Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreas Bungaran Nathanael
"Skripsi ini menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor 30/PDT.G/2014/PN.Bsk yang menolak seluruh gugatan penggugat yang meminta ganti kerugian kepada Para Tergugat atas tindakan Para Tergugat yang melanggar pra kontrak. Para Tergugat meminjam sejumlah uang kepada Penggugat untuk mengurusi Sertifikat Hak Milik atas tanah milik Para Tergugat. Setelah SHM terbit, Para Tergugat berjanji akan menjual tanah milik mereka kepada Penggugat. Namun, setelah SHM terbit, Para Tergugat menjual tanah mereka kepada orang lain tanpa sepengetahuan Penggugat. Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengemukakan bahwa peristiwa hukum yang terjadi antara Penggugat dan Para Tergugat adalah pra kontrak. Menurut hakim, Pra kontrak bersifat tidak mengikat secara hukum, melainkan hanya mengikat secara moral, sehingga tidak ada kewajiban Para Tergugat untuk mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan Penggugat. Selain itu, hakim mengemukakan pendapatnya dengan mengacu pada black’s law dictionary, bukan pada definisi dari yurisprudensi, undang-undang, maupun doktrin di Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak yang telah berprestasi dalam pra kontrak dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar Nomor 30/PDT.G/2014/PN.Bsk. Untuk dapat menganalisis kekuatan mengikat dari pra kontrak, maka diperlukan kejelian dari penegak hukum dalam melihat syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata

This thesis analyzes the Batusangkar District Court Verdict Number 30/PDT.G/2014/PN.Bsk which rejected all of the plaintiff's claims asking for compensation to the Defendants for the actions of the Defendants who violated the pre-contract. The Defendants borrowed a sum of money from the Plaintiff to arrange a Certificate of Ownership over the land belonging to the Defendants. After the Certificate of Ownership was issued, the Defendants promised to sell their land to the Plaintiff. However, after the Certificate of Ownership was issued, the Defendants sold their land to other people without the Plaintiff's knowledge. In their consideration, the judges stated that the legal event that occurred between the Plaintiff and the Defendants was a pre-contract. According to the judge, the pre-contract is not legally binding, but only morally binding, so there is no obligation for the Defendants to reimburse all costs incurred by the Plaintiff. In addition, the judge expressed his opinion by referring to the black's law dictionary, not the definition of jurisprudence, law or doctrine in Indonesia. This thesis aims to determine legal protection for parties who have excelled in pre-contracting by analyzing the Batusangkar District Court Verdict Number 30/PDT.G/2014/PN.Bsk. In order to be able to analyze the binding strength of the pre-contract, it requires foresight from law enforcement in looking at the legal terms of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Private Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Almira Pradipta
"Skripsi ini membahas mengenai mekanisme pengalihan porsi kepemilikan yang dimiliki oleh nasabah dan mekanisme pengalihan hak sewa kepada pihak ketiga. Lebih lanjut lagi di dalam skripsi ini membahas mengenai kesesusaian antara perjanjian Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR iB) dengan akad MMQ di Bank Muamalat Indonesia dengan Fatwa DSN No : 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah. Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR iB) dengan menggunakan akad MMQ sedang marak digunakan oleh masyarakat luas, dikarenakan banyak keuntungan yang di dapat dari Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR iB) dengan menggunakan akad MMQ di bandingkan menggunakan akad pembiayaan lainnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Pada prinsipnya baik mekanisme maupun ketentuan yang terdapat dalam perjanjian pembiayaan pemilikan rumah dengan akad MMQ yang tedapat di Bank Muamalat Indonesia, telah sesuai dengan ketentuan dalam Fatwa DSN No : 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah. Untuk pengaturan pengalihan kepada pihak ketiga, nasabah diperbolehkan untuk melakukan pengalihan porsi kepemilikan maupun hak sewa kepada pihak ketiga asalkan telah mendapatkan izin tertulis dari pihak bank. Hal ini merupakan konsekuensi dari adanya hubungan kemitraan antara nasabah dan bank, sehingga segala tindakan nasabah yang berkaitan dengan aset bersama tersebut harus melalui persetujuan dari bank terlebih dahulu.
Home financing using MMQ agreement widely use among the public, as it offers many advantages compared with other financing agreements.The focus of this study are about mechanism of transfer of ownership portion of the customer to a third party and the mechanism of the transfer of lease right of customer to a third party. Further more in this study discussed about the compatibility between home financing agreement using MMQ contract in Bank Muamalat Indonesia with Fatwa DSN No : 73/DSN-MUI/XI/2008 on Musyarakah Mutanaqishah. This study using a yuridis-normatif methode. The data used for this study are collected through documents and interviews. There has been a compability between the home financing agreement using MMQ contract in Bank Muamalat Indonesia with Fatwa DSN No : 73/DSN-MUI/XI/2008 on Musyarakah Mutanaqishah. The customer is allowed to perform the transfer of ownership or leasehold portions to third parties as long as they got permission from bank, as a partner in this MMQ agreement. This is a consequence of the relationship between bank and customer as a partner, so that any costumer action that related to the asset, should be through bank approval."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S570
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ridya Marliza
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kinerja perusahaan, struktur kepemilikan, dan komite remunerasi terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris pada perusahaan-perusahaan publik non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi data panel model pooled least square dengan total sampel sebanyak 105 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan yang diukur dengan menggunakan return on equity berpengaruh positif terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris sedangkan kinerja perusahaan berdasarkan kinerja pasar yang diukur dengan tobin’s q berpengaruh positif terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris. Struktur kepemilikan saham oleh dewan direksi dan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris sedangkan kepemilikan saham oleh institusi asing berpengaruh negatif terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris. Keberadaan komite remunerasi berpengaruh positif terhadap kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris.

The aim of this research is to analyze how firm performance, ownership structure and remuneration committee affect the extent of board of directors and board of commissionaire compensation in public listed companies. This study use pooled least model of panel regression for hypothesis testing, with total sample of 105 listed companies on the Indonesia Stock Exchange in the financial years 2009 to 2013. The empirical result show that firm performance which measured on accounting based performance is positively correlated to board of director and commissionaire compensation, also on market based performance is positively correlated to board of director and commissionaire compensation. Ownership structure which measured by board of director and commissionaire ownership is negatively associated with board of director and commissionaire compensation, and foreign institutional ownership is negatively associated with board of director and commissionaire compensation. existency of remuneration committee has positive impact on board of director and commissionaire compensation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie, Oen Hock
Jakarta: Universitas Indonesia, 1959
340 LIE j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soeroso
Jakarta: Sinar Grafika, 1996
340 SOE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chatamarrasjid
"Status hukum yayasan sebagai suatu badan hukum, bertolak dari kenyataan hukum sehari-hari dan didukung oleh doktrin serta yurisprudensi bukanlah merupakan masalah lagi. Hasalahnya adalah apakah status hukum yayasan itu akan diberikan oleh atau dalam undang-undang, ataukah cukup diserahkan pada doktrin dan yurisprudensi. Masalah ini menimbulkan persoalan yang mendasar apakah sistem hukum Indonesia akan menganut sistem terbuka ataukah sistem tertutup perihal penentuan suatu organisasi sebagai badan hukum. Dalam hubungan dengan mencuatnya kegiatan yayasan melakukan berbagai kegiatan usaha yang memperoleh laba ataupun dengan sengaja mengejar laba, dipertanyakan apakah yayasan harus bertujuan sosial atau tidak. Hal ini dihubungkan dengan berbagai kemudahan yang diperoleh yayasan seperti pembebasan/keringanan pajak, di mana hal ini tidak diperoleh oleh badan hukum lain seperti Perseroan Terbatas umpamanya. Diuraikan bahwa berbagai fasilitas yang diperoleh yayasan tidak lepas dari tujuan sosial yayasan itu. Berkaitan dengan ini dibahas pula hal-hal yang berhubungan dengan kewenangan pengurus, peranan para pendiri, pertanggungan jawab yayasan terhadap pihak ketiga dan masalah pengawasan terhadap yayasan."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlia Nafusa
"Sesuai ketentuan pasal 1 PJN notaris adalah pejabat umum yang diberi tugas dan kepercayan oleh undang-undang untuk membuat akta otentik. Dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta otentik tersebut notaris bertanggung jawab agar akta yang dibuatnya memenuhi syarat-syarat sebagai akta otentik yang ditentukan dalam pasal 1868 KUHPerdata, sehingga akta yang dibuatnya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1870 KUHPerdata, agar dapat dipakai para pihak untuk membuktikan haknya yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuatnya yang dituangkan dalam akta otentik tersebut.
Dalam pembuatan akta otentik disamping harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, notaris juga harus memperhatikan kaedah-kaedah hukum yang tertuang dalam suatu yurisprudensi, khususnya yurisprudensi yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris maupun yurisprudensi yang di dalamnya memuat kaedah-kaedah hukum yang diciptakan oleh hakim sesuai nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, guna mengisi kekosongan hukum dalam menyelesaikan suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada serta yurisprudensi yang berkaitan dengan pembatalan akta-akta notaris.
Berdasarkan penelitian penulis, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan wawancara, ternyata bahwa yurisprudensi mempunyai pengaruh terhadap pembuatan akta notaris dan karenanya yurisprudensi perlu diperhatikan oleh notaris dalam pembuatan akta, agar akta yang dibuatnya atau perjanjian yang dilakukan oleh para pihak yang dituangkan dalam akta notaris tersebut terhindar dari pembatalan oleh hakim. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat beberapa yurisprudensi yang membatalkan perjanjian yang dibuktikan dengan akta notaris maupun yurisprudensi yang membatalkan akta notaris."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T14456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Valencia Katlea Rotua
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perlindungan hukum bagi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dengan modus Non-Consensual Dissemination of Intimate Images (NCII) di Indonesia di tengah ketiadaan hukum yang secara spesifik mengaturnya. NCII merupakan tindakan penyebaran konten intim tanpa persetujuan. Tindakan ini merupakan bentuk KBGO yang kerap terjadi kepada anak perempuan di bawah umur. Motif dari NCII umumnya dimulai dengan jalinan hubungan romantis, perekaman konten intim tanpa konsen maupun dengan konsen, sehingga berujung dengan pengancaman serta penyebaran konten intim tersebut tanpa persetujuan korban. Di Indonesia NCII masih diatur dalam konteks yang terbatas, yaitu hanya pada Pasal 14 ayat (1) UU TPKS tentang perekaman konten intim tanpa persetujuan, dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang mentransmisikan konten bermuatan asusila. Melalui penelitian ini, Penulis menemukan bahwa walaupun undang-undang Indonesia telah mengatur mengenai unsur tindak pidana NCII, akan tetapi pelaksanaannya terkadang masih belum optimal. Dalam suatu perkara NCII, biasanya terdapat beberapa unsur perbuatan lain yang memenuhi kriteria sebagai tindak pidana. Namun, pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku hanya unsur tindak pidana penyebaran konten bermuatan asusilanya saja. Hal ini berpotensi merugikan korban dalam mendapat keadilan. Oleh karena itu, melalui metode socio-legal, penelitian ini mengkaji bagimana penanganan perkara NCII yang paling ideal dapat memberikan keadilan serta perlindungan bagi korban. Penyelesaian jalur hukum bukanlah hal yang mudah bagi korban, sebab terdapat stigma dari masyarakat, sekolah, bahkan APH yang memperburuk situasi korban. Oleh karena itu korban NCII, terutama anak di bawah umur membutuhkan perlindungan lebih dalam menempuh penyelesaian jalur hukum, mulai dari proses pelaporan, persidangan, hingga pemulihan. Dalam memberikan keadilan bagi korban, diperlukan peran APH yang berperspektif korban. Selain keadilan, korban NCII anak di bawah umur juga membutuhkan pemulihan dan penanganan pasca-kejadian agar korban dapat kembali beraktivitas layaknya anak pada umumnya. Selain itu, penanganan korban NCII juga membutuhkan sinergisitas antara lembaga-lembaga sosial terkait. Pemerintah, APH, dan lembaga sosial harus bahu-membahu dalam pencegahan dan penanganan perkara-perkara NCII yang dialami korban anak di bawah umur untuk mencapai keadilan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban.

This research aims to explore how legal protection is for victims of Online Gender Based Violence (KBGO) using the Non-Consensual Dissemination of Intimate Images (NCII) mode in Indonesia amidst the absence of laws that specifically regulate it. NCII is an act of distributing intimate content without consent. This action is a form of KBGO which often occurs to underage girls. The motives for NCII generally start with a romantic relationship, recording intimate content without consent or with consent, which ends with threats and distributing intimate content without the victim's consent. In Indonesia, NCII is still regulated in a limited context, namely only in Article 14 paragraph (1) of the TPKS Law concerning recording intimate content without consent, and Article 27 paragraph (1) of the ITE Law concerning transmitting immoral content. Through this research, the author found that although Indonesian law has regulated the elements of NCII criminal acts, its implementation is sometimes still not optimal. In an NCII case, there are usually several other elements of the act that meet the criteria for a criminal act. However, the punishment imposed on the perpetrator is only an element of the crime of spreading immoral content. This has the potential to harm victims in getting justice. Therefore, through socio-legal methods, this research examines how the most ideal handling of NCII cases can provide justice and protection for victims. Resolving legal action is not an easy thing for victims, because there is stigma from society, schools, and even law enforcement officers which worsens the victim's situation. Therefore, NCII victims, especially minors, need more protection in pursuing legal remedies, starting from the reporting process, trial, to recovery. In providing justice for victims, a law enforcement officer’s role with a victim perspective is needed. Apart from justice, minor NCII victims also need post-incident recovery and treatment so that victims can return to their activities like children in general. Apart from that, handling NCII victims also requires synergy between related social institutions. The government, law enforcement officers, and social institutions must work together in preventing and handling NCII cases experienced by minor victims to achieve justice, protection, and recovery for victims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mhd. Rizki Rosadi
"Memorandum of Understanding (MoU) merupakan kontrak awal atau pra kontrak yang memuat keinginan awal para pihak. Dalam perkara antara PT. Gema Samudra (Tergugat I) dengan PT. Berkah Rejeki Makmur (Penggugat) terdapat perjanjian kerjasama yang tertuang dalam Draft Memorandum of Understanding (MoU) dan para pihak telah menjalankan kerjasama tersebut. Namun, pada minggu ke tiga setelah kerjasama berjalan, Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut dibatalkan oleh salah satu pihak dan di sahkan oleh Majelis Hakim karena menurut Majelis Hakim Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut masih berupa konsep sehingga belum mengikat seperti perjanjian dan dapat dibatalkan.
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui kekuatan mengikat dari Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dibuat dalam bentuk penelitian yuridis normatif atau studi kepustakaan yang dilakukan terhadap hukum positif di Indonesia.
Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah Draft Memorandum of Understanding (MoU) antara para pihak tersebut sudah mengikat meskipun masih berupa Draft Memorandum of Understanding (MoU). Hal tersebut karena berdasarkan Pasal 1343 KUHPerdata dan ditegaskan dengan doktrin Acceptance by Conduct yang menjelaskan bahwa kesepakatan sudah mengikat bagi para pihak dilihat dari maksud dan tindakan para pihak. Dimana dalam hal ini para pihak telah melakukan tindakan dan prestasi yaitu Penggugat telah mengantarkan BBM ke Tergugat I dan Tergugat I telah melakukan pembayaran.

Memorandum of Understanding (MoU) is an initial/pre contract that contains beginning conditions of each parties. In the case between PT. Gema Samudra (Defendant I) and PT. Berkah Rejeki Makmur (Plaintiff), there was a treaty of partnership written on Draft Memorandum of Understanding (MoU) and each parties were agreed on it. Nevertheless, on the third week of the ongoing patrtnership, the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was cancelled by one of the party and was legalized by the Judge Assembly who, at the time, thought that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was merely a concept hence it had no legally binding and could still be cancelled.
The purpose of this paper is to acknowledge the binding power of the Draft Memorandum of Understanding (MoU). The research that will be conducted by the writer is a normative judicial research or a literature study of the positive law in Indonesia.
The conclusion of this paper is that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) between the two parties has a binding power even though its form was still a Draft, based on Article No. 1343 KUHPerdata and confirmed by the doctrine of Acceptance by Conduct which explains that an agreement has enough legally binding on parties, viewed from the purpose and the action of the parties. As in for this case, both parties had done an action; the Plaintiff had delivered fuel to the Defendant I and Defendant I had done a payment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindya Mulia Kencana
"

Dokter dalam melakukan tugas terikat dengan kode etik profesinya. Oleh sebab itu, dokter berpedoman dengan etika, sumpah jabatan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan juga meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung jawab etika. Penelitian ini mencoba menjawab dua permasalahan bagaimana tanggung jawab hukum dan etika seorang dokter dalam melaksanakan tugas profesinya serta bagaimana penerapan sanksi hukum dan etika terhadap dokter yang tindakannya menghalangi penyidikan dengan menganalisis Putusan Pidana Nomor 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst dan Putusan Pidana Nomor 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan studi kasus serta menelaah teori, konsep, dan asas hukum serta peraturan perundang-undangan. Adapun data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka maupun wawancara sebagai pendukung penelitian, selanjutnya hasil penelitian dideskriptifkan. Berdasarkan metode penelitian, dapat disimpulkan bahwa seorang dokter memiliki 3 (tiga) tanggung jawab hukum yaitu secara perdata, administrasi, dan pidana. Sedangkan untuk tanggung jawab etika sesuai dengan yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Terhadap penerapan sanksi hukum bagi dokter yang menghalangi penyidikan dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk sanksi etika yang dapat diberikan berupa penasihatan, peringatan lisan atau tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, hingga pemecatan keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia, baik sementara ataupun permanen.


Doctors are bound by their code of ethics. Thus, doctors were obliged to follow medical ethics, oath of office, and applicable laws and regulations. Doctor's responsibilities are legal and ethical. This legal research focuses on answering two problems. First, how a doctor's legal and ethical responsibilities applied in carrying out their duties. Second, how is the application of legal and ethical sanctions against doctors whose actions were hinder an investigation by analyzing Criminal Decision Number 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst and Criminal Decision Number 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. The research method applied is normative juridical approach with case studies and examines theories, concepts, and principles of law and legislation. The data used to analyze obtained from literature studies and interview as supporting research, then the results are described. Based on these research methods, it can be concluded that doctors have 3 (three) legal responsibilities, namely civil, administrative, and criminal legal. As for doctor's ethical responsibilities were contained in the Indonesian Medical Ethics Code. Doctors whose actions were hinder the investigation, may subject to criminal law sanctions. As for the ethical sanctions which can be given are counseling, writing/oral warnings, fostering behavior, re-schooling, or dismissal membership of the Indonesian Doctors Association, either temporarily or permanently.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>