Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Virga Agustiningrum
"Keputusan Turki untuk meratifikasi pembaharuan FTA menimbulkan pertanyaan mengapa ratifikasi tersebut dilakukan padahal setelah ratifikasi FTA pada tahun 2013, terjadi penurunan nilai ekspor Turki terhadap Korea Selatan dan tujuan jangka pendek kedua negara juga tidak tercapai. Pertanyaan tersebut semakin menarik karena perjanjian ini merupakan pertama kalinya Turki memasukkan sektor jasa dalam FTA. Skripsi ini berupaya melihat dinamika domestik dan internasional dalam negosiasi FTA untuk menjelaskan kepentingan atau alasan yang melatarbelakangi Turki meratifikasi Turkey-Korea FTA on Trade in Services. Dengan menggunakan teori two-level games yang dicetuskan oleh Robert D. Putnam sebagai panduan, skripsi ini menunjukkan bahwa keputusan Turki untuk meratifikasi Turkey Korea FTA on Trade in Services dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada dalam dua tingkat negosiasi. Di tingkat negosiasi internasional, terdapat tiga faktor yang mendorong pembentukannya, yaitu (1) kondisi internasional yang tidak menghambat pembentukan FTA dan urgensi Turki untuk membentuk FTA; (2) proses negosiasi yang berjalan cepat dengan hasil yang mengakomodasi kepentingan Turki untuk mengadopsi pendekatan positive list; dan (3) keberhasilan strategi chief negotiator untuk mendorong kepentingan Turki dan menekan resistensi domestik. Sementara, di tingkat domestik, keberhasilan ratifikasi dapat dicapai karena (1) lebih banyak preferensi dan koalisi aktor domestik yang mendukung ratifikasi; (2) regulasi ratifikasi perjanjian internasional Turki yang tidak rumit; dan (3) otonomi pemerintah pusat Turki yang besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, skripsi ini menemukan bahwa keberhasilan ratifikasi Turkey-Korea FTA on Trade in Services dipengaruhi oleh besarnya ukuran win-set Turki di negosiasi tingkat internasional dan domestik, kerugian jika tidak meratifikasi akibat EU-Turkey Customs Union, dan kepentingan untuk membentuk strategic partnership di berbagai bidang, khususnya industri pertahanan, penelitan dan pengembangan (R&D), serta teknologi canggih. Akhir kata, skripsi ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya pemahaman mengenai kerja sama perdagangan bebas bilateral sekaligus menjadi rekomendasi praktis terhadap Indonesia dalam membentuk FTA.

The decision of Turkey to ratify the renewal of the Free Trade Agreement (FTA) raises questions about why this ratification was done despite a decrease in Turkey's exports to South Korea after the initial FTA ratification in 2013, and the short-term goals of both countries were not achieved. The question becomes even more intriguing because this agreement marks the first time Turkey includes the service sector in an FTA. This thesis aims to examine the domestic and international dynamics in FTA negotiations to explain the interests or reasons behind Turkey's ratification of the Turkey-Korea FTA on Trade in Services. Using Robert D. Putnam's two-level games theory as a guide, this thesis demonstrates that Turkey's decision to ratify the Turkey-Korea FTA on Trade in Services is influenced by various factors present in the two levels of negotiations. At the international negotiation level, three factors drove the formation of the FTA: (1) the international conditions did not hinder the FTA formation, and Turkey's urgency to form the FTA; (2) the negotiation process moved swiftly, producing results that accommodated Turkey's interests in adopting a positive list approach; and (3) the success of the chief negotiator's strategy in promoting Turkey's interests and suppressing domestic resistance. On the other hand, at the domestic level, the successful ratification was achieved because (1) there were more preferences and coalitions of domestic actors supporting the ratification; (2) the regulation of international agreement ratification in Turkey was not complicated; and (3) Turkey's central government had significant autonomy. Based on the research conducted, this thesis finds that the success of the Turkey-Korea FTA on Trade in Services ratification is influenced by the size of Turkey's win-set in international and domestic negotiations, the potential losses if Turkey did not ratify due to the EU-Turkey Customs Union, and the interest in forming a strategic partnership in various fields, especially defense industry, research and development (R&D), and advanced technology. In conclusion, this thesis is expected to contribute to enriching the understanding of bilateral free trade cooperation and provide practical recommendations for Indonesia in forming FTAs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilim Mario Zega
"Implementasi perjanjian perdagangan dapat mempengaruhi perdagangan melalui dua efek yaitu trade creation dan trade diversion. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek trade creation dan trade diversion dari implementasi ASEAN +1 FTA terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan 25 negara mitra dagangnya pada periode 2000-2019 yang mana perdagangan bilateral ini menggunakan data ekspor dan impor Indonesia. Metode estimasi menggunakan model gravitasi dengan menambahkan dummy anggota dan bukan anggota. Dengan menggunakan fixed effect time, hasil penelitian ini menemukan adanya trade creation, dan tidak ditemukan trade diversion. Pengaruh implementasi ASEAN +1 FTA ternyata sama-sama meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dengan negara anggota dan bukan anggota.

Free Trade Agreement implementation can affect trade through two effects: trade creation and trade diversion. This study aims to analyze the effects of trade creation and trade diversion from the implementation of the ASEAN+1 FTA on Indonesia's bilateral trade with 25 of its trading partner countries in the 2000–2019 period, where this bilateral trade uses Indonesian export and import data. The estimation method uses a gravity model by adding dummy members and non-members. By using the fixed effect time, the results of this study found trade creation and no trade diversion. The effect of implementing the ASEAN +1 FTA turned out to be that both member and non-member countries increased Indonesia's exports and imports."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gagah Sri Bintang Nuswantara
"Kegagalan liberalisasi perdagangan internasional di tingkat multilateral di bawah rezim World Trade Organization (WTO) mendorong pesatnya pertumbuhan perjanjian perdagangan bilateral dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas (free trade agreements). Pembentukan FTA ini secara eksponensial didominasi oleh negara-negara G-20, yang salah satunya adalah Turki. Memasuki tahun 2010-an, Turki memasuki kawasan Asia Pasifik- secara khusus Asia Tenggara- yang bukan merupakan pasar utama Turki dan membentuk Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Malaysia sebagai FTA pertama Turki di antara negara-negara Islam di Asia Pasifik. Oleh karena itu, penulis menangkat pertanyaan penelitian berupa: Mengapa Turki membentuk Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Malaysia tahun 2014? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Turki memilih Malaysia sebagai negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang dijadikan mitra FTA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan konsep ide, persepsi, dan institusi domestik dalam perdagangan internasional dari Aggarwal dan Lee, penulis menemukan beberapa faktor yang mendorong Turki untuk membentuk FTA dengan Malaysia seperti adanya faktor Islam, motivasi untuk melanjutkan transformasi ekonomi, dan pergeseran sektoral dalam kebijakan luar negeri Turki, dorongan kelompok bisnis domestik, serta pengaruh institusi domestik Turki.

The failure of international trade liberalization at the multilateral level under the World Trade Organization (WTO) regime has encouraged the rapid growth of bilateral trade agreements in the form of free trade agreements. The formation of this FTA is exponentially dominated by G-20 countries, one of which is Turkey. Entering the 2010s, Turkey joined the Asia Pacific region - specifically Southeast Asia - which is not the primary market of Turkey and formed a Free Trade Agreement with Malaysia as Turkey's first FTA in the Muslim world in the Asia-Pasific region. This study aims to explain why Turkey chose Malaysia as the first country in Southeast Asia to become an FTA partner. Using the concept of ideas, perceptions, and domestic institutions in international trade from Aggarwal and Lee, the author finds several factors that encourage Turkey to form an FTA with Malaysia, such as Islamic factors, motivation to continue the economic transformation, and sectoral shifts in Turkey's foreign policy, and the lobby by domestic business groups, as well as the influence of Turkish domestic institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: BPPK, 2009
382.72 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Honolulu: EAst-West Center, 1993
341.754 AFT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deasi Natalia
"The PTA is a basic type of economic integration. Indonesia needs bilateral PTA with the other countries to minimize its market losses. FTA, if used strategically, can be a tool to enhance Indonesia?s competitiveness and economic growth. One of potential partner country for Indonesia is India, because India is the seventh biggest export destination and India as one of country which the fastest growing economies in the world. The focus of this study is to analyze the trade flow and trade potential between Indonesia and India then it examines the impact of tariff elimination as one of FFA condition toward export and import of selected commodities between Indonesia and India.
From the trade flow and trade potential analysis, there are 42 product groups which have great potential to improve in Indian market. The products which have great potential are Mineral Fuels and Oils, Electrical Equipments, Ores, Slag and Ash, Machinery, Fats. Oils and Waxes. The Indonesian and Indian tariff has significant impact to trade between them. The tariff elimination simulation result show that commodity or product which have high percentage of increasing the export are Fats, Oils And Waxes (15), Mineral Fuels And Oils (27), and Ores, Slag And Ash (26).whereas, in increasing of import are Plastics & Plastic articles (39), Iron and steel (72), and Cotton (52). The general conclusion is FT A between Indonesia and India will give more gain to Indonesia than India, This is because of high tariff regime in India and low tariff regime in Indonesia. So, Indonesia was expected to gain more from the FTA than the India, at least for the first phase because of its much less tariffs compared to India.

FTA merupakan salah satu bagian dasar dan integrasi ekonomi. Saat ini, Indonesia membutuhkan bilateral FTA dengan Negara lain untuk meminimalisasi hilangnya pasar. FTA, jika dilakukan dcngan strategi yang baik and terencana akan sangat berguna untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu negara yang sangat potensial untuk membentuk kexjasama dengan Indonesia adalah India, karena India merupakan tujuh besar negara tujuan utama ekspor Indonesia dan India merupakan salah satu Negara dengan pertumbuhan ckonomi tercepat di dunia. Tujuan utama dari studi ini adalah pertama untuk menganalisa arus perdagangan antara Indonesia dan India, yang kemudian mencati produk dari Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk di pcrdagangkan dengan India, kedua menganalisa faktor-fakor yang mcmpengaruhi arus perdagangan antara keduanya, kemudian memprediksikan kemungkinan keuntungan dan kerugian dari dampak penurunan tariff sebagai persyaratan utama dan sebuah kerjasama FTA.
Berdasarkan hasil dari analisa perdagangan, terdapat 42 kelompok komoditi yang mempunyai potensi besar untuk di perdagangnkan dengan India. Kelompok komoditi tersebut diantaranya, Bahan akar Mineral, Mesin atau Peralatan Listrik, Ores, Biji Karak dan Abu Lngam, Machinery, Lemak dan Minyak Hcwan/Nabati. Sccara garis besar, FTA anlara Indonesia dan India akan membeiikan keuntungan lebih kepada Indonesia daripada India. Ini dikarenakan tingginya bca masuk yang dikenakan di India dibanding bea masuk di Indonesia yang relatif sudah kccil. Sehingga diharapkan dengan adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dan India akan membenkan keuntungan lcbih pada Indonesia, setidaknya pada jangka pendek di karenakan perbedaan tariff yang cukup tinggi dengan india."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32084
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thiofanty
"Sejak tahun 2000-an, proliferasi FTA pun bermunculan yang dibentuk oleh berbagai negara di dunia. Banyaknya FTA bilateral yang terbentuk pun bervariasi, tidak hanya antar negara maju, tetapi juga antara negara maju dan berkembang. Berbagai literatur menunjukkan bahwa terdapat konsekuensi secara ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang di dalam membentuk FTA dengan negara maju. Meskipun demikian, Vietnam sebagai negara berkembang bersepakat untuk melakukan FTA Bilateral dengan EU sebagai negara maju. Berdasarkan latar belakang tersebut, studi ini menganalisis faktor internasional dan domestik yang mendorong pembentukan EVFTA dari sudut pandang Vietnam. Melalui teori competitive regionalism oleh Solis dan Katada dan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus tunggal, penelitian ini menunjukkan bagaimana Vietnam membentuk EVFTA sebagai tindakan yang strategis di dalam skenario kompetisi yang diinisiasi oleh tindakan awal kompetitor, yaitu Tiongkok. Terlebih lagi, tulisan ini juga menguraikan elemen multidimensional seperti ekonomi, politik, dan legal, yang memotivasi Vietnam untuk membentuk FTA bilateral dengan EU. Melalui penelitian ini, tampak bahwa Vietnam membentuk EVFTA tidak hanya sebagai instrumen ekonomi, tetapi juga instrumen politik. Berdasarkan temuan tersebut, tulisan ini berkontribusi dalam pembahasan motivasi politik di dalam suatu pembentukan kebijakan ekonomi, sekaligus memperkaya literatur tentang hubungan kerja sama antara Vietnam dan EU.

Since the 2000s, the proliferation of FTAs ​​has emerged, followed by various countries in the world. The number of bilateral FTAs ​​formed also varies, not only among developed countries, but also between developed and developing countries. Various literatures show that there are economic consequences faced by developing countries in forming FTAs ​​with developed countries. Nevertheless, Vietnam as a developing country agreed to carry out a Bilateral FTA with the EU as a developed country. Based on this background, this study analyzes the international and domestic factors that drive the establishment of EVFTA from Vietnam's point of view. Using theory of competitive regionalism by Solis and Katada and a qualitative approach with single case study method, this paper shows how Vietnam formed EVFTA as a strategic action in a competition scenario initiated by the competitor's initial action, namely China. Moreover, this paper also describes multidimensional elements; economic, political, and legal, which motivated Vietnam to form a bilateral FTA with the EU. Through this research, it appears that Vietnam formed EVFTA not only as an economic instrument, but also a political instrument. Based on these findings, this paper contributes to the discussion of political motivations in the formation of economic policy, as well as enriches the literature on the relationship between Vietnam and the EU."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sormin, Devina Ariany
"ABSTRAK
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, dapat dirasakan bahwa batas-batas negara semakin dirasa mudah untuk diterobos. Perkembangan zaman menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi merupakan salah satu hal yang terkena dampak langsung dari era globalisasi. Segala bentuk perjanjian internasional telah memberikan landasan dan harapan baru bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang diarahkan dalam rangka percepatan perkembangan ekonomi, terutama bagi negara berkembang, termasuk salah satu adalah negara Indonesia. Fenomena ini apabila di telaah lebih dalam, terkait dengan maraknya perjanjian perdagangan bebas free trade agreement yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia. Salah satu poin penting dalam perjanjian perdagangan bebas, adalah dimudahkannya proses investasi, sehingga terlihat tidak ada hambatan bagi investor asing untuk melakukan investasi di Indonesia sebagai negara peserta perjanjian perdagangan bebas. Namun, apabila melihat pada konstitusi negara Indonesia, di dalam Pasal 33 UUD 1945 terlihat terdapat aturan khusus mengenai hak eksklusif yang dimiliki BUMN di Indonesia yang tidak diberikan kepada investor swasta lain. Pertentangan yang ada dalam konstitusi Indonesia dan pengaturan investasi dalam perjanjian perdagangan bebas inilah yang merupakan rumusan masalah dari penelitian ini. Metode penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis. Alat pengumpulan data terdiri atas data primer yaitu studi kepustakaan dan data sekunder yaitu hasil wawancara. Pendekatan yang dilakukan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara pemberian hak eksklusif Badan Usaha Milik Negara BUMN di UUD 1945 dengan iklim investasi yang diamanatkan oleh perjanjian perdagangan bebas yang diikuti Indonesia.

ABSTRACT
In the globalization era, states rsquo boundaries are likely to be dissapeared. Times indicate that the economic activities can be considered as one thing that is directly affected by the globalization. All forms of international agreements have provided both base and new hope for the economic growth specifically for the developing countries, including Indonesia. If we take a deeper look, this situation is closely related to the rise of free trade agreements as one of the legal decisions of the government of Indonesia. One of the derivative part of free trade agreements is known as the investment agreement. This agreement provides rules to eliminate all barriers for foreign investors who decide to invest in Indonesia, as one of the contracting party. On the other hand, Article 33 UUD 1945, as the constitution of Indonesia, regulates a special rights only for state owned enterprises in Indonesia. This special rights are not given to the private entities. The main issue of this research is regarding the contradictions that is exists between Article 33 UUD 1945 regarding special rights for state owned enterprises and the invesment rules in the free trade agreements. The method of the research is descriptive analytical. The primary method to collect the data is the study of literature and interviews as the secondary data. The approach taken for the research is juridical normative. The results shows that there is a contradiction between the grant of exclusive rights from government of Indonesia to to the state owned enterprises BUMN and investment rules which is governed by the free trade agreements."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariawan
"Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan ekonomi dunia saat ini khususnya perdagangan internasional telah memasuki rezim perdagangan bebas (free trade) dimana sebagian negara dan kalangan menganggap perdagangan bebas sebagai bentuk penjajahan model baru. Dalam perdagangan internasional, perdagangan negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produk komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara, namun dalam kenyataan dengan semakin terbukanya suatu perekonomian hal tersebut tidak serta merta menciptakan kemakmuran bagi semua negara-negara yang terlibat di dalamnya.
Perjanjian internasional seperti perjanjian perdagangan bebas kerap digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen politik untuk kepentingan nasional. Belum lagi perjanjian internasional kerap dimanfaatkan untuk mengintervensi kedaulatan hukum suatu negara sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional dapat dipastikan bahwa hukum suatu negara seragam dalam derajat tertentu dengan hukum negara lain. Perjanjian internasional di bidang perdagangan pada dasarnya dimanfaatkan oleh negara yang memiliki produsen untuk menghilangkan atau mengecilkan hambatan yang terdapat dalam negara yang memiliki konsumen dan pasar.
Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi semakin penting, contohnya adalah Perjanjian Perdagangan Bebas atau Free Trade Agreement (FTA). Hingga saat ini sangat banyak jumlah FTA yang telah ditandatangani dan berlaku serta telah dinotifikasi dengan subyek baik regional, bilateral dan multilateral. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang penting dan melibatkan Indonesia yang tergabung dalam ASEAN sebagai pihak, yaitu Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). ACFTA dalam perkembangannya banyak memberikan dampak yang cukup berarti bagi sektor-sektor strategis di Indonesia Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga 25%, bahkan produk seperti jarum harus diimpor.
Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka akan berat kekuatan ekonomi Indonesia sehingga butuh kesiapan dan persiapan yang sangat matang. Untuk itu kajian ini membahas mengenai ACFTA baik perkembangan, peranan dan implikasi serta rekomendasi untuk mengoptimalkan perjanjian ini sebelum tahun 2018 dengan berlakunya highly sensitive list ACFTA. Selain itu penting bagi Indonesia untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum mengikuti Perjanjian Perdagangan Bebas ke depan. Pemerintah perlu menyiapkan peran dan langkah kebijakan untuk ke depannya berkaitan dengan perdagangan bebas. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
D1352
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>