Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
"Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Masirila Septiari
"Skripsi ini membahas tentang putusnya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA) di wilayah hukum Indonesia yang dilakukan di muka Pengadilan Agama. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis, untuk menjawab permasalahan mengenai pengaturan mengenai perkawinan campuran dan perceraiannya dalam sudut pandang HPI Indonesia serta pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Agama dalam menerapkan prinsip-prinsip HPI pada putusan perkawinan campuran. Hasil dari penelitian ini ialah perkawinan campuran dapat ditinjau dari dua sudut pandangan yaitu menurut GHR dan Pasal 57 UU Perkawinan 1974 serta hakim Pengadilan Agama di Indonesia masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

This thesis examines the divorce between Indonesian citizen and Foreigner before Religious Court. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description, in order to answer the issues regarding the regulations of mixed marriage and divorce in the perspective of Indonesian Private International Law as well as the considerations of the Judges of Religious Court in applying the principles of Indonesian Private International Law in their decisions. The outcome of this study shows that mixed marriage can be reviewd based on two perspectives, namely GHR and Article 57 of Law No. 1 of 1974 on Marriage, and that the Judges of Religious Court had not yet applied the principles of Indonesian Private International Law in their decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Aqshal Indratta
"Perkawinan campuran terjadi terutama di Arab Saudi dan Malaysia, tempat banyak pekerja Indonesia bekerja. Dokumentasi pernikahan terkadang diabaikan. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU 1 Tahun 1974 menyatakan, “Perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama” dan “Setiap perkawinan didokumentasikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 2 ayat 1 dan 2 tidak dapat dipisahkan; perkawinan agama dapat dilakukan walaupun tidak memenuhi alinea kedua. Perkawinan membutuhkan hukum agama dan keyakinan serta kriteria administratif melalui proses dokumentasi. Aturan dan prosedur dokumentasi pernikahan yang rumit, ketidaktahuan masyarakat tentang hukum pernikahan Indonesia, dan Kefektifan upaya pemerintah untuk mensosialisasikan dokumentasi pernikahan memperburuk hal ini. Perkawinan ini menyakiti istri dan anak-anaknya. Untuk mempelajari topik tersebut, wawancara serta undang-undang, dan peraturan dilakukan. Penulis ingin mengkaji tentang status hukum anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “STATUS HUKUM ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN YANG TIDAK DI DOKUMENTASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA”.

Mixed marriages happened especially in Saudi Arabia and Malaysia, where many Indonesian workers works. Marriage documentation is sometimes overlooked. Article 2 paragraphs (1) and (2) of Law 1 of 1974 state, "Marriage is valid if performed according to each faith's laws" and "Each marriage is documented according to applicable laws and regulations." Article 2 paragraphs 1 and 2 are inseparable; a religious marriage can be performed even if it doesn't meet the second paragraph. Marriage requires religious law and belief as well as administrative criteria through the documentation process. Complex wedding documentation regulations and procedures, public ignorance of Indonesian marriage law, and the government's effort to socialize marriage documentation exacerbated this. These marriages hurt the wife and her children. In order to study about the topic, interviews as well as laws, and regulations are conducted. The author wants to examine the legal status of children born from unrecorded marriages in the form of a thesis entitled "LEGAL STATUS OF CHILDREN FROM UNDOCUMENTED MIXED MARRIAGES IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIAN PRIVATE INTERNATIONAL LAW"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Abidasari
"Indonesia selalu menjadi negara transit bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ingin menuju negara Australia dan Selandia Baru. Salah satu permasalahan sosial dan hukum yang muncul atas keberadaan pencari suaka dan pengungsi selama menunggu di Indonesia adalah terjadinya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dan pencari suaka atau pengungsi. Perkawinan semacam ini mengalami permasalahan dihadapan hukum Indonesia. Dalam praktiknya, perkawinan antara pengungsi asing dan WNI dilakukan sah secara agama saja atau perkawinan dibawah tangan karena tidak dapat dipenuhinya syarat formal sahnya perkawinan yaitu mengenai pencatatan perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi tidak diperolehnya akta nikah yang merupakan satu-satunya alat bukti otentik atas peristiwa perkawinan tersebut. Dari perkawinan yang hanya sah secara agama ini tidak hanya berdampak negatif terhadap anak yang dilahirkan tetapi berdampak
negatif pula terhadap perempuan (isteri). Dengan status perkawinan yang sah secara agama ini maka seorang perempuan tidak dapat menuntut atas pemenuhan hak haknya sebagai selayaknya seorang isteri sah. Tesis ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana status hukum akibat hukum perkawinan yang dilakukan antara WNI dengan orang asing berstatus Pengungsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan antara WNI dengan pengungsi asing seharusnya diatur lebih jelas dalam peraturan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengaturan khusus untuk perkawinan tersebut sehingga perkawinan itu hanya sah secara agama dan tidak dimungkinkan diterbitkannya akta nikah yang merupakan akta otentik suatu perkawinan.

Indonesia has always been a transit country for asylum seekers and refugees who wish to travel to Australia and New Zealand. One of the social and legal problems that arise with the existence of asylum seekers and refugees while waiting in Indonesia is the occurrence of marriages between Indonesian citizens (WNI) and asylum seekers or refugees. Such marriages run into problems before Indonesian law. In practice, marriages between refugees and WNI are only legally valid or marriage under hand because the formal requirements for validity of marriage, namely regarding the registration of marriage, cannot be fulfilled. This has the consequence of not obtaining a marriage certificate which is the only authentic evidence for the marriage incident. From this religious marriage not only has a negative impact on the child born but also has a negative impact on the woman (wife). With such marriage status, a woman cannot claim the fulfillment of her rights as a legal wife. This thesis tries to answer the question of how the legal status and the legal consequences of marriage between Indonesian citizens and foreigners with refugee status according to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Marriages between Indonesian citizens and foreign refugees should be regulated more clearly in Indonesian national regulations. This is because there is no special provision for such marriage so that the marriage becomes valid only on religiousbased thus it is impossible to issue a marriage certificate which is an authentic marriage certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Abidasari
"Indonesia selalu menjadi negara transit bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ingin menuju negara Australia dan Selandia Baru. Salah satu permasalahan sosial dan hukum yang muncul atas keberadaan pencari suaka dan pengungsi selama
menunggu di Indonesia adalah terjadinya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dan pencari suaka atau pengungsi. Perkawinan semacam ini
mengalami permasalahan dihadapan hukum Indonesia. Dalam praktiknya, perkawinan antara pengungsi asing dan WNI dilakukan sah secara agama saja atau
perkawinan dibawah tangan karena tidak dapat dipenuhinya syarat formal sahnya perkawinan yaitu mengenai pencatatan perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi tidak diperolehnya akta nikah yang merupakan satu-satunya alat bukti otentik atas
peristiwa perkawinan tersebut. Dari perkawinan yang hanya sah secara agama ini tidak hanya berdampak negatif terhadap anak yang dilahirkan tetapi berdampak negatif pula terhadap perempuan (isteri). Dengan status perkawinan yang sah secara
agama ini maka seorang perempuan tidak dapat menuntut atas pemenuhan hakhaknya sebagai selayaknya seorang isteri sah. Tesis ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana status hukum akibat hukum perkawinan yang dilakukan antara WNI dengan orang asing berstatus Pengungsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan antara WNI dengan pengungsi asing seharusnya diatur lebih jelas dalam peraturan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengaturan khusus untuk perkawinan tersebut sehingga perkawinan itu hanya sah secara agama dan tidak dimungkinkan diterbitkannya akta nikah yang merupakan akta otentik suatu perkawinan.

Indonesia has always been a transit country for asylum seekers and refugees who
wish to travel to Australia and New Zealand. One of the social and legal problems that arise with the existence of asylum seekers and refugees while waiting in Indonesia is the occurrence of marriages between Indonesian citizens (WNI) and
asylum seekers or refugees. Such marriages run into problems before Indonesian law. In practice, marriages between refugees and WNI are only legally valid or marriage under hand because the formal requirements for validity of marriage, namely regarding the registration of marriage, cannot be fulfilled. This has the consequence of not obtaining a marriage certificate which is the only authentic evidence for the marriage incident. From this religious marriage not only has a
negative impact on the child born but also has a negative impact on the woman (wife). With such marriage status, a woman cannot claim the fulfillment of her rights as a legal wife. This thesis tries to answer the question of how the legal status and the legal consequences of marriage between Indonesian citizens and foreigners
with refugee status according to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Marriages between Indonesian citizens and foreign refugees should be regulated more clearly in Indonesian national regulations. This is because there is no special
provision for such marriage so that the marriage becomes valid only on religiousbased
thus it is impossible to issue a marriage certificate which is an authentic
marriage certificate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Fajar Riduan
"Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab (PEA) dan Belanda merupakan suatu permasalahan Hukum Perdata Internasional. Dengan demikian, perlu diketahui hukum mana yang berlaku pada Perjanjian Kerja tersebut. PEA mendasarkan hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja pada Ketertiban Umum dan Kaidah Super Memaksa berdasarkan Hukum PEA. Di sisi lain, Belanda memberikan kesempatan untuk melakukan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja dengan pembatasan berupa Kaidah Hukum Super Memaksa menurut Hukum Belanda. Berdasarkan praktek dalam Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab dan Belanda, hukum yang mengatur Perjanjian Kerja adalah hukum tempat bekerja.

Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work in United Arab Emirates (UAE) and Netherlands is a Private International Law?s issue. Thus, it needs to be known law of which country is applicable to the Employment Agreement. UAE bases applicable law to Employment Agreement to Public Policy and Overriding Mandatory Provision from UAE law. On the other side, Netherlands gives some chance to do Choice of Law in Employment Agreement with limitations in the form of Overriding Mandatory Provision from Netherlands law. Based on practice in Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work in UAE and Netherlands, governing law of Employment Agreement is the law of place of work."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Gracia Irjanto Putri
"Maraknya interaksi yang melewati batas-batas negara serta meningkatnya hubungan hukum yang berupa perkawinan campuran, membawa potensi namun juga permasalahan-permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum yang muncul adalah terkait dengan hak Warga Negara Asing (WNA) atas tanah, baik yang berasal dari harta benda perkawinan maupun pewarisan. Di Indonesia, pengaturan mengenai harta benda perkawinan dengan unsur asing masuk ke dalam bidang status personal. Sedangkan hukum warisan tidak termasuk status personal, meskipun kaidah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang tidak tertulis juga menunjuk hukum nasional dari si pewaris. Dengan menelaah kasus-kasus yang ada di Indonesia, tulisan ini akan menunjukkan bahwa penerapan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, khususnya terkait dengan tanah yang merupakan objek harta benda perkawinan dan pewarisan dengan unsur asing. Hal tersebut, membuka peluang bagi WNA untuk memiliki tanah hak milik di Indonesia lebih daripada jangka waktu yang ditetapkan di dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

The multitude of interactions that cross countries' borderlines and the increasing numbers of legal relationships in terms of mixed marriages generate both advantages and legal complications. One of the legal difficulties that emerged is related Foreign Citizens’ right upon land ownership derived from marital property or inheritances. In Indonesia, the regulations regarding marital properties are included within the qualification of personal status. However, the inheritance laws are not included within the qualification of personal status as well, but the unwritten principle of Private International Laws also refers to the testator’s national law. This research will show that the implementation of Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles still requires further clarification, primarily related to the lands that are the object of marital properties and inheritance with foreign elements. That matter becomes the loophole for foreigners to possess land ownership rights in Indonesia that surpasses the maximum period regulated in Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Saskia Khairunisa
"Tesis ini membahas perkara pembagian harta bersama dalam perkawinan campuran pada Putusan No. 162/Pdt.G/2017/PN.Mtr atas tanah dan bangunan yang merupakan atas nama Tergugat namun dipinjam namanya oleh WNA untuk kemudian dijual kepada pihak lainnya yang merupakan WNI. Oleh karena itu permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan pembagian harta bersama dalam perkawinan campuran atas tanah dan bangunan yang terikat nominee agreement dan penerapan hukum oleh Majelis Hakim pada perkara a quo. Bentuk metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan statues dan case approach yang mana data penelitian kemudian dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembagian harta bersama atas putusnya perkawinan campuran karena perceraian tanpa adanya perjanjian perkawinan didasarkan atas Pasal 17 AB jo. Pasal 37 UU Perkawinan dengan memperhatikan agama para pihak dan keabsahan kepemilikan harta benda. Dapat disimpulkan pula bahwa penerapan hukum oleh Majelis Hakim pada Putusan No. 162/Pdt.G/2017/PN.Mtr dalam aspek hukum perdata materiil kurang tepat sebab Penggugat Intervensi bukanlah pemilik karena bukan pembeli yang beriktikad baik namun dalam aspek hukum perdata formil, penerapan hukum telah dilakukan dengan cukup baik mengingat lingkup perkara perdata ditentukan para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu pelaku perkawinan campuran hendaknya menyusun perjanjian perkawinan melalui notaris secara jujur dan terbuka mengenai pemisahan harta selain dilakukannya amandemen terhadap peraturan-peraturan terkait.

This thesis discusses the case of division of matrimonial property in mixed marriages in Decision No. 162/Pdt.G/2017/PN.Mtr on land and buildings that are in the name of the Defendant but acted as nominee for WNA to be later sold to other party who are WNI. Therefore, the problem studied in this study is about the arrangement of the division of matrimonial property in mixed marriages on land and buildings bound by the nominee agreement and the application of law by the Judiciary in a quo case. To answer these problems, the research is conducted in a normative form in which the research data is then analysed qualitatively with a prescriptive approach. Based on the results of the study, it can be concluded that the division of matrimonial property on the dissolution of a mixed marriage due to divorce without a marriage agreement is based on AB jo. Article 37 of the Marriage Law by paying attention to the religion of the parties, the existence of common property.. It can also be concluded that the application of the law by the Judges in Decision No. 162/Pdt.G/2017/PN.Mtr in the aspect of material civil law is less appropriate because the Intervention Plaintiff is not the owner because he is not a good faith buyer but in the aspect of formal civil law, the application of the law has been done fairly well given that the scope of civil cases is determined by the disputing parties. Therefore, the author recommends that the perpetrator of a mixed marriage enter into a marriage agreement through a notary honestly and openly regarding the separation of property in addition to the amendment of the relevant regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agit Desy Noor
"Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 menyebabkan semakin banyaknya perjanjian perkawinan yang dibuat oleh masyarakat di Indonesia, khususnya dalam perkawinan campuran. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan), ruang lingkup dalam perjanjian perkawinan merupakan harta benda perkawinan serta perjanjian lainnya asalkan tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran yang ada di Indonesia membuat adanya unsur asing dalam perjanjian tersebut sehingga merupakan persoalan Hukum Perdata Internasional. Diskursus mengenai perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran belum terdapat pembahasan dan analisis yang lebih lanjut setelah pembahasan dari Sudargo Gautama dalam bukunya Hukum Perdata Internasional Jilid Ketujuh. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas serta menganalisis perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran ditinjau dari segi Hukum Perdata Internasional dengan menganalisis Akta Perjanjian Kawin Nomor X, Y dan Z.

Nuptial Agreements After Constitutional Court Decree Number 69/PUU-XIII/2015 led to the increasing number of nuptial agreements made by the people in Indonesia, especially in mixed marriages. In Law No. 1 of 1974 (Marriage Act), the scope of the marriage agreement is the property of marriage and other agreements. However, it must not violate public order or morality. Nuptial agreements on mixed marriages at Indonesia create foreign element in the agreement so that it is a matter of Private International Law. Discourse about nuptial agreements on mixed marriages has not been discussed and further analysis after the discussion of Sudargo Gautama in his book, Indonesian Private International Law Chapter 7th. Therefore, this thesis will discuss and analyze nuptial agreements in mixed marriages in terms of Private International Law with examples of Notarial Deed of Nuptial Agreements X, Y and Z."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayyu Qomaryah Fitria Sari
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak menjelaskan secara langsung mengenai peran notaris dalam pembuatan akta perjanjian kawin, hal tersebut secara tidak langsung dapat ditafsirkan bahwa perjanjian kawin dapat dilakukan oleh pejabat berwenang lainnya. Pada penelitian ini terdapat analisis mengenai ketentuan dan ketetapan Undang-Undang Perkawinan yang dibuat oleh notaris mengenai substansi jenis perjanjian kawin yang diterapkan di Indonesia, Belanda dan Perancis. Terdapat 2 (dua) bentuk perjanjian kawin yang menjadi variabel utama pada objek penelitian ini yaitu perjanjian pra kawin (prenuptial agreement) dan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement), studi kasus negara Indonesia, Belanda, dan Perancis. Berbeda dengan Indonesia dan Belanda, di Perancis tidak menetapkan ketentuan mengenai postnuptial agreement, hal tersebut menyebabkan kejanggalan terkait keberlakuan perjanjian yang dibuat di negara lain apabila akan digunakan di negara Perancis. Analisis yang diuraikan pada penelitian ini memberikan gambaran terkait ketentuan perjanjian kawin terhadap ketiga negara tersebut, mengenai keberlakuan sistem perjanjian kawin sesuai kedudukan hukum perjanjian itu di negara masing-masing. Pada penelitian ini pula mengkaji isi perjanjian kawin pada kedua akta yang menjadi objek penelitian dari salah satu pasangan perkawinan dua kewarganegaraan berbeda, baik antara warga negara Indonesia dengan warga negara Belanda dan antara warga negara Indonesia dengan warga negara Perancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dan merupakan penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini pertama, selain mengenai penjelasan penerapan perjanjian kawin setelah perkawinan di langsungkan, hal tersebut telah ditetapkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/XIII-PUU/2015 dan ulasan terkait keberlakuan perjanjian kawin yang dibuat di Indonesia apabila akan digunakan di negara Belanda maupun Perancis. Kedua, peran notaris terhadap perjanjian kawin dalam perkawinan luar negeri antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing, dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian kawin dalam bentuk akta autentik sebagai pejabat umum yang berwenang atas dasar Undang-Undang Jabatan Notaris, namun dalam perannya, masih terdapat ketentuan ‘abu-abu’ yang mengatur tentang pengesahan suatu perjanjian maupun dokumen luar negeri milik pasangan suami istri terkait oleh notaris. Berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, menjadi media melalui penyuluhan mengenai keabsahan perjanjian kawin itu sendiri kepada masyarakat terkait kedudukan hukum yang berlaku khususnya sebelum melakukan pembuatan perjanjian kawin.

Law Number 1 of 1974 concerning Marriage does not directly explain the role of a notary in making marriage agreement deeds, this can indirectly be interpreted to mean that marriage agreements can be executed by other authorized officials. In this research there is an analysis of the provisions and provisions of the Marriage Law made by notaries regarding the substance of the types of marriage agreements implemented in Indonesia, the Netherlands and France. There are 2 (two) forms of marriage agreements which are the main variables in this research, namely prenuptial agreements and postnuptial agreements, case studies of Indonesia, the Netherlands and France. In contrast to Indonesia and the Netherlands, France does not stipulate provisions regarding postnuptial agreements, this causes irregularities regarding the validity of agreements made in other countries when they are used in France. The analysis described in this research provides an overview of the provisions of marriage agreements in these three countries, regarding the applicability of the marriage agreement system according to the legal position of the agreement in each country. This research also examines the contents of the marriage agreement in the two deeds that are the object of research from one of the married couples of two different nationalities, both between Indonesian citizens and Dutch citizens and between Indonesian citizens and French citizens. This research uses a doctrinal research method with a descriptive analytical research typology and is library research. The results of this research are first, apart from explaining the application of marriage agreements after the marriage takes place, this has been determined after the Constitutional Court Decision Number 69/XIII-PUU/2015 and reviews regarding the validity of marriage agreements made in Indonesia when they are to be used in the Netherlands or the Netherlands. France. Second, the role of a notary regarding marriage agreements in foreign marriages between Indonesian citizens and foreign citizens, is carried out by making a marriage agreement deed in the form of an authentic deed as a public official with authority based on the Law on the Position of Notaries, however, in his role, there are still provisions 'grey' which regulates the ratification of an agreement or foreign document belonging to the husband and wife concerned by a notary. Guided by the Marriage Law, it becomes a medium through education regarding the validity of the marriage agreement itself to the public regarding the applicable legal position, especially before making a marriage agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>