Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imyadelna Ibma Nila Utama
"Latar belakang. Penyakit ginjal kronik-gangguan mineral tulang (PGK-GMT) adalah komplikasi dari penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular pada anak. Salah satu kelainan pada PGK-GMT adalah hiperfosfatemia dan gangguan otot skeletal. Sebuah studipada pasien dewasa didapatkan korelasi negatif antara kadar fosfat yang dengan kekuatan genggaman tangan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 di Indonesia dan faktor lain yang memengaruhi.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan otot melalui pemeriksaan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5.
Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang terhadap 72 anak PGK G3-G5 usia 6-18 tahun diRSCM dan pemilihan anak dilakukan secara consecutive sampling. Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan massa otot, lingkar lengan atas (LILA), serum fosfat, hemoglobin (Hb), neuropati, dan kekuatan genggaman tangan menggunakan dinamometer hidrolik tangan (JAMAR, Japan).
Hasil. Median usia adalah 14 (11-16) tahun dengan lelaki 52/72 (72,2%). Penyebab terbanyak PGKadalah congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) 30/72 anak (41,7%) yang diikuti dengan glomerulonefritis 18/72 anak (25%). Median massa otot, LILA dan kekuatan genggaman tangan adalah 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm dan 8,65 (7,8-9,3) kg. Rerata kadar Hbdan fosfat adalah 10,45 (±1,72) g/dL dan 5,45 (± 1,92) mg/dL. Prevalens gangguan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 adalah 98,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kekuatan genggaman tangan dan kadar fosfat (r= -0,03; p= 0,42). Namun, didapatkan korelasi antara massa otot, LILA, dan kadar Hb terhadap kekuatan genggaman tangan yaitu (r = 0,70; p<0,01), (r = 0,68; p<0,01),dan (r = 0,44; p<0,01). Simpulan. Kekuatan genggaman tangan memiliki korelasi kuat dengan massa otot dan LILA serta memiliki korelasi cukup dengan kadar Hb.

Background. Chronic kidney disease-bone mineral disorders (CKD-BMD) is a complication of chronic kidney disease (CKD) which may increase the risk of cardiovascular disease in children.Hyperphosphatemia and skeletal muscle disorder are one of the abnormalities in CKD-MBD. Study in adult population shows there are negative correlation between phosphate levels and hand grip strength.There has been no study for CKD G3-G5 in pediatric population regarding handgrip strength and other factors that correlate to it.
Aim. To determine the factors that affect muscle strength through hand grip strength examination in children with CKD G3-G5
Methods. This is a cross-sectional study of 72 pediatric CKD G3-G5 aged 6-18 years old in RSCM.The subject was selected by consecutive sampling. The variables that we analyzed are muscle mass,mid-upper arm circumference (MUAC), serum phosphate, Hb, neuropathy, and hand grip strength usinghydraulic hand dynamometer (JAMAR, Japan).
Results. The median age of the subjects was 14 (11-16) years old with 52/72 (72.2%) male. The most common causes of CKD are CAKUT with 30/72 subjects (41.7%) followed by glomerulonephritis with 18/72 subjects (25%). The median muscle mass, MUAC, and handgrip strength are 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm, and 8.65 (7.8-9.3) kg. Mean Hb level and phosphate level are 10.45 (±1.72) g/dL and 5.45 (±1.92) mg/dL. The prevalence of handgrip strength disorders in CKD G3-G5 is 98.6%. In this study, we found no correlation between handgrip strength and phosphate levels (r= -0.03; p= 0.42). However, we found positive correlation between muscle mass, MUAC, and Hb levels with handgrip strength (r= 0,70; p<0,01), (r = 0.68; p<0.01), and (r = 0.44; p<0.01).
Conclusion. There is a correlation between muscle mass, MUAC, and Hb level with handgrip strength in pediatric CKD G3-G5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Elisnawati
"Pola hidup yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik. Masyarakat perkotaan sangat rentan memiliki pola hidup tidak sehat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan yang bersifat permanen yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan fungsi dari ginjal. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita penyakit ginjal kronik terkait dengan tanda dan gejala dari keparahan penyakit yang dialami tentu akan berpengaruh pada kondisi psikososial pasien. Masalah psikososial yang muncul pada penderita penyakit ginjal kronik yang dirawat di Rumah Sakit adalah ansietas. Karya Ilmiah Akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anisetas pada pasien yang mengalami penyakit Ginjal Kronik khusunya dengan teknik relaksasi. Pasien yang mampu mengatasi rasa cemasnya akan dapat meningkatkan keefektifan dari pengobatan fisik yang sedang dijalani. Sehingga, diperlukannya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial agar masalah ansietas tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi klien.

Unhealthy lifestyle caused of chronic kidney disease. Urban communities are particularly vulnerable to unhealthy lifestyles, which can lead to chronic kidney disease. Chronic kidney disease is a condition which the kidney are permanently damaged and ultimately have an impact to the function of the kidney. Physical changes that occur in patients with chronic kidney disease associated with signs and symptom rsquo s the severity of the disease. It will certainly affect the psychosocial condition of patients. Psychosocial problems that arise in hopitalized patients with chronic kidney is anxiety. This Scientific works aims to describe the nursing care of anxiety in patients with Chronic Kidney disease especially with relaxation techniques. Patients who are able to overcome their anxiety will improve the effectiveness of the physical treatments that are being undertaken. Thus, the nurse 39 s role in providing psychosocial nursing care is necessary so that anxiety problems do not cause adverse impact to the patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Mondana
"Latar belakang: Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronik (PGK) terjadi akibat kegagalan ginjal dalam mengekskresi fosfat, tingginya asupan fosfat atau peningkatan pelepasan fosfat dari ruang intraselular. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy/LVH) adalah perubahan jantung yang umum terjadi dan menjadi tanda awal penyakit kardiovaskular pada anak dengan PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar fosfat darah dengan fungsi sistolik serta penebalan ventrikel kiri jantung pada pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap anak PGTA tanpa ada kelainan jantung bawaan dari april-mei 2024 dengan dilakukan pemeriksaan fosfat darah dan ekokardiografi. Hasil: Terdapat 56 subyek dengan titik potong kadar fosfat darah 7,35 mg/dL. Didapatkan penurunan fungsi fraksi ejeksi dengan rasio prevalens pada pasien dengan hiperfosfatemia adalah 3,895 dengan IK 95% antara 2,552-9,773 (p = 0,002) serta kecenderungan hubungan kadar fosfat dengan penebalan LVMI (p = 0,680) dan disfungsi diastolik jantung kiri (p = 0,145). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar hiperfosfemia darah dengan fungsi sistolik pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Tetapi tidak terdapat hubungan dengan peningkatan massa ventrikel kiri jantung dan diastolik jantung.

Background: Hyperphosphatemia in chronic kidney disease (CKD) occurs due to renal failure to excrete phosphate, high phosphate intake or increased phosphate release from the intracellular space. Left ventricle hypertrophy (LVH) is a common heart change and an early sign of cardiovascular disease in children with CKD. This study aimed to assess the relationship between blood phosphate levels to decreased systolic and diastolic function and thickening of the left ventricle in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. Method: This was a cross-sectional observational study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with PGTA children without congenital heart defects. Paremeters for function and LVM were assessed by Doppler echocardiography and blood phosphate examination. Results: There were 56 subjects with a cut point for blood phosphate levels of 7.35 mg/dL. It was found that a decrease in ejection fraction function with a prevalence ratio in patients with hyperphosphatemia was 3.895 with a 95% CI between 2.552-9.773 (p = 0.002) as well as a trend in the relationship between phosphate levels and LVMI thickening (p = 0.680) and left heart diastolic dysfunction (p = 0.145) Conclusion: There is association between blood levels of phosphemia and systolic function in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. However, there is no association with increased left ventricular mass index and dyastolic function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Oktasari
"ABSTRAK
Penyakit ginjal banyak dikaitkan dengan status kesehatan mulut dan kelainan dalam rongga mulut diantaranya perubahan karakteristik pada saliva yaitu laju alir saliva dan pH saliva. Tujuan: Untuk mengevaluasi dan membandingkan laju alir saliva dan pH saliva pada pasien dengan penyakit ginjal kronis PGK stadium Pre Dialisis dan Hemodialisis. Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang dengan jumlah partisipan sebanyak 32 anak penderita PGK terdiri dari dua kelompok: 16 anak PGK Pre Dialisis LFG > 15 ml / menit / 1,73 m2 dan 16 anak PGK hemodialisis LFG

ABSTRACT
Kidney disease is associated with many abnormalities in the oral health status as well as with alterations salivary charateristics in salivary flow and salivary pH. The aim of this study was to evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis. Aim To evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis treatment. Method In a cross sectional study 32 patients were included was composed of two groups 16 patients with CKD Pre Dialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 and 16 patients with CKD on hemodialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 . Salivary flow and Salivary pH of unstimulated saliva were evaluated. Conclusion Salivary flow was no difference in stadium Pre Dialysis and Hemodialysis patients. Salivary pH was significantly lower in stadium Pre Dialysis patients, while the highest was in the Hemodialysis patiens findings observed in our study. "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rafli
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronik PGK masih merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas yang semakin meningkat dan memiliki dampak terutama pada kualitas hidup anak. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalens PGK pada penderita ge; 15 tahun di Indonesia sebesar 0,2 . Penelitian di Kuwait melaporkan peningkatan prevalens PGK pada anak dari 188 1996 menjadi 329 per satu juta populasi anak pada tahun 2003.
Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak PGK serta hubungannya dengan derajat keparahan, lama diagnosis, dan faktor-faktor yang berhubungan demografi.
Metode: Penelitian potong lintang antara Juli 2016-Mei 2017. Subyek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun yang didapatkan secara consecutive sampling dan menggunakan kuesioner baku PedsQL trade; modul generik versi 4.0 yang diisi orangtua dan anak.
Hasil: Total subjek adalah 112 anak. Kualitas hidup terganggu didapatkan dari laporan orangtua 54,5 dan laporan anak 56,3 . Fungsi sekolah dilaporkan paling sering terganggu pada laporan anak dan fungsi fisis pada laporan orangtua. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah lama diagnosis >60 bulan p=0,004 , jenis kelamin perempuan p=0,019 , dan jenjang pendidikan menengah p=0,003.
Simpulan: Lebih dari separuh anak PGK menurut orangtua 54,5 dan anak 56,3 memiliki gangguan kualitas hidup terutama pada fungsi sekolah dan fungsi emosi. Lama diagnosis >60 bulan, jenis kelamin perempuan, dan jenjang pendidikan menengah merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak PGK.

Background: Chronic kidney disease CKD is still serious health problem in children with increasing morbidity affect children's quality of life. From Riskesdas 2013, prevalence of patients CKD ge 15 years old in Indonesia is 0,2 . Research in Kuwait shows increasing prevalence children with CKD from 188 1996 to 329 per millions of the age related population in 2003.
Aim: To assess the quality of life children with CKD as well as relationship with duration of diagnosis, severity, and related factors demographic.
Methods: A cross sectional analytic study. Subjects were recruited from July 2016 May 2017 through consecutive sampling. CKD children aged 2 18 years were involved, patients and their parents were asked to fill out the PedsQL trade generic score scale version 4.0 questionnaire.
Result: A total of 112 children were recruited, quality of life was affected from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3. The school and emotional have lowest score affected parameter studied. Factor related to quality of life children with CKD were duration of diagnosis 60 months p 0,004 , female p 0,019 , and middle school p 0,003.
Conclusion: More than half children with CKD have disturbance quality of life in general from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3 . Duration of diagnosis 60 months, female, and middle school were related with quality of life children with CKD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Camelia Fitri
"Latar Belakang: Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh ke dalam frailty karena berbagai perubahan fisiologis terkait penyakit dan berisiko mengalami dampak kesehatan yang lebih buruk. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian frailty pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis  sangat di perlukan untuk menginformasikan pengetahuan dan mendapatkan solusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi frailty pada pasien hemodialisis dan faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty pada pasien hemodialisis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Sembilan puluh satu pasien dari unit hemodialisis RSCM dari berbagai kelompok demografis disertakan dalam studi. Sampling menggunakan metode total sampling. Frailty dinilai dengan kuesioner Frailty Index 40 item. Riwayat medis diperoleh dari rekam medis RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dilakukan uji bivariat menggunakan Chi-Square terhadap usia, jenis kelamin, lama dialisis, status gizi, adekuasi dialisis, hemoglobin, CRP, albumin, kalsium darah, fosfat darah, dan Charlson Comorbidity Index (CCI). Identifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty dilakukan dengan uji binary regression dengan metode backward stepwise regression.
Hasil: Dua puluh enam (28,6%) pasien mengalami frailty. Faktor yang berhubungan dengan kejadian terhadap frailty pada pasien hemodialisis yaitu jenis kelamin perempuan (PR 1,064; IK 95% 1,064-1,065), skor CCI (PR 27,168; IK 95% 3,838-192,306), lama (vintage) hemodialisis (PR 1,227; IK 95% 1,226-1,227), hemoglobin (PR 3,099; IK 95% 1,325-7,254), albumin (PR 1,387; IK 95% 1,386-1,388), CRP (PR 1,432; IK 95% 1,431-1,433), dan fosfat (PR 1,110; IK 95% 1,110-1,111).
Kesimpulan: Prevalensi frailty pada populasi studi ini yaitu 28,6%. Jenis kelamin perempuan, peningkatan skor CCI, lama (vintage) hemodialisis, anemia, hipoalbuminemia, dan fosfat yang rendah ditemukan sebagai faktor yang berhubungan secara signifikan  terhadap kejadian frailty pada pasien hemodialisis di RSCM.

Background: Patients with chronic kidney disease (CKD) have a higher risk of falling into frailty due to various physiological changes related to the disease and are at risk for worse health impacts. Understanding the factors that correlate with the incidence of frailty in CKD patients undergoing hemodialysis is needed to inform knowledge and obtain solutions. This study aims to determine the prevalence of frailty in hemodialysis patients and predictors of frailty in hemodialysis patients.
Methods: This study is a cross-sectional study using primary data. Ninety-one patients from the RSCM hemodialysis unit from various demographic groups were included in the study. Sampling using the total sampling method. Frailty is assessed with a 40-item Frailty Index questionnaire. Medical history was obtained from hospital medical records, and laboratory examinations were carried out. A bivariate test using Chi-Square was performed on age, sex, duration of dialysis, nutritional status, dialysis adequacy, hemoglobin, CRP, albumin, blood calcium, blood phosphate, and the Charlson Comorbidity Index (CCI). The binary regression test with the backward stepwise regression method identifies factors associated with frailty.
Results: Twenty-six (28.6%) patients experienced frailty. Factors related to the incidence of frailty in hemodialysis patients were female gender (PR 1.064; 95% CI 1.064-1.065), CCI score (PR 27.168; 95% CI 3.838-192.306), duration (vintage) of hemodialysis (PR 1.227; 95% CI 1.226-1.227), anemia (PR 3.099; 95% CI 1.325-7.254), albumin (PR 1.387; 95% CI 1.386-1.388), CRP (PR 1.432; 95% CI 1.431-1.433), and phosphate (PR 1.110; CI 95% 1.110-1.111).
Conclusion: The prevalence of frailty in this study population is 28.6%. Female gender increased CCI score, old (vintage) hemodialysis, anemia, hypoalbuminemia, and low phosphate were factors significantly related to the incidence of frailty in hemodialysis patients at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Reyna Ardisa Gunawan
"

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan global yang dapat menimbulkan beban mortalitas dan morbiditas yang substansial. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah pasien PGK tertinggi di Indonesia, dengan prevalensi yang lebih tinggi dari nasional, yaitu 0,48%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan desain studi cross-sectional menggunakan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian ini adalah seluruh penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat. Terdapat sebanyak 32.044 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 0,6%. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronis adalah usia ≥60 tahun (nilai p=0,001; POR=1,662; 95% CI: 1,23-2,25), jenis kelamin laki-laki (nilai p=0,013; POR=1,431; 95% CI: 1,08-1,89), diabetes (nilai p=0,000; POR=3,770; 95% CI: 2,39-5,96), penyakit jantung  (nilai p=0,000; POR=2,725; 95% CI: 1,60-4,63), dan aktivitas fisik (nilai p=0,015; POR=1,521; 95% CI: 1,08-2,14).


Chronic kidney disease is a global health problem that can cause a substantial burden of mortality and morbidity. The 2018 Riskesdas results show that West Java Province is one of the provinces with the highest number of CKD patients in Indonesia, with a higher prevalence than the national one, which is 0.48%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of chronic kidney disease in people ages ≥35 years in West Java Province. The research was conducted using a cross-sectional study design using secondary data from the 2018 Riskesdas. The sample for this study was all residents ages ≥35 years in West Java Province. There were 32.044 samples that met the inclusion and exclusion criteria of the study. The results showed that the prevalence of chronic kidney disease in people ages ≥35 years in West Java Province was 0.6%. Factors associated with the incidence of chronic kidney disease were age ≥60 years (p-value=0.001; POR=1.662; 95% CI: 1.23-2.25), male gender (p-value=0.013; POR =1.431; 95% CI: 1.08-1.89), diabetes (p-value=0.000; POR=3.770; 95% CI: 2.39-5.96), heart disease (p-value=0.000; POR=2.725; 95% CI: 1.60-4.63), and physical activity (p-value=0.015; POR=1.521; 95% CI: 1.08-2.14).

 

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anditta Zahrani Ali
"ABSTRAK
Pendahuluan: Prevalensi pasien dengan penyakit gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (HD) pada usia kerja cukup tinggi. Berdasarkan data Indonesian Renal Registry 2017 terdapat 85,73% pasien dengan HD kronik berada pada usia produktif. Dengan menjalani HD, diharapkan sebagian besar pekerja masih dapat bekerja secara produktif. Di Indonesia belum terdapat studi mengenai status kerja pada pekerja dengan HD kronik. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui proporsi status kerja, pekerja yang menjalani HD, faktor-faktor yang berhubungan dan status kelaikan kerjanya
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. Sebanyak 79 pekerja yang telah menjalani HD minimal tiga bulan diikutsertakan dalam penelitian. Data didapat dari wawancara umum, kuisioner Skala Kepuasan Kerja, rekam medis dan penilaian kelaikan kerja oleh dokter spesialis kedokteran okupasi.
Hasil: Proporsi pekerja dengan hemodialisis kronik yang tidak aktif bekerja lagi adalah 38%. Hanya 3,8% membuat keputusan untuk berhenti atau lanjut bekerja berdasarkan nasihat dokter. Status kepegawaian dan sektor usaha tempat kerja dan sektor usaha tempat kerja merupakan faktor determinan status kerja pada pekerja yang menjalani HD, dengan nilai p keduanya < 0,01. Proporsi pekerja yang tidak kerja namun laik kerja dengan catatan setelah dilakukan penilaian kelaikan kerja oleh dokter spesialis kedokteran okupasi adalah sebanyak 76,7%.
Kesimpulan: Sebanyak 38% pekerja yang menjalani HD kronik sudah tidak kerja. Faktor pekerjaan seperti status kepegawaian dan sektor usaha memengaruhi status kerja pekerja yang menjalani HD.

ABSTRACT
Introduction: The prevalence of End-Stage Renal Disease patients who need hemodialysis (HD) at productive age is quite high. Based on 2017 Indonesian Renal Registry data, 85.73% of of patients with chronic HD, are at productive age. With HD it is expected that most of the patients can still be actively engaged in their daily life, including work. In Indonesia no study exists on the work status of workers with chronic HD. This study aims to identify the proportion of work status, in workers receiving chronic hemodialysis treatment, its associated factors and their fit to work status.
Method: This study used a cross sectional study design. Seventy nine workers who are receiving HD treatment for at least three months were involved in this study. Data was gathered from questionnaires, Job Satisfaction Survey, medical records and Fit to Work Assessment by occupational medicine specialists.
Result: The proportion of workers with chronic hemodialysis who have stopped working is 38%. Only 3.8% of the respondents, made the decision to stay or stop working based on advise by the doctor. Employee status and work sector are determinants of work status in workers with chronic HD, with both p values <0.01. Results of Fit to Work Assessment showed, that 76.7% of those workers, who have stopped working are actually still fit to work with note.
Conclusion: Thirty eight percent of workers with chronic HD stopped working. Employee status and work sector are associated with employment status of workers who with chronic HD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adiel Amaris Syah
"ABSTRAK
Objektif Salah satu tantangan yang terbesar pada hemodialisa adalah terbatasnya akses vaskular yang memiliki daya tahan yang baik, untuk mendapatkan hasil maksimal dibutuhkan akses hemodialisa yang baik. Arteri vena fistula merupakan akses yang paling baik, namun akses ini mudah mengalami gagal matur salah satunya karena stenosis. Endovascular Fistula Salvage EVS merupakan penanganan yang terbaik pada AVF gagal matur diakibatkan stenosis yaitu dengan Baloon Angioplasty venografi/venoplasti . Penelitian ini dilakukan untuk evaluasi keberhasilan balloon angioplasti dalam tatalaksana AVF gagal matur diakibatkan stenosis.Metode Penelitian ini menggunakan Studi Kohort Retrospektif untuk menilai Outcome Tindakan EVS atau Balloon Angioplasty atau BA Venografi dan Venoplasti pada gagal matur AVF diakibatkan stenosis penderita Gagal Ginjal Kronis. Penelitian periode dari Januari 2017 sampai September 2017 dengan melakukan penilaian terhadap karakteristik demografi, penyakit dasar, penilaian hasil BA dan hasil USG. Variabel independen yaitu umur, jenis kelamin, penyakit dasar, gejala klinis, jenis AVF, lokasi stenosis. Variabel dependen adalah keberhasilan venoplasti dinilai dengan diameter residual stenosis. Data dianalisis secara statistik dengan p = 0,05.Hasil Karakteristik penderita AVF gagal matur diakibatkan stenosis didapatkan sebagian besar pada kelompok umur lebih 50-60 tahun 44,8 dimana 53,4 berjenis kelamin laki-laki dan penyakit dasar paling banyak disebabkan diabetes melitus 60,3 dan hipertensi 29,3 . Dari analisa demografi didapatkan hubungan yang bermakna antara umur dengan besaran stenosis AVF, untuk jenis kelamin didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan besaran stenosis AVF, dimana perempuan lebih buruk gambaran stenosisnya dibanding laki-laki. Tidak terdapat hubungan bermakna antara Penyakit Dasar dengan gambaran Besaran Stenosis AVF dari hasil Venografi .Tidak terdapat hubungan bermakna antara Lokasi Stenosis AVF dengan besaran Stenosis dari Venografi. Tidak terdapat hubungan bermakna antara besaran stenosis pada Venografi dengan hasil tindakan Venografi. Terdapat hubungan bermakna antara Lokasi Stenosis AVF dengan keberhasilan tindakan Venoplasti. Terdapat peningkatan yang bermakna untuk hasil pemeriksaan USG: diameter draining vein, volume flow dan peak systolic velocity terhadap hasil tindakan venoplasti setelah tindakan atau 3 Bulan pasca tindakan . Kata kunci ; Endovascular Fistula Salvage; Stenosis AVF; Balloon Angioplasty; Venoplasti; USG ABSTRACT
Background Patients with chronic renal failure CRF are dependent on routine hemodialysis, in order to obtain maximum results required access to a good hemodialysis. Fistula vein artery is the best access, but this access is easy to have stenosis. The best treatment for AVF stenosis is percutaneous transluminal angioplasty venography venoplasty . At RSCM since 2013 has developed this action, but there is no data and evaluation of its success. This study was conducted to evaluate the efficacy of venoplasty in the treatment of AVF stenosis.Methods This study used a Retrospective Cohort Study to assess Percutaneous Transluminal Angioplasty Venography and Venoplasty in AVF Stenosis of Chronic Renal Failure. The study was conducted during the period from January 2017 to September 2017 by assessing demographic characteristics, basic illness, assessment of venography venoplasty and ultrasound results. Independent variables were age, sex, basic disease, clinical symptoms, AVF type, stenosis location. The dependent variable is the success of venoplasty assessed by the residual stenosis diameter. Data were analyzed statistically p 0,05Results Characteristics of CRF patients with AVF stenosis were mostly in the 50 60 years age group 44,8 , 53,4 in male and according of disease caused by diabetes mellitus 60,3 and hypertension 29,3 . From the demographic analysis, there was a significant correlation between age and AVF stenosis magnitudes, for gender, there was a significant relationship between gender and AVF stenosis, in which women were worse with stenosis than men. There was no significant association between Basic Illness and AVF Stenosis Magnitudinal Stage of Venographic Result. There was no significant association between AVF Stenosis Location and Stenosis scale from Venography. There is no significant association between the magnitude of stenosis in Venography and the results of Venographic. There was a significant association between AVF Stenosis Locations and the success of Venoplasty action. There were significant improvements to ultrasound examination diameter of draining vein, volume flow and peak systolic velocity on the results between before, after or 3 months after venoplasty. Keyword Endovascular Fistula Salvage Stenosis AVF PTA Venoplasty USG "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ailinda Theodora Tedja
"Kesesuaian antara reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) dan reticulocyte hemoglobin content (CHr) untuk menilai status besi pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis (PGK-HD) belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mendapat kesesuaian antara RET-He dan CHr, serta nilai cut off RET-He sebagai target terapi besi pasien PGK-HD.
Desain penelitian potong lintang. Subyek 106 pasien PGK-HD yang diperiksa RET-He menggunakan Sysmex XN-2000 dan CHr dengan Siemens ADVIA 2120i. Didapatkan korelasi sangat kuat (r=0,91; p<0,0001) dan kesesuaian yang baik antara RET-He dan CHr (perbedaan rerata 0,5 pg). Nilai cut off RET-He 29,2 pg sebagai target terapi besi pasien PGK-HD memiliki sensitivitas 95,5%, spesifisitas 94%.

The concordance between reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) and reticulocyte hemoglobin content (CHr) to assess iron status in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis (CKD-HD) was unknown. The aim of this study was to evaluate the concordance between RET-He and CHr, and to obtain the cut off value of RET-He as iron supplementation target in CKD-HD patients.
A cross sectional study from 106 CKD-HD patients were analysed on both Sysmex XN-2000 and Siemens ADVIA 2120i. There was very strong correlation (r=0.91; p<0.0001) and good concordance between RET-He and CHr (mean bias 0.5 pg). The cut off value of RET-He 29.2 pg were obtained to assess iron supplementation target in CKD-HD patients with sensitivity and specificity were 95.5% and 94% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>