COVID-19 pandemic in Depok City. The study used secondary data from Dinas Kesehatan Kota Depok and related health facilities in Depok City. This study found that the proportion of maternal deaths with hypertension in pregnancy during the pandemic is 19.8% (n=18) and 27.3% before the pandemic (n=15). In the chi-square test, the P value is 0.294 and the OR is 0.658 (CI 0.3-1.443). Therefore, there is no significant relationship between maternal mortality with hypertension in pregnancy and the COVID-19 pandemic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Adriani Banunaek
"Latar belakang. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak besar secara global. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang turut mengalami dampaknya, di mana sekolah ditutup dan pembelajaraan secara daring. Remaja yang sedang mengikuti kegiatan sekolah daring akan lebih banyak menghabiskan waktu depan layar. Remaja juga akan merasa kesepian karena adanya pembatasan sosial, sehingga akan mencari pelarian melalui internet. Hal ini dapat menyebabkan semakin meningkatnya waktu depan layar, sehingga dapat terjadi peningkatan adiksi internet pada remaja.
Tujuan. Mengetahui prevalens adiksi internet di masa pandemi Covid-19 serta mengetahui hubungan beberapa faktor sosio-demografik dengan kejadian adiksi internet.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang yang dilakukan melalui pengisian kuesioner secara daring selama kurun waktu 3 bulan, sejak Maret hingga Juni 2021. Kuesioner terdiri dari kuesioner mengenai faktor sosio-demografik dan KDAI (kuesioner deteksi adiksi internet). Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling, subyek penelitian berasal dari seluruh Indonesia.
Hasil. Jumlah subyek penelitian ini adalah 332 remaja siswa SMP/SMA/SMK/sederajat dengan prevalens adiksi internet sebanyak 29,8%. Faktor sosio-demografik yang berhubungan dengan adiksi internet adalah waktu depan layar untuk kegiatan hiburan ≥ 3 jam (p=0,001, adjusted OR 4,309, IK 95% 1,833 – 10,129) serta pengawasan orangtua yang buruk dalam penggunaan internet (p=0,037, adjusted OR 1,827, IK 95% 1,038 – 3,215). Tidak terbukti adanya hubungan antara adiksi internet dengan memiliki saudara kandung (p=0,216), usia mulai aktif menggunakan internet (p=0,123), aktivitas game internet (p=0,147), aktivitas game dan non- game internet (p=0,544), pekerjaan ayah sebagai petani/peternak/nelayan (p=0,188), pekerjaan ayah sebagai pedagang/wiraswasta (p=0,287), pekerjaan ibu sebagai petani (p=0,170), pola asuh orangtua (p=0,684), dan kontrol orangtua (p=0,404).
Kesimpulan.Tidak ada peningkatan prevalens adiksi internet pada remaja di masa pandemi Covid-19. Variabel yang memiliki hubungan dengan adiksi internet adalah pengawasan orangtua yang buruk dalam penggunaan dan waktu depan layar untuk kegiatan hiburan ≥ 3 jam.

Background. The Covid-19 pandemic has had a major impact globally. Education is also having an impact, schools are currently conducted online. Teenagers who are attending online school will spend more screen time. Teenagers often feel lonely due to social restrictions, so will look for escapes over the internet. This can lead to an increase in screen time, resulting in an increase in internet addiction in adolescents.
Objective. To determine the prevalence of internet addiction during the Covid-19 pandemic and to determine the relationship of several socio-demographic factors with the incidence of internet addiction.
Method. This study was an observational study with latitude cross-sectional design, conducted online by filled the questionnaire for a period of 3 months, from March to June 2021. The questionnaire consists of questionnaire of the socio-demographic factors and internet addiction detection questionnaire (kuesioner deteksi adiksi internet/KDAI). The selection of research subjects was conducted by consecutive sampling, the research subjects came from all over Indonesia.
Result. This study included 332 teenagers students of junior high school/senior high school/ vocational school, with the prevalence of internet addiction was 29.8%. Socio-demographic factors related to internet addiction are screen time for entertainment activities ≥ 3 hours (p=0.001, adjusted OR 4,309, CU 95% 1,833 – 10,129) as well as poor parental supervision in internet use (p=0.037, adjusted OR 1,827, CI 95% 1,038 – 3,215). Meanwhile there is no proven connection between internet addiction and having siblings (p=0.216), age of active internet use (p=0.123), internet gaming activities (p=0.147), internet gaming and non-gaming activities (p=0.544), father's job as a farmer/farmer /fisherman (p=0.188), father's job as trader/self- employed (p=0.287), mother's job as farmer (p=0.170), parenting style (p=0.684), and parental control (p=0.404).
Conclusion. There was no increased in the prevalence of internet addiction among adolescents during the Covid-19 pandemic. Variables that have a connection with the internet addiction is poor parental supervision in use of internet and the screen time for entertainment activities ≥ 3 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>