Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Viktor T.
"Tesis ini tentang proses pembantaran tersangka pengguna narkoba di Poires Metro Jakarta Pusat. Pembantaran di sini adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka, karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan / rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter, sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
Indonesia bukan lagi Sebagai ternpat transit dalam perdagangan narkoba, tetapi sudah menjadi tempat pemasaran bahkan telah menjadi tempat produksi ilegal narkoba. Berdasarkan data jumlah kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang terlaporkan terus rneningkat dari tahun ketahun. Sehingga, Pimpinan Polri telah menargetkan terhadap penanganan kasus narkoba yang dibebankan kepada setiap Polsek sebanyak 5 (lima) kasus dalam sebulan dan Satuan Narkoba Polres sebanyak 10 (sepuluh) kasus setiap bulannya, menjadi dasar untuk selalu konsisten dalam penanggulangan narkoba apalagi ada penekanan bahwa narkoba adalah kasus yang diprioritaskan penanganannya. Untuk memenuhi harapan masyarakat, maka Polda Metro Jaya mengeiuarkan kebijakan kembali berupa keputusan intern Polda Metro Jaya melalui Surat Telegram yang dikeluarkan oleh Kapolda Metro Jaya No. 168 tahun 2002 tentang petunjuk menangani tersangka pengguna narkoba. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengguna narkoba yang sifatnya baru pemula dan berstatus pelajar atau mahasiwa Serta memenuni syarat yang telah ditentukan dapat dilakukan pembantaran dalam rangka rehabilitasi terhadap dirinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba seperti faktor keluarga, faktor individu, faktor dunia kerja dan faktor X atau faktor Iainnya. Dari hasil penelitian yang saya Iakukan, terdapat suatu kepastian bahwa seseorang menggunakan narkoba disebabkan oleh adanya permasalahan dalam hidupnya. Ketika ada permasaiahan tersebutlah, pengaruh dari Iuar untuk menggunakan narkoba menjadi lebih mudah untuk mempengaruhinya.
Dalam proses pengungkapan narkoba, dapat dipastikan bahwa kasus tersebut hasil dari penyelidikan kepolisian. Dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa poiisi dalam mengungkap kasus narkoba selalu menggunakan cepu (istilah Kepolisian untuk informan).
Prosedur pembantaran telah diatur dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya yang menyatakan bahwa sebelum dilaksanakan pembantaran, maka terlebih dahulu berkoordinasi dengan Tim penyalahgunaan narkoba sesuai "dengan Sprint Kapolda Metro Jaya. Dalam aturan atau prosedur pembantaran, dijelaskan bahwa pengamatan penyidik, dokter dan dari psikologi kepoiisian adaiah yang utama daIam menentukan seseorang merupakan pemakai pemula atau tidak. Tetapi dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa walaupun pengamatan-pengamatan tersebut, menunjukkan bahwa seseorang pengguna pemula, tanpa ada keputusan dari pimpinan yaitu Kapolres atau Tim, maka pembantaran tidak bisa dilaksanakan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir
"Fenomena-fenomena mengenai kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia telah sangat memprihatinkan. Dalam pemberitaan tentang peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di media-media massa tidak pernah putus dan selalu terjadi setiap hari. Bahkan dengan terungkapnya kasus-kasus tentang keberadaan pabrik-pabrik yang memproduksi narkoba dalam jumlah besar di Tanggerang dan Bogor, menunjukan terjadi peningkatan kerawanan kejahatan narkoba di Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas.
Wilayah hukum Polres Metropolitan Jakarta pusat, sebagai daerah yang paling rawan terjadinya aktivitas kejahatan di bidang peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, dinilai sebagai daerah yang tepat untuk dilakukan sebuah penelitian mengenai peran orang tua dalam ikut mengawasi tindakan anak-anaknya dari pengaruh penyalahgunaan narkoba. Dalam ketentuan Undang-undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 Pasal 88 ayat (2) diatur mengenai kewajiban orang tua untuk melaporkan anaknya yang mengalami ketergantungan atau kecanduan narkotika. Akan tetapi, selama ini tidak pernah ada kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika yang dijerat dengan ketentuan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan pada tindakan penyidik terhadap keluarga pecandu narkotika di Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang tindakan-tindakan dalam penanganan kasus narkotika yang melibatkan kesalahan orangtua yang tidak melaporkan anaknya yang mengalami kecanduan narkotika. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, agar hasil dari penelitian tersebut mendapatkan gambaran mengenai tidak diterapkannya ketentuan yang mewajibkan orang tua melaporkan anaknya yang mengalami kecanduan narkotika.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak dilakukanya penyidikan yang berkaitan dengan Undang-undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 Pasal 88 ayat (2) tentang kewajiban orang tua untuk melaporkan anaknya yang mengalami ketergantungan atau kecanduan narkotika, yaitu (1) Ketidaktahuan pihak keluarga tentang adanya kewajiban untuk melaporkan kepada pihak kepolisian mengenai anaknya yang mengalami kecanduan narkotika, (2)Tindakan tidak melaporkan permasalahan tersebut oleh orang tua ditujukan dengan maksud untuk melindungi anggota keluarganya dari jeratan hukum, (3) penyidik kurang menguasai mengenai Undang-Undang Narkotika khususnya ketentuan yang mengatur tentang kewajiban orang tua tersebut, (4) Kesulitan yang dialami penyidik dalam melakukan proses penyidikan berkaitan dengan persyaratan dari pihak kejaksaan yang mengharuskan setiap kasus yang dilimpahkan harus memenuhi bukti-bukti yang benar-benar dapat menjerat kesalahan tersangka, yaitu berupa saksi, barang bukti, dan pengakuan tersangka.
Dengan kondisi tersebut, maka perlu adanya peningkatan kualitas dari aparat penegak hukum dan koordinasi yang baik agar upaya penanggulangan kejahatan di bidang peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba dapat dilaksanakan secara baik dan konsisten serta diberlakukan tindakan yang tegas dan tanpa pandang bulu terhadap para pelakunya.

The phenomenon of illicit drug abuse and trafficking has been in an alarming condition in Indonesia. The media reporting on such an issue never fades away its frequency, even on daily basis. In fact, the numerous disclosures of ecstasy's key laboratories in Tangerang and Bogor, has proved that the crime quality and quantity in Indonesia have equally been escalating.
The jurisdiction of Central Jakarta's Police, a district of where is known for its high amount illicit drugs abuse and trafficking activities, is considered to be the most accurate location for this research, which focuses on the role of parent in effectively overseeing their offspring against illegal drug abuse and trafficking. The Narcotics Law No.2211997, Part 88/2, rules that parent is responsible to report to police should their children is an illicit-drug user. Yet, there has not been any file on the case applying this regulation. Hence, based on this fact, this thesis principally concentrates on the proceedings of police investigators, within the Narcotics Unit of Central Jakarta's Police, toward the family of drugs addict.
This thesis illustrates various narcotics cases, which enclose parent's injudiciousness for not reporting their addicted offspring to the police. The research method used in this thesis is qualitative approach. It aims to provide an outcome with models that the parents obligation to report their addicted offspring to police is not putting into practice.
The finding of this thesis shows that there are 4 factors that prevent parent from reporting their offspring to police, as associated with the Narcotics Law No.22/1997, Part 88/2, namely: 1). A lack of parents knowledge about the Narcotic Law No.22/1997, Part 88/2; 2). A sense of protecting their offspring from legal punishment 3). A lack of police investigator's knowledge about the Narcotic Law No.22/1997, Part 88/2, especially on part of the parent's obligation ; 4). Difficulties faced by the police investigators in finding the evidence, witness, & suspects confession, as part of the requirements for the court.
With these 4 conditions rest in front, an improved quality of the law enforcement personnel and a better coordination among the law enforcement are necessity in fighting the problem of drug abuse and trafficking in Indonesia. Law enforcement would be able to perform better and in consistent, of where the charges and law are being practiced in a fair order.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Novi Candra Kurniawan
"Saat ini, kinerja yang dihasilkan Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat masih belum sesuai dengan target yang diharapkan. Diduga rendahnya kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat disebabkan karena pengelolaan SDM yang belum dilaksanakan sesuai standar, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, sehingga kompetensi personil belum dapat dipenuhi secara maksimal. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah (1) Bagaimana gambaran kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat? (2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tinggi atau rendahnya kinerja
Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat? (3) Bagaimana model pengelolaan kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat?
Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara mendalam terhadap para pihak MSDM dan para personil Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta
Pusat. Sedangkan, data sekunder berasal dari sumber non-insani berupa profil organisasi, struktur organisasi, laporan MSDM, program kegiatan pengelolaan SDM,
peraturan-peraturan tentang pengelolaan SDM, dan dokumen lainnya. Penulis menggunakan dua teori untuk menganalisis pengelolaan SDM di Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat, yaitu teori kompetensi dari Sedarmayanti (2017) dan teori kinerja dari Priansa (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta
Pusat saat ini belum menggambarkan hasil yang maksimal. Faktor penyebab tinggi atau rendahnya kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat adalah pelatihan, kesehatan
personil, sarana dan prasarana, serta mekanisme kerja. Model pengelolaan kinerja Satnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan
SDM sudah berjalan cukup baik. Pengelolaan tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja atau pensiun.

At present, the performance produced by the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba is still not in line with the expected target. It is suspected that the low
performance of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba is due to HR management that has not been carried out in accordance with the standards, both in planning and
implementation, so that the competence of personnel has not been fully fulfilled. The formulation of the problem in this study is (1) What is the description of the performance of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba? (2) What factors cause the high or low performance of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba? (3) What is the
performance management model of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba? In this study, the data collected is divided into two types, namely primary data
and secondary data. Primary data comes from the results of in-depth interviews with the HRM and the personnel of the Central Jakarta Metro Police Narcotics Unit. Meanwhile,
secondary data comes from non-human sources in the form of organizational profiles, organizational structures, HRM reports, HR management activities programs, HR
management regulations, and other documents. The author uses two theories to analyze HR management in the Central Jakarta Metro Police Narcotics Unit, namely the competency theory from Sedarmayanti (2017) and performance theory from Priansa (2014). The results of the study indicate that the performance of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba currently does not describe maximum results. The causes of the high or low performance of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba are training, health personnel, facilities and infrastructure, and work mechanisms. The performance model of the Central Jakarta Metro Police Satnarkoba performance carried out through
HR management activities has gone quite well. Management includes activities in planning, organizing, directing, controlling, procuring, developing, compensating, integrating, maintaining, and terminating employment or retirement.
"
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T55467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The large number of illegal drugs use in the society was because the drugs trade still rising. The city of Bekasi has become a market for drug trade. The large number of cases can be seen through cases that being handled by the Bekasi Police Metropolitan Resort Anti Drug Unit. This study was exploring every aspect on how the Bekasi Police Metropolitan Resort Anti Drug Unit handles the drug problem
which threatens the city of Bekasi.
The Bekasi Police Anti Drug Unit handles the drug problem on its jurisdiction in three important efforts. The pre-emptive done as early as possible in form of informal seminar and local counseling to the society about the dangerous effect of illegal drug use. The preventive effort was implementing through series of Routine Police Operation and Special Police Operation. While the repressive efforts were
law enforcement action through criminal investigation and indictment which rooted within legality aspect. Each effort still encounters several problems, such as lack of personnel, insufficient equipment, breach of information and lack of operational funds."
[Departemen Kriminologi. FISIP UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nian Syafuddin
"Penelitian mengenai Pemeriksaan Tersangka Pelaku Tindak Pidana oleh Penyidik Polri di Polres Metro Jakarta Selatan bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana oleh penyidik/penyidik pembantu Polri selaku aparat penegak hukum. Adapun permasalahan yang diteliti adalah prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Polri yang ditunjuk selaku pemeriksa. Disamping itu diteliti juga faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi serta mengapa hal itu terjadi, mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan serta pola-pola perilaku yang terbentuk dalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan tersangka adalah salah satu kegiatan dari penyidikan suatu tindak pidana yang sangat bersentuhan dengan hak azasi manusia oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuanketentuan hukum yang berlaku yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan di Pengadilan, pelaksana putusan hakim dan penasehat hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut, guna memberi pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu di lingkungan Polri, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Teknis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi yang berisi prosedur dan tatacara dalam melakukan pemeriksaan tersangka dan saksi oleh penyidik/penyidik pembantu. Walaupun telah ada undang-undang yang mengaturnya bahkan telah ada pedoman yang secara teknis mengatur masalah ini, temyata masih saja terjadi berbagai penyimpangan terhadap pelaksanaannya yang sering dilansir oleh berbagai mass media baik media cetak maupun elektronik sebagai kekurangan mampun Polri dalam melaksanakan profesinya.
Dalam pemeriksaan tersangka terjadi interaksi antara pemeriksa dan tersangka serta lingkungannya yang akan mempengaruhi terhadap proses pemeriksaan yang dilakukan. Dalam proses interaksi tersebut terjadi tindakan-tindakan, perilaku-perilaku, sikap-sikap yang cenderung sexing dilakukan karena dianggap dibolehkan dan dibenarkan sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung atau secara diam-diam disepakati sebagai pola perilaku dan tindakan yang diterima dan dianggap biasa walaupun pada kenyataannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan pelanggaran terhadap hak azasi manusia.
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penyidik/penyidik pembantu memberikan keyakinan kepada mereka bahwa tersangka terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dengan motif, modus operandi, jenis kejahatan yang dilakukan, status sosial, latar belakang ekonomi dan budaya yang berbeda yang dapat dikategorisasikan atau digolong-golongkan menurut aspek-aspek tersebut. Pengkategorisasian atau penggolong-golongan yang berisikan sangkaan-sangkaan yang buruk tentang tersangka, merupakan prasangka yang seringkali menimbulkan diskriminasi dan juga digunakan sebagai acuan bertindak dalam memeriksa tersangka tersebut, walaupun tidak harus selalu demikian perwujudan tindakan-tindakannya.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa tindakan penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk selaku pemeriksa tersangka di Palres Metro Jakarta Selatan mengikuti acuan pedoman formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan Kapoires dan Kasat Serse serta mengikuti pengetahuan, pengalaman dan keyakinan mereka mengenai pengkategorisasian atau penggolongan tersangka. Telah dapat diidentifisir pula beberapa pola perilaku penyidik yang terbentuk dan cenderung menyimpang dari ketentuanketentuan hukum yang berlaku khususnya hukum acara pidana dan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Untuk dapat melaksanakan penegakan hukum secara benar dan adil serta memberikan perlindungan terhadap hak azasi manusia sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, maka Polri hares dapat merubah dan menghilangkan pola-pola perilaku yang negatif tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Victor S.P.
"Tindak pidana narkoba dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime karena dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang luar biasa. Peredaran gelap narkoba di Indonesia khususnya di DKI Jakarta sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan, hal ini disebabkan dampak yang ditimbulkan dari peredaran gelap tersebut berupa penyalahgunaan narkoba telah banyak memakan korban di masyarakat. Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya telah melakukan upayaupaya untuk menekan peredaran narkoba di daerah Jakarta.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis ditemukan bahwa banyak pelaku tindak pidana narkoba yang masuk kategori pengedar maupun pembuat narkoba adalah orang-orang yang tadinya merupakan pemakai narkoba. Mereka naik status nya menjadi seorang pengedar/bandar ataupun pembuat narkoba berawal dari pengalaman selama didalam tahanan. Ketika sipemakai narkoba ditangkap oleh penyidik, mereka ditempatkan satu sel dirumah tahanan dengan para tersangka pengedar maupun pembuat narkoba dimana penempatan secara bersama-sama dalam ruangan tahanan akan memberi peluang kepada tersangka pengedar/bandar untuk mempengaruhi dan mengajak tersangka pemakai tersebut untuk mau bekerjasama menjalankan bisnis peredaran narkoba tersebut kelak setelah keluar dari lembaga permasyarakatan.
Melihat kenyataan diatas, maka penulis mencoba membuat tulisan ini dimana didalamnya berisi anjuran agar pemakai narkoba dikategorikan sebagai korban penyalahgunaan narkoba dan agar kepada para tersangka pemakai tersebut dapat diberikan rehabilitasi medis atas ketergantungan narkoba. Anjuran untuk memberikan rehabilitasi kepada tersangka pemakai narkoba juga sesuai dengan amanat UU No. 35 tahun 2009 tentang narkoba dan SEMA No. 4 tahun 2010 dan terakhir ditegaskan dalam PP No. 25 tahun 2011.

Criminal drugs categorized as exceptional crimes or extra ordinary crime because it is done by using the modus operandi. Illicit drugs in Indonesia especially in Jakarta already at the stage that is very worrying, this is due to the impact arising from illicit drug abuse form has many take toll on society. Directorate of drug Polda Metro Jaya by has made efforts to suppress the circulation of drugs in the area of Jakarta. Criminal drugs categorized as exceptional crimes or extra ordinary crime because it is done by using the modus operandi. Illicit drugs in Indonesia especially in Jakarta already at the stage that is very worrying, this is due to the impact arising from illicit drug abuse form has many take toll on society. Directorate of drug polda metro jaya by has made efforts to suppress the circulation of drugs in the area of Jakarta.
In research conducted by the authors found that many of the perpetrators of the crime of drugs that enter the category of drug dealers and makers are the ones who used a drug user. They boarded his status of being a hustler or maker of drugs derived from the experience over in custody. When drug users arrested by investigators, they are placed in one cell at a prisoner with the suspected drug dealers and makers where the placement of a prisoner in a room together will give opportunities to suspect dealers to influence and engage users to suspect cooperates running a business that later after the circulation of drugs out of prison.
See the fact above, then the author tried to make this article contains recommendations that specify which user drugs categorized as victims of drug abuse and to keep to the suspect user may be given the medical rehabilitation of drug dependence. The suggestion to provide rehabilitation to drug users are also suspects in accordance with the mandate of UU No. 35 tahun 2009 tentang narkoba and SEMA No.4 tahun 2010 and last reaffirmed in PP No. 25 tahun 2011.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29907
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Pusvita Sari
"Berbagai dampak negatif akibat anak bersentuhan dengan dunia peradilan menjadipertimbangan utama dimungkinkannya diversi terhadap penyelesaian kejahatan yangdilakukan oleh anak. Dalam melaksanakan fungsi sebagai kontrol sosial itu, Polrimembentuk suatu unit khusus yang menangani permasalahan perempuan anak yangdisebut Unit PPA Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Secara khusus unit inifocus pada bagaimana memberikan layanan untuk kepentingan terbaik bagi anak danuntuk menegakan keadilan bagi perempuan dan anak. Unit PPA ini beranggotakanpenyidik yang diwajibkan untuk mengedepankan proses diversi dibandingkanmeneruskan proses hukum pelaku anak hingga ke pengadilan anak. Berkenaan denganpenyidik kepolisian dalam menerapkan konsep diversi terhadap anak yangberhadapan dengan hukum dapat dikaji permasalahan mengenai bagaimanakah prosespelaksanaan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum khususnya pelakuanak, pengaturan posisi dan wewenang penyidik kepolisian dalam pelaksanaan diversiserta tantangan yang dihadapi penyidik dalam penerapan diversi dan strategi untukmengawasinya di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Pusat.
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normative yang didukung dengan penelitian lapanganyang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan, analisis datayang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode pengumpulan data primerdan sekunder. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pihak kepolisian Polres MetroJakarta Pusat lebih mengutamakan upaya damai atau menggunakan cara diversi dalammenangani anak yang berhadapan dengan hukum dari pada proses secara hukumkarena lebih baik mengutamakan kepentingan terbaik untuk anak. Banyaknya parapenegak hukum yang masih berparadigma legalistik, kaku, dan kurangnyapemahaman tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Budayamasyarakat Indonesia yang dikenal dengan musyawarahnya, akan tetapi hal tersebutterkadang sama sekali tidak terlihat dalam upaya diversi yang melibatkan pelakuanak. Kurangnya kordinasi antar instansi terutama pengawasan pasca diversimenyebabkan dampak negatif terhadap anak seperti stigmatisasi kerap dialami olehpelaku anak.

Negative impacts on children that arise from their contact with the world of lawjustice are a major consideration in the diversion of the settlementof child crimes. Incarrying out its function as social controller, the Police formed a special unit to handleissues of women and children called Unit PPA UnitPelayananPerempuandanAnak Service Unit for Women and Children that, inparticular, focuses on how to provide services for the best interests of children and touphold justice for women and children.This unit consists of investigators who arerequired to prioritize the diversion process rather than continuing the legalproceedings of juvenile offenders to the juvenile court. With regard to theinvestigators in applying the concept of diversion to children in conflict with the law,it may be possible to examine the issues of how are the processes of implementing thediversion to children in conflict with the law, in particular juvenile offenders, settingthe position and authority of investigators in the implementation of diversions, andwhat kinds of challenges faced by investigators in implementing the diversions andstrategies they take in the Central Jakarta Departmental Police jurisdiction.
This study used normative juridical research supported by field research that was conducted byconducting interviews with informants. Meanwhile, the data analysis used wasqualitative analysis with primary and secondary data collection methods. From theresults of this study, it can concluded that the Central JakartaDepartmental Policehave prioritized peaceful efforts or used diversions in dealing with children in conflictwith the law rather thanlegal process because it is better to prioritize the best interestsfor children. Many law enforcement officials still have a legalistic, rigid, andinadequate paradigm about the handling of children in conflict with the law. Theculture of Indonesian society, actually, is known for its deliberation, but it issometimes not at all visible in diversionary efforts involving juvenile offenders.Thelack of coordination between agencies, especially in post diversion monitoring, has anegative impact on juvenile offenders such as poor stigmatization.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bekto Suprapto
"Tesis ini bertujuan menunjukkan proses pengambilan keputusan penyidik dalam menentukan penahanan atau tidak melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dalam tesis ini, perilaku penyidik yang terdiri dari interaksi antar penyidik maupun antara penyidik dengan penyidik pembantu, dilihat dan diperlakukan sebagaimana kenyataan apa adanya, yaitu dalam kaitannya dan hubungan saling pengaruh-mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penahanan tersangka.
Metodologi difokuskan pada pengamatan pola perilaku penyidik dalam proses pengambilan keputusan- untuk menahan tersangka,- agar dapat memahami makna dari gejala kasus-kasus pengambilan keputusan oleh penyidik. Oleh karena mengamati satu gejala keputusan penyidik dalam menentukan penahanan tersangka itu tidak cukup, sehingga perlu mengamati pola perilaku penyidik dalam memutuskan penahanan terhadap tersangka. Kasus-kasus dipilih secara acak, tidak ditentukan karena adanya kategori-kategori tertentu, namun semata-mata didasari oleh kasus-kasus yang dapat saya ikuti secara terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan penahanan oleh penyidik tidak dapat dipandang sebagai keputusan yang berdiri sendiri, namun ada kaitannya dengan pluralistik tindakan dalam sistem peradilan pidana yang harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku dalam sistem peradilan pidana.
Keputusan penahanan tersangka oleh penyidik dipengaruhi oleh pengetahuan, nilai-nilai, pengalaman penyidik yang saling mempengaruhi dan menjadi pertimbangan maupun motivasi penyidik dengan mengacu pada interpretasi atas aturan-aturan yang ada dalam KUHAP dan berbagai peraturan pidana lainnya dalam memutuskan penahanan tersangka untuk tujuan tertentu.
Tesis ini berisi tulisan yang saya susun dalam enam bab: bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, kerangka teori, kajian kepustakaan, dan hipotesis, serta metodologi; bab dua tentang gambaran umum Polres Metro Jakarta Selatan yang terdiri dari kedudukan dan tugas Polres Metro Jakarta Selatan, situasi Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Selatan, data kriminalitas, dan kegiatan penyidikan; bab tiga tentang bukti permulaan yang cukup, aturan penahanan terdiri dari tempat penahanan, alasan, syarat, wewenang, lamanya, dan jenis penahanan, serta penangguhan penahanaan dan surat perintah penahanan; bab empat tentang pemeriksaan kasus yang berisi tentang pemeriksaan pendahuluan, pemanggilan dan penangkapan, pemeriksaan tersangka, laporan hasil pemeriksaan, dan gelar perkara: bab lima tentang keputusan penahanan yang merupakan data dan analisa hasil penelitian terdiri dari keputusan penahanan untuk tujuan proses peradilan pidana, keputusan untuk tidak melakukan penahanan, keputusan penahanan untuk tujuan tidak diproses dalam peradilan pidana, dan keputusan penangguhan penahanan; bab enam merupakan kesimpulan dari tesis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Johannes
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S6304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>