Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Irmawati
"Dengan terdapatnya beberapa peluang masalah dalam penyelenggaraan RUPS pada Perusahaan Publik, penulis membahas beberapa potensi permasalahan yang dapat muncul, sebagai berikut:
1. Apakah kewenangan dari RUPS dalam Perusahaan Publik?
2. Apa saja yang menjadi aspek hukum dari penyelenggaraan RUPS pada Perusahaan Publik?
3. Bagaimana penerapan penyelenggaraan RUPS di PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk terkait dengan adanya keputusan RUPS untuk membagikan dividen yang dibatalkan oleh Instansi Pasar Modal dan adanya gugatan terhadap hasil keputusan RUPS oleh salah satu Komisaris yang diberhentikan?
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai penyelenggaraan RUPS dalam Perusahaan Publik, mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisa sejauhmana wewenang dan kekuasaan yang dimiliki oleh RUPS pada Perusahaan Publik (sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam PT), termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan pemegang saham pada Perusahaan Publik tersebut. Dengan mengetahui segala kekuasaan dan wewenang yang dimiliki RUPS diharapkan dapat diambil suatu pemahaman dan analisa yang mcndalam apakah hasil keputusan yang diambil dalam RUPS telah mencerminkan kedudukan dan posisi RUPS sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi didalam Perseroan.
2. Untuk menganalisa aspek-aspek hukum apa raja yang timbul dari diselenggarakannya RUPS dalam Perusahaan Publik, baik aspek hukum yang timbul sebelum RUPS berlangsung (Pra RUPS), pada saat RUPS maupun setelah RUPS (Post RUPS) serta mengkaji prosedur dan tatacara pelaksanaan RUPS yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hal-hal lainnya menyangkut pelaksanaan hasil keputusan RUPS, termasuk kewenangan dan sikap yang harus diambil RUPS pada saat terjadinya tindakan Direksi danlatau Komisaris yang melebihi kewenangannya. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan pemahaman apakah pengaturan mcngenai pelaksanaan RUPS pada Perusahaan Publik sudah mencerminkan prinsip Good Corporate Governance alau belum.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa praktik penyelenggaraan RUPS di Perusahaan Publik (Studi kasus di PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk), khususnya terkait dengan adanya keputusan RUPS untuk membagikan dividen yang dibatalkan oleh Instansi Pasar Modal dan adanya gugatan oleh Komisaris yang diberhentikan terhadap hasil keputusan RUPS."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Purwanto Joko Lelono
Jakarta: Guntur, 2004
340.56 GUN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Griselda Meira Dinanti
"Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan RUPS Tahunan , berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU Perseroan Terbatas Pasal 78 ayat 2 wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 enam bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, namun kewajiban ini tidak diikuti dengan sanksi, Tesis ini, mengambil contoh RUPS Tahunan yang melebihi jangka waktunya diselenggarakan oleh PT Bank Bank, sebagai perseroan terbatas yang menjalankan usaha perbankan, Bank tidak hanya diatur dengan UU Perseroan Terbatas, tetapi tunduk juga kepada pertaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, yang secara implisit mengatur kewajiban penyelenggaraan RUPS Tahunan. Dan atas keterlambatan penyelenggaraan tersebut dapat menimbulkan pertanyaan bagaimana akibat hukum bagi perseroan terbatas dan bagaimana tanggung jawab dari Direksi atau Dewan Komisaris atau Pemegang Saham perseroan atas keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan tersebut. Penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.
Simpulan dari penelitian ini, bahwa dengan keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan dapat membawa akibat hukum kepada perseroan terbatas yaitu RUPS Tahunan tersebut tidak sah sehingga tidak sah pula keputusan yang diambil dalam RUPS Tahunan tersebut, dan atas keterlambatan ini Direksi dan Dewan Komisaris Bank dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi karena tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan prinsip sebagaimana diamanatkan oleh perundang-undangan. Selain itu pemegang saham Bank, apabila dapat dibuktikan menyebabkan keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan, maka dapat juga bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan.

The Annual General Meeting of the Shareholders AGMS , pursuant to Law No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company Company Law on Article 78 paragraph 2 shall be conducted no later than 6 six months after the closing of the company fiscal year, but this mandatory rule does not provide its sanction. This thesis, take an example of a delayed AGMS conducted by PT Bank the Bank , as limited liability company the Company which runs banking business, the Bank not only regulated by the Company Law, but also subject to the regulations which issued by Bank Indonesia and or the Financial Services Authority OJK , which implicitly regulates the obligation to conduct the AGMS on time. And of the delay of the conducting AGMS, may raise question how the legal consequence to the Company and how is the responsibility of the Board of Directors BOD or Board of Commissioners BOC or the Shareholders of the Company of the delay of conducting the AGMS. This research uses a judicial normative form which is descriptive analytical.
The conclusion of this research, that the delay of conducting of the AGMS may cause legal consequence to the Company that is the AGMS was not valid, therefore any decision take on that AGMS is not valid also, and upon the delay, the BOD, BOC may personally liable because they does not perform their function as mandated by the law. Besides, the shareholders of the Bank, if it can be proven to cause the delays of the AGMS, they may also liable for the consequence that raised by the delay of conducting the AGMS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemegang saham sebagai pemilik dari suatu perseroan
terbatas memiliki hak-hak yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan. Hak-hak dimaksud antara lain meminta
diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
bagi pemegang saham yang memiliki minimal sepuluh persen
dari seluruh jumlah saham Perseroan. Ternyata dalam tataran
pelaksanaannya tidak selalu mudah untuk dapat melaksanakan
hak dimaksud. PT. Semen Gresik Tbk. sebagai pemilik 99,99%
saham di PT. Semen Padang yang telah meminta kepada Direksi
PT. Semen Padang untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa dengan agenda mengganti Direksi dan
Komisaris PT. Semen Padang tidak diterima, karena alasanalasan
yang tidak cukup berdasar. Padahal bila merujuk
kepada Undang-Undang No.1 tahun 1995 terutama pasal 66 dan
pasal 67 serta Anggaran Dasar PT. Semen Padang, terlihat
bahwa alasan yang diajukan untuk mengganti direksi dan
komisaris telah cukup kuat. Ketika kemudian permohonan
serupa diajukan ke Pengadilan Negeri Padang agar dapat
diizinkan untuk diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa sendiri permohonan ini ditolak. Mahkamah Agung
sebagai muara terkhir penegakan hukum di Republik ini
setelah menerima permohonan kasasi dari PT. Semen Gresik
Tbk. akhirnya mengabulkan permohonan tersebut karena
menurut Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Padang telah salah
menerapkan hukum. Apabila dasar permohonan PT. Semen Gresik
Tbk. dikaitkan dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dari Organization for Cooperation and
Development (OECD), dapat disimpulkan bahwa selain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang ada dalam bidang
perseroan terbatas, permohonan tersebut juga telah sesuai
dengan prinsip-prinsip corporate governance. Putusan
Mahkamah Agung untuk mengabulkan permohonan penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. Semen Gresik Tbk.
selaku pemegang saham mayoritas diharapkan dapat menjadi
preseden yang baik bagi iklim penanaman modal di Indonesia"
[Universitas Indonesia, ], 2004
S23570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indra Gunawan
"Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) memegang peranan tertinggi yang tidak diberikan kepada organ Perseroan yang lain, yaitu Direksi dan Komisaris, namun demikian RUPS tidak dapat diselenggarakan tanpa adanya keharmonisan di antara pemegang saham dan pengurus, karena untuk dapat diselenggarakannya RUPS diperlukan persyaratan korum kehadiran dan keputusan tertentu sesuai yang disyaratkan oleh undang-undang, hal ini untuk menghindari diambilnya keputusan yang merugikan pemegang saham minoritas maupun Perseroan. Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas merupakan masalah yang menarik, karena dalam RUPS Perseroan, sering terjadi perselisihan yang berkepanjangan di antara para pemegang saham, pengurus Perseroan dan ketua RUPS, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan solusi serta penanganan yang efektif dengan mengaturnya secara jelas dalam suatu pembaharuan UUPT agar pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris yang punya posisi dominan dan tidak beritikad baik dalam Perseroan tidak menyalahgunakan kekuasaanya dengar menindas pemegang saham minoritas. Perbuatan melanggar hukum yang merugikan pemegang saham minoritas dapat terjadi melalui pemanfaatan karakter Perseroan yang telah menjadi badan hukum, karena orangperorang yang ada, dianggap lepas eksistensinya dari Perseroan (persona standi in judicio). Pemegang saham minoritas menderita kerugian, karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: UUPT yang walaupun telah mengaturnya, tetapi dalam praktik tidak efektif; kondisi pemegang saham minoritas yang umumnya lemah, baik secara financial, informasi dan pengendalian; dan moral hazard dari para pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris yang mengurus Perseroan serta tidak beritikad baik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodiet Cahyo Wibowo
"Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi maupun Komisaris. Notulen wajib ditandatangani oleh ketua rapat dan seorang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS, kecuali apabila suatu risalah RUPS dibuat oleh Notaris, maka kewajiban penandatanganan itupun dapat tidak diperlukan karena akta Notaris tersebut bersifat otentik. Namun, disebabkan oleh kelalaian Notaris ada kemungkinan akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya Notaris membuat suatu risalah RUPS tanpa terlebih dahulu memperhatikan mengenai syarat formalitas rapat dan syarat korum yang harus dicapai dalam mengambil keputusan bagi suatu perseroan. Atas kelalaian Notaris tersebut secara perdata dapat terjadi akta yang dibuatnya dibatalkan oleh Hakim. Dalam praktik hal tersebut dihadapi oleh Buntario Tigris Darmawang, Notaris di Jakarta, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 271/PDT.G/2003/ PN.JKT.UT., tertanggal 21 Juli 2004, akta yang dibuatnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, ternyata dari hasil penelitian penulis terdapat beberapa permasalahan hukum mengenai tindakan yang dilakukan Notaris dalam penyelenggaraan RUPS, serta tanggung jawab Notaris tersebut terhadap risalah RUPS yang telah dibuatnya. Sehubungan dengan hal tersebut setidaknya diperlukan pembahasan mengenai tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya dalam hal terjadi suatu penyelenggaraan RUPS."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Chici Rosdiana
"Dalam penyelenggaraan RUPS, perusahaan senantiasa berpedoman pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Pengurus perseroan harus memperhatikan keabsahan RUPS, karena dapat berakibat pada penyimpangan-penyimpangan prinsip Good Corporate Governance. Hal ini bertujuan dapat terciptanya tatanan pengelolaan perusahaan yang baik dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai: (i) bagaimana penyimpangan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada penyelenggaraan RUPS di dalam beberapa putusan pengadilan negeri di Indonesia; dan (ii) peran dan tanggung jawab notaris pada penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder disertai tipologi penelitian eksplanatoris-analitis. Hasil penelitian ini yaitu (i) pada penyelenggaraan RUPS di perseroan tertutup ditemukan penyimpangan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang mengakibatkan RUPS diputus tidak sah dan batal yang terdapat pada beberapa putusan pengadilan negeri di Indonesia, seperti tidak adanya keterbukaan informasi dalam laporan keuangan, akuntabilitas perseroan yang tidak terpenuhi akibat tidak jelas fungsi, dan kewenangan antar pengurus, pelanggaran syarat keabsahan RUPS sebagaimana telah diatur UUPT 2007, sehingga prinsip responsibilitas yakni kepatuhan perusahaan pada hukum dan peraturan yang berlaku tidak terpenuhi, terdapat juga penyimpangan prinsip independensi yakni pengurus perusahaan yang tidak objektif dalam memberikan keputusan RUPS, dan kesetaraan serta kewajaran, pemegang saham minoritas dirugikan akibat putusan RUPS yang tidak melibatkan mereka, dan (ii) peran dan tanggung jawab notaris memberikan penyuluhan hukum agar syarat formil RUPS dapat dipenuhi dan secara tidak langsung dapat membantu perusahaan untuk meminimalisir penyimpangan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

In holding the General Meeting of Shareholders (GMS), the company is guided by the principles of Good Corporate Governance, the management of the company must pay attention to the legality of the GMS. Otherwise, the principles of good corporate governance will not be fulfilled. It is intended thus the company in holding the GMS can create a good corporate management system and there are no deviations from the principles of Good Corporate Governance. This research discusses about: (i) How the deviations of the principles of Good Corporate Governance in the holding of the GMS based on several decisions of the district courts in Indonesia; and (ii) the roles and responsibilities of a notary in the application of the principles of Good Corporate Governance. This research is normative juridical research and uses secondary data accompanied by an explanatory research typology. The results of this study are (i) in several district court decisions in Indonesia, deviations from the principles of Good Corporate Governance were found which resulted in the holding of the GMS being declared invalid and void, such as the absence of information disclosure in the financial statements, incomplete accountability of the company due to unclear functions, and authority between management, violation of the requirements for the legality of the GMS as regulated in the Law Number 40 of 2007 about Company Law thus the principle of responsibility is not fulfilled, company management who are not objective in making the decisions of the GMS, and equality and fairness that are not felt by minority shareholders because the GMS decisions are detrimental to them, and (ii) notary can use the obligation to provide legal counseling and eventually the formal requirements of the GMS can be fulfilled and able to indirectly help the company to minimize deviations from the principles of Good Corporate Governance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Singkatnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai konsekuensi hukum dan juga bentuk perlindungan pemegang saham minoritas terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UU PT") pada PT Tertutup. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana konsekuensi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tertutup yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pasal 78 ayat (2) UU PT dan juga (ii) bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada para pemegang saham minoritas PT Tertutup terhadap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang melewati jangka waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini khususnya membahas mengenai permasalahan bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan UU PT.
Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai tinjauan umum tentang perseroan terbatas, saham, pemegang saham, dan rapat umum pemegang saham tahunan. Selain itu dibahas juga mengenai pengaturan dan pelaksanaan perlindungan hukum pemegang saham minoritas pada PT tertutup dan juga mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas PT tertutup dalam hal penyelenggaraan rups tahunan yang melewati jangka waktu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan RUPS tahunan dalam UU PT merupakan "mandatory rule" dan juga terdapat beberapa perlindungan hukum dalam bentuk yang dinilai cukup melindungi, berupa cara/upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka terkait penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu ini.

In brief, this research aim to capture a legal consequences and the protection to the minority shareholder(s), in connection with the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under the Law of the Republic of Indonesia No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company ("Company Law"). The main idea of this research are as following: (i) what is the legal consequences to the implementation of annual general meeting of shareholders of a limited liability company that exceeds the mandatory period as stipulated under Article 78 paragraph (2) of Company Law concerning Company Law?, and (ii) what is the protection given to the minority shareholder (s) against implementation of Annual General Meeting of Shareholders as abovementioned? The research method that used in this thesis is normative juridical research, based on secondary data that has been collected during the research. This research specifically addresses the issue on the protection to the minority shareholder(s) as given by Company Law.
In this thesis, the researcher addresses the review on the limited liability itself, shares, the shareholder(s), and the annual general meeting of shareholders. The review also focused on the stipulation and the implementation of the legal protection to the minority shareholders of a limited liability company, especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
This research concludes that the Company Law stipulates that implementation of an annual general meeting of shareholders s mandatory, and there are sufficient legal protection, in form of legal action that may be performed by the minority shareholders in order to protect their rights and interest pertaining , especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Irlanti Katherina Melani
"ABSTRAK
Perseroan Terbatas, menurut Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, adalah badan hukum
yang didirikan berdasarkan perjanjian yang melakukan
kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya. Perseroan Terbatas menjadi badan hukum
apabila telah memperoleh pengesahan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
sehingga dapat dipersamakan dengan subyek hukum yang
memiliki hak dan kewajiban seperti manusia dan mempunyai
harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pribadi
pemiliknya yang merupakan modal dalam perseroan terbatas
tersebut, terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan
modal disetor. Modal dasar terdiri atas nilai nominal
saham, dan besarnya ditetapkan oleh para pendiri, baik
pada Akta Pendirian Perseroan Terbatas maupun apabila
terjadi perubahan Anggaran Dasar dalam perseroan
terbatas. Perubahan modal merupakan salah satu bagian
dari perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, yang
dapat dilakukan baik sebelum, yang mana dapat dilakukan
tanpa menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, ataupun
setelah pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas
diperoleh, yang dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang
Saham,yang merupakan kewajiban hukum dan tanggung jawab
Direksi perseroan terbatas. Hasil keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham dituangkan dalam bentuk akta notaris dalam
bahasa Indonesia. Notaris, sebagai pejabat umum, dalam
pembuatan akta harus memeriksa dan meneliti dokumendokumen
yang diberikan kepadanya, antara lain mengenai
panggilan, jumlah korum dam suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham, adanya perubahan-perubahan anggaran dasar
perseroan terbatas terakhir, baik berupa pemberitahuan,
pelaporan atau persetujuan dari Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia."
2003
T37693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>