Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifia Putri Musvita
"Maraknya masyarakat Indonesia melakukan perjalanan menggunakan pesawat dari maskapai penerbangan Indonesia menimbulkan dilakukannya segala pemasaran untuk meninggikan jumlah konsumen dari masing-masing maskapai mengakibatkan adanya harga tiket pesawat yang terlihat murah dengan harga rendah yang tidak wajar dengan promo serta cashback yang akan menarik calon pembeli. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan terjadinya potensi jual rugi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada penjualan tiket pesawat dengan harga yang sangat murah. Pada praktiknya, Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai penerbangan Indonesia menyelenggarakan program travel fair sebagai usaha branding serta pemasaran dari maskapai itu sendiri yang berisikan penjualan harga tiket dengan potongan harga dan cashback kepada konsumen. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, dimana dilakukan penjabaran atas kasus penjualan dengan harga yang sangat rendah oleh Garuda Indonesia, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha pada Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999. Penulis memberikan rekomendasi atas pengaturan serta pedoman atau penjelasan yang lebih rinci dan mendalam mengenai potongan harga, diskon, atau promo yang dilakukan oleh pelaku usaha dan diterbitkannya pengaturan harga dalam kelas Bisnis dan Utama. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terbuktinya praktik jual rugi dalam Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam penjualan tiket dalam program travel fair oleh Garuda Indonesia.

The frequentness of the public in Indonesia traveling by plane by Indonesian airlines has resulted in all sorts of marketing tools done to increase the number of consumers from each airline resulting in airplane ticket prices that look cheap at unreasonably low prices with promos and cashback that will attract potential buyers. Therefore, this thesis is intended to provide knowledge to the public about the potential of predatory pricing that has been regulated in Law Number 5 of 1999 on the sale of airplane tickets at very cheap prices. In practice, Garuda Indonesia as one of the Indonesian airlines organizes a travel fair program as a branding and marketing effort of the airline itself which consists of selling discounted ticket prices and cashback to consumers. In analyzing this case, the author uses descriptive analytical research with a qualitative approach, in which a case is made of sales at very low prices by Garuda Indonesia, then analyzes it based on the provisions of business competition law in Article 20 of Law Number 5 of 1999. The author provides recommendations on regulations as well as guidelines or more detailed and in-depth explanations regarding price discounts, discounts or promotions carried out by business actors and the issuance of price settings in the Business and Primary classes. The result of this research is that Garuda Indonesia is not proven for their alleged practice of predatory pricing as prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999 in selling tickets in the travel fair program by Garuda Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Litani Josephine Luhur
"Globalisasi membawa perubahan pada sektor teknologi dan ekonomi, membuat hubungan antar negara menjadi saling terintegrasi, serta memungkinkan adanya pasar bebas yang menjadikan arus transaksi jual-beli antar negara menembus batas negara. Hal tersebut memperluas jangkauan pemasaran berbagai produk dari luar wilayah Indonesia untuk masuk ke wilayah Indonesia yang dapat juga berlangsung melalui e-commerce. Saat ini masih banyak ditemukan pelaku usaha produk impor pada salah satu e-commerce yang beroperasi di Indonesia, yaitu Shopee. Namun keberadaan produk impor yang dijual oleh pelaku usaha pada Shopee memunculkan keresahan pelaku usaha produk lokal karena harga jual yang relatif lebih murah. Hasil survei menunjukkan bahwasanya salah satu alasan yang membuat produk impor terjual laris di kalangan konsumen e-commerce adalah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga produk lokal. Dalam hal ini, penetapan harga produk impor oleh pelaku usaha pada e-commerce yang sangat rendah dan tidak wajar menimbulkan dugaan adanya praktik jual rugi. Oleh karena itu, penulis membahas fenomena tersebut dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kepada masyarakat mengenai potensi adanya praktik jual rugi oleh pelaku usaha produk impor di Shopee yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Dalam menganalisis dugaan tersebut, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, di mana penulis akan mendeskripsikan dan memberikan gambaran mengenai dugaan yang terjadi pada penetapan harga yang sangat rendah dan tidak wajar oleh pelaku usaha produk impor di Shopee, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha melalui unsur-unsur pada Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999, (UU Anti Monopoli). Hasil dari penelitian adalah tidak terbukti adanya praktik jual rugi sebagaimana yang dilarang oleh Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999, (UU Anti Monopoli). Penulis juga memberikan saran agar dibuatnya pengaturan khusus dan lebih lanjut mengenai masuk dan penjualan produk impor, serta penetapan harga pada penjualan produk impor di dalam negeri, khususnya pada e-commerce.

Abstrak Berbahasa Inggris:
Globalization brings changes to the technology and economic sectors, that makes relations between countries integrated with each other, and allows a free market that makes transactions between countries across national borders possible. This expands various products from outside Indonesia to enter the territory of Indonesia, which can also take place through e-commerce. Currently, there are still many imported product business actors in one of the e-commerce operating in Indonesia, namely Shopee. However, the existence of imported products sold by business actors at Shopee raises concerns among local product business actors, because, as what the survey shows, the reason imported products sell well among e-commerce consumers is because their prices are relatively cheaper compared to local product prices. In this case, the very low and unreasonable price of imported products by business actors in Shopee raises suspicions that there is a practice of predatory pricing. Therefore, the author discusses this phenomenon to increase knowledge and insight to the public regarding the potential of a practice of predatory pricing by business actors of imported products at Shopee which are prohibited by the Anti-Monopoly Law. In analyzing these allegations, the author uses a form of normative juridical research with an analytical descriptive research type, where the author will describe and provide an overview of the allegations, then analyze them based on the provisions of business competition law through the elements in Article 20 of Law No. 5 of 1999, (Anti Monopoly Law). The result of the research is that it is not proven that there is a practice of predatory pricing as prohibited by Article 20 of Law No. 5 of 1999, (Anti Monopoly Law). The author also provides suggestions for making special and further arrangements regarding the entry, the sale, and the pricing of imported products, especially in e-commerce.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Safira
"Layanan jasa pesan antar makanan secara daring di Indonesia kini semakin berkembang dan menjadi hal yang esensial bagi kehidupan masyarakat. Yang menjadi permasalahan dari layanan jasa tersebut adalah kebiasaan dari para pelaku usaha yang menawarkan harga yang sangat rendah dan tidak wajar melalui berbagai promo potongan harga kepada konsumen, meliputi harga makanan dan biaya jasa pengantaran. Oleh karena itu, penulis membahas fenomena tersebut dengan tujuan untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat terhadap adanya potensi jual rugi yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 pada promo potongan harga yang dilakukan oleh para pelaku usaha dalam layanan jasa pesan antar makanan secara daring di Indonesia. Pada praktiknya, salah satu pelaku usaha yang melakukan praktik tersebut adalah PT Shopee Internasional Indonesia melalui layanan ShopeeFood. PT Shopee Internasional Indonesia melalui layanan ShopeeFood selalu memberikan promo potongan harga yang beragam dan berbeda dari pelaku usaha lainnya sejak waktu diluncurkannya layanan tersebut. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, di mana penulis menjabarkan kasus yang terjadi pada promo potongan harga dalam layanan ShopeeFood, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha melalui unsur-unsur Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999, serta memberikan rekomendasi agar dibuatnya pengaturan lebih khusus mengenai batasan pemberlakuan promo potongan harga oleh pelaku usaha pada layanan jasa pesan antar makanan secara daring di Indonesia. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah tidak terbukti adanya praktik jual rugi sebagaimana yang dilarang oleh Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999 terhadap promo potongan harga pada layanan ShopeeFood oleh PT Shopee Internasional Indonesia.

Online food delivery service in Indonesia is now growing and becoming essential for people's lives. The problem in this service is the habit of the business actors that offer such very low and unreasonable prices through various discount promos to consumers, including food prices and delivery service fees. Therefore, the author discusses this phenomenon with the aim of providing knowledge to the public about the potential of predatory pricing which is prohibited by Law No. 5 of 1999 on discount promos provided by the business actors on online food delivery service in Indonesia. In practice, one of the business actors who provided this kind of practice is PT Shopee Internasional Indonesia through the ShopeeFood service. PT Shopee Internasional Indonesia through the ShopeeFood service has always provided various discount promos and is quite different from the other business actors since the service was launched. For analyzing the case, the author uses analytical descriptive research with a qualitative approach, which the author describes the case that occurred in the discount promo on ShopeeFood service, then analyzing it based on the business competition law through the elements of Article 20 of Law No. 5 of 1999, and giving recommendation to providing more specific regulation regarding the limits of discount promos by the business actors on online food delivery service in Indonesia. The result of this research is PT Shopee Internasional Indonesia is not proven for their alleged practice of predatory pricing as prohibited by Article 20 of Law No. 5 of 1999 on discount promos on ShopeeFood service."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwidya imam Rahayu
"Salah satu bentuk perilaku anti persaingan yang menjadi perhatian dalam UU No. 5/1999 adalah melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan atau predatory pricing. Jual rugi adalah suatu strategi penetapan harga oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar bersangkutan dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan. Praktek jual rugi dengan tujuan menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya di pasar dalam konteks persaingan usaha adalah suatu perilaku pelaku usaha yang umumnya memiliki posisi dominan di pasar atau sebagai pelaku usaha incumbent menetapkan harga yang merugikan secara ekonomi selama suatu jangka waktu yang cukup panjang. Strategi ini dapat mengakibatkan pesaingnya tersingkir dari pasar bersangkutan dan atau menghambat pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar.
Strategi penetapan harga yang sangat rendah, yang termasuk dalam Limit-Pricing Strategy diidentifikasikan dengan keinginan pelaku usaha monopolis atau dominan untuk melindungi posisinya dengan cara melakukan pemotongan harga secara substansial atau melakukan peningkatan produksi secara signifikan. Perilaku ini dimaksud agar tidak memberi kesempatan atau daya tarik pada pelaku usaha baru untuk masuk dalam industri, sehingga pelaku usaha monopolis dapat tetap mempertahankan posisi dominannya.

One form of anti-competitive behavior that has become a vocal point in the Law. 5 /1999 is to sell at loss or set very low prices with the intent to remove or kill off other competitors in the relevant market or considered tobe a predatory pricing. To sell at a loss is a pricing strategy by the perpetrators in an attempt to remove competitors from the relevant market in an effort to maintain its dominant position or as a monopolist. The practice of selling at a loss for the purpose of removing or killing off competitors in the market in the context of business competition is a behavior of business actors that are generally have a dominant position in the market or as an incumbent entrepreneurs who sets prices that will damage the economy in a period of time.
This strategy may result in competitors being eliminated from the relevant market and or increase the barrier of entry of other businesses to enter the market. Pricing strategy that employs a very low price, which is included in the Limit-Pricing Strategy that has been identified with the business desire to protect the monopolist or dominant position by cutting prices or substantially and therefore increases its production significantly. This behavior is intended to limit the attractiveness for a new business actor to enter into the industry, therefore enabling the monopolistic business actor to maintain its present dominant position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24806
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Yohanna Ameilya
"Perkembangan dunia digital telah membuka jaringan yang lebih luas untuk terbentuknya perekonomian global, yang juga mendorong munculnya berbagai transaksi bisnis yang banyak melibatkan perusahaan-perusahaan keuangan berbasis teknologi aplikasi (financial technology) atau Fintech. Fintech sangat berkembang pesat dan signifikan di Indonesia, sub-sektor Fintech yang terlihat tumbuh subur, yakni lending dan e-wallet (dompet elektronik) di mana dompet elektronik diyakini akan menjadi sub-sektor Fintech yang paling berpotensi. Dalam melakukan kegiatan usahanya, perang harga dan promosi pun tidak dapat dihindari oleh pelaku usaha dompet elektronik. Praktik perang harga dan promosi tidak wajar antar perusahaan dompet elektronik tersebut mengarah pada predatory pricing yang akan menghilangkan posisi tawar-menawar konsumen dengan pelaku usaha karena praktik yang tidak sehat hanya akan menyisakan satu pemain dominan di pasar. Artikel ini bertujuan memberikan analisis mengenai indikasi predatory pricing pada praktik perang harga antara pelaku usaha dompet elektronik. Praktik persaingan pemberian promosi tersebut akan dikaitkan dan dianalisis dari sisi hukum persaingan usaha berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Selain itu, Penulis akan membandingkan penerapan dan pengaturan terkait persaingan usaha di negara Amerika Serikat.

The development of the digital world has opened a wider network for the formation of the global economy, which has also led to the emergence of various business transactions involving many financial companies based on application technology. Fintech is growing rapidly and significantly in Indonesia, the Fintech sub-sector that looks to be thriving, namely lending and e-wallet where e-wallet is believed to be the most potential Fintech sub-sector. In carrying out their business activities, price and promotions wars cannot be avoided by the e-wallet companies. The practice of price war and improper promotion between the e-wallet companies lead to predatory pricing which will eliminate the bargaining position of consumers and business actors because unhealthy practices will only leave one dominant player in the market. This article aims to provide an analysis of predatory pricing indications in price war practices between the e-wallet companies. The competitive practice of promotion will be linked and analyzed from the legal side of business competition based on Law No. 5 of 1999 and other related regulations. In addition, the author will compare the application and regulation related to business competition in the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Aqilla Cahyaningrum
"Qualcomm melakukan praktik predatory pricing dengan menjual 3 (tiga) jenis baseband chipset kepada Huawei dan ZTE yang merupakan 2 (dua) pelanggan penting dalam pasar baseband chipset UMTS dengan tujuan untuk mengeliminasi Icera yang merupakan pesaing utamanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan penerapan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dalam memutus tindakan predatory pricing oleh Qualcomm dan penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia jika kasus predatory pricing serupa dengan yang dilakukan oleh Qualcomm terjadi di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian karya tulis ini adalah Yuridis-Normatif dengan meninjau putusan European Commission Case AT.39711 dan peraturan perundang-undangan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa European Commission telah tepat dalam menggunakan hukum persaingan usaha di Uni Eropa untuk memutus kasus predatory pricing oleh Qualcomm yang terbukti melakukan praktik predatory pricing untuk 3 (tiga) jenis baseband chipset-nya pada periode Juli 2009-Juni 2011 dan jika kasus tersebut terjadi di Indonesia, maka termasuk ke dalam praktik predatory pricing serta terdapat perbedaan pengenaan denda antara hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Saran yang dapat diberikan adalah lebih diawasinya proses kegiatan usaha, ditaatinya prinsip persaingan usaha, serta Indonesia dapat memberikan opsi price-cost test lainnya agar dapat dicapai hasil yang lebih akurat dan diterapkannya denda dengan mempertimbangkan jumlah keuntungan pelaku usaha.

Qualcomm practices predatory pricing by selling 3 (three) types of baseband chipset to Huawei and ZTE which are 2 (two) important customers in the UMTS baseband chipset market, with the aim of eliminating Icera, which is Qualcomm's main competitor. This study was conducted with the aim of knowing the exactness of the application of European Union's competition law in deciding predatory pricing practice by Qualcomm and the application of Indonesia competition law if predatory pricing cases similar to those carried out by Qualcomm occur in Indonesia. The form of research used in conducting this research paper is juridical-normative by reviewing the decision of European Commission Case AT.39711 and the regulation regarding Indonesia and European Union competition law. The results show that European Commission has been right in using the European Union competition law to decide on the predatory pricing case by Qualcomm which was proven to have practiced predatory pricing for the 3 (three) types of baseband chipset in the period of July 2009-June 2011 and if the case is occured in Indonesia, it is included in the practice of predatory pricing but only for one type baseband chipset in the period of July 2010-March 2011 and there is a difference in the imposition of fines between Indonesia and European Union competition law. Suggestions that can be given are more supervised of business processes, adherence to the competition principle, and Indonesia can provide other price-cost test options in order to achieve more accurate results and fines taking by considering the amount of profit earned by undertaking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yora Astra Fortuna
"Sejak dari awal kemunculannya Perusahaan aplikasi ojek online, yaitu Gojek dan Grab telah memberikan harga yang sangat murah kepada pengguna ojek online, namun sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang kemudian diikuti dengan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi, perusahaan aplikasi Gojek dan Grab semakin gencar memberikan diskon, sehingga alih-alih ditegakkan dan dijadikan acuan, aturan mengenai batasan tarif ini kerapkali tak berdaya menghadapi diskon ojek online. Walaupun memberikan keuntungan bagi konsumen, penulis melihat strategi ini bisa saja sebenarnya diberlakukan untuk tujuan lain yang melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai indikasi jual rugi (predatory pricing) dalam pemberian diskon ojek online (ojol) ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi jual rugi (predatory pricing) yang dilakukan oleh dua pelaku usaha transportasi berbasis aplikasi ojek online (ojol) dapat berlangsung lama karena pelaku usaha dapat membiarkan ojek online (ojol) sebagai bisnis negatif atau bisnis yang terus merugi karena adanya potensi subsidi silang. Oleh karena itu, apabila indikasi predatory pricing semakin kuat, maka perlu adanya upaya pencegahan dari pemerintah, agar strategi ini tidak mematikan pelaku usaha lain ataupun menghambat pelaku usaha baru masuk ke dalam pasar yang bersangkutan, sehingga tidak berpotensi menciptakan praktek monopoli yang dapat merugikan konsumen kedepannya.

Since the beginning of the emergence of “ojek online” application companies, Gojek and Grab have provided very low prices to “ojek online” users, but since the issuance of the Minister of Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 12 Tahun 2019 concerning Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, then followed by Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 348 Tahun 2019 concerning Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi, Gojek and Grab application companies increasingly incessant on offering discounts, so instead of being enforced and used as a reference, these rules regarding tariff limits are often helpless in confronting “ojek online” discounts. Although provides benefits for consumers, the authors see this strategy could actually be implemented for other purposes that violate the principles of fair business competition. Therefore, this thesis discusses the predatory pricing indication in granting “ojek online” discounts in terms of the Business Competition Law. The research method used is a juridical-normative research method. The results showed that the predatory pricing indication carried out by two business operators based on the “ojek online” application can last a long time because the companies can let “ojek online” as negative businesses or businesses that continue to suffer losses due to the potential for cross – subsidies. Therefore, if the predatory pricing indication is getting stronger, it is necessary to have prevention efforts from the government, so that this strategy does not kill other business actors or prevent new business actors from entering the relevant market, hence does not lead to the potential of creating monopoly practices that can inflict losses to consumers in the future. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Rahardiansyah
"ABSTRACT
Salah satu strategi pemasaran yang berkembang di pasar ritel adalah strategi jual rugi pada produk unggulan yang diterapkan oleh beberapa pelaku usaha ritel untuk meningkatkan lalu lintas jual-beli di tokonya dengan cara memberikan harga yang sangat rendah terhadap salah satu produk yang diyakini akan sangat laku dengan harapan pembeli akan membeli barang lain yang dijual dengan harga normal. Pemberian harga yang sangat rendah tersebut di beberapa negara sudah dilarang karena akan membahayakan pelaku usaha lain, terlebih pelaku usaha yang memberikan harga tersebut adalah pelaku usaha yang memiliki posisi yang dominan. Akan tetapi, ketentuan untuk memberikan harga yang sangat rendah ini belum diatur secara tegas di Indonesia. Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana penerapan strategi ini terhadap perspektif persaingan usaha di Indonesia, lebih khusus lagi yaitu Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan untuk melakukan jual rugi. Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan yaitu pada dasarnya penerapan strategi jual rugi pada produk unggulan tidak langsung mengarah kepada jual rugi yang diatur di dalam Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999. Namun harus tetap ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha agar strategi yang dilakukan tidak menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, terutama perihal harga, jangka waktu dan dampak terhadap pelaku usaha lain dalam menerapkan strategi jual rugi pada produk unggulan.

ABSTRACT
One of marketing strategies that has been developing in the retail market is Loss Leader Pricing which is implemented by several retail businesses to increase trade-traffic by giving low prices for some products that lead in their market in hope that the customer will buy other items sold at normal prices. Giving very low prices has been prohibited in several countries because it will harm other firm, especially if the undertakings that develops this practice is a dominant firm in relevant market. However, the provision to give a very low price has not been regulated in Indonesia. This thesis discusses how the strategy would be applied in the perspective of business competition law in Indonesia, more specifically based on Article 20 of Law Number 5 of 1999 concerning the prohibition on predatory pricing. The research method used in this paper is juridical-normative research using qualitative, and using library materials such as primary, secondary and tertiary legal materials. In the end, The Author concludes that the implementation of Loss Leader Pricing strategy does not directly lead to predatory pricing as regulated in Article 20 of Law Number 5 of 1999. However, there are several things that still have to be considered who apply this practice so that they will not unfair business competition, which are prices, time period and the impact on other firms in implementing this strategy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Halimatus Sadiyah
"Praktik menjual rugi adalah tindakan menetapkan harga yang sangat rendah terhadap suatu produk barang dan/atau jasa dengan maksud menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya. Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha senantiasa melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan menarik perhatian konsumen, salah satunya adalah pemberian potongan harga atau diskon. PT Shopee Indonesia sebagai E-Commerce nomor 1 di Indonesia dapat menarik perhatian konsumen dengan banyaknya penawaran yang diberikan, salah satunya melalui potongan harga atau diskon yang cukup besar. Bersamaan dengan PT Shopee Indonesia yang menguasai pasar, terdapat salah satu bisnis ritel yang mulai menutup beberapa gerainya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Skripsi ini akan membahas apakah pemberian potongan harga atau diskon oleh PT Shopee Indonesia merupakan bentuk praktik menjual rugi yang berdampak terhadap pelaku usaha pesaingnya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang serta bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang didukung dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Berdasarkan hasil studi dokumen dan wawancara narasumber, pemberian potongan harga atau diskon PT Shopee Indonesia tidak terpenuhi sebagai bentuk praktik menjual rugi. Adapun PT Ramayana Lestari Sentosa sebagai pelaku usaha pesaingnya terbukti tidak sepenuhnya mati dan tersingkir dari pasar. Untuk menjamin kesempatan menjalankan strategi usaha yang sama dan berimbang antara E-Commerce dan bisnis ritel, diharapkan adanya pengaturan atau penjelasan lebih lanjut terkait terknis pemberian potongan harga atau diskon oleh para pelaku usaha di dalam pasar.

Predatory pricing is the act of setting a very low price for an item and/or service with the aim of getting rid of competitor. In running a business, merchant will take actions aimed at attracting consumers, one of which is through discounts. PT Shopee Indonesia as the number 1 E-Commerce in Indonesia, can attract consumers with the number of offers given, one of which is through a considerable discount. Along with PT Shopee Indonesia which controls the market, there is one retail business that has started to close some of its outlets, namely PT Ramayana Lestari Sentosa. This thesis will discuss whether the discount given by PT Shopee Indonesia is a form of predatory pricing that affect the business of its competitor, PT Ramayana Lestari Sentosa. This research used normative legal research method with legislation approach and the author uses primary and secondary legal materials supported by data collection tools in the form of document studies and interviews. Based on the results of the study documents and interviews, the discounts given by PT Shopee Indonesia are not proven to be a form of predatory pricing. PT Ramayana Lestari Sentosa as a competitor business is not proven to be completely eliminated from the market. To ensure the opportunity to carry out a fair business strategy between E-Commerce and retail businesses, it is expected that there are regulations or further explanations on the technicality of discounting by merchant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Manuel
"Sebuah iklim kompetitif dan berbagai upaya persaingan yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah suatu kesatuan yang tidak akan pernah dapat dipisahkan dan dihindari.
Dalam iklim persaingan tersebut, persaingan dapat dilakukan secara sehat ataupun tidak. Untuk mengatasi persaingan usaha tidak sehat, terdapat berbagai aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Salah satu aturan di dalamnya terkait dengan bentuk jual rugi atau predatory pricing. Pada tahun 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mendapatkan laporan dan kemudian memproses dugaan praktik predatory pricing yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement terkait penjualan semen di wilayah Kalimantan Selatan. KPPU
yang sebelumnya belum pernah memutus perkara terkait predatory pricing menilai adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement terkait Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang telah menyebabkan adanya potensi persaingan tidak sehat dalam penjualan semen di wilayah a quo. Sehingga dalam pembuktiannya, KPPU menggunakan recoupment test untuk
mengetahui apakah PT Conch South Kalimantan Cement memang terbukti melakukan tindakan predatory pricing atau memang dapat menjual dengan harga rendah dikarenakan efisiensi yang dimiliki. Dalam penulisan ini, hal-hal terkait
market power, penentuan harga jual, biaya produksi, jangka waktu, dan keadaan perekonomian pelaku usaha menjadi faktor-faktor dalam mempertimbangkan dugaan KPPU untuk memutus perkara tersebut.

The competitive atmosphere and various competitive efforts made by each business actor is phenomenon that can never be separated and avoided in the market. That competition can be carried out both in a both good way or not. There are various forms and regulations regarding predatory business practices that are regulated in Law Number 5 of 1999, including predatory pricing. In 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) has received some reports and processed the alleged predatory pricing practice which is carried out by PT Conch South Kalimantan
Cement, regarding the sale of cement in the South Kalimantan region. The KPPU, which has never previously decided a case related to predatory pricing, assesses that
there was a violation committed by PT Conch South Kalimantan Cement on Article 20 of Law Number 5 of 1999 which has resulted in the emergence of unfair business
competition on cement sales in the following area. Therefore, to prove the case, the KPPU uses a recoupment test to find out whether PT Conch South Kalimantan
Cement has indeed been proven to have taken the predatory pricing action or is indeed able to sell at a low price due to the efficiency which they can perform as a business actor. In this thesis, all matters related to market power, determination of selling prices, production costs, period of time, and economic condition of the competing business actors are the main factors in considering the KPPU’s allegations and in deciding the final verdict for the case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>