Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Burhanuddin Fauzi
"Karakteristik pengeringan sangat ditentukan oleh nilai konstanta laju pengeringan dan energi aktivasi bahan. Pemahaman terkait proses pada pengering pompa kalor penting diketahui untuk optimalisasi proses pengeringan kopi. Biji kopi robusta berkulit tanduk dikeringkan pada laju aliran udara, temperatur, dan kelembaban spesifik yang berbeda. Pengeringan dilakukan pada variasi temperatur heater 60, 65, 70, 75, dan 80 °C selama 5 jam, dengan laju aliran udara sebesar 400, 550, dan 700 lpm. Kelembaban spesifik divariasikan berdasarkan temperatur keluaran evaporator sebesar 10, 15, dan 20 °C. Pengeringan juga dilakukan tanpa sistem refrigerasi. Sehingga terdapat 4 variasi kelembaban spesifik. Variasi nilai kelembaban spesifik diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata temperatur keluaran evaporator dan kelembaban relatif selama periode pengeringan. Nilai  paling besar diperoleh pada variasi temperatur 80 °C dengan kelembaban spesifik 6,16 g H2O/kg dry air pada laju aliran udara 700 lpm dengan nilai 10,69x10-3 s-1. Nilai energi aktivasi paling besar adalah 45,93 kJ/mol yang diperoleh pada variasi kelembaban spesifik 17,24 g H2O/kg dry air dan laju aliran udara 400 lpm. Penurunan kadar air akan semakin cepat dengan meningkatnya laju aliran udara, meningkatnya temperatur pengeringan, dan kelembaban spesifik yang semakin kecil.

The drying characteristics are largely determined by the value of the drying rate constant and the activation energy of the material. It is important to understand the process related to heat pump dryers to optimize the coffee drying process. The wet parchment robusta coffee beans are dried at different air flow rates, temperatures, and specific humidity. Drying was carried out at heater temperature variations of 60, 65, 70, 75 and 80 °C for 5 hours, with air flow rates of 400, 550 and 700 lpm. Specific humidity is varied based on the evaporator output temperature of 10, 15, and 20 °C. Drying is also carried out without a refrigeration system. So, there are 4 variations of specific humidity. Variations in specific humidity values are obtained from the results of calculating the average evaporator outlet temperature and relative humidity during the drying period. The highest  value was obtained at a temperature variation of 80 °C with a specific humidity of 6.16 g H2O/kg dry air at an air flow rate of 700 lpm with a value of 10.69x10-3 s-1. The highest activation energy value is 45.93 kJ/mol obtained at a specific humidity variation of 17.24 g H2O/kg dry air and an air flow rate of 400 lpm. The decrease in water content will be faster with increasing air flow rate, increasing drying temperature, and decreasing specific humidity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremia Donganta Pascal
"Adanya perkembangan teknologi dan infrastruktur maupun sektor lainnya menyebabkan menaiknya tingkat kebutuhan energi, terkhusus energi listrik. Salah satu sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi listrik adalah batubara. Indonesia termasuk negara penghasil batubara terbesar di dunia. Namun, pada umumnya batubara hasil tambang Indonesia adalah batubara dengan peringkat rendah atau dikenal sebagai batubara lignit. Batubara lignit baik digunakan sebagai bahan bakar dalam industri PLTU karena memiliki kandungan sulfur yang rendah sehingga dapat menghasilkan efisiensi pembakaran yang tinggi. Namun, sebelum dijadikan sumber bahan bakar untuk PLTU, batubara lignit harus melalui proses peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas yang dimaksud adalah dengan cara dikeringkan. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi di dalam batubara lignit sekitar 40-70 dari massa aslinya. Penelitian pengeringan batubara lignite berlangsung menggunakan sistem refrigerasi dan pemanas heater serta desain ruang pemanas menggunakan tambahan desain Fixed-Bed Reactor. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan variasi humidity ratio dan suhu pemanas. Pada penelitian ini, data yang didapat kemudian diolah sehingga diketahui pengaruh humidity ratio dan suhu pemanas terhadap nilai k konstanta laju pengeringan. Nilai k akan digunakan untuk desain pengeringan batubara di masa yang akan datang.

The existence of technological and infrastructure developments increases energy needs, especially electrical energy. Commonly, electrical energy can be obtained from natural resources such as coal. Indonesia is one of the largest coal producers in the world. However, most of coal that Indonesia can produce are low rank coal. There are two types of low rank coal, they are sub bituminous and lignite coal. Lignite coal can be used as a fuel in Electric Steam Power Plant Industries because it has low sulfur content which can produce high combustion efficiency. On the other hand, lignite coal must be upgraded with a drying process to reduce its moisture content the lignite coals moisture is about 40 70 from its total mass. Lignite Coal drying enhances the heating value. In this study, the dryer uses a refrigeration system and heater. The drying chamber is designed with an additional Fixed Bed Reactor. Lignite Coal drying is operated in two variations of air condition. The variations are humidity ratio and heating temperature of dryers air condition. Based on this research, all the data resulted will be used to find the influence of humidity ratio and the heating temperature on the drying rate and activation energy of low rank. The drying rate constant and activation energy value will be used for future drainage design of low rank coal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Arysenna Samudera
"Singkong memiliki potensi yang baik sebagai sumber makanan pokok ataupun menjadi bahan baku etanol. Sebagai bahan baku etanol, singkong memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan tanaman pati lainnya. Kekurangan dari singkong yaitu terletak pada massa simpan yang relatif singkat sehingga perlu dilakukan suatu proses agar singkong memiliki massa simpan yang panjang. Proses yang dimaksud adalah pengeringan, dimana dengan proses ini diharapkan air yang terkandung dalam singkong hilang sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang pada tanaman singkong. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui nilai konstanta laju pengeringan k dan energi aktivasi berdasarkan variasi temperatur pengeringan dan rasio A/V serta kelembaban udara pengering sebagai referensi untuk merancang alat pengering singkong massal yang efektif dan efiesien. Pada penelitian kali ini, pengeringan singkong dikupas dan dipotong menjadi bentuk silinder dengan ketebalan 2mm dan 4mm serta bentuk balok untuk pengeringan konveksi bebas dan konveksi paksa tanpa pengaturan kelembaban udara sedangkan pada konveksi paksa, sampel yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 30 mm dan ketebalan 2 mm. Sampel dikeringkan dengan variasi temperatur pengeringan, mulai dari 60oC-100oC. Penelitian pengeringan singkong konveksi bebas menggunakan moisture analyzer dan menggunakan pengering tipe batch dryer dengan kombinasi refrigerasi untuk pengeringan konveksi paksa. Nilai energi aktivasi minimum pengeringan singkong terjadi pada pengeringan konveksi paksa dengan nilai kelembaban 0.0072 kg/kg pada singkong silinder diameter 30 mm dengan tebal 2 mm yang menpunyai nilai sebesar 6.71 kJ/mol sedangkan nilai energi aktivasi maksimum terjadi pada pengeringan konveksi bebas dengan singkong silinder diameter 30 mm dengan tebal 4 mm yang mempunyai nilai sebesar 24.21 kJ/mol.

Cassava has a good potential as a staple food source or a raw material of ethanol. As a raw material of ethanol, cassava has many advantages compared to other starch plants. The deficiency of cassava lies in a relatively short storage mass so an action is needed to make cassava have a long shelf mass. The process is drying, which by this process is expected that the water contained in cassava is lost so that microorganisms can not develop in cassava plants. The purpose of this research is to know the value of drying rate constant k and activation energy based on variation of drying temperature and A V ratio and drying air humidity as reference for designing effective and efficient cassava dryers. In this research, cassava drying is peeled and cut into cylindrical shape with thickness of 2mm and 4mm and beam shape for free convection drying and forced convection without air humidity regulation. While in forced convection, the sample used is cylindrical with diameter 30 mm and thickness 2 mm. Cassava samples were dried with variations of drying temperature, ranging from 60oC 100oC. Research on cassava cassava drying using free convection moisture analyzer and using batch dryer type dryer with combination of refrigeration for forced convection drying. The minimum activation energy value of cassava drying occurred at forced convection drying with humidity value 0.0072 kg kg on cylindrical diameter of 30 mm diameter with 2 mm thick which has a value of 6.71 kJ mol while maximum activation energy value occurred at free convection drying on diameter cylindrical cassava 30 mm with a thickness of 4 mm which has a value of 24.21 kJ mol.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Tumpal Dwi Mario Ridwan
"Perkembangan infrastruktur, teknologi, transportasi dan sektor lain mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi global setiap tahunnya. Bioetanol adalah salah satu sumber energi terbarukan yang tidak merusak lingkungan dan kesehatan serta jumlahnya sangat banyak dan mudah didapatkan, salah satunya bahan bakunya adalah tanaman singkong gajah yang secara fisik memiliki ukuran lebih besar dari singkong lokal. Pembuatan gaplek singkong untuk pengolahan bioetanol membutuhkan waktu dan singkong harus dikeringkan terlebih dahulu untuk tujuan pengawetan dan menghindari pembusukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konstanta laju pengeringan k dan energi aktivasi dari singkong gajah untuk dijadikan referensi perancangan mesin pengering singkong gajah dalam skala besar yang optimal. Dengan menguji kepingan singkong gajah melalui 2 jenis pengeringan, yaitu jenis pengeringan natural convection menggunakan moisture analyzer dan jenis forced convection menggunakan sistem refrigerasi dan heater. Variasi yang dilakukan meliputi kombinasi temperatur pengeringan, aliran udara, dan segmen pemotongan. Nilai k, energi aktivasi, dan kondisi fisik spesimen setelah pengujian dari kedua jenis pengeringan dianalisis. Pengeringan jenis forced convection menghasilkan k yang lebih besar daripada pengeringan natural convection, dimana pada segmen yang sama, k bernilai 2-4 kali lebih tinggi daripada pengeringan natural convection, berbanding lurus dengan durasi pengeringan dari kedua jenis pengeringan. Nilai energi aktivasi pada pengujian forced convection lebih kecil daripada natural convection, karena nilai k yang lebih tinggi. Kondisi fisik hasil pengeringan forced convection lebih kering sempurna dibandingkan natural convection.

Development of infrastructure, technology, transportation and other sectors leads to an increase in global energy demand each year. Bioethanol is one source of renewable energy that does not damage the environment and health and the amount is very much and easily obtained, one of the raw material is elephant cassava plants that physically have a size larger than local cassava. Making dried cassava for bioethanol processing takes time and cassava must be dried first for preservation purpose and avoid decay. This research was conducted to obtain the constant rate of drying k and activation energy from elephant cassava to be used as reference for design of elephant cassava drying machine in optimal large scale. By testing the elephant cassava chip through 2 types of drying, the type of natural convection drying using moisture analyzer and forced convection type using refrigeration system and heater. Variations include the combination of drying temperature, air flow, and cutting segments. The value of k, activation energy, and physical condition of the specimen after testing of both types of drying were analyzed. The forced convection drying produces larger k than natural convection drying, where in the same segment k is 2 4 times higher than natural convection drying, proportional to the drying duration of both types of drying. The value of activation energy in forced convection is smaller than natural convection, because the value of k is higher. The physical drying result of forced convection better, and perfectly dried compared to the result of natural convection."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.L, Varian Pradipta
"Singkong memiliki potensi yang baik sebagai bahan baku etanol. Kelebihan singkong dibandingkan dengan tanaman lain adalah harganya yang ekonomis dan masa panen yang singkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konstanta laju pengeringan (k) sebagai referensi untuk perancangan rotary dryer, juga untuk mengetahui pengaruh laju aliran, temperatur dan kelembaban udara terhadap laju pengeringan singkong.
Dalam penelitian ini singkong dikupas dan diiris dengan ketebalan 3mm, kemudian dikeringkan dengan variasi laju aliran udara 340 liter per menit dan 440 liter per menit. Udara yang dialirkan divariasikan pada temperatur heater 60°C, 80°C dan 100°C. Dengan menggunakan dehumidifier, kelembaban udara yang dialirkan juga divariasikan pada temperatur evaporator 10°C, 20°C dan tanpa dehumidifier.

Cassava has a good potential as a feedstock for ethanol. Cassava’s excess compared with the other crops are cheaper and has a short harvest period. The aim of this experimental study was to determine the drying rate constants (k) as a reference for the design of rotary dryer, also to determine the effects of flow rate, temperature and humidity to the cassava’s drying rate.
In this study cassava peeled and sliced to a thickness of 3mm, then dried with varied air flow rate of 340 liters per minute and 440 liters per minute. Flowed air temperature was varied at 60°C, 80°C and 100°C. By using a dehumidifier, flowed air humidity also varied at the evaporator temperature 10°C, 20°C and without a dehumidifier.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Stefanus
"Kebutuhan konsumsi gula tebu masyarakat Indonesia yang lebih besar daripada produksi dalam negeri menyebabkan kekurangan produksi yang ditutupi dengan impor gula pasir yang memiliki harga lebih murah daripada produk lokal. Gula aren dapat menjadi jalan keluar dari masalah tersebut. Masa pembusukan gula aren terjadi dengan cepat sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan pengering untuk memperpanjang masa simpan produk pertanian agar tetap awet sampai ke konsumen.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh temperatur udara, aliran udara terhadap laju pengeringan serta mengetahui karakteristik pengeringan produk gula aren sebagai referensi perancangan pengering untuk gula aren dengan menggunakan batch dryer yang udara pengering suda melewati proses pendinginan dan pemanasan.
Hasil penelitian ini untuk mendapatkan nilai konstanta pengeringan yang berguna untuk perancangan alat pengering dengan variasi yang ditetapkan.

Cane sugar consumption requirements of Indonesian society are larger than domestic production caused a shortage of production are covered by the import of sugar which has a price cheaper than local products. Palm sugar can be the answer to the problem. Period palm sugar decay occurs rapidly. required to overcome the dryer to extend the shelf life of agricultural products to remain durable up to consumers.
This study aims to determine the effect of air temperature, air flow to the drying rate and to know the characteristics of the product drying palm sugar as a reference design for palm sugar dryer using dryer batch suda the air dryer through the process of cooling and heating.
The results of this study to obtain the value of the constant drying useful for designing a dryer with variations defined.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjokorda Gde Satya Yoga
"Kemajuan teknologi semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Dan salah satu teknologi yang terus berkembang adalah bidang pengeringan. Dimana inovasi untuk proses pengeringan sangat dibutuhkan pada daerah tropis yang memiliki tingkat kelembaban udara relatif tinggi. Perubahan drastis tingkat kelembaban terjadi pada saat memasuki musim hujan dan musim kemarau. Berbeda dengan di luar ruangan outdoor, tingkat kelembaban didalam ruangan lebih mudah berubah, tergantung dari aktivitas yang dilakukan. Selain itu, tingkat kelembaban udara udara yang tepat juga penting bagi kenyamanan dan kesehatan. Idealnya, kelembaban udara harus dijaga dalam kisaran 45% - 65% (RH). Dalam penelitian ini, dikembangkan sistem dehumidifikasi udara dengan memanfaatkan silica gel sebagai desiccant. Desain dan optimisasi sistem dilakukan melalui simulasi menggunakan software Ms. Excel. Penelitian ini menggunakan alat Packed Bed Dryer karena dikenal dapat menghasilkan panas yang tinggi dan perpindahan massa yang tinggi. Pada penelitian ini dilakukan variasi kelembaban relative humidity atau RH dan temperatur pada udara masuk dengan mengasumsikan kecepatan aliran massa udara dan dimensi partikel desiccant konstan selama simulasi. Data yang dihasilkan berupa perubahan dari moisture content pada silica gel terhadap waktu, dan perubahan temperatur udara keluar terhadap waktu, yang berikutnya data dari hasil simulasi tersebut dianalisis. Berdasarkan 56 variasi temperatur udara masuk Tai dan kelembaban udara masuk (RH) didapatkan nilai dari setiap kenaikan desiccant moisture content X dan penurunan temperatur udara keluar Tao selama 11 detik. Sehingga berdasarkan penelitian diketahui bahwa kelembaban dan temperatur udara berpengaruh pada sebuah laju pengeringan. Dan udara yang sudah melalui proses dehumidifikasi bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan.

Technological advancements have progressed over time. And one technology that continues to develop is the field of drying. Where innovation for the drying process is needed in the tropics that have relatively high levels of humidity. Drastic changes in humidity levels occur when entering the rainy season and the dry season. Unlike the outdoors, the level of humidity in the room is more easily changed, depending on the activities carried out. In addition, the right level of air humidity is also important for comfort and health. Ideally, humidity should be maintained in the range of 45% - 65% (RH). In this study, an air dehumidification system was developed by utilizing silica gel as a desiccant. System design and optimization is done through simulation using Ms. Excel software. This study uses a Packed Bed Dryer tool because it is known to produce high heat and high mass transfer. In this study, the variation of humidity (relative humidity or RH) and the temperature of the inlet air, assume the air mass flow velocity and dimensions of the desiccant particles are constant during the simulation. The data generated in the form of changes in moisture content in silica gel with respect to time, and changes in the temperature of the air out with time, the next data from the simulation results are analyzed. Based on 56 variations of air inlet temperature (Tai) and air inlet humidity, values are obtained from each increase in desiccant moisture content X and decrease in the air outlet temperature Tao for 11 seconds. So based on research it is known that humidity and air temperature affect the drying rate. And the air that has gone through the dehumidification process can be utilized as needed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachrur Rozi
"Pengeringan beku vakum merupakan metode pengeringan yang terbaik, tetapi tidak hemat energi karena proses pengeringan yang relatif lama. Skripsi ini membahas mengenai efek penambahan udara panas sebagai usaha untuk mempercepat laju pengeringan material dari sistem refrijerasi dengan vacuum freezing pada proses penurunan tekanan material uji pada pengeringan beku vakum. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan penambahan udara panas dapat mempercepat laju pengeringan. Selain itu dengan penambahan udara panas, dapat menghemat konsumsi energi listrik. Penambahan udara panas ini hemat biaya karena tidak ada perangkat tambahan pada sistem refrijerasi. Udara panas diambil dari udara lingkungan yang masuk ke dalam reservoir dengan temperatur 35°C yang dipanaskan dengan menggunakan panas buang kondenser.

Freeze Vacuum Drying is the best method of drying, but not energy efficient because of the relatively long drying process. This thesis discusses the effects of the addition of hot air in an effort to accelerate the rate of drying of the material with a vacuum refrijeration system freezing on the pressure drop of test material in a freeze vacuum drying. The research proves that the use of additional heat can accelerate the rate of drying. Additionally, with the addition of hot air, can save electricity consumption. The addition of hot air is cost effective because no additional devices on the refrijeration system. Hot air taken from ambient air into the reservoir with a temperature of 35oC is heated using waste heat condenser."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42320
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Lestari
"Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dew point dengan temperature pengeringan minimum dan kinerja pengeringan pada pengering semprot di Lab Perpindahan Kalor dan Massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Variasi dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] diujicobakan bersama laju aliran udara sebesar 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 dan 31,3 [m³/jam], tekanan nozzle pneumatik 1 [bar]; 2 [bar];dan 3 [bar], laju aliran bahan 0,15 [l/jam], kelembaban spesifik 0,00722; 0,01171; dan 0,01732 [kg/kg dry air]. Dari percobaan yang sudah dilakukan terhadap vitamin c murni, ternyata dew point mempengaruhi temperatur minimum pengeringan.
Pada dew point yang lebih rendah maka temperatur pengeringannya semakin rendah pula, pada dew point yang sama, semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperature minimum pengeringan, pada dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan lebih besarnya tekanan udara pada noozle. Selain itu, dew point juga berpengaruh pada kinerja pengeringan.

Tests conducted to determine the relationship between the dew point with minimum drying temperature and performance of drying on the spray drying in Laboratory Heat and Mass Transfer Department of Mechanical Engineering, University of Indonesia. Variation of dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] tested along with air flow rate of 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 and 31,3 [m³/hour] pressure pneumatic nozzle 1 [bar]; 2[bar] and 3 [bar], 0,15 [l/hour] fuel flow rate humidity specific 0,007631; 0,012128; dan 0,017394 [kg/kg dry air].
From the experiments that have been carried out on pure vitamin c, it turns the dew point affects the minimum temperature the lower the dew point, the lower the drying temperature. In the same dew point, the greater air flow rate, the lower the drying temperature. In the same dew point, the greater noozle air pressure, the lower drying temperature. The dew point also influence on performance of drying.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mas Chemilo, auhtor
"Singkong dapat menjadi salah satu alternative dalam pengembangan bioethanol dan ekspor di Indonesia. Selain itu tanaman singkong hampir bisa kita jumpai dimana saja. Singkong yang sudah dikeringkan atau biasa di sebut gaplek memiliki nilai untuk di ekspor. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi dari singkong untuk dijadikan referensi dalam perancangan rotary dryer dan juga untuk mengetahui pengaruh dari temperatur, aliran udara dan tebal singkong terhadap laju pengeringan singkong.
Dalam kasus ini singkong akan dipotong dengan ukuran 0,3cm, 0,5cm, 0,7cm. Singkong yang diletakkan didalam ruang pengering akan dialirkan udara dengan 3 variasi ketinggian manometer yaitu 10mm, 18mm, 28mm. Udara yang dialirkan juga akan divariasikan temperaturnya yaitu 100℃, 80℃, 60℃. Hasil penelitian menunjukkan bahwa equilibrium moisture content (xe), konstanta pengeringan (k) dan α saling berhubungan. Critical moisture content (xc) sangat dipengaruhi oleh ketebalan potongan singkong dan laju aliran udara pengering.

Cassava can be one of alternatives in developing bioethanol and export in Indonesia. Furthermore cassava can be found almost anywhere. Cassava which had been dried or commonly called gaplek have a sale value for export. This research is meant to observe the character of cassava to be made reference in designing a rotary dryer and also to ascertain the influence of temperature, air flow, and cassava thickness toward drying the cassava.
In this case the cassavas will be cut into pieces with measurement 0,3cm, 0,5cm, 0,7cm. Cassavas that placed in drying chamber will be air flowed with 3 height manometer variations which is 10mm, 18mm, 28mm. Air for flowing also will be variant, which is 100℃, 80℃, 60℃. Research outcome shows that equilibrium moisture content (xe), drying constants (k), and α are interrelated. Critical moisture content (xc) is greatly influenced by cassavas thickness and dryer air flow.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S61472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>