Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Muflih Rizqullah
"Artikel ini membahas tentang perkembangan kesenian dan intelektual W.S Rendra pada periode pertama kepenyairannya, yaitu dari tahun 1954-1964. Pada tahun 1953 terdapat perbicangan mengenai perumusan angkatan sastrawan setelah Angkatan 45. Perbincangan ini diawali dengan tajuk Krisis Literatur yang dilontarkan oleh beberapa sastrawan veteran Indonesia. Melalui perdebatan dan polemik telah muncul suatu kanonisasi bernama Angkatan Terbaru, untuk memayungi sekumpulan pengarang aktif yang lahir sekitar tahun 1930 sampai 1940. W.S Rendra adalah salah satu pengarang muda yang paling terkemuka dalam angkatan ini. Fase kepenyairan Rendra pada periode 1950-an didefiniskan oleh sajak-sajak baladanya. Kumpulan puisinya pertama, Ballada Orang-Orang Tercinta (1957), berisi sajak-sajak naratif yang mengambil tema cerita-cerita rakyat, legenda dan mitos Jawa yang dilatari oleh pesona alam Jawa. Puisinya yang memadukan sastra Jawa klasik dan sastra modern barat merupakan suatu kebaruan dalam kesusastraan Indonesia. Artikel ini ditulis menggunakan metode sejarah, dengan pengumpulan data berupa arsip, dokumen terjilid, majalah, surat kabar, buku, dan jurnal, yang diperoleh melalui Perpustakaan H.B Jassin, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Pusat UI, ataupun secara daring.

This article discusses W.S Rendra's artistic and intellectual development in the first period of his poetry, namely from 1954-1964. In 1953 there was discussion regarding the formulation of a generation of writers after the Angkatan 45. This discussion began with the title Literary Crisis which was raised by several veteran Indonesian writers. Through debate and polemic, a canonization called the Angkatan Terbaru has emerged, to cover a group of active writers born around 1930 to 1940. W.S Rendra is one of the most prominent young authors in this generation. Rendra's poetic phase in the 1950s was defined by his ballads. His first collection of poetry, Ballada Orang-Orang Tercinta (1957), contains narrative poems that take the theme of Javanese folklore, legends and myths against the backdrop of the charm of Javanese nature. His poetry which is an amalgam of tradisional Javanese literature and modern western literature is a novelty in Indonesian literature. This article was written using the historical method, with data collection in the form of archives, bound documents, magazines, newspapers, books and journals, obtained through the H.B Jassin Library, National Library, UI Central Library, or online source."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan dan mendeskripsikan nilai estetika sajak "Nyanyian Angsa" karya W.S Rendra dari segi struktural. Sajak "Nyanyian Angsa" memiliki syarat-syarat penanda khusus seperti bentuk sajak bebas, pemunculan tokoh aku lirik yang dominan."
490 KAN 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan
"Tesis ini membandingkan penerjemahan Hamlet oleh Trisno Sumardjo dan W. S. Rendra dengan menggunakan pendekatan tekstual. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana Sumardjo dan Rendra yang berasal dari negara pascakolonial berinteraksi dengan Shakespeare yang dari negara imperial. Karakteristik intertekstualitas teks memungkinkan penulis memahami dan menjelaskan kedua teks terjemahan dengan bantuan teks lain yang berkaitan. Dengan pengangkatan kembali dua konteks-situasi penerjemahan yang berbeda, dan melihat bagaimana dua konteks-situasi yang berbeda tersebut memberikan bentukan yang berbeda kepada kedua teks terjemahan, penulis menyimpulkan perbedaan perlakuan Sumardjo dan Rendra terhadap Shakespeare.

This thesis compares Trisno Sumardjo and W. S. Rendra?s translation of Hamlet by applying textual approach. The goal is to understand how Sumardjo and Rendra, who are from a post-colonial country, interact with Shakespeare, who is from an imperial country. The intertextuality of a text enables the author to fathom and elucidate both translated texts with the help of other related texts. By reviving the context-situations of both translation processes, and observing how those context-situations imprint different shapes upon both translated texts, the author concludes the differences of Sumardjo and Rendra?s treatment of Shakespeare."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28314
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sahira Satriavi
"Tesis ini membahas kritik W.S Rendra terhadap pemerintah Orde Baru melalui puisinya (1967-1978). Pada tahun 1967-1978, kebijakan Orde Baru menyebabkan korupsi oleh aparat negara karena diberlakukannya UU PMA 1967 dan ketergantungan pada modal asing, yang kemudian menyebabkan protes dari berbagai kalangan mahasiswa. Protes ini kemudian memuncak pada 1974 di Insiden Malari. Setelah kejadian Malari, kebijakan pemerintah Orde Baru menjadi sangat anti-kritik, ini kemudian dibuktikan dengan pelarangan pers, larangan tampil bagi seniman yang dianggap mengkritik, pembatasan kebebasan berekspresi dan kemudian menimbulkan protes dari berbagai kelompok. , seperti siswa dan seniman. Salah satunya adalah W.S Rendra yang mengkritik Orde Baru melalui puisinya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya pada WS Rendra, yang lebih fokus pada biografinya, menganalisis karyanya dari sudut pandang sastra dengan studi semiotik, penelitian ini akan fokus pada puisi-puisi oleh WS Rendra, yang merupakan bentuk kritik terhadap New Memesan kebijakan pemerintah. Menulis artikel ini menggunakan metode historis menggunakan sumber-sumber tertulis seperti koran kontemporer, buku, jurnal, dan wawancara.

This thesis discusses W.S Rendras criticism of the New Order government through his poetry (1967-1978). In 1967-1978, the New Order policy caused corruption by the state apparatus due to the enactment of the 1967 PMA Law and dependence on foreign capital, which then led to protests from various student circles. This protest then peaked in 1974 at the Malari Incident. After the Malari incident, the New Order government policy became very anti-criticism, this was later proven by a ban on the press, a ban on appearing for artists who were considered criticizing, restrictions on freedom of expression and then led to protests from various groups, like students and artists. One of them was W.S Rendra who criticized the New Order through his poetry. In contrast to previous research on WS Rendra, which focuses more on his biography, analyzing his work from a literary point of view with semiotic studies, this research will focus on poems by WS Rendra, which is a form of criticism of New Order government policy. Writing this article uses historical methods using written sources such as contemporary newspapers, books, journals, and interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sukron Kamil
Jakarta: Rajawali, 2009
892.7 SUK t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Latar Belakang
Membaca lakon-lakon Rendra baik asli, saduran maupun terjemahan dan menyaksikan pementasan teaternya merupakan "pertemuan" dengan sejumlah kegelisahan, kekerasan, kelicikan, dan muslihat. Di samping itu juga perjumpaan dengan kepasrahan, kesetiaan, ketabahan, keindahan hubungan manusia. Di sisi lain, dengan membaca lakon dan menonton pertunjukan teatemya kita bertemu pula dengan sejumlah pemikiran Rendra tentang berbagai hal, seperti pemikirannya teatang kebudayaan, tradisi dan inovasi, dan sejumlah masalah kemasyarakatan yang menyangkut persoalan sosial, politik, dan ekonomi yang ada di sekelilingnya. Dari pertemuan itu lahirlah sebuah dialog yang mengarah pada usaha pemahaman dan upaya menghadapi kemauan serta perkembangan zaman.
Sebagai seorang seniman Rendra adalah seorang saksi. Ia menjadi saksi zaman atas segala persoalan, perkembangan, dan perubahan yang muncul dalam masyarakat. Kesaksiannya itu, lebih tepat jika disebut sebagai sebuah reaksi, ia tuliskan dalam bentuk puisi dan lakon. Selain itu ia wujudkan pula melalui pementasan lakon-lakon karya pengarang asing yang diadaptasinya atau diterjemahkannya.
Persoalan lain yang muncul apabila kita membicarakan Rendra, terutama dalam kaitannya dengan perkembangan teater modern di Indonesia, adalah bahwa kita akan membicarakan seorang pembaharu. Dalam hal ini, ia telah menumbuhkan tradisi pertunjukan teater yang baru di Indonesia. Tradisi baru itu adalah tumbuhnya kesadaran akan perlunya sebuah bentuk teater yang mampu menyampaikan persoalan-persoalan masyarakat modern. Teater tradisional menurut Rendra tidak lagi mampu menjadi media yang efektif untuk menyampaikan dinamika masyarakat modern. Pemikiran ini kemudian diwujudkan dalam pelaksanaan di pentas teatemya. Dalam mewujudkan pembaharuannya ia juga memanfaatkan unsur-unsur pertunjukan tradisional dalam pertunjukannya, antara lain dalam pementasan Oidipus Sang Raja dan Hamlet yang bergaya kesenian ketoprak pada awal tahun 1970-an. Pemanfaatan unsur tradisi seperti itu barangkali telah disadari dan diinginkan pula oleh dramawan-dramawan lainnya, seperti Suyatna Anirum di Bandung. Akan tetapi, kecenderungan itu belum menggejala dan tidak dipandang sebagai suatu hal yang mengejutkan dalam kehidupan teater modern di Indonesia. Namun, ketika Rendra menggunakan perangkat tradisional dalam teatemya, orang mulai melihat sebuah usaha memodernkan pertunjukan teater dengan tidak meninggalkan unsur tradisi.
Di samping Rendra upaya memodernkan teater Indonesia telah banyak dilakukan orang, antara lain oleh Jim Adilimas di Bandung dan Asul Sani dengan ATNI-nya di Jakarta pada awal tahun 1960-an. Kedua tokoh ini tidak mengambil jalur tradisi dalam memodernkan teater, mereka justru banyak mengambil lakon-lakon dari Eropa dan Amerika sesuai dengan karakter lakon yang dimainkannya. Jim Adilimas, misalnya, banyak mementaskan dan menerjemahkan lakon-lakon karya Iouesca serta memperkenalkan bentuk konsep teater realis yang dikembangkan oleh Stanislavsky. Dari kalangan ATNI antara lain muncul pertunjukan "Monsserrat" dan "Bebek Liar"."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2007
899.22 YOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K, 2002
899.222 REL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Haryatmo
Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional, 2003
899.222 MAC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>