Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dalimunthe, Katris Lamira Abadi
"Pada tahap dewasa muda, rnenurut Havighurst (dalam Turner & Helms, 1995), salah satu tugas perkembangan individu yang harus dipenuhi adalah memperoleh keintiman melalui pemikahan. Melalui pemikahan terdapat persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ke-tiga yang bare (Santrock, 2002). Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, sebenamya ia telah masuk ke dalam lingkungan barn dengan pola aturan dan kebiasaan yang .kemungkinan berbeda dart dirinya. Kebutuhan untuk menyesuaikan dirt semakin besar ketika setelah menikah pasangan berencana untuk linggal bersama mertua. Berdasarkan penelitian Duvall (dalam Phelan, 1979), ditemukan bahwa mertua perempuan lebih sering terlibat masalah dengan mertua perempuan karena peran gender yang menuntut pada hubungan interpersonal yang dekat dengan keluarga. Perempuan juga cenderung menghadapi masalahnya dengan berusaha mengelola emosi yang ditimbulkan akibat permasalahan tersebut Kandisi ini tentunya akan berpotensi menimbulkan masalah dan juga mempengaruhi hubungan atau interaksi apabila terjadi antara dua individu yang berjenis kelamin perempuan. Mereka akan berusaha menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara yang mengedepankan emosi. Oleh karenanya tinggal seatap bersama mertua tidak selalu perkara yang mudah dan kerap kali memicu konflik dalam rumah tangga keluarga. Jika is merasa bahwa tuntutan yang ditujukan padanya melebihi kemampuan yang dimiliki, maka tingkat stres yang dirasakan pun akan meningkat. Untuk mengatasinya, Taylor berpendapat bahwa cara individu berespon terhadap stres berbeda-beda. Menurut Carver, Scheier dan Weintraub (1989), terdapat tiga strategi yang bisa dilakukan individu dalam menghadapi sires, yaitu: problem focused coping, emotion focused coping dan maladaptive coping. Salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam pemilihan strategi coping, yaitu: dukungan sosial. Sarafino (1994) menjelaskan arti penting dukungan sosial dalam membantu individu mengatasi styes. Menurut Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1989), perkawinan dalam keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Begitu halnya suami sebagai orang terdekat bagi pasangan merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang memiliki peran besar dalam membantu istri mengatasi stres dengan mertua dan membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara menantu dan mertua.
Dalam penelitian ini yang altar digali adalah sumber stres, strategi coping yang digunakan seat mengalami masalah dengan ibu mertua mertua dan ketersediaan dukungan suami yang diberikan pada subyek dalam mengatasi sumber sues. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengambilan sampel wawancara dan observasi. Subyek penelitian ini ada tiga orang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa instrumen penelilian yaitu alai perekam dan pedoman wawancara.
Dari data yang didapat serta berdasarkan basil analisis dapat terliaht bahwa sum ber sires utama yang dihadapi ketiga subyek adalah masalah berkaitan dengan dominansi ibu mertua terhadap urusan rumah langga mereka dan pandangan ibu mereka yang masih konservatif. Umumnya subyek memilih strategi problem focused coping yaitu active coping dimana subyek secara asertif menyuarakan pendapat pada mertua jika terjadi perbedaan pendapat. Dukungan suami yang diberikan pada istri untuk mengatasi sumber stres yang ditemukan pada semua subyek adalah dukungan emosi berupa mendengarkan keluh kesah subyek dan menghibur subyek saat dalam keadaan sedih."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanesthi Hardini
"Saat ini perempuan berjilbab bukan merupakan hal yang aneh lagi. Padahal sekitar tahun 1980-an, banyak kejadian tidak menyenangkan yang menimpa para perempuan berjilbab, misalnya tekanan dari pihak sekolah yang melarang para sisiwi muslim untuk berjilbab, isu-isu yang tidak benar tentang perempuan berjilbab atau juga teror yang ditujukan pada mereka. Selain itu ada juga para perempuan berjilbab yang mendapat tekanan dari orang tuanya berupa larangan untuk berjilbab. Larangan in diwujudkan dalam berbagai pedakuan dengan tujuan agar anak perempuannya itu tidak lagi berjilbab.
Pedakuan-pedakuan tidak menyenangkan sebagai bentuk dad larangan bisa Hiniki oleh perempuan berjilbab tersebut sebagai hal yang menekan atau mengancam keberadaannya. Penilaian atas keadaan ini bisa menimbulkan stres, terutama bila perempuan tersebut tidak memJliki kemampuan dan dukungan untuk mengatasi hal ini (Sarafino, 1994). Munculnya frustrasi dan konflik akibat adanya larangan orang tua merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan stres (Lazarus, 1969). Perlakuan orang tua yang kemungkinan besar berubah juga merupakan hal yang potensial menyebabkan stres, apalagi bila hal ini bedangsung dalam jangka waktu yang cukup lama (Mirowsky dan Ross, 1989).
Untuk dapat memahami stres ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan yang berorientasi stimulus, pendekatan yang berorientasi respon, dan yang ketiga adalah pendekatan transaksionaL Pendekatan transaksional memandang stres sebagai basil interaksi antara individu dan lingkungan, sehingga dalam proses ini individu merupakan pihak yang aktif yang dapat mempengaruhi akibat dari stres melalui strategi-strategi tingkah laku, kognitif maupun emosi (Sarafino, 1994).
Interaksi antara individu dan lingkungannya menimbulkan penilaian kognitif yang dilakukan individu untuk mengevaluasi situasi atau tuntutan yang potensial menyebabkan stres. Selain menilai situasi yang potensial menyebabkan stres, penilaian ini juga mengevaluasi sumber-sumber yang dimilikinya untuk mengatasi tuntutan tersebut (Lazarus dan Folkman, dalam Johnson, 1986). Perbedaan individual yang memperngaruhi proses penilaian kognitif ini menyebabkan perbedaan dalam mengevaluasi stces dan sumber-sumber yang dimilikinya untuk mengatasi stres tersebut.
Betdasatkan uraian di atas, akan diteliti lebih lanjut bagatmana proses stres yang oleh perempuan berjilbab yang pemah mendapat larangan dari orang tua untuk berjilbab serta perilaku coping apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalab tersebut.
Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif, karena dengan pendekatan ini akan didapatkan pemahaman yang mendalam atas suatu fenomena (Poerwandari, 1998). Selain itu karena masalah yang akan diungkap merupakan masalab yang unik dan sensitif, maka pendekatan kuabtatif merupakan pendekatan yang sesuai (Patton, dalam Perwandari, 1998). Subyek penebtian berjumlab empat orang dan pengambilan sampel akan dilakukan secara purposif. Pengambilan data akan Hilalcnkan dengan metode wawancara mendalam.
Dari basil wawancara dapat disimpulkan babwa tiga orang subyek sudab mengalami stres pada masa sebelum berjilbab dan terus berlanjut sampai mereka sudab berjilbab (pada masa pelarangan). Sedangkan satu orang subyek yang lain baru mengalami stres setelab berjilbab (pada masa pelarangan). Tuntutan-tuntutan yang dibadapi pada masa sebelum berjilbab adalab tuntutan internal, berupa keingman yang kuat untuk berjilbab; dan tuntutan ekstemal, berupa larangan dari orang tua untuk berjilbab. Sumber-sumber stres yang ditemui adalab terjadinya konflik internal, konflik ekstemal, dan anggapan orang tua yang negatif tentang perempuan berjilbab.
Reaksi-reaksi yang muncul pada masa ini adalab sedib dan kecewa, dan timbul keragu-raguan, dan bingung karena ada konflik internal. Adapun strategi coping yang banyak dipakai pada masa ini adalab prohkm-focused coping^ yaitu active coping dan seeking social support for instrumental reasons strategi emotional-focused coping juga dilakukan, yaitu seeking social srtpportfor emotional reasotr, ada pula subyek yang melakukan strategi coping maladaptif, yaitu mental disengagement. Pada masa pelarangan, tuntutan utama yang barus dibadapi oleb keempat subyek adalab ketidaksetujuan orang tua atas kepututsan mereka untuk berjilbab.
Dari tuntutan ini sumber-sumber stres yang ditemiai adalab perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan pada subyek, dan anggapan orang tua yang negatif terbadap perempuan berjilbab. Reaksi-reaksi yang muncul adalab rasa sedib, malas pulang ke rumab, kecewa dan kesepian. Strategi coping yang HilaVukan adalab prohkm-focused coping^ yaitu active coping dan seeking social stppori for instrumental reason^ strategi emotion-focused coping yang dilakukan bersamaan dengan prohkm-focused coping adalab turning to religion, seeking social support for emotional reason, denial, acceptance, dan beberapa perilaku coping unik dari masing-masing subyek.
Untuk penebtian selanjutnya disarankan imtuk menggab masalab ini dari sudut pandang orang tua yang peraab melarang anaknya untuk berjilbab, jadi tidak banya dari sudut pandang perempuan berjilbab yang mempunyai masalah ini saja, sehingga basilnya akan lebih kaya dan komprebensif. Ada baiknya juga bUa dalam penebtian lanjutan dimasukkan teori-teori perkembangan, terutama yang berbubungan dengan psikologi keluarga, sebingga bisa digab dinamika bubungan orang tua dan anak ketika keluarga tersebut sedang mengalami masalab ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alula Aurelia Alfediar
"enelitian ini bertujuan untuk melihat peran Supportive Dyadic Coping sebagai moderator dalam hubungan stres eksternal dan stres internal pada pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun di Indonesia. Diketahui tingkat perceraian di Indonesia meningkat. Hal ini dikarenakan pasangan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap satu sama lain, terutama pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun yang membutuhkan banyak penyesuaian. Penelitian dilaksanakan pada 128 partisipan WNI yang berusia minimal 20 tahun yang sudah menikah dengan memiliki usia pernikahan 1-5 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire for Couple Dyadic Coping Inventory (DCI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal serta adanya efek moderasi supportive dyadic coping (SDC) terhadap hubungan stres eksternal dan stres internal. Implikasi penelitian ini adalah dapat menjadi acuan bagi konselor pernikahan/psikolog agar dapat menggunakan strategi supportive dyadic coping (SDC) sebagai strategi dyadic coping yang paling sesuai dengan kriteria partisipan yaitu pasangan yang sudah menikah dengan usia pernikahan 1-5 tahun di Indonesia dalam mengatasi stres eksternal dan stres internal.

This study aims to examine the role of Supportive Dyadic Coping as a moderator in the relationship between external stress and internal stress in couples with 1-5 years of marriage in Indonesia. It is known that the divorce rate in Indonesia is increasing. This is because couples have difficulty adjusting to each other, especially couples with a marriage age of 1-5 years which requires a lot of adjustment. The study was conducted on 128 Indonesian participants who were at least 20 years old who were married with a marriage age of 1-5 years. The measuring instruments used were the Multidimensional Stress Questionnaire for Couples (MSF-P) and the Dyadic Coping Inventory (DCI). The results showed that there was a significant positive relationship between external stress and internal stress and the moderating effect of supportive dyadic coping (SDC) on the relationship between external stress and internal stress. The implication of this study is that it can be a reference for marriage counselors/psychologists to be able to use the supportive dyadic coping (SDC) strategy as a dyadic coping strategy that best fits the criteria of participants, namely married couples with a marriage age of 1-5 years in Indonesia in overcoming external stress and internal stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Fidi Hati Yanti
"Posisi sebagai tenaga keija baru di lingkungan kerja baru serta budaya yang berbeda dari daerah asal, menuntut pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo untuk berusaha lebih keras dalam menyesuaikan diri. Proses penyesuaian diri merupakan salah satu hal yang tidak jarang memicu munculnya stres (stressor) bagi mereka. Untuk menangani stres itu diperlukan usaha para pekeija perempuan untuk mengatasi stres. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres disebut coping.
Tujuan penelitian ini untuk menemukan stressor dan coping pada pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo. Keinginan tersebut membuat peneliti ingin membuat dan menyusunnya menjadi lebih sistematis.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 1) Lembar data kontrol 2) Skala Stressor 3) Skala coping. Dalam pengambilan sampel teknik yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur ini diujicobakan pada 30 subyek pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo. Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo sebanyak 176 orang.
Analisa data dilakukan dengan membandingkan mean untuk kemudian didapatkan peringkat dari stressor dan coping. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa stressor yang berasal dari keluarga menjadi peringkat tertinggi, diikuti stressor yang berasal dari komunitas dan masyarakat dan terakhir adalah stressor yang berasal dari diri sendiri. Selanjutnya ditemukan kondisi stressor yang berhubungan dengan keamanan, fasilitas dan kebutuhan dasar merupakan stressor yang terbanyak dirasakan oleh subyek penelitian.
Melihat banyaknya stressor yang berhubungan dengan keamanan disarankan bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor keamanan. Bagi perusahaan jasa tenaga keija hendaknya memberikan informasi yang cukup jelas tentang lingkungan keija baru yang akan dituju sehingga tidak terdapat perbedaan antara harapan mereka sebelum bekeija dengan kondisi yang akan dihadapi. Untuk para pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo disarankan untuk meningkatkan komunikasi antar teman satu rumah atau satu lingkungan. Bagi pemerintah hendaknya meningkatkan faktor keamanan bagi para warga pengguna jasa umum (TRANSKIB)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Elvina
"Non-suicidal self-injury (NSSI) merupakan isu kesehatan global dengan prevalensi yang tinggi dan meningkat di kalangan dewasa awal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kecenderungan perilaku NSSI pada dewasa awal di Indonesia serta menemukan hubungan antara stres, koping religius positif dan negatif, dan keparahan perilaku NSSI. Data dikumpulkan dari 311 partisipan berusia 18–29 tahun (M = 23.37, SD = 2.38) menggunakan kuesioner daring, yang mencakup alat ukur stres (Perceived Stress Scale-10), koping religius positif dan negatif (Brief RCOPE), serta karakteristik perilaku NSSI (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). Dalam penelitian ini, 40.2% partisipan pernah atau masih melakukan NSSI. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan pada stres secara statistik signifikan memprediksi peningkatan pada keparahan perilaku NSSI. Koping religius negatif memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik pada hubungan antara stres dan keparahan NSSI, namun koping religius positif tidak memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa stres dan koping religius negatif memainkan peran penting dalam memperparah perilaku NSSI. Penelitian ini mengilustrasikan pentingnya program prevensi dan intervensi untuk NSSI yang menargetkan stres dan koping religius negatif.

Non-suicidal self-injury is a global health issue with a high and increasing prevalence among emerging adults. This study is aimed to examine the tendency of NSSI among emerging adults in Indonesia while also investigating the relationship between stress, positive and negative religious coping, and NSSI severity. Data was gathered from 311 participants aged 18–29 years old (M = 23.37, SD = 2.38) using online questionnaire, which included measures of stress (Perceived Stress Scale-10), positive and negative religious coping (Brief RCOPE), and NSSI severity (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). This study revealed that 40.2% of participants had or were still engaging in NSSI. Results indicated that an increase in stress predicted with statistical significance an increase in NSSI severity. Negative religious coping had a statistically significant moderation effect on the relationship between stress and NSSI severity, while positive religious coping did not. Thus, this study demonstrated that stress and negative religious coping play important roles in exacerbating NSSI. This study illustrated the importance of prevention and intervention programmes for NSSI that target stress and negative religious coping. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Sarah Dewi
"ABSTRAK
Kondisi stres yang dialami narapidana narkoba di rutan disebabkan karena tuntutan dan kebutuhan yang tidak sesuai yaitu dengan adanya rasa keterbatasan yang dimiliki mereka dalam hal ruang gerak, komunikasi dengan dunia di luar penjara dan tidak dapat mengkonsumsi narkoba yang mereka butuhkan. Adanya kenyataan tersebut tentunya menimbulkan dampak-dampak psikologis pada para narapidana antara lain kehilangan kepribadian, kehilangan rasa aman, kehilangan kemerdekaan individual, kehilangan kebebasan berkomunikasi, kehilangan pelayanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kehilangan harga diri, kehilangan percaya diri dan kreativitas (Sykes, 1958). Mereka tidak dapat menghindari kondisi ini dan mereka dituntut untuk bisa menerima kondisi tersebut serta dapat mengatasinya sendiri. Narapidana laki-laki kasus narkoba yang di tempatkan di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat, subyek diasumsikan memiliki sumber stress baik dari aspek stress psikologis, aspek stress fisiologis dan aspek stress lingkungan. Penelitian ini akrui membahas sumber stress yang dibahas oleh Martin & Osbome dan bagaimana perilaku coping bagi para subyek tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres dan perilaku coping yang dialami oleh narapidana laki-laki kasus narkoba di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat. Pada penelitian ini sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur stres psikologis dan lingkungan adalah pembagian sumber stres menurut Martin & Osbome, sedangkan alat ukur stres fisiologis adaptasi dari Atkinson dan alat ukur perilaku coping adaptasi dari Carver, Weintrub & Scheier. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan kondisi-kondisi stres berasal dari faktor lingkungan, dan kemudian diikuti dengan faktor keluarga. Jika dilihat dari faktor usia, jumlah terbesar berada pada rentang usia 20 - 25 tahun sebanyak 34 orang. Status pernikahan subyek yang terbanyak adalah tidak menikah, yaitu sebanyak 40 orang. Rata-rata pendidikan subyek yang paling banyak adalah SMU yaitu dengan frekuensi 42 orang dan mayoritas subyek penelitian belum pernah di penjara. Jenis narkoba yang banyak dipakai adalah putaw kemudian ganja dan shabu-shabu. Frekuensi hukuman terbanyak ada 18 orang dengan vonis dibawah 1 tahun. Status pekerjaan subyek penelitian sebanyak 22 orang tidak bekerja, 14 orang pelajar dan 23 orang sebagai pekerja. Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa narapidana narkoba tidak menunjukkan stres yang khusus sebagai pemakai narkoba, tetapi mengalami stres sebagai narapidana."
2004
S3397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefan Nicolaas Christian Mansyhur
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dyadic coping dan resiliensi keluarga pada suami/istri dari pasien kanker. Lima puluh suami/istri dari pasien kanker menjadi partisipan dalam penelitian kali ini dengan mengisi kuesioner dyadic coping dan resiliensi keluarga. Dyadic coping diukur dengan menggunakan Dyadic Coping Inventories dari Bodenmann (2007). Resiliensi keluarga diukur melalui Family Resilience Assessment Scale yang dibuat oleh Sixbey (2005) dan dikembangkan oleh Lum (2008). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara dyadic coping dan resiliensi keluarga pada suami/istri dari pasien kanker. Selain itu, partisipan dalam penelitian ini memliki skor dyadic coping dan resiliensi keluarga yang cukup tinggi.

This research was conducted to investigate the correlation between dyadic coping and family resilience in cancer patient's spouse. 50 cancer patient's spouse were completed all questionnaires of dyadic coping and family resilience. Dyadic coping was measured by Dyadic Coping Inventory (DCI) which was constructed by Bodenmann (2007). Family resilence was measured by Family Resilience Assessment Scale which was constructed by Sixbey (2005) and developed by Lum (2008). The results show that there was a relationship between dyadic coping and family resilience in cancer patient's spouse. Besides, participant in this research had a mildly-high score of dyadic coping and family resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwina Laksmi Suntari
"Sekolah menengah umum (SMU) unggulan merupakan salah satu usaha yang dikembangkan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kanwil Depdikbud) untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Tujuan akhir dari dikembangkannya SMU unggulan ini adalah untuk memperoleh generasi penerus bangsa yang berkualitas, mandiri dan mampu bersaing dalam era pembangunan di abad 21 mendatang.
Jumlah SMU unggulan untuk tiap-tiap propinsi berbeda-beda. DKI Jakarta sendiri memiliki 6 buah SMU unggulan, seperti yang telah ditetapkan oleh Kanwil Depdikbud DKI Jakarta. Keenam SMU unggulan tersebut adalah SMUN 8, SMUN 13, SMUN 78, SMUN 70, SMUN 81 dan SMUN 68.
Adapun seleksi masuk SMU unggulan ini dilakukan dengan cara menjaring siswa yang memiliki NEM SMP yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa yang dapat diterima di sekolah tersebut memiliki prestasi yang tinggi.
Dengan bersekolah di SMU unggulan, seorang siswa akan menghadapi berbagai macam situasi dan kondisi. Seperti adanya label positif dari guru, orang tua ataupun masyarakat terhadap siswa, suasana belajar yang kompetitif di dalam kelas, kewajiban untuk mengikuti program pengayaan serta tingkat kesulitan soal ulangan umum yang lebih tinggi dibandingkan dengan soal untuk SMU non unggulan.
Di satu sisi, situasi-situasi yang telah disebutkan di atas memiliki dampak yang bersifat positif dan bermanfaat karena merangsang perkembangan aspek intelektual dari para siswa. Tetapi di sisi lain, situasi tersebut dapat menimbulkan kesulitan atau masalah bagi para remaja yang bersekolah di sana. Misalnya, padatnya jam belajar mengajar di suatu SMU unggulan dapat menyebabkan siswa menjadi tidak memiliki waktu luang yang cukup untuk beristirahat ataupun melakukan hal-hal yang disukai oleh mereka. Situasi tersebut juga dapat menimbulkan perasaan tertekan pada diri mereka karena adanya tuntutan untuk memenuhi label dan harapan dari orang lain ataupun dari diri sendiri untuk berprestasi sebaik mungkin.
Masalah-masalah yang harus dihadapi oleh siswa SMU unggulan seperti yang telah disebutkan di atas, mungkin dapat menimbulkan stres, yang menyebabkan mereka berusaha untuk mengatasinya dengan sejumlah perilaku tertentu yang disebut sebagai perilaku coping. Dalam hal ini, stres terjadi bila situasi atau kondisi yang terdapat di SMU unggulan dinilai melebihi kemampuan coping yang dimiliki siswa untuk berespon. Stres yang berlebihan tanpa adanya kemampuan coping yang efektif akan berpengaruh terhadap kesehatan siswa secara langsung serta kesehatan fisiologis dan psikologis mereka di masa mendatang. Terlebih lagi, para remaja memiliki kecenderungan untuk mempergunakan perilaku coping terpusat emosi saat menghadapi masalah. Padahal perilaku. coping ini hanya dapat mengurangi stres untuk sementara waktu dan dapat membuat remaja tidak berusaha untuk menghadapi dan mengatasi masalah yang dialami secara langsung.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat gambaran stres dan perilaku coping pada siswa SMU unggulan yang merupakan aset negara yang sangat berharga. Sehingga dapat diperoleh masukan-masukan yang bermanfaat guna mencegah timbulnya stres yang berlebihan pada diri mereka ataupun penanggulangan terhadap siswa yang mengalami stres serta meningkatkan penggunaan perilaku coping terpusat masalah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Penelitian eksploratif ini dilakukan terhadap 127 siswa kelas I dan II SMUN 70. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan mempergunakan kuesioner stres dan kuesioner perilaku coping -COPE SCALE-.
Hasil utama penelitian ini menunjukkan hahwa dari 127 responden terdapat 60 siswa (47.2%) dengan tingkat stres tinggi. Adapun sumber stres terbesar pada diri mereka adalah dimensi prestasi. Untuk menghadapi situasi di sekolah yang dirasakan dapat menimbulkan stres, mereka cenderung mempergunakan perilaku coping terpusat emosi.
Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian serupa di berbagai SMU unggulan dengan melibatkan siswa kelas I, II dan III serta melengkapinya dengan wawancara yang bersifat mendalam. Selain itu ada baiknya dilakukan pula penelitian mengenai dampak dari stres terhadap diri siswa, mengingat stres tidak selalu berdampak positif, tetapi ada pula yang bersifat negatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarsari Suyono
"Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah bagi warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas ternyata dapat menimbulkan kerugian psikis bagi pengguna jalan. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi psikologis, yaitu kondisi pengemudi kendaraan secara psikologis melakukan interaksi dengan sistem kontrol kendaraan, lingkungan sekitar jalan raya termasuk sistem kontrolnya, kemudian melakukan respon terhadap stimulan yang terjadi selama ini. Salah satu daerah yang sangat dikenal akan kemacetan lalu lintasnya adalah Ciputat. Kondisi yang telah dianggap sebagai sebuah pemandangan sehari-hari ini ternyata mempunyai berbagai dampak negatif bagi manusia. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah dampak psikologis, dalam hal ini berupa stres terhadap subyek yang mengalami kemacetan lalu lintas.
Karena itu penelitian ini mencoba melihat dampak psikologis kemacetan terhadap warga Kompleks Dosen UI Ciputat sebagai wilayah penelitian. Jika seseorang mengalami stres maka akan timbul tingkah laku tertentu sebagai usahanya dalam meredakan rasa tidak menyenangkan yang dialaminya akibat stres. Tingkah laku yang ada karena stres sebenarnya merupakan cara individu mencari strategi coping terbaik bagi dirinya untuk menghadapi stres yang dialaminya. Dalam psikologi dikenal tiga macam coping yang konstruktif, yakni coping yang dinilai relatif sehat baik dari segi mental maupun fisik, yaitu problem-focused coping, appraisal-focused coping, dan emotion-focused coping. Setelah individu memilih suatu strategi coping tertentu, maka stres yang dialaminya akan mereda, sehingga individu tersebut dapat cope dengan stressor dan dapat dikatakan coping individu efektif. Akan tetapi jika strategi coping yang dipilih tidak dapat meredakan stres yang dialaminya, maka coping individu tidak ekektif.
Penelitian ini juga melihat tanda-tanda atau gejala-gejala stres yang timbul dari subyek yang disebabkan oleh stressor, dalam hal ini kemacetan lalu lintas dan mengaitkannya dengan hubungan antara gender dan tipe kepribadian A dan B. Alat yang digunakan untuk melihat tanda-tanda stres akibat kemacetan dibuat berdasarkan hasil elisitasi dan tanda-tanda stres dari Vlisides, Eddy, dan Mozie; yang diambil dalam Rice (1999), menggunakan skala 1-5. Alat mengukurtipe kepribadian disusun berdasarkan 3 faktor menurut Jenkins, 1974; Zyzanski dan Jenkins, 1970), yakni faktor S, yaitu cepat dan tidak sabar (speed and impatience); faktor J, yaitu keterlibatan dengan tugas/pekerjaan (job involvement);dan faktor H, yaitu kompetitif, mudah marah dan pekerja keras (competitive, hostile, and hard driving), menggunakan skala 1-6. Alat yang digunakan untuk mengukur perilaku coping disusun menurut Rudolph Moos dan Andrew Billings (dalam Weiten dan Lloyd, 1997)."
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2001
S2956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>