Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lusiyana Dwi Rahmawati
"Latar Belakang: Distribusi penderita urolitiasis di Jakarta mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 2016-2019, namun distribusi komposisi batu pada penderita urolithiasis tersebut belum diketahui. Selain itu, belum diketahui hubungan distribusi komposisi batu ginjal tersebut dengan jenis kelamin dan usia.
Tujuan: Untuk mengetahui distribusi karakteristik komposisi  batu ginjal yang ada di wilayah Jakarta dan mengetahui hubungan batu ginjal dengan jenis kelamin dan usia.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross-secsional yang menggunakan 160 sampel dari data hasil analisis komposisi batu ginjal di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI. Data dianalisis dengan sistem SPPS tipe 20, setelah itu dilakukan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dan usia terhadap komposisi batu ginjal. Kemudian dilakukan uji Mann Whitney pada data yang tidak memenuhi syarat untuk uji chisquare.
Hasil: Batu ginjal terbanyak ditemukan pada laki – laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan (3:1) dan batu ginjal paling banyak terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun (49,4%). Komposisi unsur batu ginjal terbanyak adalah oksalat (89,4%) dan komposisi jenis batu ginjal terbanyak adalah jenis campuran kalsium, oksalat, karbonat, amonia (25%). Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap komposisi batu ginjal yang menunjukan hasil signifikan (p<0,05) untuk komposisi kalsium, amonia dan magnesium. Tidak terdapat hubungan antara usia terhadap komposisi batu ginjal 
Kesimpulan: Komposisi batu ginjal terbanyak adalah oksalat. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap komposisi batu ginjal. Tidak terdapat hubungan antara usia terhadap komposisi batu ginjal. 

Background: There is no research on distribution of kidney Stones in Jakarta since 2016-2019, while the incidence has increased. No research has been conducted on relation between the compositions with gender and age.
Objective: This research was done to distribute the kidney stones in Jakarta and relation of the compositions with gender and age.
Methods: This research is a cross-sectional, which used stored 160 samples from results of data analysis in Departemen of medical biochemistry and molecular biology of Universitas Indonesia. The analysis by SPSS type 20. Its using chi square test to know about relation of the compositions with gender and age. The end of data which not qualify were using mann whitney test.
Results: Kidney stone mostly do form in men than women, the disease are three more likely to form stones in men than women. Which at the most in the age group between 45-64 years (49,4%). The most composition has found is oksalat (89,4%) and types of stones have found are kalsium, oksalat, karbonat and amonia (25%). The relation of the compositions with gender has indicate significant results (p<0,05) which are calcium, amonia and magnesium. The relation of the compositions with age has indicate not significant results (p>0,05).
Conclusion: the most composition of kidney stones is oksalat. that has significant results about relation of compositions with gender and has not significant results about relation of compositions whit age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Retno Yova Meidina
"Latar Belakang: Batu empedu merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara-negara Barat. Namun dengan adanya perubahan sosial ekonomi, penyakit ini mulai ditemukan juga di negara berkembang. Komposisi batu empedu dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.
Tujuan: Mengetahui distribusi komposisi batu empedu dan hubungannya dengan umur dan jenis kelamin di Jakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 230 sampel data analisis komposisi batu empedu di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI. Data dianalisis menggunakan SPSS tipe 20 menggunakan uji Mann Whitney untuk melihat hubungan antara kelompok umur terhadap komposisi Fe, pigmen empedu, dan fosfat serta uji chi square untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dengan komposisi batu empedu dan untuk melihat hubungan antara kelompok umur dengan komposisi. kolesterol, kalsium, dan karbonat.
Hasil: Batu empedu paling banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria (1,7:1) dan pada kelompok usia 40-49 tahun (27,00%). Komposisi yang paling banyak ditemukan adalah kolesterol (83,91%). Hubungan antar kelompok umur terhadap komposisi kolesterol menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05) tetapi tidak signifikan (p>0,05) terhadap komposisi lainnya. Hubungan antara jenis kelamin dan komposisi batu empedu menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0,05).
Kesimpulan: Kolesterol merupakan komposisi batu empedu yang paling umum. Wanita dan kelompok usia yang lebih tua adalah orang-orang yang paling menderita dari batu empedu. Ada hubungan antara kelompok umur dengan komposisi kolesterol tetapi tidak pada komposisi lainnya. Juga tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan komposisi batu empedu.
Background: Gallstones are a disease that is often found in Western countries. However, with the socio-economic changes, this disease began to be found also in developing countries. The composition of gallstones can be affected by age and gender.
Objective: To determine the distribution of gallstone composition and its relationship with age and sex in Jakarta.
Methods: This study was a cross-sectional study with a total sample of 230 samples of gallstone composition analysis data at the Laboratory of Biochemistry and Molecular Biology, Faculty of Medicine, Faculty of Medicine. Data were analyzed using SPSS type 20 using the Mann Whitney test to see the relationship between age groups on the composition of Fe, bile pigments, and phosphates and the chi square test to see the relationship between gender and gallstone composition and to see the relationship between age groups and composition. cholesterol, calcium, and carbonate. Results: Most gallstones were found in women compared to men (1,7:1) and in the 40-49 year old group (27.00%). The most common composition found was cholesterol (83.91%). The relationship between age groups on cholesterol composition showed significant results (p<0.05) but not significant (p>0.05) against other compositions. The relationship between gender and gallstone composition showed insignificant results (p>0.05). Conclusion: Cholesterol is the most common composition of gallstones. Women and older age groups are the ones who suffer the most from gallstones. There is a relationship between age group with cholesterol composition but not on other compositions. There was also no relationship between gender and gallstone composition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusuf Hanif
"Anemia dan batu ginjal merupakan permasalahan kesehatan. Pasien yang mengalami batu ginjal mempunyai resiko untuk mengalami penurunan fungsi ginjal. Sementara itu, penurunan fungsi ginjal lebih jauh dapat menyebabkan anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kejadian anemia dengan penurunan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Penelitian ini menggunakan Studi potong lintang pada pasien batu ginjal yang berobat di Poli Urologi RUPN Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2000-2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total population sampling yang memiliki data hemoglobin dan kreatinin. Dari total 5464 pasien dengan batu ginjal, sebanyak 1428 memenuhi syarat penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi penurunan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal yang berobat ke RSCM adalah 35,43% atau sebanyak 506 pasien. Selain itu, prevalensi kejadian anemia terhadap pasien batu ginjal yang berobat ke RSCM sebesar 35,43% atau sebanyak 506 pasien. Dari uji analisis, didapatkan adanya hubungan antara kejadian anemia dengan penurunan fungsi ginjal dengan nilai kemaknaan p sebesar 0,003. Kesimpulan dari penelitian ini menunjuukan bahwa terdapat hubungan antara kejadian anemia dengan penurunan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Oleh karena itu, pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, pemeriksaan terhadap kadar hemoglobin penting untuk mendeteksi anemia.

Anemia and kidney stones is a health problem in Indonesia. Patients who develop kidney stones are at risk for decreased renal function. Meanwhile, further decline in renal function may lead to anemia. This study aimed to explore the relationship between anemia with decreased kidney function in patients with kidney stones. This study used a cross-sectional study in patients undergoing treatment for calculous disease in Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital (RSUPNCM) between 2000 and 2013. Sampling was conducted with a total population sampling methods that have data hemoglobin and creatinine. Of the total of 5464 patients with kidney stones, as many as 1428 eligible study. Results showed the prevalence rate of renal function decline in patients seeking treatment for kidney stones in RSCM is 35.43% or as many as 506 patients. In addition, the prevalence of anemia of patients seeking treatment for kidney stones in RSCM by 35.43% or as many as 506 patients. Of test analysis, found an association between the incidence of anemia with decreased renal function with significance p value of 0.003. The conclusion of this study that there is a relationship between menunjuukan anemia with decreased kidney function in patients with kidney stones. Therefore, in patients with decreased renal function, an examination of the hemoglobin levels for detecting anemia is important.;Anemia and kidney stones is a health problem in Indonesia. Patients who develop kidney stones are at risk for decreased renal function. Meanwhile, further decline in renal function may lead to anemia. This study aimed to explore the relationship between anemia with decreased kidney function in patients with kidney stones. This study used a cross-sectional study in patients undergoing treatment for calculous disease in Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital (RSUPNCM) between 2000 and 2013. Sampling was conducted with a total population sampling methods that have data hemoglobin and creatinine. Of the total of 5464 patients with kidney stones, as many as 1428 eligible study.
Results showed the prevalence rate of renal function decline in patients seeking treatment for kidney stones in RSCM is 35.43% or as many as 506 patients. In addition, the prevalence of anemia of patients seeking treatment for kidney stones in RSCM by 35.43% or as many as 506 patients. Of test analysis, found an association between the incidence of anemia with decreased renal function with significance p value of 0.003. The conclusion of this study that there is a relationship between menunjuukan anemia with decreased kidney function in patients with kidney stones. Therefore, in patients with decreased renal function, an examination of the hemoglobin levels for detecting anemia is important.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annada Sofia
"Latar Belakang: Prevalensi kanker di Indonesia meningkat menjadi 1,8 per 1000 penduduk pada 2018. Diagnosis dini yang tepat dibutuhkan untuk mengurangi angka mortalitas. Salah satu cara diagnosis tumor berupa pemeriksaan penanda tumor, seperti vanillylmandelic acid (VMA). Penanda tumor tersebut termasuk metabolit katekolamin yang akan meningkat produksinya pada beberapa tumor neuroendokrin. Kadar katekolamin sendiri dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Belum ada data proporsi VMA positif dalam urin pada pasien dugaan tumor neuroendokrin di Jakarta serta hubungan VMA dalam urin dengan usia dan jenis kelamin. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi VMA positif dalam urin pasien dugaan tumor neuroendokrin di Jakarta serta hubungannya dengan usia dan jenis kelamin. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Data sekunder dikumpulkan berupa lembar hasil serta formulir pemeriksaan VMA pasien dugaan tumor neuroendokrin pada periode 2010 hingga April 2019. Data didapatkan dari Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, FKUI. Pengambilan data sekunder dilakukan pada Oktober 2019 dengan total subjek penelitian 295. Pemeriksaan kualitatif VMA dalam urin dilakukan dengan metode spot test. Hasil pemeriksaan positif menunjukkan kadar VMA dalam urin > 8 mg/24 jam, sedangkan hasil negatif menunjukkan kadar VMA dalam urin  8 mg/24 jam. Kriteria inklusi berupa data subjek dengan diagnosis sementara neuroblastoma, pheochromocytoma, dan paraganglioma. Hasil: Proporsi VMA positif dalam urin pasien dugaan tumor neuroendokrin dalam penelitian ini adalah 14,2% (IK95%, 10,2 – 18,2%). Analisis hubungan VMA dalam urin dengan usia memberikan hasil p 0,023. Analisis hubungan VMA dalam urin dengan jenis kelamin menunjukkan hasil p 0,885. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara VMA dalam urin dengan usia dan tidak terdapat hubungan antara VMA dalam urin dengan jenis kelamin.

Kata kunci: Vanillylmandelic Acid, Tumor Neuroendokrin, Neuroblastoma, Pheochromocytoma, Paraganglioma.


Background: Cancer prevalence in Indonesia increased to 1.8 per 1000 population in 2018. Early diagnosis is needed to reduce mortality rate. One of the ways to diagnose tumors is by examining tumor markers, such as vanillylmandelic acid (VMA). VMA is catecholamine metabolites which will increase their production in several neuroendocrine tumors. Catecholamine level can be influenced by age and gender. There is no data about proportion of positive VMA in urine of patients with suspected neuroendocrine tumors in Jakarta and the association of VMA in urine with age and gender. Objective: The objective of this study was to determine the proportion of positive VMA in urine of patients with suspected neuroendocrine tumors and its association with age and gender. Methods: This study used a cross-sectional study design. Secondary data were collected in the form of VMA examination forms and result sheets from patients with suspected neuroendocrine tumors in the period 2010 to April 2019. Data were obtained from the Department of Biochemimstry and Molecular Biology, FKUI. Collection of secondary data conducted in October 2019 with a total of 295 study subjects. Qualitative examination of urinary VMA used spot test method. Positive examination result  showed levels of VMA in urine >8mg/24 hours, while negative result showed levels of VMA in urine  8mg/24 hours. Inclusion criteria were subject data with a provisional diagnosis of neuroblastoma, pheochromocytoma, and paraganglioma. Results: The proportion of positive VMA in urine of suspected neuroendocrine tumor patients in this study was 14,2% (CI95%, 10,2 – 18,2%). Analysis of the association between VMA in urine and age result was p value 0,023. P value form analysis of the association between VMA in urine and gender was 0,885. Conclusion: There is an association between VMA in urine with age and there is no association between VMA in urine with gender.

Keywords: Vanillylmandelic Acid, Neuroendocrine Tumors, Neuroblastoma, Pheochromocytoma, Paraganglioma.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Priliantika Yuliadi
"Latar Belakang: Batu ginjal merupakan salah satu bentuk dari batu saluran kemih, yang merupakan masalah yang cukup besar dan bisa menyebabkan morbiditas yang bermakna.Batu ginjal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan dapat berujung pada gagal ginjal, bahkan kematian.Hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya batu ginjal.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara hiperglikemia dengan penurunan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal.
Metode: Studi potong lintang yang melibatkan 5464 pasien batu ginjal yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2013. Analisis data dilakukan pada 877 orang pasien yang memiliki data gula darah sewaktu dan kreatinin serum, dengan cara mempelajari rekam medis pasien. Sampel penelitian didapatkandengan metodetotal population sampling.
Hasil: Rasio subjek laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Prevalensi hiperglikemia sebesar 4.79% dan prevalensi fungsi ginjal buruk sebesar 32.39%. Pada uji analisis hubungan hiperglikemia dengan fungsi ginjal didapatkan nilai p = 0.013.
Kesimpulan: Hiperglikemia memiliki hubungan yang bermakna dengan fungsi ginjal. Diperlukan tatalaksana serta pencegahan hiperglikemia untuk mencegah perburukan fungsi ginjal pada pasien dengan batu ginjal.

Background: Kidney stones are one of the forms of urinary tract stones, which is a pretty big problem and can cause significant morbidity. Kidney stones can cause renal dysfunction and can lead to kidney failure, and even mortality. Hyperglycemia can affect the risk of developing kidney stones.
Aim: Knowing the relationship between hyperglycemia and renal function in patients with kidney stones.
Methods: A cross-sectional study involving 5464 patients undergoing treatment for calculous disease at the General National Center Cipto Mangunkusumo Hospital between 2000 and 2013. Analysis was done to 877 patients whoseblood glucose and serum creatinine data were recorded, from patient’s medical record. Samples were obtained by using total population samplingmethod.
Results: Male to female subjects ratio were 2:1. Subjects with hyperglycemia was 4.79%, and there were 32.39% subjects havepoor kidney function.In the analysis of the association between hyperglycemia and kidney function, it is shown that the significance value of p = 0.013.
Conclusion: Hyperglycemia has a significant association with kidney function.Preventions and management of hyperglycemia are necessary to prevent deterioration of kidney function in kidney stone patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Ratna Palupi
"Prevalensi A.lumbricoides dan T.trichiura tertinggi pada usia sekolah dasar dan menurun pada usia dewasa. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan prevalensi infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura terhadap usia dan jenis kelamin pada anak. Penelitian yang bertempat di SD Kalibaru (Jakarta Utara) dan MI Batu Ampar (Jakarta Timur) ini menggunakan desain cross-sectional berdasarkan data kuisioner dan pemeriksaan sampel tinja.
Metode Kato-Katz digunakan untuk memeriksa sampel tinja. Dari 182 responden, didapatkan prevalensi infeksi A.lumbricoides di Kalibaru dan Batu Ampar adalah 34,8% dan 6,8%. Lokasi Kalibaru merupakan faktor risiko infeksi A.lumbricoides {OR 7,289 (95% CI 2,144-24,775)}. Prevalensi infeksi T.trichiura di Kalibaru adalah 34,1%.
Secara statistik terdapat hubungan bermakna (p=0,000) antara infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura dengan lokasi penelitian. Di Kalibaru, tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,656) dan T.trichiura (p=0,885) di Kalibaru. Secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,987) dan T.trichiura (p=0,523) di Kalibaru. Di Batu Ampar, tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,57).
Secara statistik, tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,544) di Batu Ampar. Anak di Batu Ampar tidak mengalami infeksi T.trichiura. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia anak dengan infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin anak dengan infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura.

The highest prevalence of A.lumbricoides and T.trichiura infection are at the age of Elementary School and will decrease at the age of adult. The aim of this research is to find out the correlation of the prevalence of A.lumbricoides and T.trichiura infection toward the age and the gender of Children. This research carried out at SD Kalibaru (North Jakarta) and MI Batu Ampar (East Jakarta). This research used cross sectional design based on the questionnaires data analyzing and fecal sample examining.
Kato-Katz method is used to examined the fecal sample. From 182 respondents, it was found that prevalence of A.lumbricoides infection in Kalibaru and Batu Ampar were 34.8% and 6.8%. The location of Kalibaru constitutes as risk factor of A.lumbricoides infection {OR 7.289 (95% CI 2.144-24.775)}. The prevalence of T.trichiura infection in Kalibaru were 34.1%.
Statistically, there was a significant correlation (p=0.000) between the A.lumbricoides and T.trichiura infection with the research location. In Kalibaru there was no significant correlation between gender and A.lumbricoides (p=0.656) and T.trichiura infection (p=0.885).
Statistically, there was no significant correlation between age and A.lumbricoides (p=0.987) and T.trichiura infection (p=0.523). In Batu Ampar, statistically, there was no significant correlation between gender and A.lumbricoides (p=0.57) infection. Statistically, there was no significant correlation between age and A.lumbricoides infection (p=0.544). Children in Batu Ampar were not infected by T. Trichiuria. There was no significant correlation between the age of children and the A.lumbricoides and T.trichiura infection. There was no significant correlation between the gender of children and the A.lumbricoides and T.trichiura infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Laila Ramadhan
"ABSTRACT
Giardiasis dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik, salah satu gejalanya adalah diare kronik dan dapat menyebabkan malnutrisi khususnya pada anak. Sulawesi Tenggara adalah salah satu wilayah di Indonesia dengan prevalensi diare yang cukup tinggi khususnya Kabupaten Konawe, namun belum ada pendataan di wilayah itu mengenai kejadian giardiasis yang dapat menjadi patogen penyebab diare tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data prevalensi kejadian giardiais pada anak usia 3-10 tahun di Kabupaten Konawe serta melihat apakah terdapat hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin dan usia. Metode Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilaksanakan sejak bulan Januari-Oktober 2018. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari hasil pemeriksaan feses di laboratorium Departemen Parasitologi FKUI. Dari 496 sampel yang dikumpulkan dan diperiksa (bernilai positif apabila ditemukan kista atau trofozoit Giardia lamblia secara mikroskopis dengan teknik pemeriksaan langsung), diambil 100 sampel yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi untuk sebagai sampel penelitian. Prevalensi giardiasis pada anak usia 3-10 tahun di Kabupaten Konawe pada tahun 2017 mencapai 13%. Tidak terdapat hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin (nilai p=0,564; OR=1,493; Cl=0,453-4,924), kelompok usia (nilai p=1,00; OR=1,102; CI=0,311-3,909), dan tingkat pendidikan yang dibagi menjadi PAUD/TK dan SD (nilai p=1,00; OR=0,988. CI=0,279-3,490). Hasil terkait hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin sama dengan beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada beberapa penelitian dikatakan kejadian giardiasis banyak pada kelompok anak di bawah 5 tahun, sedangkan pada penelitian ini banyak ditemukan pada anak di atas 5 tahun sehingga perlu diteliti lebih lanjut dengan mencakup anak usia 0-2 tahun juga dan faktor-faktor eksternal yang berkaitan. Kesimpulan: idak terdapat perbedaan proporsi kejadian giardiasis pada kelompok anak laki-laki dan perempuan, pada kelompok anak usia 3-5 tahun dan 6-10 tahun, serta pada kelompok anak PAUD/TK dan SD.

ABSTRACT
Introduction
Giardiasis or G.lamblia infection can be asymptomatic and symptomatic, one of the symptoms of Giardiasis is chronic diarrhea and it can cause malnutrition, especially in children. Sulawesi Tenggara is one of the province in Indonesia with a high diarrhea prevalence, especially in Kabupaten Konawe, but there is no data collection in the region regarding the prevalence of G.lamblia infection that can be a causative pathogen of diarrhea. The purpose of this study was to obtain data of giardiasis prevalence in children 3-10 years old in Kabupaten Konawe and see whether there was a relationship between the incidence of giardiasis with gender and age. This is a cross-sectional study conducted since January-October 2018. The data that used is a secondary data from the results of the fecal examination in the laboratory of the Department of Parasitology FKUI. From 496 suitable samples which collected and examined (positive value if cysts or trophozoites was found microscopically by direct examination), 100 samples which matched the inclusion and exclusion criteria were taken for the study sample. The prevalence of giardiasis in children 3-10 years old in Kabupaten Konawe in 2017 reached 13%. There was no correlation between the prevalence of giardiasis with gender (p value = 0,564; OR=1,493; Cl=0,453-4,924), age categorized (p value = 1.00; OR=1,102; CI=0,311-3,909), and level education which is divided into childhood/kindergarten and elementary school (p value = 1.00; OR=0,988; CI=0,279-3,490).Discussion The result of the correlation between giardiasis prevalence and gender is same with another study before. In several studies, there were many occurrences of giardiasis in children under 5 years old, whereas there are many occurrences of giardiasis in children over 5 years old in this study. So it needs to be studied further by including children 0-2 years old and also find other related external factors with giardiasis.Conclusion:There was no difference in the giardiasis proportion in groups of boys and girls, in groups of children 3-5 years old and 6-10 years old, and also in groups of children in childhood/kindergarten and elementary school."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Sawitri
"ABSTRAK
Peningkatan prevalensi penyakit periodontal berhubungan dengan faktor peningkatan usia, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok. Data epidemiologi dapat menjadi sumber informasi dalam penyusunan rencana strategis dalam penanganan penyakit periodontal. Tujuan: Menganalisis hubungan penyakit periodontal berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin dan kebiasaan merokok di RSKGM FKG UI periode 2010-2015. Metode: Penelitian potong lintang dengan subjek 538 rekam medik. Hasil: Penyakit periodontal yang paling banyak diderita oleh seluruh kelompok usia adalah periodontitis kronis dengan mayoritas pasien wanita dan kebiasaan tidak merokok. Kesimpulan: Uji chi-square menunjukkan.

ABSTRAK
Background Prevalence of periodontal disease increasing by several factor such as age, gender, smoking habit. Epidemiology data of periodontal disease can be a source to create strategic plan to decrease the prevalence of the disease. Objective analyze relationship of periodontal disease by age, gender and smoking habit in RSKGM FKG UI period 2010 2015. Method The study design is cross sectional using 538 medical records. Result The most common periodontal disease in every age group is chronic periodontitis with majority of women and non smoking habit. Conclusion Chi Square test showed "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Hayati
"Anemia didefinisikan sebagai rendahnya kadar hemoglobin di dalam darah. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dari berbagai etiologi anemia, thalassemia merupakan hemoglobinopati kuantitatif yang diturunkan yang memiliki prevalensi tinggi di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hemoglobin pada pasien thalassemia di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin. Sebanyak 640 hasil pemeriksaan darah lengkap diperoleh dari pasien rawat jalan yang menderita thalassemia dari Pusat thalassemia di RSUPNCM pada bulan Mei 2012.
Berdasarkan analisis statistik, ditemukan bahwa hampir seluruh pasien thalassemia yang datang mengalami anemia (638 pasien), dan mayoritas menderita anemia derajat sedang. Ditemukan pula asosiasi antara usia dan derajat anemia ketika membandingkan antara anemia sedang dengan anemia berat. (p = 0.000). Ditemukan pula korelasi negatif (Spearman rho -0.212) antara usia dan kadar hemoglobin (p = 0.000). Namun demikian, tidak ditemukan asosiasi antara jenis kelamin dengan derajat anemia maupun kadar hemoglobin (masing-masing p = 0.196; 0.557). Hasil studi ini memberikan gambaran terkini mengenai status anemia pasien thalassemia dan dapat digunakan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada passion thalassemia.

Anemia, defined as a low level of hemoglobin concentration in the blood, is a major public health problem. Among the many causes of anemia, thalassemia, an inherited quantitative hemoglobinopathy, is one that is highly prevalent in south-east Asian countries such as Indonesia. This study aimed to find out the hemoglobin status of thalassemia patients in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta and its relationship with age and gender. As many as 640 complete blood count results from outpatients previously diagnosed with thalassemia from the hospital?s Thalassemia Center during May 2012 were obtained for analysis. From statistical analyses, we concluded almost all thalassemia patients were anemic (638 patients), most of which experience moderate anemia.
From statistical testing, there proved to be an association between age and severity of anemia when compared between moderate and severe anemia (p = 0.000). A negative correlation (Spearman?s rho -0.212) was seen between age and hemoglobin level (p = 0.000). Meanwhile, no association was found between gender and severity of anemia or hemoglobin level (p = 0.196; 0.557, respectively). The results of this study provide the most recent information on the current status of anemia among thalassemia patients and can be used in the approach towards thalassemia patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Prabowo Limawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perundungan merupakan masalah di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Kondisi ini memberikan dampak negatif dan sudah banyak dijelaskan
dalam berbagai riset di dunia. Namun, riset tentang perundungan di Indonesia
masih belum banyak dilakukan terutama pada remaja. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian dengan rancang potong lintang. Remaja yang merupakan
subjek penelitian adalah siswa/i dari lima sekolah menengah pertama yang
berpartisipasi dalam riset ini untuk menjawab kuesioner perundungan traditional
yang disusun oleh Nansel dan kolega pada 2001 serta kuesioner demografi yang
khusus dibuat untuk penelitian ini. Data dianalisa menggunakan program SPSS
versi 20 untuk Windows melalui uji korelasi Spearman?s dan uji Chi-Kuadrat.
Hasil: Korban perundungan paling banyak terjadi pada murid berusia 13 tahun
(50.0%) dan kelas delapan (41.1%). Sementara korban perundungan terbanyak
berusia 13 tahun (55.6%) dan kelas tujuh dan delapan (44.4% masing-masing).
Korban sekaligus pelaku terbanyak berusia 13 dan 14 tahun (38.5% masingmasing)
dan berasal dari kelas delapan dan sembilan (46.2% masing-masing).
Tidak dijumpai adanya perbedaan jenis kelamin dalam angka kejadian
perundungan (50.9% perempuan vs. 49.1% laki-laki). Mengejek nama adalah
jenis perundungan yang paling sering terjadi baik pada kelompok korban, pelaku
maupun pada kelompok korban sekaligus pelaku (55.9% vs. 66.6% vs. 84.6%).
Terdapat korelasi lemah antara usia dengan korban perundungan (r = 0.4).
Kemudian, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara jenis kelamin di antara
remaja dengan dan tanpa perundungan. Kesimpulan: Sekolah menengah pertama
adalah masa penting untuk terjadinya perundungan oleh karena itu perlu
dirancang suatu program untuk mengendalikan kejadian perundungan di SMP
terutama pada anak yang berusia 13 tahun.

ABSTRACT
Background: Bullying happens all over the world including Indonesia. This
condition cause negative effects that has been mentioned in several studies all
around the world. However, there are not sufficient researches on bullying in
Indonesia, especially among adolescents. Methods: This research was a cross
sectional study. The research subjects are students from five participating junior
high schools in Jakarta, which they were given to answer the traditional bullying
questionnaire by Nansel and colleagues in 2001 and demography questionnaire
made for this study. Data is being analyzed using SPSS version 20 for Windows
with Spearman?s correlation and Chi-Square. Result: Most victim of bullying
were 13 years old (50%) and grade eight (41.1%). Majority of perpetrator of
bullying were 13 years old (55.6%) and grade seven and eight (44.4%
respectively). Furthermore, for both victim and perpetrator of bullying, majority
came from age 13 and 14 years old (38.5% respectively) and grade eight and nine
(46.2% respectively). There were no dominant gender involved in bullying
(50.9% female and 49.1% male). Calling names was the major type of bullying
among all bullying group (victim, perpetrator, both) (55.9% vs. 66.6% vs. 84.6%).
There was weak correlation between age and victimization (r = 0.4). Moreover,
there was no significant gender difference among adolescents with or without
bullying. Conclusion: Junior high school is the critical age for bullying behavior
to occur, so it is important to design a program to control bullying in junior high
school, especially students aging 13 years old.;"
2016
S70406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>