Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonny Feisal Rinaldi
"Urutan penyalcit yang mempunyai rate teltinggi dalam laporan SKRT 95 adalah anemia. Untuk itu diperlukan bentuk pclayanan keschatan berupa pelayanan laboratodum agar dapat dilakukan deteksi dini dari anemia. Beberapa parameter yang mcrupakan penunjang untuk diagnosis anemia adalah Jumlah eritrosit, Hemoglobin, dan Hematokrit Dalam pcrkembangan laboratorimn dituntut untuk dapat meningkatkan kuantitas dan kualilas pelayanannya, tidak hanya harus baik dari sisi kualitas pemeriksaan tetapi dituntut pula untuk dapat mengeluarkan hasii pemeriksaan dengan oepat. Untuk memcnuhi kebutuhan tersebut salah sam cara yang dilalcukan adalah den gan menggunakan alat otomatis seperti haematology analyzer.
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, laboratoxium wajib menjaga mutu dari hasil pemeriksaan yang dikelnarkannya. Salah satu upaya dalam menjaga mutu adalah dengan penggunaan bahan kontrol dalam melaknkan pemeriksaan.
Penggunaan balhan kontrol- komersial terhitung cukup mahal untuk digmmakan secara 111611. Untuk itu pcrlu diupayakan penggunaan bahan kontrol altematif Dalam hal ini adalah bahan kontrol dari spesimen pasien dan rata-rata harian. Dengan demikian perlu diuji bahan kontrol spesiemen pasien dan rata-rata harian pasien dari sisi akurasi yang terdiri dari validitas, reliabilitas dan presisi Serta dari sisi biaya yang digunakan dibandingkan dengan penggunaan bahan kontrol komersial sebagai gold Standar.
Peneiitian dilakukan dengan studi potong lintang, dilalcukan di laboratorium Rumah Sakit Umum Cbt Cmh Bandung selama bulan Juli 2001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas bahan kolrtrol spesimen pasien dan rata-rata harian adalah kurang baik jika dibandingkan dengan bahan kontrol komersial. Hal ini ditunjuldcan dengan nilai koefisien korelasi yang lebih kecil dari 0,5. Sedangkan untuk reliabiliias bahan kontrol spesimen pasien dan rata-rata harian adalah baik. Hal ini ditunjukkan dcngan uji Cochran yang memberikan nilai p lebih besar dari pada 0,05. Sedangkan prcsisi bahan kontrol spesimen pasien cukup baik dengan ditunjukkan olch selang pada kepercayaan 95% yang pendek. Presisi untuk kontroi rata-rata harian kurang baik, hal ini ditunjukkan dengan selang pada kepercayaan 95% yang cukup lebar j ika dibandingkan dengan bahan kontrol komersial.
Dengan hasil seperti di atas menunjukkan bahwa bahan kontrol dari spesimen pasien dan rata-rata harian dapat digunakan sebagai bahan kontrol, dengan beberapa catatan.. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ke dna bahan kontrol altematif tersebut adalah eiisien, karena biaya pemekaiannya Iebih kecil dari pada biaya penggunaan bahan konuol kqmersial.

Anemia is the highest rate of disease in SKRT 95. To detect the Anemia, we needexamination using laboratory facility as one of health service. The parameter which is used to diagnose anemia are erytrocyt count, hemoglobin, and hematokrit. As one of health service, laboratory has to keep the quality of examination, one way to keep the quality is by using control specimen in the examination. To use the control comercial specimen is expensiveenoug there fore use the alternatif control specimen such as control specimen from patient (random duplicate sample) and mean daily specimen Before using the control specimen from patient (random duplicate sample) and mean daily specimen we must test the acuracy from validity, reliability, and precision also economically in price compare with control comercial specimen as blood standard.
The design study is crossectional which was conducted in the laboratori Cbt Cmh Hospital in July 2001.
The result showed that the validity of control patient specimen and mean daily specimen are not good enough compared with comercial control specimen according to the value ofcorclation coeiiicient which lees than 0,5. But the reliability is as good as comercial control specimen which are showed from the p value of Cochran tes lees than 0,05_ And the precision of the patien contrrol specimen and daily specimen is good enough which is showed from the short range in 95% confident interval. By the study showed that patient control specrmen ana mean oauy spcuuucrr can be use as control specimen- lt means that both of thmalternatif control are efficien in cost compared with comercial control specimen.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T6418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Eliana
"Seiring dengan kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, maka jumlah penduduk usia lanjutpun akan semakin meningkat. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara-negara industri tapi juga pada negara-negara berkembang. Di wilayah Asia Tenggara proporsi penduduk berumur Iebih dari 60 tahun akan meningkat dari 5 % pada tahun 1950 menjadi 11,25 % pada tahun 2050. Di Indonesia berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 1990-2025 dari Badan Pusat Statistik didapatkan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1992 usia harapan hidup penduduk Indonesia 62,34 tahun dan pada tahun 1997 menjadi 64,25 tahun, sedangkan pada tahun 2002 diperkirakan dapat mencapai usia 68,23 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia lanjut akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005-2010 jumlah usia lanjut diperkirakan sekitar 19 juta jiwa atau 8,5 % dari seluruh jumlah penduduk.

Along with the progress of health care levels and the decrease in the number of births, the number of elderly people will also increase. This situation not only occurs in industrialized countries but also in developing countries. In the Southeast Asian region, the proportion of the population aged 60 years and older will increase from 5% in 1950 to 11.25% in 2050. In Indonesia, based on population projection data for 1990-2025 from the Central Statistics Agency, an increase in life expectancy was obtained. In 1992 the life expectancy of the Indonesian population was 62.34 years and in 1997 it was 64.25 years, while in 2002 it was estimated to reach 68.23 years, thing this shows that the number of elderly population will increase from year to year. In 2005-2010 the number of elderly people was estimated at around 19 million people or 8.5% of the total population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Wijaya
"Anemia adalah masalah yang mempengaruhi seluruh dunia. Namun, sebagian besar negara di dunia tidak memberikan perhatian yang cukup untuk memecahkan masalah ini. Salah satu jenis yang paling umum dari anemia adalah anemia mikrositik hipokromik. Karakteristik dari anemia ini adalah sel-sel kecil dan sel pucat. Sampai sekarang, belum ada studi yang meneliti Proporsi dari anemia mikrositik hipokromik di rumah sakit, khususnya di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam penelitian cross sectional ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui proprosi hipokromik di RS Cipto Mangunkusumo dan korelasinya dengan usia dan jenis kelamin. Studi ini menggunakan data laboratorium pasien rawat jalan di RS Cipto Mangunkusumo pada Maret 2011.
Statistic deskriptif digunakan untuk mengetahu Proporsi dari mikrositik hypokromik anemia. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah adanya hubungan antara mikrositik hypokromik dengan usia dan jenis kelamin ; uji statistik chi-square digunakan untuk menguji hubungan dengan gender dan Mann-Whitney digunakan untuk menguji korelasi dengan usia.
Hasil dari penelitian ini adalah, Proporsi anemia mikrositik di RSCM adalah 8.4% di antara semua populasi sampel dan 14% di antara semua pasien anemia. Ada perbedaan yang signifikan antara usia penderita anemia mikrositik dan pasien anemia non-mikrositik. Perbedaan ini signifikan ditemukan di kedua analisis semua populasi sampel dan di antara pasien anemia saja.
Dari analisis dengan menggunakan uji statistik, jenis kelamin juga secara signifikan mempengaruhi kejadian anemia mikrositik. Lebih perempuan yang menderita anemia mikrositik dibandingkan laki-laki, ketika kami menghitung di antara semua populasi sampel dan populasi anemia saja.

Anemia is a worldwide problem. However, most of the countries did not give a lot attention to solve this problem. One of the most prevalent types of anemia is microcytic hypochromic anemia. This anemia is characterized by small cells and pale cells. Up until now, there is no studies that examine the proportion of microcytic hypochromic anemia in a hospital setting, especially in Indonesia.
Therefore, in this cross sectional study, aims to find out the Proportion of microcytic hypochromic in Cipto Mangunkusumo Hospital and its correlation with age and gender. The study using the laboratory data of outpatients in Cipto Mangunkusumo in March 2011.
To determine the proportion, descriptive statistic was used. Furthermore, to establish the correlation with age and gender statistical test of chi-square was used to test the correlation with gender and chi-square was also used to test the correlation with age.
The result of the study are, The Proportion of microcytic anemia in RSCM is 8.4% among all of the sample population and 14% among all anemic patients. There is a significant difference between age in microcytic anemia patient and non-microcytic anemia patient. This significant difference is found in both analyses of all of sample population and between anemic patients only.
From analysis using statistical test, gender also significantly affects the occurrence of microcytic anemia. There are more female that suffer from microcytic anemia than male, when we calculate it between all sample population and in anemic population only.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Tri Prasetyo
"Anemia adalah masalah kesehatan yang umum terjadi di masyarakat. Anemia normositik-normokromik adalah salah satu jenis anemia yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Anemia jenis ini ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin (Hb) di bawah batas normal tetapi nilai mean cell volume (MCV) dan mean cell hemoglobin (MCH) dalam batas normal. Hingga saat ini, tidak banyak riset yang mempelajari mengenai anemia normositk-normokromik. Sebagian besar dari riset tersebut tidak langsung meneliti mengenai anemia normositik-normokromik melainkan pada penyakit-penyakit yang mendasarinya.
Penelitian ini memiliki desain cross-sectional dan bertujuan untuk mencari proporsi anemia normositik-normokromik pada pasien anemia yang menjalani pengobatan rawat jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin. Data sekunder tentang profil hematologi pasien rawat jalan bulan Maret 2011 diambil dari Laboratory Information System di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Statistik deskriptif digunakan untuk menentukan prevalensi. Signifikansi perbedaan proporsi pada kategori umur yang berbeda pada pasien anemia normostik-normokromik dibandingkan dan diuji dengan uji chi-square, begitu pula dengan perbedaan proporsi pada wanita dan laki-laki juga diuji dengan uji chi-square.
Studi ini menemukan bahwa proporsi pasien anemia normositik-normokromik dibandingkan dengan anemia jenis lain adalah sebesar 48.1%. Kategori umur II (15 - 59 tahun) merupakan kategori umur dengan presentase penderita anemia normositik-normokromik tertinggi (71.8%) dan wanita memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan pria (62.8%) sebagai penderita anemia normositik-normokromik.

Anemia is a serious public health problem. One of the types of anemia based on its morphology is normocytic-normochromic anemia. This anemia usually occurs in individuals with chronic diseases. To date, there are limited studies investigating the prevalence of normocytic-normochromic anemia. Most of these studies investigated the underlying conditions of normocytic-normochromic anemia.
This study is a cross-sectional study that aims to investigate the proportion of normocytic-normochromic anemia among anemic outpatients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo and its association with age and gender by using data from laboratory results of outpatients who had their blood checked at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in March 2011.
Descriptive statistical analysis was performed to determine prevalence. Then, statistical significance was tested with Chi-Square Test for gender and age.
Our result showed that normocytic-normochromic anemia accounts for 48.1% among all anemic outpatients. Age group II had the highest percentage for normocytic-normochromic anemia (71.8%) and female seemed to be more prevalent than male (62.8%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Tri Prasetyowati
"Anemia makrositik merupakan salah satu jenis anemia yang masih sering dijumpai di Indonesia. Namun, masih sedikit penelitian yang membahas tentang prevalensi anemia makrositik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu proporsi anemia makrositik pada pasien rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta dan untuk mengidentifikasi pola penyebaran usia dan jenis kelamin pada kelompok pasien tersebut. Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif cross-sectional dengan menggunakan data sekunder pada pasien rawat inap di RSCM (n=3,688).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi makrositik anemia pada pasien rawat inap di RSCM selama bulan Maret tahun 2011 sebesar 7.2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi anemia makrositik pada populasi rendah. Selain itu, jumlah pria dengan kondisi ini lebih besar dibandingkan dengan wanita. Sebagian besar pasien adalah orang dewasa dengan usia median 47tahun, usia minimal 0 tahun dan usia maksimal 90 tahun.

Macrocytic anemia is one of types of anemia which is common in Indonesia. However, there is a lack of studies that aimed at determining the prevalence of macrocytic anemia. This study is aimed to investigate the proportion ofmacrocytic anemia among patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital. This study uses a cross sectional descriptive study by takingsecondary data of patients at the in-patient ward of Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) (n=3,668).
The result shows that the proportion of macrocytic anemia at the in-patient ward RSCM in March 2011 was 7.2%. It indicates that the proportion of macrocytic anemia is considerably small within the population. In addition, there was difference between the number of males and females that suffered from macrocytic anemia. Male is slightly higher than female in this condition. Furthermore, majority of those affected were adults and the median age was 47 years with the minimum and maximum age of 0 and 90 years, respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resna Nurhantika Sary
"Latar belakang: Pramugari harus memiliki kesehatan yang prima karena memiliki tugas utama menjaga keselamatan penumpang selama penerbangan. Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali mengenai wanita usia produktif dan dapat mengganggu kesehatan.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia.
Metode: Metode yang digunakan adalah potong lintang dan pengambilan sampel dengan metode sampling purposif dan analisa dengan regresi cox. Kriteria anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl.
Hasil: Subjek terdiri dari 185 pramugari penerbangan sipil berusia 18 ? 46 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan. Persentase anemia pada penelitian ini sebesar 28,1%. Faktor risiko dominan terhadap anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia adalah masa kerja > 4 tahun ? 16 tahun (RRa1,51 ;95% CI 0,96 ? 2,37; p 0,073), frekuensi makan daging lebih dari 2 kali seminggu (RR 0,57; 95% CI 0,32 ? 1,03; p 0,064), menstruasi heavyflow (RR 3,45; 95% CI 1,05 ? 3,4; p 0,000) dan jenis penerbangan panjang (RR 1,91; 95% CI 2,36 ? 5,02;p 0,034).
Kesimpulan: Pramugari dengan menstruasi heavyflow dan jenis penerbangan panjang mempunyai risiko lebih besar mengalami anemia.Oleh karena itu perlu penanganan anemia lebih komprehensif pada pramugari yang melibatkan pihak regulator dan operator di Indonesia.

Background: Flight attendants must have good health because their main task is maintaining safety of passengers during the flight. Anemia is one of the health problems that often affects reproductive women and can interfere health. This study was conducted to determine the factors associated with anemia in civilian female flight attendant in Indonesia.
Methode: The method used was cross-sectional with purposive sampling and analysis with cox regresion. Anemia criteria if hemoglobin level less than 12 g/dl.
Result: Subjects consisted of 185 civilian female flight attendants aged 18-46 years who conduct regular health checks at Balai Kesehatan Penerbangan. The percentage of anemia in this study was 28.1%. Dominant risk factor for anemia in civil female flight attendants in Indonesia are working period >4 - 16 years (RR 1.51; 95% CI 0.96- 2.37; p 0.073), frequency of eating red meat more than 2 times a week (RR 0.57; 95% CI 0.32 - 1.03; p 0.064), heavyflow menstruation (RR 3.45; 95% CI 1.05 - 3.4; p 0.000) and long haul flight (RR 1, 91; 95% CI 2.36 - 5.02; p 0.034).
Conclusion: Female flight attendant with heavyflow menstruation and long haul flight have higher risk to anemia. Need more comprehensive treatment of anemia in female flight attendant involving regulators and operators in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Besral
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minum teh terhadap kejadian anemia kurang zat besi pada penduduk usia lanjut (usila). Populasi penelitian ini adalah usila di Kota Bandung dan sampelnya dipilih secara acak sebanyak 132 usila di Kecamatan Cicendo. Metode pengukuran hemoglobin menggunakan Sianmethemoglobin, sedangkan kebiasaan minum teh diukur dengan catatan asupan makanan (food record) 1 x 24 jam selama 7 hari. Analisa data menggunakan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian didapatkan bahwa kejadian anemia pada usila di Kota Bandung adalah 47,7% (95%CI = 39%?56%). Separuh dari responden (49%) mempunyai kebiasaaan selalu minum teh tiap hari (95%CI = 40%?58%). Usila yang selalu minum teh tiap hari mempunyai risiko untuk anemia 92 kali lebih tinggi (95%CI=8?221) dibandingkan usila yang tidak pernah minum teh setelah dikontrol dengan variabel konsumsi lauk dan konsumsi pauk. Apabila kebiasaan minum teh setiap hari dapat dikurangi maka kejadian anemia pada usila dapat diturunkan sebesar 85%, dari 47,7% menjadi 7,3%. Kejadian anemia dapat diturunkan dengan cara mengurangi kebiasaan minum teh atau meningkatkan konsumsi protein, namun mengingat kondisi gigi serta keuangan usila, maka perubahan kebiasaan minum teh merupakan pilihan yang paling bijak untuk menurunkan kejadian anemia.

The Effect of Drinking Tea to the Anemia among Elderly in Bandung. The objective of this study is to know the effect of tea to anemia iron deficiency among elderly people. The study population is the elderly people in Bandung City. The sampling was 132 elderly that were selected randomly in Sub District of Cicendo year 2005. Method of measuring hemoglobin is the sianmethemoglobin and the drinking tea was measured by 1 x 24 hours food record for seven days. The data was analysis using multiple logistic regression.
The results of this study shows that rate of anemia among elderly people in Bandung is 47,7% (95%CI = 39%?56%) and about half of the elderly (49%) drinking tea every day (95%CI = 40%?58%). The elderly who drink tea every day have risk for anemia 92 times higher compared than those who did not drink tea (ORadj = 91.8, 95% CI = 8?221) after controlled for protein intake. If the drinking tea habit among elderly could be changed, the anemia could be reduced by 85% i.e. from 47.7% become 7.3%. In order to decrease anemia, it?s suggested to reduce their drinking tea habit or increase their protein intake. However, due to lack of their teeth?s functioning and low of their economic status, reducing their drinking tea habit is the best choice to decrease anemia among elderly."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Akademi Perawat Depkes ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Al Munar Munir
"ABSTRAK
Angka kejadian anemia defisiensi besi yang tinggi di Indonesia.
Soetejo dan Samsudin (1976) yang melakukan penelitian terhadap
penderita yang berobat jalan di Poliklinik Anak RSCM/FKUI, menemukan prevalensi anemia pada bayi dengan gizi baik sebesar 76,3% gizi kurang sebesar
79,4% dan gizi buruk sebesar 100 %. Pada golongan usia prasekolah,
prevalensi anemia pada gizi baik sebesar 68,9%, gizi kurang sebesar
76,8% dan gizi buruk sebesar 90,0%. Untuk golongan usia sekolah,
prevalensi sebesar 46,6% pada gizi baik dan 57,5 % pada gizi kurang.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi beberapa perubahan-perubahan
elektrokardiografi, radiologis, fonokardiografi dan ekokardiografi serta
mencari hubungan keempat hasil pemeriksaan pada anak-anak yang men-
derita anemia defisiensi besi.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Kwatrin
"ABSTRAK
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah lebih rendah
dari nilai normal untuk kelompok umur dan jenis kelamin yang sama. Anemia masih
merupakan salah satu masalah lcesehatan rnasyarakat, tcrmasuk anemia di kelompok
remaja. Selain berdampak terhadap fungsi kognitif dan memori, juga menumnkan
kapasitas kerja, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi sekolah. Dan jika
seorang remaja putri anemia harnil, resiko perdarahan maupun berat bayi lahir rendah
akan meningkat, karena kcbutuhan zat bcsi mereka meningkat sclain untuk kehamilan,
juga untuk penumbuhan. Sun/ci Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 prevalensi
anemia rcmaja putri masih sangat tinggi yaitu 5l,7%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui falnor-thlctor yang berhubungan
dengan anemia pada siswi SMUN Bayah. Penelitian ini merupakan studi analisis yang
menggunakan data primer, dengan disain penelitian crossecrional. Data diperolch
dengan cara pemeriksaan hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin
menggunakan alat HemoCue, pembuatan slide darah tebal malaria dengan pewamaan
giemsa, wawancara dengan kuesioner, fonnulir food recall, FFQ, serta angket untuk
orang tua. Penelitian ini ailakukan pada siswi SMUN Bayah Ifabupaten Lebak propinsi
Banten dengan jumlnh sampel 98 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian anemia cukup tinggi, yaitu
46,9%. Faktor yang berhubungan secara bermakna dengan anemia adalah asupan
energi, protein, zat besi, vitamin C, kebiasaan makan bahan makanan penghambat absorbsi zat besi, dan pendapatan lzeluarga. Faktor Iain yaitu kebiasaan makan bahan
makanan peningkat absorbsi zat br:si ?jarang?, pola mensrruasi (jumlah darah ?tidak
normal?, frekuensi perdarahan ?teratur? dan lama perdarahan yang ?tidak normal?),
status malaria 'positif', serta pendidikan ibu ?rendah? cenderung lebih tinggi
proporsinya pada siswi dengan anemia, walaupun secara statistik tidak bermakna I-lasil
analisis multivariat menunjukkan 4 faktor (empat) berhubungan secara bermakna
dengan anemia, yaitu asupan energi, protein, kebiasaan makan bahan makanan
penghambat absorbsi zat besi, dan pendapatan keluarga. Faktor yang paling dominan
bcrlmubungan dengan anemia adalah asupan encrgi.
Dari hasil penelitian disarankan kcpada pihak sekolah dan Dinas Kesehatan
untuk melakukan melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan anemia
melalui kegiatan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), dengan memberikan materi
pendidikan kesehatan dan gizi scimbang, pemberian tablet tambah darah bagi siswi haid
dan anemia, pemeriksaan I-Ib dan malaria sccara berkala. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan dengan bekerja sama antara sekolah dengan orang tua murid, OSIS,
Puskesmas Bayah/ Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak.
Perlu dilakukan penelitian dengan ruang lingkup lebih luas untuk mengetahui
besamya masalah anemia dan faktor lain yang berperan terhadap kejadian anemia di
kabupaten Lebak, khususnya pada remaja putri, agar tercipta sumber daya manusia
yang berkualitas.

ABSTRACT
Anemia is a condition in which the hemoglobin level in blood lower than nonnal
standard value for the same gender and age group. Yet anemia is still one of health
society concern, including anemia on adolescent group. ln spite of impaired cognitive
functioning and memory, it also affecting work capacity, reduce concentration and
school performance. And if an adolescent girl get pregnance, both bleeding and and low
birth weight risk shall be increased. since the need of iron increased not only for the
pregnancy but also the growth. The household health survey (SKRT) conducted in 1995
showed anemia prevalence among adolescent girls is still high about 5 l ,'/%.
The aim of this study was to find out several factors related to anemia on adolescents
schoolgirls at SMUN Bayah. This study was analyzed primary data, using crossectional
design. Data were prepared by checking hemoglobin concentration with
cyanmethemoglobine method using I-lemoCue kit, giemsa-stained finger-prick blood
sample smeared for malaria, interview with questionnaire, food recall form, FFQ, and
special form for the parents. Research conducted on SMUN Bayah, Lebak District,
Banten Province with a sample size 98 adolescent schoolgirls.
The results indicate that anemia was still high, about 46,9%. Factors that significantly
related to anemia were energy, protein, iron, and vitamin C intake, the habit of
consumption of inhibitor factor of iron absorption, and household income.. Other
factors such as low consumption of enhancer factor of iron absorption ?rarely?,
menstruation pattem (?abnom1a1? blood volume, ?regular? bleeding frequency, and abnorma|? bleeding duration), ?positive? malaria status, and ?low? education level of
mothers tend to the high level proportion on adolescent schoolgirl with anemia,
although statistically it was not significant. The results of multivariate analysis indieate4
(four) factors related significantly to anemia, those were energy and protein intake, the
habit of consumption ol' inhibitor ol' iron absorption, and household income. The
dominant factor related to anemia was energy intake.
In accordance with the results of study, the author suggest to school and health
authority to conduct the preventive and curative program against anemia by UKS
(school health activities), providing health education and balanced nutrition, giving iron
supplementation to menstruation and anemia schoolgirls, checking Hemoglobin and
malaria regularly. These activities can be carried up by maldng a teamwork with BP3
organization, OSIS, Bayah Public Health Center/Health Division of Lebak District,
It needed more widely study to find out the problem of anemia and other factors
involved signilicantly to anemia in Lebak, especially adolescent girls in order to make
the human resource performantly qualified.

"
2007
T34270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Priyo Hastono
"ABSTRAK
Kualitas hidup dan produktivitas kerja akan tercapai dengan baik/optimal bilamana tubuh dalam kondisi sehat. Sementara itu kondisi tubuh sehat sangat erat kaitannya dengan kecukupan gizinya. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada anak sekolah kejadian anemia masih menunjukkan angka yang tinggi. Dari data tersebut nampaknya kejadian anemia pada anak sekolah perlu mendapat perhatian yang serius baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia melalui pemodelan Regresi Logistik.
Subjek penelitian adalah anak sekolah dasar yang tinggal di Lampung dengan diambil sampel secara random. Penelitian ini menganalisis dari data sekunder penelitian Pengaruh pemberian tablet besi satu kali seminggu terhadap status I-lb dan status besi pada anak sekolah penerima PMT-AS di Propinsi Lampung tahun 1998.
Hasil pemodelan dengan regesi logistik didapatkan variabel yang masuk dalam kandidat model adalah hanya variabel jenis kelamin. Hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang paling berhubungan dengan kejadian anemia adalah variabel jenis kelamin. Perempuan mempunyai risiko menderita anemia lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Variabel pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi, dan konsumsi energi tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian anemia."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>