Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novaldy Ramadhani Farid
"Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif untuk mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia melalui Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual yang diajukan ke lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Salah satu bentuk kekayaan intelektual adalah konten video Youtube. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, konten video yang diunggah melalui platform Youtube dapat termasuk ke dalam ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang ini karena termasuk dalam karya sinematografi dan dapat dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud serta dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Dalam praktiknya, baik pihak lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank menemukan kesulitan untuk dapat menerima konten video Youtube sebagai objek jaminan atas perjanjian pembiayaan, hal itu disebabkan karena pihak kreditor tidak merasa konten video Youtube merupakan objek yang aman untuk dijadikan jaminan perihal eksekusinya apabila debitor wanprestasi. Konten video Youtube sulit untuk dapat dijadikan sebagai objek jaminan pembiayaan bagi lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank karena beberapa hal yaitu nilai ekonomis dari konten video Youtube yang sulit untuk ditentukan dan ditetapkan, serta tidak adanya pasar untuk menjual atau melelang konten video Youtube sebagai objek jaminan dengan mudah apabila debitor wanprestasi di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi alasan-alasan utama lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank sulit untuk menjadikan konten video Youtube sebagai objek jaminan atas perjanjian pembiayaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis akan menganalisis bagaimana implementasi konten digital berbentuk video dalam platform Youtube sebagai jaminan fidusia atas kekayaan intelektual dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 sebagai objek jaminan pinjaman ke lembaga keuangan bank maupun nonbank.

.The government issued Government Regulation Number 24 of 2022 concerning Regulations for Implementing Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy to support the development of creative industries in Indonesia through Intellectual Property-Based Financing Schemes submitted to bank financial institutions and non-bank financial institution. One kind of the intellectual property is Youtube video content. Based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, video content uploaded via the Youtube platform can be included in creations protected by this law because it is considered as cinematographic works and can be categorized as intangible moving objects and can be used as objects of fiduciary guarantees. In practice, both bank financial institutions and non-bank financial institutions as potential creditors find it difficult to accept Youtube video content as collateral for a financing agreement because creditor does not feel that Youtube video content is a safe object to be used as a collateral regarding its execution if the debtor default. Youtube video content is difficult to be used as a guarantee object for financing in bank or non-bank institutions due to the economic value of Youtube video content is difficult to determine and there is no market for selling or auctioning Youtube video content as a collateral object. These are the main reason why it is difficult for bank or non-bank financial institutions to accept Youtube video content as the object of collateral for financing agreement. By using normative juridicial research methods, the author will analyze how digital content in the form of Youtube video implemented as a fiduciary guarantee for intellectual property in Government Regulation Number 24 of 2022 as the objects of loan guarantees to bank and non-bank financial institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Analis Indriyani
"Pengembangan kekayaan intelektual di Indonesia tidak akan maju jika tidak didukung dengan regulasi, pasar transaksi, serta pembiayaan/pendanaan bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki aset kekayaan intelektual yang produktif. Penelitian ini berusaha melihat pengaturan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia pada lembaga perbankan dan prinsip-prinsip valuasi yang diterapkan dalam menilai kekayaan intelektual. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yang dianalisis secara kualitatif, dengan pengumpulan data melalui metode wawancara mendalam serta dokumen-dokumen resmi yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan perbankan telah melaksanakan praktik transaksi jaminan fidusia dengan objek jaminan kekayaan intelektual sejak tahun 2017 dan update total transaksi tersebut pada mei tahun 2022 sebanyak 148 jaminan fidusia dengan objek kekayaan intelektual, sekalipun belum terdapat regulasi khusus/aturan pelaksana yang mengatur terkait aset kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia. Kemudian terkait dengan prinsip-prinsip valuasi dalam menilai aset kekayaan intelektual, setidak-tidaknya mempunyai empat prinsip, pertama, premis nilai; kedua, definisi properti; ketiga, nilai pasar, dan yang keempat metode valuasi.

Intellectual property development in Indonesia will not advance if it is not supported by regulations, transaction markets, and financing/funding for companies that have productive intellectual property assets. This study seeks to see intellectual property regulation as an object of fiduciary guarantees in banking institutions and the valuation principles applied in assessing intellectual property. This research is normative-empirical legal research that is analyzed qualitatively, with data collection through in-depth interview methods and relevant official documents. The results showed that banking financial institutions have carried out the practice of fiduciary guarantee transactions with intellectual property guarantee objects since 2017 and the total update of these transactions in May 2022 was 148 fiduciary guarantees with intellectual property objects, although there were no special regulations / implementing rules governing intellectual property assets as objects of fiduciary guarantees. Then related to the principles of valuationĀ in assessing intellectual property assets, at least it has four principles, first, the premise of value; second, the definition of property; third, the market value, and the fourth is the valuation method."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryu Kristoforus
"Indonesia mengatur hukum paten dalam UU No. 13 Tahun 2016 yang mengacu
pada Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property. Salah satu invensi yang dapat diberi paten berdasarkan undang-undang tersebut adalah obat-obatan. Perlindungan paten terhadap obat-obatan menimbulkan permasalahan terkait akses masyarakat terhadap obat-obatan yang murah dan mudah didapatkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdapat fleksibilitas dalam pelaksanaan paten yang diatur dalam kedua konvensi internasional tersebut, yakni compulsory licensing.
Keberlakuan compulsory licensing untuk membuka akses terhadap obat-obatan
dipertegas dengan dideklarasikannya Doha Declaration on the TRIPS Agreement
and Public Health yang pada pokoknya memperbolehkan pemerintah suatu negara
peserta untuk melaksanakan sendiri paten terhadap obat-obatan demi kepentingan
masyarakat umum, atau dikenal dengan istilah government use. Skripsi ini
mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan terkait paten dan compulsory licensing di dunia dan di Indonesia, bagaimana pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan esensial di dunia dan di Indonesia, dan bagaimana dampak pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan esensial di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, yang menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan hasil penelitian berdasarkan topik terkait. Kesimpulan yang didapatkan adalah pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat-obatan di Indonesia telah berhasil mencapai tujuannya yakni guna kepentingan kesehatan masyarakat umum meskipun terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki, serta pelaksanaan paten oleh pemerintah di Indonesia yang berpotensi merugikan pemegang paten yang patennya dilaksanakan oleh pemerintah sehingga dapat menghambat pengembangan dan penelitian obat-obatan baru.

Indonesia regulates patent law in Law no. 13 of 2016 which refers to the Paris
Convention for the Protection of Industrial Property and the Agreement on Trade-
Related Aspects of Intellectual Property. One of the inventions that can be granted
a patent based on the law is pharmaceutical products. Patent protection for
pharmaceutical products raises problems related to public access to affordable and
easy to obtain drugs. To solve this problem, there is flexibility in the
implementation of patents regulated in the two international conventions, namely
compulsory licensing. The application of compulsory licensing to open access to
medicines was confirmed by the declaration of the Doha Declaration on the TRIPS
Agreement and Public Health which basically allows the government of a
participating country to apply its own patents on drugs for the benefit of the general
public, known as government use. This thesis takes 3 (three) main problems,
namely how the regulations related to patents and compulsory licensing in the world
and in Indonesia, how is the implementation of government use patents on essential
medicines in the world and in Indonesia and how is the impact of the
implementation of government use patents on essential medicines in Indonesia. The
research method used is juridical-normative, which emphasizes the use of legal
norms in writing and is supported by research results based on related topics. The
conclusion is that the implementation of government use patents on essential
medicines in Indonesia has succeeded in addressing the interests of the public's
health interests, although there are some deficiencies that need to be corrected, as
well as the implementation of government use patents on essential medicines in
Indonesia which can potentially inflict a financial loss to the patent holders whose
patents are executed by government use so that it can hold up the development and
research of new medicines.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Harin Nugroho
"ABSTRAK

Skripsi ini didasari oleh penurunan tingkat kriminalitas Polda Metro Jaya tahun 2007-2011. Sehingga meneliti determinan yang berpengaruh terhadap kriminalitas terutama dalam pencarian faktor yang menurunkan kriminalitas properti. Menggunakan data tahun 2010, model yang digunakan dalam penelitian adalah Spasial Auto Regressive (SAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa memasukkan faktor spasial meningkatkan goodness of fit model dan terdapat dependensi spasial antara satu wilayah dengan wilayah lain. Determinan yang menentukan tingkat kriminalitas Polda Metro Jaya adalah pengeluaran perkapita, jumlah pengangguran usia muda, jumlah penduduk usia muda, jumlah kasus narkoba dan presentase penyelesaian kasus lalu kemudian diberikan juga rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil.


ABSTRACT

This thesis is based on the decrease in crime rates 2007-2011 at Polda Metro Jaya. Thus it examined the determinants that influence crime, especially in the search for factors that decrease property crime. Using 2010 data, the model used in the study is the Spatial Auto Regressive (SAR). The results showed that incorporating spatial factors increase the goodness of fit of models and there are spatial dependencies between one region to another. Determinants that determine the level of criminality at Polda Metro Jaya is per capita spending, the number of youth unemployment, the number of young people, the number of drug cases and the percentage of completion of the case and then it also granted policy recommendations based on the results.

"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasyafa Aleysa Taufik
"Pesatnya perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia berbanding lurus dengan kebutuhan para pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan pembiayaan untuk menyokong keberlangsungan usahanya. Mendapatkan akses terhadap kredit perbankan merupakan hal yang penting agar dapat mencapai optimalisasi potensi dari pengembangan ekonomi kreatif melalui skema agunan berbasis kekayaan intelektual melalui jaminan fidusia. Pemerintah Indonesia telah mengakomodasi kebutuhan ini melalui lahirnya UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif serta peraturan pelaksanaannya pada PP No. 24 Tahun 2022. Agar skema tersebut dapat terlaksana secara efektif pada saat PP No. 24 Tahun 2022 berlaku pada Juli 2023, masih diperlukannya kejelasan terkait dengan penilaian agunan kekayaan intelektual, ketersediaan pasar sekunder, serta ketersediaan pihak penilai. Berangkat dari latar belakang tersebut, dilakukannya penelitian dengan rumusan masalah terkait dengan bagaimana pengaturan pemberian kredit bank bagi pelaku ekonomi kreatif serta bagaimana perlindungan hukum bagi bank terhadap pemberian kredit yang menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui aturan serta analisis terkait dengan perlindungan hukum bagi bank yang memberikan kredit dengan jaminan atau agunan kekayaan intelektual. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara. Berdasarkan penelitian ini, masih dibutuhkan adanya pengaturan serta regulasi terkait diterimanya agunan dalam bentuk kekayaan intelektual. Sehingga, pembentukan peraturan dari lembaga pengawas sektor keuangan sebagai serta peraturan pendukung dari dunia perbankan harus segera diakselerasi penyusunannya agar dapat menjadikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual terkhusus melalui pemberian kredit di Indonesia dapat terlaksana.

The demand for funding by creative economy promoter to finance their ongoing operations is strongly correlated with the rapid growth of the creative industry in Indonesia. Having access to credit banking is crucial to maximizing the creative economy's potential for growth through a fiduciary guarantee-based scheme for intellectual property-based collateral. With the introduction of Law No. 24 Year 2019 concerning the Creative Economy and its implementing rules in Government Regulation No. 24 of 2022, the Indonesian government has met this demand. Government Regulation No. 24 of 2022 must still be fully implemented by July 2023 in order for the system to function as intended in terms of intellectual property judgment, secondary market accessibility, and appraiser accessibility. In order for the scheme to be implemented effectively at the time of Government Regulation No. 24 of 2022 comes into effect in July 2023, it is still fully required related to intellectual property judgment, secondary market availability, and the availability of appraisers. Departing from this background, research was conducted with the formulation of issues, which is in terms of what is the regulation that regulates bank lending to creative economy promoter and how to provide legal protection for banks against granting credit that uses intellectual property as an object of fiduciary guarantees. The objective of this research is to comprehend the rules and analysis related to legal protection for banks that provide credit with guarantees or intellectual property guarantees. With the aid of interviews and secondary data, this study was done as juridical-normative research. According to this research, protocols and rules governing the acceptance of collateral in the form of intellectual property are still necessary. In order for Indonesia to be able to finance intellectual property, particularly through the provision of credit, it is necessary to hasten the creation of laws from agencies responsible for the financial sector as well as supporting regulations from the banking industry."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Janet Dosroha
"Dalam beberapa tahun terakhir, industri ekonomi kreatif Indonesia sedang mengalami perkembangan. Namun, terdapat salah satu persoalan yang dihadapi oleh pelaku ekonomi kreatif, yaitu minimnya infrastruktur pendukung, seperti terbatasnya akses ke pembiayaan. Berkaitan dengan pembiayaan, salah satu masalah yang menonjol adalah keengganan bank untuk menerima hak kekayaan intelektual sebagai jaminan. Pada dasarnya, kedudukan hak kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan telah diatur dalam undang-undang. Hak kekayaan intelektual dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia. Namun, terdapat ketiadaan peraturan pelaksana dalam pengimplementasiannya. Untuk itu, dalam semangat memajukan industri ekonomi kreatif, Pemerintah menerbitkan PP 24/2022 yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. PP 24/2022 memuat pranata pendukung hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan. Namun, kebijakan ini dianggap belum dapat diimplementasikan dikarenakan terkendala dalam beberapa aspek, antara lain lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Pengaturan mengenai kedudukan HKI sebagai objek jaminan juga dikenal di negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang mana telah berhasil untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis perbandingan pengaturan dan implementasi penilaian kekayaan intelektual sebagai objek jaminan pada negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang dapat memberikan rekomendasi berupa langkah lanjutan untuk perbaikan pengaturan dan implementasi di Indonesia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi kepustakaan dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Berdasarkan perbandingan dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan, dapat disimpulkan bahwa instrumen hukum dalam implementasi kekayaan intelektual sebagai objek jaminan belum diatur secara komprehensif, jelas, dan menyeluruh. Selain itu, implementasi kekayaan intelektual sebagai jaminan utang di Indonesia terkendala oleh lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Oleh karena itu, disarankan perbaikan dan pengambilan langkah lanjutan untuk merealisasikan pelaksanaan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan.

In recent years, Indonesia's creative economy industry has been on the rise. However, there is one problem faced by creative economy actors, namely the lack of supporting infrastructure, such as limited access to financing. Concerning financing, one of the prominent problems is the reluctance of banks to accept intellectual property rights as collateral. Regulatory-wise, the position of intellectual property rights to be used as collateral has been regulated in law. Intellectual property rights can be used as fiduciary guarantees. However, there is a lack of implementing regulations in its implementation. For this reason, in the spirit of advancing the creative economy industry, the Government issued PP 24/2022 which regulates intellectual property-based financing schemes. PP 24/2022 contains institutions that support intellectual property rights as collateral objects. However, this policy is deemed unable to be implemented due to constraints in several aspects, including assessment institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Arrangements regarding the position of IPR as collateral objects are also known in the United States and South Korea, which have been successfully implemented. Therefore, this thesis will discuss and analyze the comparative arrangement and implementation of intellectual property valuation as collateral objects in the United States and South Korea, which can provide recommendations in the form of further steps to improve regulation and implementation in Indonesia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology supported by literature studies and interviews as data collection tools. Based on comparisons with the United States and South Korea, it can be concluded that legal instruments in the implementation of intellectual property as collateral objects have not been regulated comprehensively, clearly, and thoroughly. In addition, the implementation of intellectual property as collateral for debt in Indonesia is constrained by appraisal institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Therefore, it is recommended to improve and take further steps to realize the implementation of intellectual property as a guarantee object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masnin
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi SDM mempunyai pengaruh terhadap kinerja pemeriksa paten dan pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran teori teknologi informasi dari Dharma Oetomo (2002), pengukuran teori kompetensi dari Spencer dan Spencer (1993), untuk pengukuran kinerja menggunakan teori dari Bernadin dan Russel (1993) dan menggunakan teori Payaman (2005). Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan responden sebanyak !11 orang. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPPS versi 18.0 windows.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa: variabel teknologi informasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 73,4%; variabel kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 67,5%; dan terdapat pengaruh yang signifikan antara teknologi informasi dan kompetensi terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 76,6%. Hal ini menunjukan bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi dapat memberikan kontribusi sebesar 76,6% terhadap kinerja sedangkan sisanya sebesar 23,3% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain.
Kesimpulan dari penelitian ini diketahui bahwa teknologi informasi dan kompetenst SDM baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai pengaruk yang positif dan signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek.

The research is conducted to know how far the influence of information technology and human resource competence to the performance of patent and trademark examiners of Directorate General of Intellectual Property Rights.
The research is utilizing the measurement of information technology theory from Dharma Oetomo (2002), the competence theory measurement from Spencer and Spencer (1993), to the performance measurement from Bernadin and Russel (1993), and theory trom Payaman (2005). The method that had been used is the descrptive anlytical accompanied with 111 samples. The data was collected through quesioners and the analysis was processed by SPSS 18.0 windows.
From the research result, it could be concluded that: information technology variable has the influence to the performance of patent and trademar examiners for 73,4%; and competence variable has the influence to the performance of patent and trademark examiners for 67,5%. From this research it could be concluded that information technology and competence factor may influence up to 76,6% to the performance of patent and trademark examiners and the other 23,3% is merely another factors.
This research concludes that information technology and human resource competence whether as an independent or a combination factors clearly has a significant contribution to the performance of patent and trademark examiners.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33512
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Andini Vidyalestari
"Perkembangan perekonomian dunia, khususnya dalam bagian pemasaran suatu produk, menyebabkan adanya perluasan terhadap tanda-tanda yang diakui sebagai merek. Alasan ini juga yang menyebabkan Indonesia melalui perundang-undangan terbarunya, mengakui beberapa merek non-tradisional, termasuk pengakuan tanda suara sebagai merek. Pengakuan suara sebagai merek dalam definisi merek sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyebabkan Indonesia juga harus melalui pendaftaran terhadap merek suara sebagai salah satu bentuk perlindungan merek. Walaupun demikian, sistem pendaftaran merek suara di Indonesia saat ini yang mensyaratkan pemohon untuk melampirkan representasi grafis dalam label merek, dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mempersulit para pemohon dalam mendaftarkan merek suaranya. Padahal, jika dibandingkan dengan ketentuan yang di Uni Eropa dan Amerika Serikat, ketentuan representasi telah tidak lagi diberlakukan dengan alasan ketidakpastian hukum dan fleksibilitas pendaftaran merek. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan studi perbandingan, penulis melalui tulisan ini menganalisis mengenai ketentuan label merek yang didalamnya memuat persyaratan representasi grafis terhadap proses pendaftaran merek suara di Indonesia. Tulisan ini membandingkan pengaturan representasi grafis dalam pendaftaran merek yang tertuang dalam Pasal 4 UU UU No 20 Tahun 2016 dan Pasal 3 Permenkumham No 67 Tahun 2016 dengan penghapusan pengaturan representasi grafis di Uni Eropa dan ketiadaan kewajiban representasi di Amerika Serikat. Dari perbandingan tersebut, rekomendasi yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia seharusnya menghapus pengaturan representasi grafis dan menggunakan representasi yang lebih praktis seperti hanya dengan rekaman suara.

Developments in the world economy, especially in the marketing department of a product, have led to an expansion of signs that are recognized trademarks. This reason also causes Indonesia, through its latest legislation, to recognize several non-traditional trademarks, including the recognition of sound marks as trademarks. Recognition of sound marks according to the provisions of Article 1 point 1 of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, causes Indonesia to also go through the registration of sound marks as a form of trademark protection. However, the current system for registering sound marks in Indonesia, which requires applicants to attach a graphical representation on the label merek, is considered to be causing legal uncertainty and making it difficult for applicants to register their voice marks. In fact, when compared to the provisions in the European Union and the United States, the terms of graphical representation are no longer enforced for reasons of legal uncertainty and flexibility in trademark registration. By using normative juridical research methods and comparative studies, the author through this paper analyzes the provisions on label merek which contain graphical representation requirements for the process of registering sound marks in Indonesia. This paper compares the regulation of graphical representation in trademark registration that contained in Article 4 of Law No. 20 of 2016 and Article 3 of Permenkumham No. 67 of 2016 with the elimination of graphic representation arrangements in the European Union and the absence of representation obligations in the United States. From this comparison, the recommendation that can be drawn is that Indonesia should eliminate the arrangement of graphical representations and use more practical representations, such as the use of sound recordings alone."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danthy Julinentie
"

Tesis ini membahas perpanjangan jangka waktu pelindungan Merek terdaftar yang tidak dilakukan pemeriksaan substantif sebagaimana permohonan pendaftaran merek. Permohonan pendaftaran merek ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu. Permohonan pendaftaran merek juga dapat ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ada merek-merek terdaftar di Indonesia telah diajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pelindungan mereknya, dimana merek-merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau Merek terkenal milik pilik pihak untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu, Pemilik Merek terkenal harus mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar terhadap merek-merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal miliknya untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau Merek terkenal miliknya untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu. Kriteria penentuan Merek terkenal dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya perpanjangan jangka waktu pelindungan Merek terdaftar diumumkan dalam Berita Resmi Merek yang dapat diakses oleh masyarakat umum sebagaimana halnya Pendaftaran Merek, yaitu melalui laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Perpanjangan merek terdaftar yang diumumkan dalam Berita Resmi Merek diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemilik Merek yang mereknya telah dinyatakan terkenal melalui putusan pengadilan, sebagai dasar mengajukan gugatan pembatalan merek terhadap perpanjangan merek yang tanggal pengajuan permohonan perpanjangannya setelah tanggal diputuskan mereknya sebagai merek terkenal.


This thesis discusses the renewal of registration of a trademark that are not subject to substantive examination as requested for registration of trademarks. An application for registration of a trademark is refused if the trademark has similarities in principle or in whole with another party's well-known Mark for similar goods and / or services; or other parties' well-known brands for goods and / or services that do not meet the specific requirements. An application for registration of a mark may also be rejected if submitted by an applicant in bad faith. Based on the results of the study, it was found that there were registered trademark in Indonesia that had submitted applications for the renewal of registration of their trademarks, where those trademarks have similarities in principle or in whole with other well-known Marks owned by other parties for similar goods and / or services; or a well-known Mark of a party for similar goods and / or services that meet certain requirements, the owner of a well-known Mark must file a claim for the cancellation of registered trademarks against trademarks that have similarities in principle or in whole with his well-known Marks for similar goods and / or services ; or his well-known Marks for goods and / or services that are not similar that meet certain requirements. Criteria for determining well-known Marks is carried out with due regard to the general knowledge of the public about these trademarks in the relevant business fields. The results of the study suggest that the renewal of registration of a trademark should be announced in the Official Gazette of trademarks that can be accessed by the general public as well as Registration of Trademarks, namely through the official website of the Directorate General of Intellectual Property. The renewal of registration of a trademark which is announced in the Official Gazette of the Trademark is expected to be able to provide information to the Trademark Owner whose trademark has been declared well-known marks through a court decision, as the basis for filing a trademark cancellation claim against an extension of the trademark whose filing date for the renewal of registration of a trademark application after the date of deciding on the mark as a well-known mark.

"
2020
T54843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Siswoyo
"Perlindungan hukum terhadap satu Invensi khususnya paten, dengan pemberian Hak Paten akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional, juga akan lebih mendorong bagi para penemu teknologi untuk mengembangkan idenya. Untuk itu sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan yang memadai terhadap Hak Paten tersebut. Secara normatif negara memberikan perlindungan hukum baik secara perdata maupun pidana kepada pemegang Hak Paten. Ancaman pidana dalam Undang Undang Paten untuk menegaskan bahwa negara turut melindungi hak milik perorangan, sepertinya halnya Hak Paten. Tanda bukti hak tersebut adalah Sertifikat Paten yang berfungsi untuk melindungi pemegangnya dari pihak lain yang tanpa seijinnya menggunakan klaim Hak Paten tersebut. Menurut hukum acara perdata, Sertifikat Paten mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, jadi tidak dapat diganggu gugat, sampai ada bukti yang membuktikan sebaliknya. Tetapi dalam hukum acara pidana kekuatan bukti Sertifikat Paten tersebut, tidak berarti mengikat hakim. Namun bukan berarti Hakim acara pidana dapat begitu saja mengesampingkan alat bukti surat otentik seperti hal-nya Sertifikat Paten. Dalam tindak pidana dibidang Paten, kewenangan Hakim pidana adalah untuk membuktikan secara materiil apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur hukum dalam surat dakwaan jaksa dan memperoleh keyakinan terdakwalah pelakunya. Persoalan paten tersebut memenuhi unsur kebaruan atau tidak, hal itu adalah kompetensi Pengadilan Niaga. Mengingat Sertifikat Paten merupakan bukti hak bagi pemegangnya dan diperoleh melalui prosedur dan mekanisme yang begitu ketat seperti yang diatur dalam undang-undang paten, setelah melalui proses pemeriksaan formil dan materiel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>