Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kelling, George L.
Jakarta: Cipta Manunggal, 1988
353.46 KEL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andries Hermanto
"Seiring dengan perubahan paradigma Polri untuk lebih dekat dan mengabdi kepada kepentingan masyarakat, maka Polri melakukan reformasi baik di bidang struktural maupun instrumental serta kultural. Berdasarkan pasal 13, Undang-Undang No.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri mempunyai tugas pokok: (a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tugas pokok Polri tersebut dijabarkan menjadi tugas-tugas kepolisian yang tercantum dalam pasal 14 pada Undang-Undang yang sama.
Secara universal, Polisi mempunyai dua tugas utama yaitu: memelihara keamanan ketertiban masyarakat, dan menegakkan hukum. Selain itu Polisi dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki sifat yang berorientasi pada "melayani dan melindungi" masyarakat. Sehingga tugas pokok Polri untuk "melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat" sebagaimana tercantum dalam butir (c) pasal 13 Undang-Undang No.2/2002, sebenarnya merupakan roh dan jiwa serta karakter Polisi yang harus menjadi budaya dalam setiap pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri.
Tugas pokok dan tugas-tugas Polri tersebut dilaksanakan oleh Polisi-Polisi yang berada mulai pada tingkat Mabes Polri, Polda, Polwil/Polwiltabes/Poltabes, Polres, Polsek, hingga Pos Polisi. Pos Polisi merupakan kesatuan kepolisian terkecil kepanjangan dari Polsek yang mempunyai peranan sangat penting dan terdepan dalam melaksanakan peran Polri, khususnya dalam rangka memelihara Kamtibmas di wilayah kerjanya.
Masalah penelitian yang penulis kemukakan adalah tentang pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi, studi kasus di Polsek Metro Gambir-Polres Metro Jakarta Pusat-Polda Metropolitan Jakarta Raya. Fokus penelitian adalah tentang kegiatan polisi yang bertugas pada Pos-pos Polisi di wilayah Polsek Metro Gambir dalam melaksanakan tugas pokok dan tugas-tugas Polri di wilayah kerjan.
Ruang lingkup dalam penelitian ini adatah mencakup Pos Polisi dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen yang meliputi tentang sumberdaya manusia, metode kerja, sarana dan prasarana, anggaran, dan interaksi sosiai antara Polisi dengan masyarakat, serta hubungan kerja dengan Babinkamtibmas.
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi di wilayah Polsek Metro Gambir. Di samping itu, studi ini juga bertujuan untuk menggali dan menemukan segala bentuk kekurangan yang selanjutnya mampu memberikan masukan guna memperbaiki serta memberdayakan Pos Polisi agar lebih efektif dan efesien dalam melaksanakan tugasnya.
Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, maka dalam hal ini peneliti menentukan hipotesa kerja, yaitu: "Pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi belum dapat dilaksanakan secara optimal sebagaimana diharapkan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh sangat terbatasnya sumberdaya yang tersedia sebagai unsur penting dalam organisasi guna mendukung terlaksananya operasionalisasi Pos Polisi. Selain itu, buruknya manajemen organisasi juga menjadi faktor penyebab kurang berdayanya Pos Polisi dalam menjalankan fungsi kepolisian yang diembannya."
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode utama dalam penelitian kualitatif adalah metode etnografi, yaitu suatu metode penelitian dengan dasar untuk mendapatkan pemahaman (verstehen), dengan cara mengamati gejala-gejala yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari dari obyek yang diteliti. Peneliti mendapatkan data primer dengan cara melakukan pengamatan terlibat dan melakukan wawancara terhadap sasaran penelitian. Selanjutnya, data maupun bahan-bahan keterangan yang sudah dikumpulkan dalam penelitian ini, diproses menggunakan konsep Trianggulasi, yaitu dengan cara memadukan, mengolah, serta menganalisa antara teori, data, dan fakta yang ada.
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolda Metropolitan Jakarta Raya, No. Pol.: Skep/521/XII/2004 tanggal 1 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasi Pengembangan Pos Polisi di Polsek-polsek Jajaran Polda Metropolitan Jakarta Raya dan Jabaran Tugas Pos Polisi, hasil penelitian mengatakan bahwa anggota Polri yang bertugas di Pos Polisi masih belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Mereka masih bekerja dengan prinsip yang minimalis. Sarana dan prasarana yang tersedia di Pospol masih sangat terbatas, bahkan untuk alat tulis dan kantor saja, Polisi yang bertugas di sana harus mengusahakannya sendiri. Tidak ada anggaran khusus dari Polri untuk biaya operasionalisasi Pospol, sehingga petugas di Pospol tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Rendahnya tingkat kesejahteraan anggota Pospol mengakibatkan mereka masih mencari penghasilan tambahan dan mengharapkan imbalan dari masyarakat yang dilayaninya.
Pospol mengemban tugas-tugas Polisi secara umum atau menjalankan fungsi Sabhara. Sejak adanya program pemberdayaan Pospol di jajaran Polda Metropolitan Jakarta Raya, Pospol juga dibebani tugas untuk melakukan kunjungan atau sambang ke masyarakat untuk menjalin hubungan kemitraan dengan warga masyarakat. Jabatan Kapospol yang semula dijabat oleh Polisi berpangkat Bintara Tinggi berubah dijabat oleh Perwira Pertama. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah Perwira, sampai sekarang masih ada Kapospol yang dijabat oleh Bintara Tinggi. Jumlah anggota Pospol yang semula hanya tiga orang, sekarang bertambah menjadi rata-rata sembilan personil. Berkaitan dengan program ini, kedudukan Babinkamtibmas diletakkan dibawah koordinasi Kapospol. Sehingga tugas-tugas pembinaan masyarakat dilakukan oleh Pospol dan Babinkamtibmas. Masalahnya, wilayah kerja Pospol di wilayah Polsek Metro Gambir tidak ada yang sama dengan wilayah kerja Kelurahan, sedangkan Babinkamtibmas mempunyai wilayah kerja yang identik dengan wilayah kerja Kelurahan.
Masih kurang memadainya rasio anggota Polri terhadap jumlah penduduk di Indonesia, sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kepolisian kepada masyarakat. Dalam rangka mengatasi kendala keterbatasan kuantitas anggota Polri tersebut, strategi penerapan program kemitraan antara Polisi dengan masyarakat merupakan solusi yang terbaik. Berkaitan dengan itu, kegiatan pemolisian komuniti sangat perlu ditingkatkan, yaitu melalui pemberdayaan Pospol dan Babinkamtibmas yang merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pembinaan kamtibmas.
Untuk meningkatkan kinerja Pospol dan Babinkamtibmas, perlu dilakukan perubahan terhadap Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002. Yaitu, lebih terperinci dalam menjelaskan tentang organisasi dan tugas pokok Pospol, termasuk penetapan wilayah Pospol yang sama dengan Kelurahan dan penyediaan anggaran operasionalnya. Begitu juga mengenai perlunya diadakan kembali jabatan Kanit Binmas di Polsek yang melakukan tugas pengendalian terhadap Babinkamtibmas. Selain itu, perlu pengaturan yang jelas tentang hubungan tata Cara kerja antara Pospol dengan Babinkamtibmas dan sebaliknya, dalam melaksanakan tugas-tugas pembinaan kamtibmas. Sehingga harus ada perumusan kembali terhadap tugas pokok Babinkamtibmas yang tercantum dalam Petunjuk Pelaksanaan No. Pol. Juklak/10/III/1992 dan Buku Petunjuk Lapangan No. Pol. Bujuklap/17/VII/1997 tentang Bintara Polsek Pembina Kamtibmas di Desa/Kelurahan. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas kerja Pospol dan Babinkamtibmas, sebaiknya minimal terdapat 12 (dua belas) personil yang bertugas pada Pospol dan terdapat 2 (dua) Babinkamtibmas di setiap Kelurahan.

Along with the change of the Indonesian National Police (INP) paradigm in order to be closer and serve the interests of its society, therefore INP has conducted some reforms in its structure and instrument as well as its culture. According to Article 13 of Law No. 2, 2002 regarding the Indonesian National Police, there are three main tasks of INP as follows: (a) maintaining security and public order; (b) enforcing the laws: and (c) protecting and serving the society. Such main tasks are spelled out into the tasks of police and stated in Article 14 of the same law.
Universally, INP has two main tasks: to maintain security and public order and to enforce the laws. Besides, in conducting its tasks INP is oriented to "protecting and serving people". Hence, the main tasks of INP to protect and to serve people as stated in subtitle (c) of Article 13 of Law No. 2, 2002 above, are actually the spirit and the soul as well as the character of the police that must become the culture in every implementation of the main tasks of INP.
The INP Headquarters, Police Regions, Police Districts/Police Cities, Police Resorts, Police Sectors and Police Posts implement such main tasks of INP. Police Posts is the smallest unit of INP in Police Sectors. However, they have the most important roles in performing the roles of INP, especially in maintaining the security and public order in each region.
The problem of the research is about the implementation of the main tasks of INP in Police Posts. This is a case study conducted in Gambir Metropolitan Police Sector-Central Jakarta Metropolitan Police Resort-Jakarta Metropolitan Police Region. The focus of the research is the activities of police personnel who are posted in police posts belonging to Gambir Metropolitan Police Sector. The scope of the research is the organizational perspective and management comprising the men, structures and infrastructures (material), budget (money), working method, and social interactions between the police and the society as well as the working relationship with Babinkamtibmas (a non-commissioned officer who has the duty to guide people in maintaining the security and public order). The aims of the research are to find out how far is the implementation of the main tasks and operational tasks of INP in Police Posts belonging to Gambir Metropolitan Police Sector. Besides, the study aims at finding out all disadvantages of such activities in order to give input that can be used in improving and empowering the Police Posts in conducting their tasks more effectively and efficiently.
Referring to the problem above, the writer decides that the working hypothesis is "The implementation of the main tasks and operational tasks of 1NP in Police Posts has been optimally conducted as expected by the society due to the limited resources available as the important element in organization in order to support the implementation of the operation of Police Posts. Besides, the bad management of the organization is one of the causes of the weaknesses of Police Posts in conducting the police functions."
The researcher employs the qualitative method with ethnographic approach. The main method in qualitative research is the ethnographic method. It is a research method that can get comprehension (verstehen), by observing the phenomenon in daily life from the object researched. The researcher obtains the primary data by conducting involved observation or passive participation and interview with informants. Then, such data and other explanation are collected and processed using Triangle Concept, that is, by combining, processing and analyzing theories, data and the available facts.
According to the Decree of the Chief of Jakarta Metropolitan Police, No. Pol.: Skep/521/XII/2004, dated December 1st, 2004 regarding the Guidance of Administration of Police Post Development among Police Sectors in Jakarta Metropolitan Police and Job Description of Police Post and based on the result of the research, the researcher finds out that the police personnel posted in Police Posts have not showed the expected performance by the society. They still work with minimal principle. The structure and infrastructure in that Police Posts are still limited. They have to even look for the utensils by themselves. There is no special budget for police operations so that the police personnel in that Police Posts cannot do their tasks optimally. Besides, they still look for side income and hope something from the people they serve and protect.
Police Posts carry out general police duties or Sabhara functions. Since the program of police Posts empowerment has been conducted in Jakarta Metropolitan Police Region, Police Posts also carry out the duties to visit the community in order to work out a closer relationship with them. A high non-commissioned officer firstly occupies the position of the chief of Police Posts, but it is now occupied by a first police officer. However, due to the limitation of the number of police officers, until now some of the positions are still occupied by high non-commissioned officers, The number of personnel of a Police Post used to be three police officers. Now, every Police Posts has nine police officers. Related to this program, the position of Babinkamtibmas is placed under the coordination of the chief of a Police Post. This causes the tasks of guiding people are done by Police Posts and Babinkamtibmas. A Police Posts has some problems in doing the tasks because the working area of a Police Posts is not the same with the working are of a political district (Kelurahan), meanwhile the area of a Babinkamtibmas is identical with the working area of the political district.
The insufficient ratio of police personnel to the number of Indonesian people they serve absolutely influences the quality of police service to the people. In order to overcome the obstacles of the limitation of such personnel, the strategy of the application of partnership program between police and community is the best solution. Regarding the case, the activity of policing community needs to be improved, through the empowerment of Police Posts and Babinkamtibmas as the first line institutions in implementing the duties of guiding the security and public order.
In improving the performance of Police Posts and Babinkamtibmas, the writer recommend that the decree of INP Chief, No. Pol.: Kep 154/X/2002 dated 17 October 2002 regarding INP Organization and its Job Description is necessary to be reviewed and revised. The decree should give further explanation of the organization and main duties of a Police Post, including the establishment that Police Post working area is identical with a political district working area as well as its operational budget. The writer also recommends reactivating the position of Chief of Community Police Unit in a Police Sector whose duty to control Babinkamtibmas. In addition, it needs to have a clear regulation on the working relationship between Police Posts and Babinkamtibmas or vice versa in conducting the main duties of guiding security and public order. Therefore, it is necessary to reform the main duties of Babinkamtibmas stated in the Guidance of Implementation No. Pol.: Juklak/10/III/1992 and the Book of Guidance of Implementation on the Field, No. Pol.: Bujuklap/17/VII/1997, regarding Babinkamtibmas in Villages or Political Districts. Moreover, in improving the effectiveness of duty of Police Post and Babinkamtibmas, the writer suggests that the number of a Police Post personnel is at least 12 (twelve) officers and the number of Babinkamtibmas for each political district is 2 (two) personnel or officers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Snibbe, John R.
Jakarta : Cipta Manunggal , 1999
306.28 SNI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Michael Patria Tama
"Kegiatan penelitian melalui analisis perspektif motivasi kerja anggota Sat Resnarkoba dalam manajemen kepolisian Polres Metro Jakarta Barat, merupakan penjabaran dari hasil kerja anggota dalam rangka mengungkap dan menangkap para pelaku kejahatan narkoba (pengedar dan pengguna) yang telah merusak moril dan mental generasi muda. Metode penulisan menggunakan penelitian kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini, ada faktor yang mempengaruhi motivasi anggota Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat dalam rangka pemberantasan narkoba, antara lain : sumber daya manusia anggota Polri yang direkrut harus berdasarkan hasil seleksi yang ketat, kemudian proses rekruitmen secara transparan dan akuntabel serta penggunaan teknologi untuk menentukan keberhasilan kelulusan yang menunjukan kompetensi atau kemampuan personel Polri tersebut. Kemudian ada faktor ketidakpuasan dan faktor kepuasan motivasi atau hygine motivator atau faktor intrnsik-ekstrinsik dalam perspektif anggota Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat, terwujud karena adanya dukungan prestasi kerja melalui bantuan teknologi Direction Finder (DF) dan pemberian reward yang didasari pada keputusan Pimpinan Polri, bagi anggota yang berhasil dalam mengungkap kasus peredaran narkoba. Dan ada harapan kondisi yang ideal dalam rangka memaksimalkan motivasi kerja anggota Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat, antara lain : setiap anggota Sat Resnarkoba mampu melakukan antisipasi setiap menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan narkoba, mampu melakukan komunikasi dua arah baik kepada pimpinan maupun kepada bawahan serta penataan manajemen kepolisian melalui reformasi organisasi maupun struktur jabatan, diberikan reward yang disesuaikan dengan peraturan Polri sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hasil penelitian disarankan pemberian reward perlu diberikan berdasarkan aturan yang berlaku di Polri bagi anggota Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Dukungan alat Direction Finder (DF) perlu lebih dioptimalkan lagi melalui pengadaan alat baru hingga mencapai 5 unit setiap Polres, perpanjangan lisensi dan dukungan biaya pemeliharaan material khusus (Harmatsus) yang digunakan anggota Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat. Perlu dipertahankan budaya reward berupa pemberian Pin Emas Kapolri, Pendidikan Alih Golongan (PAG), Promosi Sekolah Inspektur Polisi (SIP), Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB), Kenaikan Pangkat Luar Biasa Anumerta (KPLBA) bagi anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, serta pemberian Piagam Penghargaan disertai uang kesejahteraan guna mewujudkan motivasi kerja yang optimal.

Research activities through analysis of the perspective of work motivation of members of Sat Resnarkoba in the management of the West Jakarta Metro Police, is an elaboration of the work of members in order to uncover and arrest drug offenders (dealers and users) who have damaged the morale and mentality of the younger generation. The writing method uses qualitative research. The conclusion from this study, there are factors that influence the motivation of West Jakarta Metro Police Sat Resnarkoba members in the context of eradicating narcotics, including: the human resources of Polri members who are recruited must be based on the results of strict selection, then the recruitment process is transparent and accountable and the use of technology to determine the success of graduation which shows the competency or ability of the Polri personnel. Then there are dissatisfaction factors and motivational satisfaction factors or hygine motivators or intrinsic-extrinsic factors in the perspective of West Jakarta Metro Police Narcotics Unit members, manifested due to support for work performance through the help of Direction Finder (DF) technology and awarding rewards based on the decisions of the National Police leadership, for members who succeed in uncovering cases of drug trafficking. And there is hope for ideal conditions in order to maximize the work motivation of West Jakarta Metro Police Sat Resnarkoba members, including: every member of the Narcotics Sat Residency is able to anticipate every time they face cases related to drugs, able to carry out two-way communication both to leaders and to subordinates as well as structuring police management through organizational reforms and position structures, rewards are given according to Polri regulations according to the Regulation of the Head of the National Police of the Republic of Indonesia Number 3 of 2016 concerning Administration of the Ranks of Members of the Indonesian National Police. The results of the study suggest that giving rewards needs to be given based on the rules in force at the National Police for members of the West Jakarta Metro Police Narcotics Residency Unit who have carried out their duties properly. Direction Finder (DF) support needs to be further optimized through the procurement of new tools up to 5 units per Polres, license extensions and support for maintenance costs for special materials (Harmatsus) used by members of the West Jakarta Metro Police Sat Resnarkoba. It is necessary to maintain a reward culture in the form of giving the National Police Chief's Gold Pin, Class Transfer Education (PAG), Police Inspector School Promotion (SIP), Extraordinary Rank Promotions (KPLB), Posthumous Extraordinary Rank Promotions (KPLBA) for members who fall in carrying out their duties, and the awarding of a Certificate of Appreciation along with welfare money in order to realize optimal work motivation.."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Abdul Kadir
"Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menunjukkan adanya metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh petugas Pospol Baranang Siang, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, yang dipengaruhi oleh peran individu-individu masyarakat pengguna terminal dan kedudukannya sebagai kesatuan Polri terkecil dalam struktur organisasi Polri.
Peran indidividu-individu masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, yang mempengaruhi metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh petugas Pospol Baranang Siang, adalah peran yang didapat karena statusnya dalam lingkup kelompoknya, atau peran yang didapat karena peranannya sebagai individu dalam masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang. Selain dipengaruhi oleh peran individu-individu tersebut, metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh Pospol Baranang Siang juga dipengaruhi oleh kedudukannya sebagai kesatuan Polri terkecil dalam lingkup organisasi Polri, yang memiliki keterbatasan-keterbatasan terutama keterbatasan kewenangan. Dalam keterbatasan-keterbatasan tersebut, petugas Pospol Baranang Siang memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis baranang Siang, petugas Pospol Baranang Siang melakukan hubungan-hubungan sosial dengan individu-individu dan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, dimana didalam hubungan-hubungan sosial tersebut, peran individu-individu masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang dioperasionalkan. Wujud hubungan-hubungan sosial petugas Pospol Baranang Siang tersebut, dapat dilihat dalam hubungan-hubungan sosial diantara sesama petugas Pospol Baranang Siang, dan hubungan-hubungan sosial petugas Pospol Baranang Siang dengan masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok sosial. Dan dalam hubungan-hubungan sosial tersebut metode pelayanan petugas Pospol Baranang Siang dapat terlihat.
Untuk dapat mendeskripsikan metode pelayanan yang ada dalam hubungan-hubungan sosial tersebut, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan terlibat, yaitu dengan melibatkan diri pada kehidupan petugas Pospol Baranang Siang pada saat memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, maupun aktivitas masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang. Melibatkan diri bukan berarti berperan serta tetapi berusaha memahami setiap gejala yang ditemui sesuai dengan makna yang diberikan atau dipahami oleh pelaku, apakah itu petugas Pospol Baranang Siang ataupun orang-orang yang terlibat dalam gejala tersebut.
Dalam penulisan tesis ini, disusun dalam 7 (tujuh) bab yaitu bab satu adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan, hipotesis, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penulisan, metode penelitian, kajian kepustakaan, dan pengorganisasian penulisan. Bab dua mengenai gambaran umum terminal bis Baranang Siang. Dalam bab tiga berisi tentang Pospol Baranang Siang, yang mencakup lokasi dan kondisi bangunannya, tugas-tugas yang dilaksanakan, dan masyarakat yang dilayaninya. Bab empat berisi tentang pelaksanaan pelayanan oleh petugas Pospol Baranang Siang. Bab lima tentang gambaran kehidupan sosial petugas Pospol Baranang Siang. Bab enam berisi tentang metode pelayanan Pospol Baranang Siang, sedangkan bab tujuh merupakan kesimpulan dari tesis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Santi
"Latar Belakang
Indonesia sejak pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto mulai mengambil alih tampuk kekuasaan negara, maka secara pasti telah menempatkan diri di barisan Negara sedang berkembang yang memberi prioritas pertama kepada pembangunan.1)
Pembangunan itu sendiri, sesungguhnya merupakan proses perubahan sosial yang direncanakan (planed) dan dikehendaki (intended), sehingga dalam penyelenggaraannya pembangunan tersebut dilaksanakan aecara bertahap dan berencana. Untuk, mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, pembangunan bertujuan pula membentuk manusia Indonesia seutuhnya, seJahtera lahir dan batin.
Sebagai akibatnya, tak satupun bidang kehidupan masyarakat tidak tersentuh oleh roda pembangunan, hanya barang tentu ada perbedaan dalam kadar dan ukuran.
Behubungan hal tersebut, ada satu hal yang dapat ditarik dalam pengertian ini ialah bahwa kehidupan rnasyarakat desa ini terasa semakin kompleks yang diwarnai oleh berbagai perubahan di dalam masyarakat ini Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa "Indonesia kini berada di tengah-tengah perubahan social yang berlangsung secara sitimatis dalam arti direncanakan. Adapun juga ciri-ciri dalam perubahan tersebut, ia tidak menghilangkan ciri-ciri perubahan social pada umumnya".
Pembangunan. menciptakan berbagai masalah yang kontradiktif antara berbagai keadaan yang baik dan buruk, untung dan rugi. Pembangunan dan perubahan social adalah dua gejala yang saling berkaitan, setiap pembangunan baik yang bersifat. (teknologi) maupun rohani. (mental) diharapkan akan membawa perubahan? perubahan social seperti yang diharapkan. Dengan pembangunan akan menimbulkan perubahan-perubahan seperti yang kita alami sekarang ini. Masalah keamanan dan ketertiban sebagai salah satu sasaran pembangunan itu sendiri ternyata merupakan satu masalah yang paling pelik yang dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat, karena masalah ini merupakan hal yang esensial bagi adanya suatu masyarakat.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di situ. Oleh karena itu Ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula ia berupa norma.3)
Sebagai norma maka hukum itu mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum itu. Sebagai norma hukum berarti hukum itu harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat hukum tidak selalu memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu menimbang-nimbang yang bisa makan waktu lama.
Guna mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan suatu sarana untuk dapat menyelaraskan antara kehidupan masyarakat di situ pihak, dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sebagai dampak pembangunan di lain pihak. Hukum dalam arti kehadiran dan penegakannya, merupakan salah satu bidang dalam kehidupan masyarakat, hukum terasa mutlak peranannya. la senantiasa dibutuhkan. lebih-lebih dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan, seperti halnya masyarakat Indonesia."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raju Tanzil Aprizan
"Skripsi ini membahas Peranan Pekerja Sosial dalam proses Rehabilitasi Sosial bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Namun dalam melaksanakannya tugasnya masih banyak hambatan yang dihadapi baik oleh Pekerja Sosial. Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Panti Sosial Parmadi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur dan Panti Sosial Marsudi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor sebagai perbandingan. Permasalahannya bagaimana Pekerja Sosial menjalankan fungsinya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, bagaimana hubungan antara Pekerja Sosial dengan Balai Pemasyarakatan dan apa saja hambatan yang dihadapi Pekerja Sosial dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan Perlindungan melalui Rehabilitasi Sosial. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses Peradilan Pidana Anak Pekerja Sosial tidak hanya bertugas untuk membina dalam Rehabilitasi Sosial tetapi juga mempunyai tugas dan fungsi lain. Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa Dilihat dari hubungan kerjasama terutama dengan pihak Balai Pemasyarakatan belum terlihat adanya kerjasama yang baik, karena dalam banyak kasus Pekerja Sosial selalu dilibatkan setelah proses peradilan selesai. Selain itu dalam menjalankan tugasnya untuk membina dan menangani anak yang berkonflik dengan hukum masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pekerja Sosial.

This thesis discusses the Role of Social Workers in the Social Rehabilitation of Children in Conflict with the Law. But in doing its job still many obstacles faced by Social Workers. This thesis research took place at the Social Institution Parmadi Putra Handayani Bambu Apus, East Jakarta and Social Institutions Marsudi Putra Galih Pakuan Ciseeng Bogor as a comparison. The problem is how Social Workers function in the Children Criminal Justice System, how the relationship between the Social Worker with the Correctional Center and what are the barriers faced by Social Workers in their duty to provide protection through Social Rehabilitation. The author uses empirical legal research methods, using secondary data.
The study concluded that in the process of Children's criminal justice Social Workers not only served to foster the Social Rehabilitation but also has other duties and functions. The author also gets the conclusion that the terms of cooperation, especially with the Correctional Centres have not seen a good cooperation, because in many cases Social Workers are always involved after the judicial process is completed. In addition, in carrying out their duties to develop and handle children in conflict with the law are still many obstacles faced by Social Workers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satjipto Rahardjo
Jakarta: Kompas, 2002
363.2 SAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Radhitya Wicaksono
"Kegiatan penertiban lahan makam Mbah Priok merupakan pelaksanaan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 132 Tahun 2009 tentang Penertiban Bangunan yang didirikan di atas Tanah PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara seluas 1.452.270 m2 yang terletak di Jalan Eks TPU Dobo, Kelurahan Koja, Kota Administrasi Jakarta Utara. Dalam kegiatan proses penertiban lahan makam Mbah Priok yang terjadi pada tanggal 14 April 2010, mendapat perlawanan dari jamaah makam dan masyarakat sekitarnya yang diikuti dengan tindakan kekerasan dan pembakaran, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda.
Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (a) Tidak mempertimbangkan masukan dari Muspiko terutama Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, berkaitan dengan informasi intelejen yang menyatakan bahwa terdapat kekuatan masa yang sudah mempersiapkan perlawanan terhadap kegiatan penertiban; (b) Rencana penertiban yang disusun oleh Satpol PP DKI Jakarta dan pemberitahuan waktu pelaksanaanya terlalu singkat, sehingga tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi pelaksana penertiban untuk mendalami rencana dimaksud; (c) Kurangnya pengorganisasian dan pemberian briefieng yang jelas kepada segenap unsur pelaksana penertiban yang melibatkan Satpol PP dari 6 (enam) wilayah kota di Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah yang cukup besar; (d) Tidak disiplinnya anggota Satpol PP, sehingga tidak mengedepankan tindakan yang persuasif humanis, tetapi justru melakukan tindakan kekerasan terhadap massa, sehingga memancing solidaritas massa untuk melawan petugas, dan (e) Lemahnya pengendalian petugas Satpol PP selama pelaksanaan kegiatan penertiban berlangsung, akibatnya menyebabkan penghentian pelaksanaan penertiban tidak segera diikuti dengan penarikan petugas Satpol PP di lokasi kegiatan penertiban.
Selama pelaksanaan kegiatan penertiban yang dilaksanakan oleh Satpol PP, Polres Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan pengamanan dan berhasil meminimalisir jatuhnya korban baik pada pihak Satpol PP maupun pihak jamaah makam/masyarakat yaitu dengan cara: (a) Kapolda Metro Jaya koordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta, dan menyarankan agar pelaksanaan penertiban dihentikan karena situasi sudah tidak terkendali dan mengakibatkan jatuhnya korban; (b) Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok menindaklanjuti perintah Kapolda Metro Jaya untuk menghentikan jalannya penertiban yang semakin tidak terkendali, dan melaksanakan koordinasi dengan Kasatpol PP di lapangan; (c) Meminta kepada Habib Rizieq untuk menenangkan massa yang berada di lokasi serta bantuan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya guna mencegah pemberangkatan/peregeseran massa dari wilayah lain menuju lokasi penertiban yang didorong oleh rasa solidaritas; (d) Melakukan evakuasi terhadap Satpol PP dengan bantuan Kapal Ditpolair Polda Metro Jaya ke Pondok Dayung.

Policing activities cemetery land Mbah Priok is the implementation of the Governor of DKI Jakarta No. Instruction. 132 of 2009 on the Control Building is founded on the Land PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Rights Management North 1/Koja No. 1,452,270 m2 area, located at Jalan Ex TPU Dobo, Village Koja, North Jakarta. In the process of policing activities Mbah Priok cemetery land that occurred on April 14, 2010, received resistance from the congregation and the community surrounding the tomb, followed by acts of violence and arson, resulting in loss of life and property loss.
The condition is caused by several factors, including: (a) Not considering input from Police Chief Muspiko especially Tanjung Priok Port, relating to intelligence information stating that there is a future force that is preparing for resistance to the enforcement activities; (b) policing plan prepared by Satpol PP DKI Jakarta and its implementation time was too short notice, so it does not provide sufficient opportunities for administrators to explore policing plan; (c) Lack of organization and administration briefieng clear to all elements of executive policing involving Satpol PP of 6 (six) areas of the city in DKI Jakarta Province with a sizeable amount, (d) No discipline Satpol PP, so it does not put forward a persuasive action humanist, but rather the act of violence against the masses, so that the lure of mass solidarity against the officers, and (e) Lack of official controls Satpol PP during the implementation of policing activity takes place, consequently result in termination implementation of policing is not immediately followed by the withdrawal of personnel on site Satpol PP policing activities.
During the execution of enforcement activities undertaken by Satpol PP, Port of Tanjung Priok Police have been carrying out security and managed to minimize casualties on both sides Satpol PP nor the congregational cemetery/community is by way of: (a) the Metro Jaya police chief in coordination with the Governor of DKI Jakarta, and suggested that the implementation of policing has not stopped because of the situation under control and resulted in casualties, (b) Chief of Police of the Port of Tanjung Priok follow up on the Polda Metro Jaya chief orders to discontinue the course of policing an increasingly uncontrollable, and coordinate with Kasatpol PP in the field, (c) Urge the Habib Rizieq to appease the masses who are in the location and the help of religious leaders and other community leaders to prevent the departure/mass shift from other regions to the location of the control that is driven by a sense of solidarity, (d) evacuation of PP with the help of Ship Satpol Ditpolair Polda Metro Jaya into Rowing.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>