Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susy Ong
"Jepang dikenal sebagai salah satu negara modern dan maju sejak pertengahan abad ke-20 sampai sekarang. Berbagai keberhasilan tersebut menimbulkan kekaguman bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk di Indonesia. Dunia akademisi dan jurnalistik Indonesia sering mengutip contoh keberhasilan Jepang dengan memberi opini ‘cultural determinism’ atau ‘budaya sebagai faktor penentu’. Menurut anggapan itu, Jepang berhasil karena memiliki budaya unggul. Dari opini tersebut, lahirlah kesimpulan bahwa jika bangsa lain (termasuk Indonesia) ingin maju seperti Jepang, maka yang perlu dipelajari adalah budaya Jepang. Dalam Seikatsu Kaizen ini, pembaca diajak menelusuri perjalanan sejarah modernisasi Jepang, yang dimulai pada tahun 1860-an. Kita akan melihat apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Jepang, sehingga berhasil mewujudkan negara yang modern, sejahtera, dan maju dengan rakyat yang disiplin, rajin, produktif serta memiliki rasa tanggung jawab sosial."
Jakarta: PT. Gramdeia, 2021
952 SUS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Article described capitalist social life of modern Japanese that was having individualistic characteristic. This high individualistic life affected the availability of disconnected family life called muenshakai. This phenomenon caused social and economic shifts in the Japanese family. This research used qualitative approach elaborated in descriptive analysis. The object of research or data corpus was the problem of a decline in Japan population in terms of the breakdown of the family. The research results indicated that muenshakai phenomenon has emerged in Japan caused by some sequential events, those are: the 2nd World War "legacy', the availability of baby boom, the abolition of shuushinkoyou, the decreasing of marital rate, the increasing of divorce rate, the decreasing of birth rate, and the lost of family relationship. It can be concluded that the urban individualistic life style is able to change the traditional thinking pattern into opportunistic one that becomes one of the causal factors of muenshakai phenomenon."
LINCUL 8:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Murtiyani
"Upacara setelah kelahiran yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepang ialah: upacara oshichiya, upacara omiyamairi, upacara okuizome, perayaan hatsuzekku, dan upacara hatsutanja. Sedangkan upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa ialah: selametan brokohan, selametan sepasaran atau puputan, selametan selapanan, selametan neton (weton), upacara tedhak siten, selametan gaulan, dan selametan nyerahuni.
Dalam upacara setelah kelahiran pada kedua masyarakat itu terlihat ada persamaan-persamaan yang dibagi menurut jenis-jenis upacara berdasarkan hal-hal yang diperingati atau dirayakan, unsur-unsur yang mendukung upacara, serta tujuan diadakannya upacara Selain itu juga terdapat perbedaan-perbedaan dalam setiap jenis_-jenis upacaranya, misalnya perbedaan waktu pelaksanaan, tata cara, dsb.
Persamaan-persamaan itu terjadi karena adanya sistem pemikiran yang bersifat universal antara masyarakat Jepang dan Jawa. Pemikiran tersebut adalah bahwa dalam lingkaran kehidupan manusia terdapat tngkat-tingkat kehidupan. Peralihan dari tingkat satu ke tingkat lainnya ditandai dengan diadakan suatu upacara. Karena masa peralihan tersebut dianggap masa yang penuh bahaya atau masa krisis, maka upacaranya disebut crisis-rites (upacara waktu krisis)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S13745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurur Rahmah
"ABSTRAK
Pekerja di Jepang terkenal sebagai pekerja keras. Mereka terbiasa bekerja 12 jam Iebih dalam sehari, sehingga lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan kerja daripada di rumah. Kelelahan bekerja tanpa disertai istirahat yang cukup diduga sebagai penyebab kasus kematian pada pekerja yang mulai meluas di masyarakat Jepang sekitar pertengahan tahun 1980-an. Kasus kematian ini disebut dengan istilah Karoushi.
Skripsi ini menganalisa penyebab Karouishi, ditinjau dari latar belakang budaya masyarakat Jepang dan pengaruhnya pada perubahan sistem dan cara pandang orang Jepang terhadap kerja.

"
2001
S13767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Pusparesmi M
"Skripsi ini menguraikan tentang wanita Jepang. Secara khusus skripsi ini menguraikan tentang perubahan pandangan wanita Jepang terhadap perkawinan sebagai akibat dari adanya perubahan Undang Undang dan perkembangan pendidikan bagi wanita Jepang. Perubahan pandangan ini terutama ditekankan pada saat Jepang berada di bawah pendudukan Amerika (tahun 194 akibat dari kekalahan Jepang pada Perang Dunia II) karena setelah masuknya Amerika terlihat jelas perubahan pandangan tersebut. Namun, sebelumnya diuraikan pula mengenai kehidupan dan anti perkawinan bagi wanita sebelum tahun 1946 (sebagai latar belakang). Sebelum tahun 1946, perkawinan dianggap sebagai jalan hidup wanita karena pendidikan yang diterima wanita pada saat itu, baik di rumah maupun sekolah bertujuan untuk menjadikan wanita sebagai Ryosai Kenbe sehingga wanita tidak memiliki kemandirian. Adanya perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang atas desakan pihak penguasa Amerika menumbuhkan kesadaran wanita Jepang bahwa perkawinan bukanlah satu-satunya jalan hidup yang tersedia bagi mereka. Perkawinan yang pada awalnya dianggap sebagai suatu keharusan kemudian berubah menjadi satu pilihan hidup wanita Jepang. Dengan demikian terbukti bahwa secara tidak langsung Amerika melalui perubahan Undang Undang dan perkembangan bidang pendidikan telah mempengaruhi pandangan wanita Jepang terhadap perkawinan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Abdul Rafi
Jakarta: Restu Agung, 2003
650.1 YOG s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Handini
"As an ethnic group that lives in the interior part of the Jambi Province, Suku Anak Dalam is inseparable with tropical rainforest. The rainforest is their most essential environment. Therefore, changes in the rainforest have a significant impact on the people's lifestyle Among the lifestyles that represents their dependence to nature is their pattern of subsistence, which is foraging, a combination of hunting and gathering activities that they do in nomadic fashion tracking the food sources provided by nature. That is the reason that the Suku Anak Dalam is also known as foragers, meaning people who roams in search of food.
The topic of this thesis is the foraging lifestyle, which has become very difficult to maintain due to environmental changes. The quantity and quality of the rainforest are declining as the result of the opening of plantations, transmigration areas, illegal logging, road construction, etc. The impact is immediately felt: the food sources of the Suku Anak Dalam are drastically decreasing.
The research method used in this thesis is participant observation, which is implemented in the field by conducting a descriptive technique with the inductive type of reasoning. The optimal foraging analysis by Winterhalder (1981) and Schoener (1971), which emphasizes on four aspects that should go in concert to acquire optimal results, were applied directly to the foraging of the Suku Anak Dalam. The four aspects are the food extent, foraging space foraging period, and group size.
The application of optimal foraging analysis among the Anak Dalam foragers reveals that wild boar and deer are their favorite menu because those kinds of animals are easy to find, have plenty of meat, and delicious. On the other hand, a tuber plant called bazaar (Diascrorea sp.) is also a favorite. Analysis shows that foraging lifestyle mainly depends not on animal hunting but on plant gathering activities. Protein is the supplement of carbohydrate, and the food sources can be found around the habitation camps. The foraging space is in proportion with the condition of the surrounding rainforest: the more infertile/barren a foraging area, the scarcer the food sources; as a consequence, the wider is the roaming area and the higher is the foraging intensity. In the case of the Anak Dalam foragers, the foraging space covers 2 - 6 hour walk or within a radius of 2 - 29 km from their habitation camp.
The Suku Anak Dalam people generally practice foraging for 20 - 30 hours per week, or + 6 hours per day. During the foraging period, 30 % are allocated for hunting and 70 % are for gathering activities. The ideal size for a group of foragers is 20 - 25 people, which includes at least 3 - 4 adult males as hunters. Gathering activities, on the other hand, can be done by any number of people, be it an individual, a small group, or a large group. If a foraging group becomes too large, some of its members will leave the group and form a new group.
Environmental changes have made each Anak Dalam foraging group to employ its own adaptation strategy. As a result, based on their subsistence, there are three types of Anak Dalam groups: foragers, semi-foragers, and crop growing groups. Aside from environmental changes, there are also internal and external factors that changed the lifestyle of the Anak Dalam people. Among the internal factors is their desire to move into what they thought to be a better lifestyle, while one of the external factors is government policy. This thesis will focus on the- causal relationship between environmental changes and foraging activities among the people of Suku Anak Dalam. Various aspects of their daily life will also be described in this thesis, which will include their nomadic tradition, social organization, life cycles, genealogical system, religion system, political and governmental system, and technological system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejak peralihan minat pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri pada tahun 1955, pekerjaan sebagai sarariman mulai menjadi pilihan untuk banyak masyarakat Jepang karena paradigma yang berkembang dalam masyarakat Jepang waktu itu adalah bekerja sebagai sarariman memberikan jaminan terhadap kesejahteraan di masa depan, kestabilan, dan keamanan kerja dari pemecatan. Paradigma yang berkembang tersebut adalah hasil dari penerapan sistem manajemen perusahaan Jepang. Namun seiring jatuhnya bubble economy pada awal tahun 1990-an, budaya korporasi di perusahaan Jepang mulai berubah karena adanya pergeseran dalam penerapan sistem manajemen perusahaan Jepang yang mulai mengadaptasi gaya manajemen perusahaan Barat. Ditambah dengan berubahnya kualitas hidup masyarakat Jepang, kedua hal tersebut melatarbelakangi bergesernya paradigma yang berkembang di masyarakat Jepang mengenai sarariman. Pergeseran paradigma tersebut walaupun tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk menjadi sarariman, namun secara tidak langsung menimbulkan pengaruh dalam hal minat kerja yang semakin bervariasi, berubahnya motivasi dan etas kerja, serta mempengaruhi cara pandang kaum muda Jepang terhadap masa depan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Rizki Utami
"Sekularisasi adalah proses pembedaan secara fungsional elemen-elemen sosial: politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan, dari agama, sebagai akibat dari perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat yang dulunya didominasi oleh norma-norma agama. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan teks-teks sejarah Jepang dari tahun 1868 hingga 2006 terkait peristiwa kunjungan Koizumi ke Yasukuni Jinja dan Yasukuni Jinja. Berbagai pernyataan Koizumi mengenai kunjungannya ke Yasukuni Jinja menunjukkan bahwa ia menganggap orang-orang yang gugur dan disemayamkan di Yasukuni Jinja adalah pahlawan, meskipun jaman telah berganti dan Kokka Shinto telah runtuh. Ia merasa tidak bersalah untuk mengekspresikan keyakinannya dengan cara mengunjungi Yasukuni Jinja dan tidak menginginkan pihak luar negeri campur tangan dengan permasalahan keyakinannya pribadi maupun urusan domestik Jepang. Selain itu, alasan politis kunjungan Koizumi ke Yasukuni Jinja adalah untuk memperoleh dukungan dari Asosiasi Keluarga Korban Perang yang anggota keluarganya disemayamkan di Yasukuni Jinja. Selaku seorang perdana menteri yang merupakan pemimpin negara, kunjungannya ke Yasukuni Jinja menunjukkan sikapnya yang tidak menaati undan-g_undang mengenai pemisahan agama dengan negara, sebab Yasukuni Jinja adalah institusi nasional sekaligus relijius. Tindakannya ini bertentangan dengan sistem dan ideologi yang berlaku di dalam pemerintahan Jepang di masa kini, yaitu pemerintahan demokrasi dan sekuler. Dari sudut pandang sekularisasi agama yang merupakan proses pembedaan secara fungsional elemen-elemen social, politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan, dari agama, sebagai akibat dari perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat Jepang setelah Perang Dunia II, kunjungan Koizumi sebagai Perdana Menteri Jepang ke Yasukuni Jinja merupakan sebuah hal yang paradoks. Koizumi sebagai Perdana Menteri Jepang, sebuah negara yang memiliki undang-undang untuk tidak memberikan dukungan pada agama manapun, berdoa di Yasukuni Jinja, sebuah kuil Shinto. Bagi sebagian masyarakat Jepang tindakan Koizumi ini dipandang sebagai sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap kejahatan agresi militer Jepang di masa lalu, terutama oleh negara-negara yang mengalami agresi militer Jepang, sikap Koizumi tersebut belum dapat dimaafkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willem Benyamin Mariawassy
"Sesuai dengan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, maka dalam Pelita ke IV prioritas diletakkan pada Pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor Pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Pelita-pelita selanjutnya.
Disamping itu pembangunan industri harus makin diarahkan pada usaha memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor serta meningkatkan ekspor hasil-hasil industri. Dengan demikian diharapkan bahwa jumlah penduduk yang hidup dari sektor-sektor di luar pertanian semakin bertambah dan komposisi ekspor Indonesia akan berubah, yaitu tidak lagi hanya berupa bahan mentah akan tetapi akan berubah menjadi bahan yang telah diolah dan bahan jadi.
Pembangunan industri diarahkan pada usaha memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik, namun industri juga dapat membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan hidup masyarakat dengan menimbulkan pencemaran fisik seperti pencemaran air, tanah,dan udara serta pencemaran sosial yang seringkali menimbulkan keresahan-keresahan sosial yang rawan dan gawat.
Oleh karena itu perlu ditempuh cara atau pola dalam prosedur pelaksanaan pembangunan industri untuk menghindari keresahan-keresahan sosial dan mengembangkan ekonomi masyarakat ketingkat yang lebih baik, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari pembangunan industri tersebut. Sehubungan dengan persyaratan tersebut, maka dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya proyek-proyek yang sudah berjalan seperti halnya dengan PT. Pupuk Kujang di Desa Dawuan memerlukan evaluasi pengaruh, untuk mengetahui pengaruh positif dan pengaruh negatif yang telah terjadi sehingga diharapkan akan sangat berguna bagi penelaan kembali kebijaksanaan dan pengawasan dalam usaha meningkatkan kualitas lingkungan yang optimal di masa mendatang. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>