Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofyan Nugroho
"Tesis ini adalah tentang Penjagaan Keteraturan Sosial di Kawasan Simpang Lima oleh Satuan Samapta Polwiltabes Semarang. Perhatian utama tesis ini adalah: Corak Kegiatan Satuan Samapta Polwiltabes Semarang dan petugas Satuan Polisi Pamong Praia Pemkot Semarang dalam menjaga keteraturan sosial. Corak kegiatan tersebut meliputi kegiatan pengaturan penjagaan, pengawalan, patroli, penertiban terhadap pedagang kaki lima serta penertiban terhadap pelacur jalanan.
Tesis ini untuk menunjukkan bahwa keteraturan sosial di Kawasan Simpang Lima dapat berjalan dengan baik karena adanya kepedulian dari masyarakat yang terdiri dari pedagang kaki lima yang membentuk paguyuban, preman, serta pecan dari aparat yang terdiri dari satuan Samapta Polwiltabes Semarang, Babinkamtibmas, Babinsa, Satpol PP Pemkot Semarang, kecamatan dan kelurahan, dan dalam mewujudkan keamanan dipungut uang keamanan terhadap para pedagang kaki lima.
Masalah Penelitian dalam tesis ini adalah penjagaan keteraturan sosial di kawasan Simpang Lima oleh Satuan Samapta Polwiltabes Semarang. Sedangkan pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah bagairnana Satuan Samapta Polwiltabes Semarang dalam menjaga keteraturan sosial dan para PKL dan pelacur jalanan masih menjalankan kegiatannya?
Dalam tesis ini penjagaan keteraturan sosial yang dilakukan oleh satuan Samapta Polwiltabes Semarang berupa kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, kegiatan penertiban terhadap pedagang kaki lima maupun penertiban terhadap pelacur jalanan. Olen sebab itu saya menggunakan metodologi etnografi, yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan, dan wawancara dengan pedoman untuk mengungkapkan kegiatan dalam melakulcan kegiatan tersebut di atas.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa PKL di kawasan Simpang Lima telah membentuk suatu paguyuban, dimana dalam paguyuban tersebut masing-masing PKL bersepakat untuk bersama-sama dalam menjaga keamanan. Para PKL juga berhubungan dengan patron yang bertujuan untuk meminta perlindungan dari penertiban yang dilakukan aparat; di samping itu para PKL menjalin hubungan dengan aparat, preman maupun memberdayakan PKL sendiri dalam menjaga keamanan di wilayahnya. Para PKL dalam kegiatan berdagang telah dipungut uang keamanan oleh Babinkamtibmas, Preman, Babinsa, dan PKL sendiri sebagai bentuk partisipasi dalam mewujudkan keamanan. Sedangkan peran satuan Samapta Polwiltabes Semarang dalam menjaga keteraturan sosial disini dengan cara melakukan kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, Patroli maupun dengan melakukan kegiatan penertiban terhadap PKL dan pelacur jalanan.
Implikasi dari tesis ini adalah, perlunya penjagaan keteraturan sosiai di Kawasan Simpang Lima dengan melakukan kegiatan pemolisian masyarakat yang dilakukan oleh anggota Polri yang bertugas di situ secara baik."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Maulana Mugiraharjo
"ABSTRAK
Sebelum era BPJS, penyelenggaraan program jaminan sosial dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BUMN tidak sesuai dengan prinsip jaminan sosial. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana pelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mendeterminasi pelembagaan BPJS. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan konsep new institutionalism dan variannya, yaitu historical institutionalism. Hasil analisis menunjukkan beberapa kebijakan, yaitu amandemen UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004, menjadi legacy path dalam pelembagaan BPJS. Kepentingan Pemerintah untuk mempertahankan model BUMN bertemu dengan kepentingan DPR untuk menyelenggarakan program jaminan sosial secara terpadu dengan menggunakan model badan hukum publik membentuk model pelembagaan conversion.

ABSTRACT
Social security was held by State Own Entreprise (SOE), were PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes. The implementation of social security had changed after Social Security Law Number 40/2004 released. Social security law mandate to create Social Security Agency (BPJS). This research is aimed to explain and analyze how Social Security Agency was institutionalized and what factors were determined behind the institutionalization. Researscher used qualitative method with New Institutionalism concept, and its variation, historical institutionalism as a frame in explaining the research questions. The result shows some policies became the legacy path in Social Security Agency institutionalization. Those policies are: The Amendment of Constitution 1945 Law, and Social Security Law Number 40/2004."
2015
S61158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Estiana Rusmawati
"Rendahnya kehananan pangan masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan, baik pada tingkat global maupun nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, berbagai studi menunjukkan hubungan penting modal sosial terhadap Ketahanan pangan. Namun, studi tersebut di Indonesia masih belum komprehensif karena hanya mencakup provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan kelurahan/desa tertentu. Untuk itu, penelitian ini berkontrubusi dengan menggunakan sample yang lebih komprehensif, yaitu meliputi 68.304 rumah tangga sampel Susenas BPS 2018. Hasil pengujian menggunakan estimasi Two-Stage Least Square menunjukkan bahwa modal sosial bonding maupun bridging berkorelasi signifikan terhadap Ketahanan pangan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menunjukkan bahwa korelasi modal sosial bridging lebih kuat dibandingkan dengan bonding. Penjelasan atas hal tersebut adalah terkait dengan karakteristik dari setiap modal sosial tersebut. Modal sosial bonding merupakan interaksi diantara masyarakat yang homogen sedangkan modal sosial bridging heterogen. Sebagai akibatnya, interaksi dalam modal sosial bridging dapat memfasilitasi berbagai informasi maupun sumber daya dari dari anggota yang berasal dari golongan ekonomi yang lebih tinggi kepada anggota yang lain. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini merekomendasikan perbaikan terhadap program-progam pemerintah dalam rangka perbaikan ketahanan pangan rumah tangga dengan melibatkan peran modal sosial bridging.

Food security is still one of the unresolved global and national issues. Various studies conducted in this field have confirmed the crucial influence of social capital on food security. Nevertheless, these studies were still not thorough enough in Indonesia since these studies only covered households in a particular area, such as a province, district, subdistrict, or even a village. Accordingly, this study contributes to the existing literature by employing a more comprehensive sample consisting of 68,304 households obtained from Statistic Indonesia’s Susenas 2018. Based on the Two-Stage Least Square regression test, this study suggests that social capital bonding and bridging statistically correlate to food security. Furthermore, this study shows that bridging social capital has a more substantial influence on food security. An explanation for this situation is related to each social capital’s nature. Bonding social capital involves social interactions among people with a homogenous background. Conversely, bridging social capital covers the interaction of people from various backgrounds. In other words, people actively engaged in bridging social capital might earn benefits from a higher-level economy member or transfer knowledge from people across the various community. Therefore, based on this evidence, this study recommends enhancing the existing government programs to address household food security issues by involving bridging social capital"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latif
"Dalam jangka panjang akan sangat riskan dan berbahaya apabila sistem perekonomian nasional sangat tergantung pada hutang luar negeri. Karena itu, diperlukan langkah-langkah inovatif dalam membangun sumber pembiayaan domestik yang dapat diandalkan dalam menunjang perekonomian nasional.
Dengan sistem kepesertaan yang bersifat wajib, terbuka dan beragam (compulsory, open and multiple coverage) serta bagian dari penegakan human rights, maka secara alamiah program jaminan sosial tenaga kerja akan mempunyai potensi yang sangat besar untuk meraih kepesertaan yang besar, penerimaan iuran dan akumulasi dana investasi.
Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, ternyata program jaminan sosial tenaga kerja tidak hanya dapat diandalkan sebagai perlindungan bagi tenaga kerja melainkan juga sebagai penunjang perekonomian nasional dan pilar penyelamat dari turbulensi ekonomi. Bahkan di negara-negara welfare states program jaminan sosialnya terintegrasi dalam kebijakan fiskal.
Bahwa dengan kondisi yang ada saat ini, dengan menggunakan metade time series kuadrat terkecil berdasarkan data historis selarna 24 tahun, diperkirakan program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia akan berkembang sangat datar dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, sehingga diperlukan reformasi dalam penyelenggaraaan Jamsostek sehingga badan penyelenggara program Jamsostek lebih legitimate dan otoritatif.
Reforrnasi dalam penyelenggaraan Jamsostek harus mencakup empat hal, yaitu adanya kontrol tripartit, law enforcement yang melekat pada Badan Penyelenggara Peningkatan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengelolaan oleh Badan Nirlaba."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Halifa Putri
"Sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan sosial, Indonesia membuat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan kesehatan ini berprinsipkan pada kemudahan akses dan pembagian kesempatan yang merata, untuk itu pemerintah melakukan persiapan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini mencoba mencari akar dari permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pelakaksanaan persiapan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis naratif, untuk melihat secara keseluruhan permasalahan yang terjadi. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa akar permasalahan dalam peneydiaan fasyankes terletak pada belum samanya persepsi antar stakeholders dan menyebabkan system tata pelaksanaannya yang masih belum jelas.

As an effort to improve the social welfare, Indonesia made a new system called Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) in form of Universal Health Coverage. The health insurance based on principles ease of access and equitable distribution of opportunities. The purpose of this studies is to find out the root problem of the fasyankes supply during SJSN preparation time by using qualitatives approach to see things widely and to seek the main problems. This study found that the root problem lies in stakeholders perception that causes the ucertainty of the implementation system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S53782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T Mas Turi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang implementasi penegakan hukum dalam rangka penjagaan keamanan laut yang dilaksanakan oleh Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut dihadapkan dengan banyaknya potensi ancaman keamanan dan adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan di laut yang melahirkan banyak instansi dengan kewenangan yang sama. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan preskriptif dengan pendekatan kualitatif. Nara Sumber adalah pejabat dan prajurit Satuan Patroli Satrol Lantamal III. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara mendalam, observasi dan studi literatur. Ada beberapa instansi penegak hukum di laut yang mempunyai kewenangan hampir sama dan masing masing mempunyai payung hukum dan Satgas Patroli kapal seperti TNI Angkatan Laut, Polairud, Bea Cukai, Bakamla, KPLP dan KKP. Dalam melaksanakan kegiatan penegakan hukum oleh Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut tidak terlepas dari adanya kendala yang ada dalam intern maupun ektern. Diperlukan upaya-upaya seperti optimalisasi peran Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut melalui perbaikan sarana prasarana, meningkatkan kualitas SDM dan peningkatan anggaran. Ada upaya yang dapat dilakukan seperti meningkatkan koordinasi antar instansi penegak hukum di laut, harmonisasi hukum dan pembentukan Coast Guard.

ABSTRACT
This research aims to analyze the implementation of the rule of law in order to safeguard maritime security implemented by Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut are faced multitude potential security threats and the existence of overlapping regulations in the sea which gave birth to many agencies with the authority of the same. In this study the author uses deskriptif and preskriptif analysis with kualitatif approach. A resource person is officials and soldiers of Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut. Data capture technique used is to do in depth interview, obervations and study of litarature. There are a few instances of law enforcement on the sea that has almost the same authority and each have a legal umbrella and task force patrol ships such as the TNI Angkatan Laut, Polairud, KPLP, Bea Cukai, Bakamla and KKP. In carrying out law enforcement activities by the Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut is inseparable from the existence of the obstacles that exist in the intern or ektern. Such efforts are necessary to optimize the role of Satuan Patroli Satrol Lantamal III TNI Angkatan Laut through improvementes to infrastructure, improve the quality of human resources and the increase in the budget. There have been attempts to do such as improve coordination between law enforcment agencies in the sea, harmonization of law and the establishment of the Coast Guard."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahwani Pandra Arsyad
"Penelitian ini beranjak dari menjamurnya keberadaaan Badan Usaha Jasa Pengamanan dan Penyelamatan (BUJPP) semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan KAPOLR1 No. Poi: Skep111381X1 1999 pada tanggal 5 Oktober 1999. Surat Keputusan ini beranjak dari kondisi riil keterbatasan POLRI dalam menyelenggarakan tugas utamanya sebagai pelindung dan pelayan Masyarakat. Oleh karenanya, kehadiran BUJPP ini diharapkan mampu mendukung penyelenggaraan fungsi kepoiisian yang semakin kompleks sejalan dengan perkembangan masyarakat.
Maraknya Perusahaan Jasa Pengamanan yang dulu sempat dilarang ini, membawa konsekuensi logis pada sebuah pertanyaan tentang profesionalisme dalam pelaksanaan tugasnya. Dikuatirkan, keberadaan BUJPP ini, bukannya membantu penyelenggaraan tugas POLRI dengan harapan tingkat profesionalisme yang tinggi, malah menghasilkan problem baru karena tidak profesional.
Karena tertarik dengan kondisi tersebut, penulis mencoba melakukan studi pada penyelenggaraan pengamanan oleh BUJPP. Untuk itu penulis mengambil studi kasus Pengamanan Gedung Menara Imperium oleh PT Nawakara Perkasa Nusantara melalui Security System (55-911), Sebagai salah satu perusahaan jasa pengamanan, PT. Nawakara Perkasa Nusantara, juga diharapkan mampu menjalankan penyelenggaraan pengamanan wilayah sehingga membantu fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Satpam SS-911 mewujudkan pola-pola keteraturan dalam penyelenggaraan sistem pengamanan gedung Menara Imperium dengan memperhatikan standar-standar pengamanan gedung bertingkat yang ada dan berlaku sehingga mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Penulis akan mengamati kasus ini dengan memakai hipotesis kerja sebagai berikut: Pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 akan mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pengamanan swakarsa Menara Imperium berlangsung secara akomodatif sehingga berhasil mewujudkan keamanan di Gedung Menara imperium. Namun sebaliknya jika pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 malah memberatkan penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pamswakarsa Menara Imperium tidak berlangsung secara akomodatif sehingga gagal mewujudkan keamanan di Gedung Menara Imperium.
Sebagai alat analisis masalah, penulis memakai kerangka berfikir yang mengkombinasikan perspektif administrasi dan antropologi. Perspektif administrasi membantu penulis untuk dapat memahami prosedur kerja, hubungan antar institusi serta mekanisme-mekanisme relasi organisasi. Sedangkan perspektif antropologi melalui metode etnografi sangat membantu memahami masalah ini Iebih mendalam dalam jenjang hubungan antar personal dan melihat proses yang terjadi dalam kerangka menciptakan keteraturan sosial agar mampu menunjang proses penyelenggaraan pengamanan gedung.
Penelitian ini, secara substansif, merupakan penelitian kualitatif. Namun demikian, ada beberapa data untuk mengetahui sikap dan pendapat 3 unsur utama pengamanan gedung: satpam, karyawan atau tamu/pengunjung, serta tenant yang diliput dengan kuesioner. Analisis kuantitatif ini hanyalah menjadi penunjang penelitian kualitatif. Untuk menghimpun data mengenai perilaku manajemen dan tindakan personil yang terlibat digunakan metode observasi dan wawancara tidak berstruktur.
Temuan utama penelitian yang terkait dengan permasalahan penelitian adalah ditemukannya fakta bahwa usaha Satuan Pengamanan S5-911 untuk menciptakan pola-pola keteraturan demi menunjang fungsi Polri belum berjalan baik. Masih banyak kendala di lapangan yang menghambat proses tersebut karena interaksi antara komponen-komponen yang terkait untuk menciptakan kondisi keamanan belum berjalan akomodatif. Hal itu dibuktikan dengan masih adanya tindak kejahatan yang terjadi di wilayah pamswakarsa Gedung Menara Imperium.
Banyak faktor yang menghambat terciptanya pola-pola keteraturan yang ideal. Sebagai subkontraktor yang bekerja sesuai kontrak, relasi yang dibangun antara PT Nawakara dengan Manajemen PPMI belum berjalan baik. Proses penciptaan pola keteraturan juga terhambat oleh lemahnya perhatian pihak PPMI dalam masalah pengamanan yang berdampak pada minimnya sarana dan prasarana penunjang pengamanan gedung, khususnya masalah dana pengamanan dan peralatan pengamanan.
Imbas dari kondisi struktural manajerial tersebut adalah lemahnya dukungan terhadap personil S5-911 yang bertugas mengimplementasikan visi dan misi perusahaan berdasarkan kontrak kerja.
Hal lain yang juga mengganggu adalah kenyataan keterbatasan kemampuan (skill) personal yang dimiliki oleh para personil SS-911, Kondisi wilayah pam swakarsa yang sangat modern, teratur dan ekslusif ini, gagal diakomodasi oleh Satpam SS-911 yang rata-rata berpendidikan rendah. Akibatnya, mereka melaksanakan proses pengamanan dengan lebih menonjolkan aspek fisik (security) saja, sampai terkesan melupakan aspek human relation, aspek Safety (kenyamanan) yang sangat dituntut dalam wilayah pengamanan swakarsa yang demikian modern. Banyak satpam masih terkungkung dalam perspektif pengamanan fisik, seperti yang dilakukan di pabrik-pabrik, hingga terasa janggal untuk diterapkan di Gedung Menara Imperium. Akibatnya, mereka yang dulunya sangat dihormati di wilayah pam swakarsa pabrik, mengalami gejala anomi karena kemerosotan wibawa (post-power syndroms). Mereka juga seringkali kurang berhasil untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan komponen lain yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pengamanan.
Implikasi dari temuan ini adalah perlunya pembenahan manajemen dan skill individu yang Iebih baik dari sudut pandang BUJPP. Mereka harus mau mengutamakan profesionalisme ketimbang prestige. Kesadaran untuk bekerja sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang harus dikedepankan ketimbang mengambil sebuah tawaran yang hanya memberatkan posisi mereka karena lemahnya daya dukung dari mitra kerjasama. Pihak Polri pun sebaiknya tidak sekedar memberikan izin penciptaan BUJPP. Mereka harus terlibat aktif untuk membantu mengembangkan kemampuan BUJPP melalui pelatihan yang berjenjang dan komprehensif."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Ulfa, Author
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran moderasi leader autonomy support terhadap hubungan cognitive flexibility dan calling melalui mediasi job crafting. Penelitian ini mengambil data dengan menyebarkan survei online pada karyawan yang telah bekerja minimal satu tahun di Perusahaan X. Melalui teknik convenience sampling diperoleh karyawan sebanyak 140 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisa data moderation model (PROCESS model 14) dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leader autonomy support memoderasi hubungan tidak langsung antara cognitive flexibility terhadap calling melalui job crafting. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan antara cognitive flexibility, job crafting, leader autonomy support, dan calling dengan menggunakan perspektif career construction theory. Perusahaan diharapkan untuk lebih memahami faktor individu dan situasi dalam penemuan calling karyawan. Selain itu, dalam proses penemuan calling, atasan memiliki peran penting dalam memberikan dukungan pada job crafting yang dilakukan karyawan.

This study aims to examine the moderating role of leader autonomy support in the indirect relationship between cognitive flexibility and calling through job crafting. Data were collected through an online survey from employees who have been working at a private company for a minimum of one year. Using a convenience sampling method, data were collected from a total of 140 respondents. Data were analyzed in SPSS using a moderated mediation model (Hayes, 2013). Results indicated that leader autonomy support moderated the indirect association between cognitive flexibility and calling via job crafting. This study illustrates the complex relationship between cognitive flexibility, job crafting, and leader autonomy support as the antecedents of calling by drawing on career construction theory. Companies are expected to put more effort into understanding the role of individual and situational factors in their employees’ journey toward finding a calling. Specifically, leaders’ support for employees’ job crafting should be strengthened to facilitate employees in discerning their work as a calling."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>