Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadillah, Author
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk melihat kemungkinan pengembangan Skala CES-D Revisi yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini merupakan alat deteksi dini (first screening) gejala depresi. Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian adalah subyek dari masyarakat umum berumur 20-40 tahun di Jakarta (N=137). Uji validitas yang dipakai adalah uji validitas kriteria dengan menggunakan SDI. Hasil uji analisis data menunjukkan Skala CES-D Revisi memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0.779. Koefisien korelasi item-total terkoreksi bergerak antara 0.046-0.546. Beberapa butir pernyataan tampak kurang sensitif mengukur gejala depresi sehingga menyebabkan koefisien alpha dan koefisien korelasi item-total menjadi rendah. Koefisien korelasi antara CES-D Revisi dengan BDI sebesar 0.54 (p<0.01). Selain itu, pengujian dengan t-test menunjukkan ada perbedaan skor CES-D Revisi yang signifikan (p<0.01) antara kelompok individu yang hampir tidak menunjukkan adanya tanda-tanda depresi dengan kelompok individu dengan derajat depresi berat pada BDI. Kelompok individu dengan derajat depresi berat akan memiliki skor CES-D Revisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok individu yang hampir tidak menunjukkan adanya tanda-tanda depresi. Skala CES-D Revisi dapat dikembangkan lebih lanjut untuk digunakan sebagai alat ukur deteksi dini gejala depresi di Indonesia.

ABSTRACT
This research is a preliminary study to see the possibility of developing the Revised CES-D Scale which has been adapted into Indonesian. This scale is a tool for early detection (first screening) symptoms of depression. Subjects included in the study were subjects from the general public aged 20-40 years in Jakarta (N=137). The validity test used is a criterion validity test using SDI. The results of the data analysis test show the Revised CES-D Scale has a Cronbach alpha coefficient of 0.779. The corrected item-total correlation coefficient moved between 0.046-0.546. Some items appear to be less sensitive in measuring symptoms of depression, causing the alpha coefficient and item-total correlation coefficient to be low. The correlation coefficient between the Revised CES-D and BDI was 0.54 (p<0.01). In addition, the t-test showed that there was a significant difference in the Revised CES-D score (p<0.01) between the group of individuals who showed almost no signs of depression and the group of individuals with a degree of major depression on the BDI. The group of individuals with a degree of major depression will have a higher Revised CES-D score than the group of individuals who show almost no signs of depression. The Revised CES-D scale can be further developed to be used as a measuring tool for early detection of depressive symptoms in Indonesia. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadillah, Author
"Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk melihat kemungkinan pengembangan Skala CES-D Revisi yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini merupakan alat deteksi dini (first screening) gejala depresi. Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian adalah subyek dari masyarakat umum berumur 20-40 tahun di Jakarta (N-137). Uji validitas yang dipakai adalah uji validitęs kriteria dengan menggunakan BDI. Hasil uji analisis data menunjukkan Skala CES-D Revisi memiliki koefisien alpha Cronbach sebesar 0.779. Koefisien korelasi item-total terkoreksi bergerak antara 0.046-0.546. Beberapa butir pernyataan tampak kurang sensitif mengukur gejala depresi sehingga menyebabkan koefisien alpha dan koefisien korelasi item-total menjadi rendah. Koefisien korelasi antara CES-D Revisi dengan BDI sebesar 0.54 (p<0.01). Selain itu, pengujian dengan t-test menunjukkan ada perbedaan skor CES-D Revisi yang signifikan (p<0.01) antara kelompok individu yang hampir tidak menunjukkan adanya tanda-tanda depresi dengan kelompok individu dengan derajat depresi berat pada BDI. Kelompok individu dengan derajat depresi berat akan memiliki skor CES-D Revisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok individu yang hampir tidak menunjukkan adanya tanda-tanda depresi. Skala CES-D Revisi dapat dikembangkan lebih lanjut untuk digunakan sebagai alat ukur deteksi dini gejala depresi di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T38582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Aulia Kamal
"ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan diluar pendengaran yang disebabkan oleh bising adalah stres kerja. Dimana intensitas bising yang masih dibawah NAB dapat menimbulkan persepsi stres kerja pada sebagian orang, hal inilah yang disebut sebagai bising subyektif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan bising subyektif dengan persepsi stres pekerja menggunakan skor skala persepsi stres atau Perceived Stress Scale (PSS) serta faktor-faktor lain pada pekerja PT K di Jakarta.
Metode penelitian: Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pekerja PT K di Jakarta. Data dikumpulkan melalui hasil medical check up dan pengisian kuesioner PSS. Subyek penelitian mempunyai kriteria inklusi bersedia menjadi responden dan bekerja di main office yang terpajan bising dibawah 85 dB. Kriteria eksklusinya adalah pekerja yang telah didiagnosa menderita gangguan jiwa stres dan penyebab stres telah diketahui.
Hasil: Diantara 107 pekerja main office, terdapat 96 orang pekerja yang bersedia menjadi responden. Analisa dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney pada pekerja yang memiliki kebiasaan exercise dengan yang tidak exercise dengan nilai p = 0,090, untuk kesan bising subyektif didapatkan p=0,005 dan untuk persepsi bising subyektif didapatkan nilai p=0,051.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor PSS dengan kesan bising subyektif. Sedangkan untuk umur, jenis kelamin, status pendidikan dan pernikahan, masa kerja, jabatan, DM, Hipertensi, kebiasaan merokok, exercise, dan persepsi bising subyektif didapatkan perbedaan skor PSS namun tidak bermakna.

ABSTRACT
Background: Non hearing disorder because of noise is stress at work. Noise intensity under threshold can cause stress perception at work to some people, referred to as subjective noise exposure. This study aims to examine the relationship between subjective noise exposure and stress perception at work using score of Perceived Stress Scale Questionnaire and other factors on workers of PT K in Jakarta.
Methods: Cross sectional descriptive, conducted on 96 workers from main office. Data were collected from medical check up and Perceived Stress Scale Questionnaire. Subject have inclusive criteria were willing to become respondent and work at main office who are exposed to noise under 85 dB. Exclusive criteria were workers who have been diagnosed with stress mental disorder and cause has been known.
Results: Statistical analysis using Mann Whitney test on workers who have exercise habit with who havent give results p= 0.090, to find out if workers feel their work environment noisy or not using Mann Whitney test give result p=0.005. Meanwhile to find out if workers feel annoyed with the noise or not give results p= 0,051.
Conclusion: It can be concluded that there is a significant difference between score of Perceived Stress Scale with subjective noise impression. As for age, sex, education, marital status, years of service, position, diabetes, hypertension, smoking habits, exercise and noise subjective perception gave difference to score of Perceived Stress Scale but not meaningful.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Aleta K.P.
"Mempunyai anak yang tidak normal seperti tuna rungu dapat menjadi sumber stres dalam keluarga (Suran &, Rizzo, 1979). Oleh karena ibu adalah tokoh yang selalu atau diharapkan siap mengasuh anaknya setiap waktu, maka tidak terelakkan ia mengalami stres. Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta emosi-emosi yang tidak menyenangkan disebut sebagai tingkah laku coping (Lazarus, 1976).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatitif dengan tipe metodelogi penelitian Studi kasus pada 3 orang ibu. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah wawancara (indepth interview).
Hasil telaahan menunjukkan bahwa para subyek mengalami stres yang bervariatif dan khas, sebagai akibat dan kondisi ketunaan yang disandang anaknya. Mereka pun berusaha untuk mengatasi stresnya tersebut. Stres yang diterima dan tingkah laku coping yang dilakukan timbul setelah melwati proses penilaian dari subyek yang dipengaruhi faktor-faktor internal (kontrol personal, hardy personality, pola perilaku) dan eksternal (ienis stres, kehadiran stres lain, dukungan sosial) masing-masing. Selain ilu, ada 6 faktor lain diluar kedua faktor temebut yang muncul pada setiap subyek penelitian yailu karakteristik individu/ibu (kepribadian, pendidikan), karakteristik anak (usia, tingkah laku anak), dan kondisi finansial, dukungan sosial, dan keyakinan agarna.
Kemampuan mengatasi keadaan stres bukanlah sualu kemampuan yang terberi, melainkan hams dipelajari oleh orangtua. Oleh karena itu, dalam upaya untuk dapat rnenghadapi stres yang timbul dari situasi anak yang menyandang ketunarunguan, orangiua perlu secara aktif mencari dan membekali diri dengan informasi yang dibutuhkan (berkaitan dengan ketunarunguan). Pihak orangtua (dalam hal ini ibu) juga tidak berarti semata-mata hanya mendedikasikan seluruh waktunya bagi anak tersebut. Meluangkan waktu bagi pribadi, mencari atau menciptakan cara yang sesuai untuk terlepas dari rutinitasnya. sehari-hari akan sangat membantu mengurangi intensitas stres."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus
"ABSTRAK
Berbagai faktor dapat menjadi sumber stres seorang mahasiswa. Mahasiswa
yang berasal dari daerah memiliki lingkungan budaya yang berbeda dan mereka
dituntut untuk berusaha menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungan
dan kondisi baru. Selain itu sebagai mahasiswa tahun pertama, mereka berada
dalam usia yang sudah memasuki masa dewasa-awal dan sedang dalam periode
transisi dari masa remajanya memasuki masa dewasa. Bagi mereka yang
kemampuan penyesuaian dirinya rendah, kondisi-kondisi semacam ini bisa
menjadi sumber stres bagi mereka.
Tujuan penelitian ini ialah untuk menemukan apa saja yang dinilai sebagai
stresor oleh mahasiswa UI angkatan ?96 yang berasal dari daerah dan melihat
bagaimana peringkat stresor-stresor tersebut secara keseluruhan serta
perbedaannya antara mahasiswa pria dan wanita. Penelitian ini merupakan jenis
penelitan deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan memakai
alat ukur berupa kuesioner.
Stresor-stresor utama yang dirasakan oleh mahasiswa, pria dan wanita,
merupakan masalah akademis. Peringkat I ialuh takut mendapat IP jelek, peringkat
II takut terhadap ancaman DO. Stresor-stresor yang dinilai paling tidak
menimbulkan stres (peringkat terbawah) bagi mereka ialah ?penyesuaian diri
terhadap cuaca di Depok? dan ?merasa takut tingal di perantauan'. Secara
keseluruhan, dengan melihat hasil perhitungan t-test nilai rata-rata total, stres
yang dirasakan oleh pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan. Hasil
perhitungan statistik masing-masing stresor antara pria dan wanita
memperlihatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada stresor ?materi
pelajaran berbeda dengan pelajaran SMA?, ?waktu belajar tersita untuk bermain?
dan ?merasa kesepian di tempat tinggalnya sekarang'.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk Iebih mendalami proses timbulnya
stres, khususnya mengapa kondisi-kondisi tertentu dinilai sebagai stresor dan
kondisi-kondisi lain tidak. Berkaitan dengan itu, bisa diteliti lebih jauh lagi faktor-
faktor kepribadian apa yang berperan dalam proses penilaian sires. Untuk itu,
sebaiknya dilakukan penelitian dengan metode pengambilan data berupa
wawancara mendalam atau penelitian yang bersifat kualitatif."
1997
S2948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yuga Utami
"Penelitian ini membahas tentang intervensi psikoedukasi kepada calon TKI (Tenaga Kerja Indonesia) penata laksana rumah tangga (PLRT) (selanjutnya disebut dengan calon TKI PLRT). Calon TKI PLRT yang baru pertama kali berangkat memiliki pengetahuan yang kurang memadai baik dari segi bahasa, budaya, situasi kerja termasuk stres yang terkait situasi dan kondisi calon TKI PLRT di negara tujuan, dampaknya serta cara mengatasi stres yang baik. Di sisi lain, penyiapan calon TKI PLRT dari sisi psikologis masih kurang memadai. Oleh karena itu penelitian ini mencoba memberikan intervensi psikoedukasi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pada calon TKI PLRT mengenai karakteristik dan situasi kerja, stres dan teknik mengatasi stres yang baik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil asesmen awal menunjukkan bahwa motivasi bekerja para calon TKI PLRT adalah faktor ekonomi, majikan menjadi sumber stres utama serta calon TKI PLRT tidak memiliki gambaran bekerja di luar negeri selain tentang perlakuan majikan terhadap mereka. Materi Psikoedukasi yang diberikan yaitu karakteristik pekerjaan PLRT, sumber stres terkait kondisi kerja, definisi, gejala, dampak stres serta coping terhadap stres. Setelah psikoedukasi, ada peningkatan pemahaman calon TKI PLRT mengenai materi karakteristik pekerjaan sebagai penata laksana rumah tangga dan teknik coping stres.

This research is about psycho-education intervention to Indonesian immigrant worker candidate as domestic worker (hereinafter called as Indonesian domestic worker candidate). Indonesian domestic worker candidate who will work abroad for the first time, do not have enough knowledge include language, culture, work situation and also stress related to situation and condition in destination country, stress effect and a good way to cope with stress. In the other hand, there are inadequate psychological preparations for Indonesian domestic worker candidate. Because of that, this research try to give psycho-education intervention which aimed to give awareness and understanding about characteristics and work situation, stress and coping stress to Indonesian domestic worker candidate.
This study is used qualitative approach. The need assessment's results show that working motivation of Indonesian domestic worker candidate is economic motive, employee as stressor and they don't have other description about working abroad beside employee's behaviors to them. The psycho-education contents are work characteristics as domestic workers, stressor related to work, definition, symptom, effect and coping stress. After psycho-education, there are increasing understandings on Indonesian domestic worker candidate related to content job characteristic as domestic worker and coping stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T38618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinzi Mulamawitri
"ABSTRAK
Masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia adalah suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi apalagi dengan semakin maraknya globalisasi. Namun bertugas di luar negeri apalagi jika negara tersebut memiliki latar belakang budaya berbeda adalah hal yang tidak mudah. Selama tinggal di luar negeri, TKA akan mengalami akulturasi psikologis yaitu perubahan yang terjadi pada diri individu akibat kontak dengan budaya lain yang berlangsung secara terus menerus (Graves dalam Berry & Kim, 1988). Selama proses akulturasi inilah acap kali muncul berbagai sumber stres yang diakibatkan adanya perubahan tersebut (Berry, 1994). Adanya nilai-nilai budaya yang bertentangan antara negara asal dan negara yang didatanginya juga meningkatkan stres akulturatif yang dihadapinya (Adler, 1991). Penelitian ini akan melihat gambaran sumber stres akulturatif serta strategi coping yang dilakukan TKA Amerika ketika bekerja di Indonesia. Negara asal Amerika dipilih sebab jumlah ekspatriat terbanyak dari negara Barat berasal dari negara ini (Depnaker, 2002).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Subyek yang diperoleh adalah 3 orang manajer Amerika yang telah tinggal di Indonesia selama 1,5 tahun hingga 2,8 tahun. Berbagai masalah dalam pekerjaan yang diakibatkan perbedaan budaya yang dikemukakan oleh Shuetzendorf (1989 dalam Ruky, 2000) serta permasalahan lainnya ternyata dialami oleh semua subyek. Sumber stres utama yang ditemukan pada ketiga subyek adalah adanya penekanan pada hubungan baik dan harmonitas kelompok saat bekerja daripada kinerja individu. Sumber stres lain adalah masalah kurangnya keterbukaan karyawan dalam berkomunikasi, kurangnya inisiatif karyawan dan kurangnya rasa tanggung jawab personal karyawan.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teori Hofstede (1995), Ruky (2000) dan Koentjaraningrat (1997 dalam Ruky, 2000) maka memang terbukti bahwa masalah-masalah tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dimensi nilai dalam budaya kerja Amerika dan Indonesia yang mengganggu TK A saat melaksanakan pekerjaannya. Perbedaan utama terlihat dari dimensi individualisme dan kolektivisme antara dua negara yang saling bertentangan. Kemudian adanya kesenjangan power distance juga kerap menimbulkan berbagai masalah. Dalam penelitian ini berdasarkan strategi coping yang dikemukakan oleh Carver, Scheier & Weintraub (1989) ditemukan bahwa strategi coping yang sering digunakan semua subyek untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah strategi active coping.- Strategi emotion focused coping berbentuk acceptance juga sering digunakan secara bersamasama dengan active coping.
Adanya kesamaan latar belakang budaya Amerika dan budaya perusahaan asing tempat mereka bekerja kemungkinan mempengaruhi stressor akulturatif yang dihadapi. Untuk mendapatkan gambaran stressor akulturatif yang lebih kaya maka penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan subyek yang berasal dari berbagai negara dan bekerja untuk perusahaan dalam negeri. Saran terutama diberikan pada perusahaan agar memberikan informasi lebih lanjut tentang budaya kerja Indonesia pada TKA untuk mendorong keterbukaan terhadap budaya lain. Kegiatan konseling bagi TKA untuk mengatasi stres akulturatif juga akan sangat bermanfaat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasia
"Stres sudah menjadi masalah kesehatan secara global karena dampaknya terhadap kesehatan. Penelitian tentang stres yang dialami pengasuh di panti jompo di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran stres pengasuh di beberapa panti jompo di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan karakteristik pengasuh, status psikologis pengasuh, karakteristik lansia dan panti jompo serta faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dari bulan Desember 2012 - Januari 2013. Penelitian menggunakan total sampling berjumlah 57 orang.
Penelitian menunjukkan prevalensi stres sebesar 77,2%. Kebanyakan pengasuh berumur ≥ 34 tahun (50,9%), berjenis kelamin laki-laki (59,6%), tinggal di wilayah Jakarta (68,4%), menempati rumah sendiri (36,8%), tamat SMA (64,9%), sudah menikah (75,4%), memiliki anak ≥ 2 (54,4%), berpendapatan tinggi (50,9%) dan berpengeluaran tinggi (50,9%), melakukan strategi koping adaptive (94,7%) dan merasa puas (78,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1%, yang mengasuh selama ≥ 4 jam per hari sebanyak 52,6%. Kebanyakan pengasuh tidak memiliki jadwal kerja malam yang rutin (68,4%) dan tidak pernah mengikuti pelatihan khusus mengasuh lansia (50,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1% dan rata-rata jumlah lansia demensia yang diasuh adalah 11 lansia, lansia demensia yang paling banyak diasuh adalah lansia demensia berumur > 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sementara faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh adalah kepuasan bekerja (nilai p = 0,05).
Kesimpulannya, stres pengasuh di panti jompo cukup tinggi dan berhubungan dengan kepuasan bekerja.

Stress has become a global health problem because of its impact on health. Research on the stress experienced by caregivers in nursing homes has not been done. The purpose of this research is to describe stress of caregivers in nursing homes in Province of DKI Jakarta based on the characteristics of caregiver, psychological status of caregiver, characteristics of the elderly and nursing home and factors related to stress of caregiver. The research design used was cross sectional from December 2012 - January 2013. Research using total sampling amounted to 57 people.
Research shows the prevalence of stress amounted to 77,2%. Most caregiver ≥ 34 years (50.9%), male (59.6%), living in Jakarta (68,4%), living in their own home (23%), finished high school (64,9%), married (75.4%), having child ≥ 2 (54.4%), high-income and high expenses (50.9%), do adaptive coping strategy (94,7%) and feel satisfied (78,9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1%, caring ≥ 4 hours per day was 52.6%. Most caregiver also does not have regular night work schedule (68,4%) and never follow a special training in caring for the elderly (50.9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1% and the average number of elderly dementia that is taken care of is 11 elderly, elderly dementia who the most widely taken care of are elderly dementia with age > 70 years and women are the most. While factors related to stress of caregivers is the satisfaction of working (p = 0.05).
In conclusion, the stress of caregivers in nursing homes is quite high and is associated with the satisfaction of working.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Aswanti Tjakrawiralaksana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Rina Jericho
"Jumlah tenaga kerja perempuan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Hal ini mulai menggeser peran gender tradisional menjadi egaliter sehingga memunculkan struktur keluarga baru, yaitu dual earner. Pasangan dual earner merupakan suami dan istri yang bekerja keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal. Selain itu, penelitian ini ingin mengetahui apakah common dyadic coping dapat memoderasi hubungan stres internal dan stres eksternal. Partisipan penelitian merupakan 164 individu dari pasangan dual earner yang berusia di atas 20 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire For Couples (MSF-P) dan Dyadic Coping Inventory (DCI). Analisis data menggunakan analisis korelasi dan regresi untuk melihat efek moderasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal (r=0.742, p<0.01, one tailed). Selain itu, hubungan keduanya dimoderasi oleh common dyadic coping secara signifikan (b = 0.11, 95% CI [0.02, 0.19], t = 2.55, p<0.05). Hasil ini dapat dijadikan acuan intervensi mengenai common dyadic coping untuk meminimalisasi tingkat stres eksternal dan internal pada pasangan dual earner.

The number of female workers in Indonesia continues to increase every year. This has begun the shift of traditional gender role to egalitarian gender role which gives a rise to a new family structure, namely the dual earner. Dual earner couples are husband and wife who both work. The aim of this study is to assess whether there is a significant positive relationship between external stress and internal stress. Aside from that, this study aims to the role of common dyadic coping in moderating the relationship between external stress and internal stress. Participants of this study are 164 individuals of dual earner couple aged above 20 years. Measuring instruments in this study are Multidimensional Stress Questionnaire For Couples (MSF-P) dan Dyadic Coping Inventory (DCI). The datas were analyzed using correlation analysis and regression analysis to assess the moderation effect. Results indicated that there is a significant positive relationship between external stress and internal stress (r=0.742, p<0.01, one tailed). Furthermore, that relationship is moderated by common dyadic coping significantly (b = 0.11, 95% CI [0.02, 0.19], t = 2.55, p<0.05). These results can be used as a reference for interventions regarding common dyadic coping to minimize external stress and internal stress levels in dual earner couple."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>