Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kaptiningsih
"Banyaknya gizi buruk merupakan ancaman yang serius yang akan berdampak pada kualitas somber daya manusia Indonesia di masa mendatang. Kejadian ini merupakan dampak dari krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi sejak bulan Juli tahun 1997. Sektor Kesehatan yaitu Dinas Kesehatan sebagai pengelola program gizi ingin menurunkan jumlah gizi buruk yang ada di kota Cirebon.
Pada era Otonomi Daerah Dinas Kesehatan mengharapkan agar semua pihak yang terkait untuk mendukung dan berperan bagaimana caranya mengatasi hal tersebut. Jadi bentuk dukungan dalam wujud realisasi anggaran untuk pembangunan somber daya manusia seperti program gizi agar mendapat porsi yang optimal dan realistis.
Bentuk dukungan juga diharapkan dari Suprasistem (Pemerintah Daerah, Bappeda, Komisi E DPRD) serta Infrasistem yaitu Puskesmas untuk berperan dalam membantu Dinas Kesehatan mendapatkan porsi anggarannya dari DAU sehingga status gizi balita Kota Cirebon meningkat. Juga peran yang bagaimana dari Dinas Kesehatan sendiri agar jumlah anggaran untuk program gizi terealisasi secara optimal.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari wawancara mendalam, pencarian data yang terdokumentasi dan observasi yang mencakup 20 orang informan adalah merupakan kelompok Suprasistem dan Infrasistem Kota Cirebon, yang merupakan pejabat struktural di instansi yang terkait dan terlibat dalam program perbaikan dan peningkatan status gizi balita. Dari hasil penelitian dapat diketahui mekanisme alur anggaran baik sebelum maupun pada era Otonomi Daerah. Juga dapat diketahui peran dari masing-masing sektor baik, dari Suprasistem maupun Infrasistem dalam mendukung Program Perbaikan dan Peningkatan Status Gizi Kota Cierbon. Ternyata dari elemen yang dianalisis sebagian besar sudah mendukung Program Gizi, tetapi masih perlu peningkatan dukungan dan kerjasama yang terkoordinir baik antara Suprasistem dan Infrasistem, dan masih perlu peningkatan yang efektif dari Dinas Kesehatan dalam mensosiatisasi dan mengadvokasi Program Perbaikan dan Peningkatan Status Gizi balita, melalui pertemuan secara berkala maupun dalam pertemuan-pertemuan informal, sehingga koordinasi antar sektor yang terkait mencapai hasil yang optimal dan efektif. Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah bidang kesehatan masih ditemukan kendala terutama dalam jumlah alokasi anggaran untuk sekctor kesehatan khususnya Program Perbaikan Gizi. Tetapi dengan saran-saran dari Suprasistem maupun Infrasistem maim persoalan gizi buruk dapat diatasi dengan meningkatkan keterbukaan antar sekior terkait dalam pembuatan perencanaan program pembangunan di era Otonomi Daerah, kewenangan Daerah Propinsi, Kabupaten I Kota sebagai wilayah administrasi bidang kesehatan di mana salah satunya adalah Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi.

The large number of malnutrition is a serious threat that will affect the quality of human resources in the future. This event arises as the effect of monetary crisis that ,happen for along time since July 1997.
Health sector is that local health official who manages the nutrition program has a desire to decrease the number of malnutrition in Cirebon City.
At decentralization era Local Health Official expects all the interrelated sectors to support and will take hold of role to think how to solve this problem. So, the support is in the form of real budget for the development of human resources such as nutrition program would get optimum proportion and realty. That support is also expected from the Suprasystem (Local Government, Agency for Regional Development, E Commission of The House of Representatives at Regional) and infrasystem is that Community Health Center to take part to in assist The Local Health Official to get it's budget from General Allocation Budget, so the nutrition state of children under five in Cirebon City would be increased. So, what kind of role The Local Health Official to get the Optimum budget for nutrition program? This observation is a case study using quality approach. Data was got from in-depth interview, documentation data, and observation involves 20 informants including Suprasystem and Infrasystem group in Cirebon City, who are in the Structural staffs in related instances and take part to the improvement of nutrition for children under five.
From the result of the observation will be know the mechanism of channel budget before and after decentralization era. It can also be blown the role of each sector, Suprasystem and Infrasystem in supporting the rehabilitation and the improvement of nutrition for children under five in Cirebon. The fact is that from the important component analyzed, almost the most part has supported the process, but they still need improvement of supporting and good cooperation between Suprasystem and Infrasystem. Moreover, The Local Health Official has to be more active to socialize the program through formal and informal meeting and to facilitate the coordination between the interrelated sectors to get effective result. In the practice of decentralization especially in the case of Health, it still found obstacles specially the allocation of the budget for the Local Health Official mainly for the nutrition rehabilitation program. But according to the advice of Suprasystem and Infrasystem, the problem of malnutrition can be solved by increasing the opening between the interrelated sectors in making the planning for the development program in accordance to the rule related to the decentralization and the wisdom of each Province, Region 1 City as the administration area in the case of health in which one of them is that Nutrition and Food Cautious System."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Hartati
"Status gizi berperan dalam menentukan sukses tidaknya upaya peningkatan sumberdaya manusia. Prevalensi gizi kurang BB/U di Kabupaten Tangerang meningkat dari tahun 2007 sampai 2010 yaitu 7,2% menjadi 9,12%. Tujuan penelitian adalah dianalisisnya hubungan antara perilaku KADARZI, karakteristik keluarga dan balita dengan status gizi balita (12-59 bulan) di Kabupaten Tangerang tahun 2011. Penilitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekuder hasil survey PSG KADARZI Kabupaten Tangerang tahun 2011. Prevalensi balita gizi kurang (termasuk gizi buruk) 17,9%, pendek (termasuk sangat pendek) 32,9%, kurus (termasuk sangat kurus) 11,8%. Variabel yang berhubungan secara bermakna dengan status gizi balita BB/U adalah menimbang balita secara teratur, riwayat ASI Eksklusif, menggunakan garam beryodium, pendidikan ayah, pendidikan ibu, usia ibu, besar keluarga, dan umur balita. Variabel yang berhubungan bermakna dengan status gizi PB/U atau TB/U sama dengan BB/U ditambah variabel konsumsi kapsul vitamin A. Berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB adalah riwayat ASI Eksklusif, dan pendidikan ibu. Hasil uji multivariat menunjukkan faktor dominan BB/U adalah pendidikan ibu, PB/U atau TB/U adalah pendidikan ayah. Sedangkan BB/PB atau BB/TB adalah riwayat ASI Eksklusif. Perlu adanya pendidikan gizi bagi keluarga.

Nutritional status is one of the important indicator for human resources. From 2007 to 2010, prevalence of undernutrition increased from 7,2% to 9,12%. General objective of this study was to determine the relationship between family nutrition awareness (KADARZI), family and children under five characteristics with nutritional status of children under five (12-59 months) at Tangerang District in 2011. This quantitative study using cross sectional study design. The data were result from family nutrition awareness and nutritional status survey at Tangerang district in 2011. The analysis showed that the prevalence of underweight was found at 17,9%. stunted was found at 32,9%, wasted was found at 11,8%. Chi square test result showed that there was a significant association (p≤0.05) between growth monitoring, exclusive breastfeeding history, the use of iodized salt, father?s level of education, mother?s level of education, mother?s age, number of family members, and child?s age with nutritional status based on BB/U index. PB/U or TB/U index were the same as BB/U but added by vitamin A capsule intake. BB/PB or BB/TB Index were exclusive breastfeeding history and mother's level of education. Multivariate test results showed that mother's level of education is the most dominant factor associated with nutritional status (BB/U). PB/U or TB/U index was father?s level of education. BB/PB or BB/TB index was exclusive breastfeeding history. The following need famiy nutritional education."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Fitriyanti
"ABSTRACT
Status gizi balita tetap kurus walauapun sudah mendapatkan PMT. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui Pemberian Makanan Tambahan dan faktor apa sajayang berperan terhadap perbaikan status gizi balita penerima program PMT diKota Tanjungpinang. Jenis penelitian adalah case control dengan tehnikprobability sampling. Sampel penelitian sebanyak 44 responden yang terbagimenjadi 2 kelompok yaitu 26 kasus dan 18 kontrol. Data dianalisis menggunakanuji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermaknaantara pendidikan ibu p=0,010, OR=6,66 dengan CI 95 =1,74-25,43 , danpendapatan keluarga p=0,026, OR=5,23 dengan CI 95 =1,40 ndash; 19,51 . Variabelyang tidak berhubungan PMT dapat dihabiskan balita p=1,000, OR=1,19 denganCI 95 =0,24-5,76 , yang menghabiskan PMT p=0,20, OR=2,56 dengan CI95 =0,66-9,96 , penyakit infeksi p=0,577, OR=0,58 dengan CI 95 =1,40-9,51 ,pengeluaran pangan keluarga p=0,240, OR=0,33 dengan CI 95 =0,07-1,65 ,perilaku pemberian makan p=1,00, OR=0,83 dengan CI 95 =0,23-2,89 , ASIEksklusif p=0,417, OR=2,00 dengan CI 95 =0,59-6,77 , waktu akses kepelayanan kesehatan p=0,314, OR=0,47 dengan CI 95 =0,11-1,89 , modatransportasi ke pelayanan kesehatan p=0,697, OR=0,63 dengan CI 95 =0,13-2,96 dan kelengkapan imunisasi p=0,009, OR=1,47 dengan CI 95 =0,42-5,12 dengan status gizi balita yang mendapatkan PMT di Kota Tanjungpinang tahun2017.

ABSTRACT
Nutritional status of infants are remain thin even though they have gotSupplementary Feeding Program. This study aims to determine theSupplementary Feeding Program and factors that play a role to improve thenutritional status of children under five years who receiving SupplementaryFeeding Program in Tanjungpinang. A case control method, with a probabilitysampling technique, was carried out in this study. As many as 44 respondentswere divided into 2 groups 26 cases group and 18 control group . The data wereanalyzed by using Chi square test. The study revealed two findings. First, therewere significant correlation of Mother education level p 0,010, OR 6,66 with CI95 1,74 25,43 , and family income p 0,026, OR 5,23 with CI 95 1,40 19,51 . Second, there were no correlation of supplementary feeding can be spent p 1,000, OR 1,19 with CI 95 0,24 5,76 , who spent the supplementaryfeeding p 0,20, OR 2,56 with n CI 95 0,66 9,96 , infectious disease p 0,577, OR 0,58 with CI 95 1,40 19,51 , family food expenditure p 0,240,OR 0,33 with CI 95 0,07 1,65 , feeding behavior p 1,00, OR 0,83 with CI95 0,23 2,89 , exclusive breast feeding p 0,417, OR 2,00 with CI 95 0,59 6,77 , time of access to health services p 0,314, OR 0,47 with CI 95 0,11 1,89 , means of transportation to health services p 0,697, OR 0,63 with CI95 0,13 2,96 and complete immunization p 0,009, OR 1,47 with CI95 0,42 5,12 with nutritional status of children under five who gainsupplementary feeding program in Tanjungpinang City 2017."
2017
S68036
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Dina Amri
"Pelayanan gizi pada bayi dan balita tidak dapat dilaksanakan selama masa pandemi COVID-19 dengan adanya Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Angka kunjungan ke POSYANDU di empat wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok mengalami penurunan signifikan pada bulan April hingga bulan Mei tahun 2020. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19 pada tanggal 4 Mei 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas se-Kota Solok dari perspektif kebijakan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan desain studi kasus pada bulan Mei sampai Agustus 2021 di wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok dan Dinas Kesehatan Kota Solok. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, telaah dokumen dan wawancara mendalam terhadap 11 informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (Kebijakan Kepala Puskesmas, SDM, dana dan fasilitas) serta faktor eksternal (Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Solok dan kondisi-sosial ekonomi masyarakat) yang dimiliki oleh Puskesmas se-Kota Solok tidak sepenuhnya mendukung untuk pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19. Keadaan penduduk di wilayah kerja masing-masing Puskesmas yang masih banyak tidak memiliki smartphone dan tidak bisa akses media sosial menyebabkan konseling gizi secara daring tidak dapat dilaksanakan oleh Petugas Gizi. Kegiatan pelayanan gizi di POSYANDU tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik dikarenakan kurang memadainya sarana dan prasarana kesehatan. Kegiatan pelayanan gizi pada bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas se-Kota Solok pada masa tanggap darurat COVID-19 tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai Pedoman Pelayanan Gizi pada Bayi dan Balita di Masa Tanggap Darurat COVID-19. Kepala Puskesmas dan Petugas Gizi diharapkan bekerjasama dengan Tokoh Masyarakat (Ketua RT/RW), Kepala Kelurahan dan Pemerintah Daerah Kota Solok dalam meningkatkan swadaya masyarakat dengan cara mengadakan rapat lintas sektor dan memanfaatkan dana kelurahan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di Posyandu berbasis gotong royong seperti yang telah diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Solok.

Nutrition services for infants and children under-five cannot be carried out during COVID-19 pandemic because of the Large-Scale Social Restriction Policy (Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB). POSYANDU visit rate in the four working areas of Public Health Centers (Puskesmas) in Solok City showed significant decrease from April to May 2020. To overcome this, the Ministry of Health of Indonesian Republic issued Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period on May 4th, 2020. This study aims to analyze the implementation of Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period in Public Health Centers in Solok City from policy perspective. This study was conducted with qualitative approach and case study design from May to August 2021 in Public Health Centers in Solok City. Data was collected by using observation, document review and in-depth interviews with 11 informants. The results showed that internal factors (Internal Policy, HR, funds and facilities) as well as external factors (Solok City Government Policy and community socio-economic conditions) of Public Health Centers in Solok City did not fully support the implementation of Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period. Population condition which still does not have a smartphone and cannot access social media, causes online nutrition counseling cannot be carried out by Nutrition Officers. Nutrition service activities at POSYANDU did not properly implement health protocols due to inadequate health facilities and infrastructure. Nutrition service activities for infants and children under-five in ​​Public Health Centers in Solok City during COVID-19 were not fully implemented according to Nutrition Services Guidelines for Infants and Children Under-Five during COVID-19 Emergency Response Period. Heads of Public Health Centers and Nutrition Officers are expected to cooperate with Community Leaders and Local Government of Solok City in increasing community self-reliance by holding cross-sectoral meetings and utilizing village funds to support the development of health facilities and infrastructure in POSYANDU based on mutual cooperation as regulated by the Local Government of Solok City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ketut Ayu Mirayanti
"Pola asuh pemenuhan nutrisi yang kurang efektif menyebabkan kurang gizi balita. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan pola asuh pemenuhan nutrisi dalam keluarga dengan status gizi balita. Desain cross sectional digunakan pada 142 responden. Tidak ada hubungan yang bermakna teridentifikasi antara pola asuh pemenuhan nutrisi dalam keluarga (riwayat nutrisi saat hamil, pemberian ASI eksklusif, persiapan dan penyimpanan makanan, penerapan PHBS rumah tangga, cara komunikasi keluarga dengan balita, peran keluarga dalam pemenuhan nutrisi, nilai dan keyakinan keluarga terhadap pola nutrisi dan kemampuan keluarga untuk memilih makanan sehat) dengan status gizi balita. Namun, upaya pemberdayaan keluarga menjadi hal penting dalam penatalaksanaan kurang gizi balita.

Ineffective nutrition parenting in family may caused under-five year children malnourished. The study aimed to determine the correlation of parenting nutrition with nutritional status. A cross-sectional design applied to 142 samples. There were no significant associations identified between nutrition parenting (nutritional history during pregnancy, breastfeeding, food preparation and storage, households clean and healthy behavior, family communication, family roles of nutrition, family values and beliefs on nutrition patterns and the ability of families to choose healthy foods) with under-five year children nutritional status. However, family empowerment is an important way to manage nutritional problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31000
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Felly Febriyani
"Masalah gizi yang umum ditemui di Indonesia yaitu stunting atau kelainan berupa pertumbuhan panjang/tinggi badan anak yang lebih rendah dari standar panjang/tinggi badan anak seusianya. Pada tahun 2019, jumlah balita stunting terbanyak di Provinsi DKI Jakarta terdapat di Kota Jakarta Timur yaitu mencapai 10.485 jiwa. Kecamatan di Kota Jakarta Timur dengan jumlah balita stunting tertinggi pada tahun 2019 tepatnya terdapat di Kecamatan Jatinegara dengan total mencapai 351 balita stunting. Berdasarkan banyaknya jumlah balita stunting yang terdapat di Kecamatan Jatinegara, maka penelitian ini memfokuskan pada penelitian mengenai status gizi balita di Kecamatan Jatinegara. Permasalahan kesehatan penduduk di kota perlu segera diatasi mengingat masih maraknya perpindahan penduduk desa menuju kota. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan status gizi balita serta (2) untuk mengetahui pola spasial dari status gizi balita di Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan unit analisis Rukun Warga (RW) dengan metode analisis secara statistik menggunakan Chi Square dan analisis spasial menggunakan Nearest Neighbor Analysis (NNA). Hasil analisis statistik menunjukkan faktor individu yang memiliki hubungan dengan status gizi balita adalah pola makan balita, sedangkan faktor rumah tangganya adalah mata pencaharian keluarga serta dari faktor lingkungan adalah jenis hunian. Selain itu, analisis spasial menunjukkan bahwa balita dengan status gizi normal memiliki pola spasial yang sama dengan balita berstatus gizi sangat pendek yaitu tersebar seragam pada Rukun Warga (RW) dengan jumlah Posyandu yang rendah, kepadatan hunian yang rendah, dan jenis hunian berupa rumah kecil. Sedangkan balita dengan status gizi yang pendek cenderung memiliki pola yang mengelompok pada Rukun Warga (RW) dengan jumlah Posyandu yang rendah, kepadatan hunian yang rendah, dan jenis hunian berupa rumah sangat kecil.

Nutritional problems that are commonly encountered in Indonesia are stunting or abnormalities in the form of growth in length/height of children that are lower than the standard length/height of children their age. In 2019, the highest number of stunting toddlers in DKI Jakarta Province was in East Jakarta City, reaching 10.485 people. The sub-district in East Jakarta City with the highest number of stunting toddlers in 2019 is precisely in Jatinegara District with a total of 351 stunting toddlers. Based on the large number of stunting toddlers in Jatinegara District, this study focuses on research on the nutritional status of toddlers in Jatinegara District. The health problems of the population in the city need to be addressed immediately considering the widespread movement of rural residents to the city. This study aims to (1) determine what factors have a relationship with the nutritional status of toddlers and (2) to determine the spatial pattern of the nutritional status of toddlers in Jatinegara District, East Jakarta City. This study uses the unit of analysis for the Rukun Warga (RW) with statistical analysis methods using Chi Square and spatial analysis using Nearest Neighbor Analysis (NNA). The result of statistical analysis shows that the individual factor that has a relationship with the nutritional status of children under five is the diet of the toddler, while the household factor is the family's livelihood and from the environmental factor is the type of dwelling. In addition, spatial analysis shows that toddlers with normal nutritional status have the same spatial pattern as toddlers with very short nutritional status, namely uniformly distributed in the Rukun Warga (RW) with a low number of Posyandu, low residential density, and the type of housing in the form of small houses. Meanwhile, toddlers with short nutritional status tend to have a clustered pattern in the Rukun Warga (RW) with a low number of Posyandu, low residential density, and very small housing types."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orisinal
"Kekurangan Energi Protein (KEP) pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi beban bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. KEP pada balita merupakan akibat langsung dari kurangnya asupan zat gizi dan status kesehatan yang buruk karena penyakit infeksi, dan akibat tidak langsung dari ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, lingkungan dan faktor yang terdapat pada balita sendiri. Prevalensi KEP di Sumatera Barat menunjukkan trend negatif. Sejak tahun 1995 sampai 2000 terjadi peningkatan prevalensi KEP dari 15,26% menjadi 23%, kondisi aman bertambah berat dengan adanya krisis ekonomi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Sumatera Barat tahun 2001. Desain yang digunakan adalah cross sectional. Data merupakan hasil Studi Pengembangan Metode Identifikasi Kelompok Masyarakat Miskin di Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia oleh Puslitbang Gizi dan Bappenas. Populasi adalah keluarga yang memiliki balita di wilayah penelitian Sumatera Barat. Sampel adalah keluarga yang memiliki balita, terpilih sebanyak 821 keluarga yang memiliki balita dan selanjutnya 802 responden yang layak dianalisis. Status gizi dihitung berdasarkan indeks BBJ baku rujukan WHO-NCHS, konsumsi zat gizi dihitung dengan metode semi quantitative food frequency.
Variabel dependen adalah status gizi sedangkan variabel independent adalah sosio ekonomi (konsumsi energi per kapita, konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, persen pengeluaran pangan, kemampuan berobat, kategori miskin), sosio demografi (umur anak, jenis kelamin anak, umur ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam keluarga), dan lingkungan (kondisi fisik rumah, sarana jamban keluarga dan sarana air minum). Analisis data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi dan mean, median, standar deviasi, minimum-maksimum, analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan regresi logistik ganda.
Ditemukan prevalensi KEP sebesar 25,9% (18,8% gizi kurang, 7,1% gizi buruk). Variabel yang berhubungan bermakna dengan status gizi balita adalah konsumsi energi per kapita, konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, umur anak, jenis kelamin anak, dan kondisi fisik rumah. Selanjutnya analisis multivariat menunjukkan variable yang secara bersama-sama berhubungan dengan status gizi balita adalah konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita, umur anak dan jenis kelamin anak. Anak umur 37-59 bulan cenderung menderita KEP 8,34 kali anak umur 0-6 bulan, anak umur 13-36 bulan cenderung menderita KEP 10,23 kali anak 0-6 bulan, dan anak umur 7-12 bulan cenderung menderita KEP 3,82 kali anak 0-6 bulan, setelah dikontrol variabel konsumsi protein per kapita, pendapatan per kapita dan jenis kelamin anak.
Perlu sosialisasi masalah KEP kepada pengambil kebijakan di lokasi penelitian agar penanggulangannya diprioritaskan; perlu penyuluhan tentang cars mempersiapkan penyapihan, perlu pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memotivasi beternak (ayamlitik), perlu penyuluhan kepada pemuka masyarakat agar anak perempuan lebih diperhatikan (sesuai dengan matrilineal).

Factors Related to Under Five Years Children's Nutritional Status in West Sumatera in 2001 (Secondary Data Analysis)Protein Energy Malnutrition (PEM) among under five years children has been one of health problems burdening the developing countries, including Indonesia. PEM among under five years children is a direct consequence of lack of nutrient intake and poor health status due to infectious diseases, and an indirect consequence of family sustenance, child rearing pattern, health care service, the environment, and under five years children's internal factors. Prevalence of PEM in West Sumatera showed negative trend. From 1995 to 2000 the PEM prevalence increased from 15.26% to 23%, and worsened with the economic crisis.
This research aimed to find out what factors were related to under five years children's nutritional status in West Sumatera in 2001. The research design used was cross sectional. The data were results from the Study of Method Development of Impoverished Communities Identification in Urban and Rural Areas in Indonesia (Study Pengembangan Metode Identifikasi Kelompok Masyarakat Miskin di Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia) conducted by Nutrition Research and Development Center (Puslitbang Gizi) and National Development Planning Board (Bappenas). The population was families with under five years children in the researched area in West Sumatera. The sample was families with under five years children, numbering to 821 families, 802 of whom were fit to be analyzed. The nutritional status was calculated based on WFA index standard reference from WHO-NCHS, and the nutrient intake was calculated using semi quantitative food frequency method.
The dependent variable was the nutritional status, while the independent variables were socioeconomic (energy intake per capita, protein intake per capita, income per capita, percentage of expenses on food, ability to afford medical assistance, poverty line), sociodemographic (child's age, child's sex, mother's age, number of family members, number of under five years children in the family), and environmental (physical condition of the house, family toilet facilities, and drinking water facilities). The data analysis comprised univariate analysis with frequency distribution, mean, median, deviation standard, minimum-maximum; bivariate analysis with chi-square; and multivariate analysis with multiple logistic regression.
The prevalence of PEM was found at 25.9% (18.8% moderately malnourished, 7.1% severely malnourished). Variables significantly related to under five years children nutritional status were energy intake per capita, protein intake per capita, income per capita, child's age, child's sex, and physical condition of the house. Furthermore, multivariate analysis showed that variables correlatively related to under five years children's nutritional status were protein intake per capita, income per capita, child's age, and child's sex.
After being controlled with variables of protein intake per capita, income per capita, and child's sex, the risk of suffering from PEM among under five years children aged 37-59 months was 8.34 times higher than that among babies aged 0-6 months; among under five years children aged 13-36 months it was 10.23 times higher than that among babies aged 0-6 months; and among babies aged 7-12 months it was 182 times higher than that among babies aged 0-6 months.
The followings need to be done in dealing with PEM: first, socializing PEM issue to decision makers in the researched area so that its management is prioritized; second, educating mothers about proper weaning; third, empowering the people's economy by encouraging them to raise chickens or ducks; and fourth, educating the local leaders to pay more attention to little girls welfare (which is in accordance with the local matriarchal custom).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rahmah Manik
"ABSTRACT
Pemberian makanan prelakteal merupakan pemberian makanan atau minuman selain ASI kepada bayi yang baru lahir yang dapat menggagalkan ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbedaan pemberian makanan prelakteal berdasarkan usia ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pemeriksa kehamilan, penolong persalinan, dan berat lahir. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu Data Gizi dan Kesehatan Balita di Kecamatan Babakan Madang Tahun 2018 dan juga data primer. Metode penelitian menggunakan desain studi cross-sectional. Uji chi square digunakan untuk membuktikan perbedaan pemberian makanan prelakteal berdasarkan variabel independen. Total sampel sebanyak 504 orang, 211 orang 41,9 memberikan makanan prelakteal, dengan jenis makanan terbanyak yang diberikan adalah susu formula 50,2 . Terdapat perbedaan pemberian makanan prelakteal berdasarkan penolong persalinan p-value 0,013.

ABSTRACT
Prelacteal feeding is the provision of food or drinks other than breast milk to newborns who can thwart exclusive breastfeeding. This study aims to prove the differences of prelacteal feeding based on maternal age, maternal education, mother 39 s knowledge, pregnancy examiner, birth attendant, and birth weight. The data used are Nutrition and Health Data of Children Under Five Years of Age in Babakan Madang Districts Year 2018 as secondary data and also primary data. Chi square test were used to prove differences of prelacteal feeding based on independent variables. A total sample of 504 people, 211 people 41.9 gave prelacteal food, with the most types of food given was infant formula 50.2. There are differences in prelacteal feeding based on birth attendant p value 0,013."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Rukmana Patty
"ABSTRAK Kasus gizi salah terbanyak terdapat di kelurahan Banten diantara wilayah lain di kota Serang Penelitian ini membahas tentang  faktor-faktor yang menyebabkan gizi salah pada anak balita di keluarga nelayan, dimana mayoritas mereka adalah buruh nelayan yang hidup dalam kemiskinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penenlitiannya menunjukan bahwa mayoritas pendidikan dan pemahaman keluarga nelayan tentang gizi rendah, pendapatan keluarga rendah sehingga mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi dengan baik. Mayoritas nelayan tidak memiliki alternatif pekerjaan lain disaat tidak bisa melaut karena cuaca ekstrim. faktor budaya dan kebiasaan setempat yang masih sangat kuat terkait pantangan makanan tertentu bagi anak balita terutama ikan dan telur yang akan merdampak buruk pada kesehatan dan kulit balita. Selain itu masih ada pemahaman bahwa ayah harus diutamakan dalam hal apapun termasuk dalam hal makan dibandingkan anggota keluarga lainnya, juga lingkungan tempat tinggal yang cukup kumuh dan kotor dengan sanitasi yang buruk serta sumber air bersih yang cukup sulit. Hambatan yang dihadapi yang paling mencolok adalah faktor ekonomi, aksesibilitas dan pengetahuan yang rendah serta kurangnya kesadaran pribadi dari keluarga dalam mengatasi masalah gizi salah pada anak balita dalam keluarga nelayan.

ABSTRACT
The most malnutrition cases were found in Banten villages among other regions in Serang. This study discusses the factors that cause malnutrition in children under five in fishing families, where the majority of them are fishermen who live in poverty. This study uses a qualitative approach with descriptive types. Data collection uses in-depth interviews, observation and documentation studies. The results of his research show that the majority of education and understanding of fishermen families about nutrition is low, family income is low so they are not able to meet nutritional needs properly. The majority of fishermen do not have other alternative jobs when they cannot go to sea due to extreme weather. local cultural and habits factors that are still very strong related to the restrictions on certain foods for toddlers, especially fish and eggs, which will affect the health and skin of toddlers. In addition, there is still an understanding that fathers must be prioritized in any case, including in terms of eating compared to other family members, as well as a fairly shabby and dirty living environment with poor sanitation and difficult water sources. The most striking obstacles faced are economic factors, low accessibility and knowledge, and a lack of personal awareness from the family in overcoming the problem of malnutrition in children under five in the family of fishermen

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Rianti
"Pneumonia adalah infeksi akut jaringan paru-paru yang terjadi akibat menurunnya sistem imunitas tubuh dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari sampai dengan 14 hari. Sampai saat ini pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kematian pada bayi dan balita di Indonesia.
Dari data kunjungan rawat inap rumah sakit di kota Depok, kasus pneumonia menempati urutan ketiga pada balita yaitu sebesar 11,45% dan mempunyai kontribusi sebesar 7,78% penyebab kematian (urutan kelima). Sedangkan dari data kunjungan rawat jalan di Puskesmas Sawangan, prevalen pneumonia pada balita adalah sebesar 9,45%, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia. Penilaian status gizi diukur berdasarkan indeks Tinggi Badan menurut umur dengan standar baku nasional di Indonesia (Keputusan Menkes RI No: 920/Menkes/SK/ VIII/2002). Variabel kovariat adalah jenis kelamin balita, umur balita, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, pemberian vitamin A dosis tinggi dan pendidikan ibu.
Desain penelitian menggunakan studi kasus kontrol. Kasus adalah balita umur 6 - 59 bulan yang datang berobat ke puskesmas dan dinyatakan menderita pneumonia oleh dokter dan atau petugas puskesmas terlatih, melalui peniiaian dan klasifikasi MTBS sejak Februari sampai dengan Juni 2006. Kontrol adalah semua balita yang dinyatakan tidak menderita pneumonia dan tidak menderita ISPA oleh petugas yang sama kemudian dilakukan SRS. Dengan menggunakan beberapa variabel penelitian terkait, dari hasil perhitungan rumus diperoleh besar sampel 120 dengan perbandingan kasus dan kontrol = 1 : 1, sehingga total sampei adalah 240. Data dipcroleh dari hasil wawancara, observasi dan pengukuran. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita setelah dikontrol oleh pemberian ASI secara eksklusif dan dapat disimpulkan bahwa balita dengan status gizi baik dan mendapat ASI secara eksklusif akan terlindungi sebesar 68% dari penyakit pneumonia dibandingkan dengan balita yang status gizi kurang dan tidak mendapat ASI eksklusif. Disarankan bahwa upaya untuk menurunkan angka kematian pada balita karena penyakit pneumonia adalah dimulai dengan menurunkan angka kesakitan pneumonia, salah satu cara menurunkan angka kesakitan adalah dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan meningkatkan cakupan pemberian ASI secara eksklusif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>