Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
M. Karjadi
Bogor: Politeia, 1976
363.2 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Wresniwiro
Jakarta: Mitra Bintibmas, 2002
R 363.2 Men
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Binsar
"ABSTRAK
Tesis ini adalah tentang Penanganan Pos Polisi Pulomas terhadap para pengemis di persimpangan Coca Cola. Yang menjadi fokus adalah penanganan petugas Pos Polisi Pulomas untuk melibatkan para pengemis dalam membantu tugas-tugas Kepolisian.
Metode penelitian dalam tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tehnik pengumpulan data berupa pengamatan, pengamatan terlibat, pedoman wawancara, serta kajian dokumen untuk memahami dan mendalami bentuk penanganan yang dilakukan dalam membantu tugas-tugas kepolisian memelihara keamanan dan ketertiban umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan pengemis oleh Pos Polisi Pulomas dilakukan dengan cara mengkoordinir keberadaan mereka, sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara polisi dengan pengemis melalui hubungan interaksi patron Mien. Hubungan patron Mien yang terjadi antara petugas dengan para pengemis -bersifat temporer artinya-secara sosiologis-hubungan-tersebut digambarkan terjadi antara petugas dengan para pengemis. Sebenarnya hubungan seperti ini tidak diatur dalam pelaksanaan tugas kepolisian, namun dalam kenyataan bahwa pengemis membantu petugas dalam mewujudkan keamanan di lokasi tersebut. Selain patron Mien, Pos Polisi Pulomas juga menerapkan sistem pemolisian komuniti. Hal ini dilakukan oleh petugas dalam sebagai upaya agar masyarakat mau bekerjasama dengan polisi dalam mencegah terjadinya kejahatan.
Implikasi teoritis dari bahasan tesis ini adalah : pertama, perlunya optimalisasi pemolisian komuniti untuk membangun kemitraan polisi dengan masyarakat. Kedua, perlu pelatihan pemolisian komuniti pads unsur pimpinan kepolisian, sehingga dapat mengetahui faktor-faktor keinginan dan harapan masyarakat. Ketiga, perlu diberikan materi pemolisian komuniti pada setiap lembaga pendidikan kepolisian termasuk pendidikan tingkat dasar. Keempat, perlu dukungan anggaran operasional Pos Polisi agar idealisme dan motivasi anggota tidak hilang dalam menjalankan program pemolisian komuniti. Kelima, perlu dibuat kesepakatan kerjasama melalui MoU antar instansi pemerintah seperti Suku Dimas Ketentraman dan Ketertiban, Suku Dinas Pembinaan Mentas dan Kesejahteraan Sosial, Panti Sosial yang menangani masalah pengemis. Keenam, pemerintah perlu memberi subsidi pendidikan terutama bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ketujuh, pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk menyelesaikan sengketa tanah antara PT. Pulomas Jaya dengan warga agar permasalahan tidak berlarut-larut. Kedelapan, penerapan sanksi hukum bagi para pengemis sebaiknya tetap mengaeu pads Pemerintah Pemerintah maupun Peraturan Daerah, narnun apabila wibawa hukum dirasakan mulai menurun maka pasal 504 KUHP dapat kembali diterapkan.

ABSTRACT
This Thesis is concerning handling all beggars by Pulomas Police Station in Coca Cola intersection. Becoming focus is handling by officer of Pulomas Police Station to entangle all beggars in assisting Police duties.
Method Research in this thesis use qualitative approach with collecting data technically in the form of perception, involve observation, interview guidance, and also document study to comprehend and deepen handling performed within assisting police duties to look after security and orderliness of public.
The result of research indicate that handling of beggars by Pulomas Police Station conducted by coordinating existence of them, so that happened mutualism symbiosis between police and beggars through the relation of patron client. The character relation of patron client between the officers with all beggars happened is temporary, it means in sociological that the relation is depicted happen between officers with all beggars. This relation is not arranged in police duties, but in fact that beggars assist the officers in realizing security in that location. Besides the patron client relation, Pulomas Police Station using the Community Policing. This matter is conducted by officer as effort so that the society is willing to work along with police in preventing the crimes.
Theoretical implication of this thesis discussion is: The first, the Community Policing is important to be developed to build partnership between police and society. The second, it needs to give Community Policing training for the leader police element, so they know the desire factors and society expectation. The third require to be given Community Policing items in all institute education of police including in elementary education level. The fourth, it needs to support operational budget op Police Station so that motivation and idealism of the officers do not lose in running the program Community Policing. The fifth require to be made agreement of cooperation through memorandum of understanding between governmental institution like Sub-Service of Tranquility and Orderliness, Sub-Service of Mental and Social Prosperity Construction, Social Home in handling the problem of beggars. The sixth, the government requires to subsidize the education especially for children coming from family which was indigent. The seventh, the government needs immediately to take the action to finish the dispute land between PT. Pulomas Jaya with citizen, so that the problem do not long draw out. The eight, applying the of sanction punishment to all beggars better remain to relate the Government Regulation, but if the law enforcement felt to start downhill, the hence section of 504 in Criminal Code is earn to be applied.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kepolisian RI, Badan Pemelihara Keamanan Mabes Polri, Direktorat Polisi Satwa, 2011
R 363.2 IND m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Santi
"Latar Belakang
Indonesia sejak pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto mulai mengambil alih tampuk kekuasaan negara, maka secara pasti telah menempatkan diri di barisan Negara sedang berkembang yang memberi prioritas pertama kepada pembangunan.1)
Pembangunan itu sendiri, sesungguhnya merupakan proses perubahan sosial yang direncanakan (planed) dan dikehendaki (intended), sehingga dalam penyelenggaraannya pembangunan tersebut dilaksanakan aecara bertahap dan berencana. Untuk, mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, pembangunan bertujuan pula membentuk manusia Indonesia seutuhnya, seJahtera lahir dan batin.
Sebagai akibatnya, tak satupun bidang kehidupan masyarakat tidak tersentuh oleh roda pembangunan, hanya barang tentu ada perbedaan dalam kadar dan ukuran.
Behubungan hal tersebut, ada satu hal yang dapat ditarik dalam pengertian ini ialah bahwa kehidupan rnasyarakat desa ini terasa semakin kompleks yang diwarnai oleh berbagai perubahan di dalam masyarakat ini Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa "Indonesia kini berada di tengah-tengah perubahan social yang berlangsung secara sitimatis dalam arti direncanakan. Adapun juga ciri-ciri dalam perubahan tersebut, ia tidak menghilangkan ciri-ciri perubahan social pada umumnya".
Pembangunan. menciptakan berbagai masalah yang kontradiktif antara berbagai keadaan yang baik dan buruk, untung dan rugi. Pembangunan dan perubahan social adalah dua gejala yang saling berkaitan, setiap pembangunan baik yang bersifat. (teknologi) maupun rohani. (mental) diharapkan akan membawa perubahan? perubahan social seperti yang diharapkan. Dengan pembangunan akan menimbulkan perubahan-perubahan seperti yang kita alami sekarang ini. Masalah keamanan dan ketertiban sebagai salah satu sasaran pembangunan itu sendiri ternyata merupakan satu masalah yang paling pelik yang dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat, karena masalah ini merupakan hal yang esensial bagi adanya suatu masyarakat.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di situ. Oleh karena itu Ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula ia berupa norma.3)
Sebagai norma maka hukum itu mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum itu. Sebagai norma hukum berarti hukum itu harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat hukum tidak selalu memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu menimbang-nimbang yang bisa makan waktu lama.
Guna mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan suatu sarana untuk dapat menyelaraskan antara kehidupan masyarakat di situ pihak, dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sebagai dampak pembangunan di lain pihak. Hukum dalam arti kehadiran dan penegakannya, merupakan salah satu bidang dalam kehidupan masyarakat, hukum terasa mutlak peranannya. la senantiasa dibutuhkan. lebih-lebih dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan, seperti halnya masyarakat Indonesia."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
"Telah lama disepakati bahwa keberhasilan tugas-tugas kepolisian salah satunya ditentukan oleh tinggi-rendahnya tingkat partisipasi masyarakat (Rahardjo & Tabah, 1993). Namun di pihak lain, tingkat partisipasi itu sendiri nampaknya ditentukan pula oleh variabel lain seperti pengetahuan masyarakat pada umumnya maupun pengetahuan masing-masing individu pada khususnya mengenai peran polisi, kemampuan serta kewenangan polisional yang dimilikinya.
Bila dikhususkan pada kualitas pengetahuan individu baik terhadap peran polisi, kemampuan maupun terhadap kewenangan polisional itu sendiri, nampaknya banyak ditentukan oleh bagaimana hal-hal tersebut di atas dikomunikasikan ke masyarakat. Komunikasi tersebut tentulah dapat terjadi melalui suatu proses penginformasian maupun pencitraan yang dilakukan entah oleh individu polisi itu sendiri ataupun oleh Poiri sebagai organisasi kepolisian, baik secara sengaja atau langsung (misalnya dalam suatu forum penyuluhan) maupun tidak sengaja atau tidak langsung (dengan kata lain melalui penampilan para anggota polisi sehari-harinya).
Demikian pula pengkomunikasian itu dapat berlangsung secara teratur (misalnya bila seseorang tengah ikut dalam suatu program pendidikan yang diadakan oleh kepolisian), setengah teratur {misalnya, tatkala seseorang tengah belajar ilmu hukum dan sesekali pasti membicarakan tentang polisi) ataupun tidak teratur sama sekali (tergantung dari seberapa mungkin seseorang terlibat sebagai obyek kegiatan kepolisian berkaitan dengan aktivitas kesehariannya). Kebervariasian tersebut di atas nampaknya cukup wajar terjadi mengingat kompleksnya peran, kemampuan serta kewenangan polisi itu sendiri saat berinteraksi dengan masyarakatnya. Kenyataan bahwa polisi bertugas dan juga tinggal berbaur di tengah masyarakat juga sedikit banyak akan mempengaruhi pandangan kalangan yang lebih luas terhadapnya.
Dalam kaitan itu perlu disebutkan bahwa bila peran polisi sebagai elemen sistem peradilan pidana saja, katakanlah sebagai penumpas kejahatan, yang terlalu banyak diperlihatkan (khususnya oleh media-massa), maka peran, kemampuan maupun kewenangan polisi yang lain (yakni bidang non penegakan hukum) sulit tumbuh atau tidak akan dikenal dalam struktur kognisi seseorang. Demikian pula bila media-massa senantiasa menginformasikan secara intens citra anggota polisi yang korup saja, tak pelak hal itu akan mempengaruhi dengan cara bagaimana seorang yang awam dalam bidang ini kemudian secara serba sedikit dapat memahami profil orang-orang yang seharusnya bertugas memelihara ketertiban mereka.
Bisa diduga bahwa proses di ataslah yang juga terjadi saat seseorang mengembangkan dan memelihara stereotipi tertentu tentang polisi. Stereotipi secara psikologis adalah konsep yang dibangun berdasarkan anggapan (belief) serta persepsi, dan bukannya oleh pengetahuan yang benar atau sahih tentang obyek tertentu (Sarwono, 1996).
Singkatnya, orang dapat membangun pengetahuan tentang polisi berdasarkan isyu atau anggapan `miring' bahkan salah tentang polisi atau yang lain berdasarkan fakta yang sebenarnya terjadi. Sebaliknya, secara teoritis, anggapan yang benar dapat saja terjadi walaupun faktanya tidak sejalan atau salah sama sekali."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lundman, Richard J.
New York: Holty,Rinchart and Winston, 1980
363.2 Lun p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Sopandi
"Latar belakang pemikiran dalam tesis ini adalah beratnya beban tugas anggota Polri yang membutuhkan kesiapsiagaan 24 jam, disebabkan rasio jumlah anggota Polri dengan masyarakat yang masih jauh dari ideal, karakter masyarakat Indonesia yang heterogen dengan kualitas dan kuantitas kejahatan yang semakin meningkat, seperti: Terorisme, illegal logging, Illegal mining, illegal fishing, kejahatan terhadap Iingkungan hidup, perjudian, cyber crime, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya. Sementara besaran gaji yang diterima tidak mencukupinya untuk membiayai kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Hal tersebut memotivasi anggota Polri untuk mencari penghasilan tambahan dengan cara memanfaatkan peluang yang ada dalam ruang lingkup tugasnya, yang akhimya anggota Polri terjebak dalam berbagai penyimpangan, sehingga untuk mengatasinya diperlukan upaya perbaikan sistem penggajian.
Menyadari akan akar permasalahan dari penyimpangan yang terjadi tersebut, maka Kapolri Jenderal Sutanto telah mengusulkan perubahan gaji Polri kepada Presiden RI melalui surat Kapolri No. Pol. : B/1735NII tanggal 31 Juli 2006 perihal permohonan kenaikan gaji anggota Polri dan PNS Polri, yang didukung oleh hasil penelitian yang tertuang dalam Naskah Akademik Kebutuhan Minimal Anggota Polri/PNS Polri. Untuk mendukung hasil penelitian tersebut dan memberikan gambaran lebih jelas mengenai masalah pembiayaan kebutuhan hidup yang dihadapi anggota Polri beserta dampaknya, maka penulis melakukan penelitan terhadap Unit Babinkamtibmas. Penulis memilih unit ini karena seringkali dihindari oleh anggota Polri dan dianggap sebagai unit yang tidak menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Hal ini disebabkan beban tugasnya yang cukup berat, sementara peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahannya kecil. Namun kenyataannya sampai saat ini Babinkamtibmas dapat tetap bertahan hidup, menyekolahkan anak, memiliki rumah dan kendaraan pribadi, dan sebagainya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Babinkamtibmas membiayai kebutuhan hidupnya? Masalah penulisan ini merupakan miniatur dari permasalahan umum anggota Polri, karenanya diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, namun untuk menunjang penelitian, diperlukan juga data kuantitatif. Adapun sumber datanya terdiri dari data primer, yaitu diperoleh melalui metode pendamatan terlibat dan wawancara babas dengan berpedoman dan data sekunder, yaltu diperoleh dari pengkajian terhadap dokumen¬dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
Masalah penelitian ini adalah pembiayaan kebutuhan hidup Babinkamtibmas di Poisek Serang dengan fokus penelitian adalah corak pembiayaan kebutuhan hidup Babinkamtibmas di Polsek Serang.
Dan hasil penelitian yang penulis lakukan, bahwa Pembiayaan kebutuhan hidup Babinkamtibmas di Poisek Serang dipengaruhi oleh status perkawinan, banyaknya tanggungan, dan usia Anak dengan tingkat sekolahnya. Corak pembiayaan kebutuhan hidupnya diperoleh dan gaji yang diterima setiap bulannya yang diberikan oleh negara dan dari sumber pendapatan tambahan melalui pemanfaatan peranannya dengan cara kerja sama dan pertukaran ganjaran dengan masyarakat yang berpotensi secara materi. Bagi Babinkamtibmas yang merangkap dengan tugas utamanya, maka pendapatan tambahan juga diperoleh dari pelaksanaan tugas utamanya.
Corak pembiayaan kebutuhan hidup Babinkamtibmas di Polsek Serang melalui pemanfaatan perannya termasuk penyimpangan pekerjaan dan penyalahgunaan wewenang, namun hal tersebut terjadi disebabkan besaran gaji yang ditetapkan pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga anggota Polri tidak termotivasi untuk bekerja dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi Polri tetapi Iebih termotivasi untuk mengatasi masalah pembiayaan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, selama pemerintah tidak melakukan perbaikan terhadap peraturan penggajian anggota Polri, maka tujuan organisasi Poiri sangat sulit tercapai dan Poiri akan terus terjebak dalam perilaku penyimpangan.

The background of the thesis is the heavy burden of Indonesian National Police (fold) officers who must be in alert for twenty four hours due to several factors, such as the inadequate ratio of police : people, the characteristic of Indonesian heterogenic people, the increasing crime rate either quantitatively or qualitatively (terrorism, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, crimes against natural resources, gambling, cyber crime, drugs abuse, etc.). On the other side, salary that is accepted by Paid members is not sufficient due to the increasing cost of living. Such situation has motivated Polri members to look for additional incomes by making use the available opportunities which finally lead them to various deviances. Based on this condition, the author proposes an improvement on salary system of Polri members.
Realizing the root of the problems, the Polri Chief has proposed a change on salary system of Polri members to the President of Republic of Indonesia through his letter No. Pol.: B/1735Ni1 dated 31 July 2006 regarding the request of a wage hike of Polri members and Polri civil servants. Such request is supported by a research on minimal or basic needs of Polri members and Polri civil servants. In order to support the result of the research and to give a clearer description on the problems of funding the living cost of Polri members, the author is interested to conduct a research on Babinkamtibmas (an NCO for guiding the security and public order) Unit.The author chooses this unit because Polri members often avoid working in the unit. Such unit is regarded not promising in order to get side incomes due to its heavy burden. However, Babinkamtibmas officers have survived. They can give proper education to their children, have houses and cars and some others.
The research aims at finding out how Babinkamtibmas fund their living cost. The problem that the author discusses is a miniature of general problems belong to Polri members. That is why, it is expected the thesis can give either theoretical or practical advantages. The author employs qualitative approach and also quantitative data in order to support the research. Primary data is collected through involved observation and free interview, meanwhile secondary data is collected through documents and books review related to the topic of the research.
The problem of the research is the funding of living cost of Babinkamtibmas officers in Serang Sector Police and the focus of the research is the pattern of the funding the lives of Babinkamtibmas officers.
The results of the research reveal that the funding of the lives of Babinkamtibmas officers is influenced by marital status, their dependants, and the age of their children and their education. The sources of fund for their lives come from their salaries they get each month as their main income and other additional sources through making use their roles in cooperating with public members who have the potential to give something back to them in a form of material or money. Those Babinkamtibmas who have double roles with their main duties, they get additional incomes from implementing their main duties.
Deviances and power abuse also color the pattern of the funding the lives of Babinkamtibmas officers due to the insufficient salary determined by the government. They are motivated to look for other side incomes rather than to work properly because of insufficient salary in order to fund their lives. As long as the government does not change the regulations regarding the salary system of Polri members, it is difficult to achieve the expected goals. Paid members, therefore, are continuously trapped in such deviant behavior."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chryshnanda Dwi Laksana
"Dalam disertasi ini saya ingin menunjukan pola-pola pemolisian di Polres Batang adalah produk saling mempengaruhi secara timbal balik antara polisi dengan corak masyarakat dan kebudayaannya yang didorong adanya kekuatan polisi untuk melaksanakan pemolisian maupun adanya dorongan masyarakat untuk mendapatkan rasa aman atau keamanan; dan corak pemo1isiannya bervariasi antara satu masyarakat dengan masyarakat Iainnya di wilayah Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah.
Suatu masyarakat dapat bertahan dan berkembang bila ada produktititas. Yaitu warganya dapat menghasilkan sesuatu produk atau setidak-tidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri. Dan bagi yang tidak produktif akan menjadi benalu. Dalam proses produktivitas tersebut ada berbagai ancaman, gangguan yang dapai mengganggu bahkan mematikan produktivitas. Untuk melindungi atau menjaga warga masyarakat dalam melaksanakan produktivitasnya diperlukan adanya aturan, hukum maupun norma-norma. Untuk menegakkannya Serta mengajak warga masyarakat untuk mentaatinya diperlukan institusi yang menanganinya salah satunya adalah polisi.
Hubungan polisi dengan masyarakat adalah saling mempengaruhi dan saling menyesuaikan sehingga pola-pola pemolisiannya bervariasi antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Pola-pola pemolisian tersebut merupakan tindakan berpola yaitu cara kerja pemolisian yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu untuk menangani berbagai masalah yang sama yang mengacu dari corak masyarakat dan kebudayaannya sebagai pola tindakan. Pola tindakan yang digunakan sebagai acuan pemolisian adalah undang-undang, petunjuk pelaksanaan maupun corak masyarakat dan kebudayaan yang diinterpretasi oleh pimpinan kesatuan dalam kebijakan-kebijakan maupun strategi-strategi pemolisian. Kebijakan dan strategi pemolisian terwujud dalam bentuk operasi kepolisian yang mencakup operasi rutin, operasi khusus maupun operasi insidentiI. Masing-masing dari ketiga operasi tersebut dilaksanakan dalam tingkat manajemen maupun tingkat operasional atau tingkat petugas pelaksana. Pemolisian tingkat manajemen berhubungan dengan cara bagaimana tingkat operasional dirumuskan dan dilaksanakan Adapun pemolisian tingkat operasional atau tingkat petugas pelaksana adalah tindakan-tindakan untuk melayani atau merespon kebutuhan masyarakat, maupun menagani berbagai masalah sosialyang berkaitan dengan keamanan.
Pemolisian di Polres Batang dalam disertasi ini dikategorikan dalam pemolisian tingkat Polres maupun tingkat Polsek. Pemolisian tingkat Polres yang diteliti adaiah pola tindakan dan tindakan-tindakan berpola dari para petugas kepolisian dalam melaksanakan operasi kepoIisian, baik tingkat manajemen maupun tingkat operasional. Yang dilaksanakan dalam Satun Fungsi Teknis Kepolisian (Intelejen keamanan, Reserse kriminil, Samapta, Lalu lintas) maupun Bagian (Bagian Operasi dan Bagian Pembinaan Kemitraan). Pemolisian tingkat Polsek dalam disertasi ini adalah pemolisian lokal yang melihat hubungan polisi dengan corak masyarakat dan kebudayannya di daerah kecamatan sebagai studi kasus. Yang dikategorikan berdasarkan corak lingkungan masyarakat yang dilayaninya yang mencakup daerah : kota, pantai, pertanian dan perkebunan maupun sekitar hutan.
Pemolisian di Polres Batang adalah produk interpretasi Kapolres terhadap kebijakan-kebijakan, perintah-perintah pimpinan, undang-undang, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, corak masyarakat dan kebudayaannya maupun gangguan kamtibmas yang terjadi dalam masyarakat. Interpretasi Kapolres tersebut merupakan kebijakan Kapolres yang digunakan sebagai pola tindakan dan dilaksanakan melalui operasi kepolisian baik operasi rutin, operasi khusus maupun operasi insidentil yang coraknya reaktif atau pemolisian untuk jangka pendek yang dikategorikan pemolisian konvensional dalam birokrasi yang Iebih menekankan ciri patrimonial daripada ciri modern dan kebudayaan organisasi yang menjadi pola tindakan para petugas kepolisian ditandai adanya nubungan patron-klien dengan corak hubungan kepercayaan secara personal.
Secara garis besar hubungan antara polisi dengan masyarakat yang berkaitan dengan pernoiisian di Polres Batang, gejala-gejala yang dapat digunakan untuk memahami pola-polanya adalah melalui hubungan polisi dengan masyarakat Panama; hubungan polisi dengan masyarakat yang mempunyai posisi relatif seimbang. Di mana antara polisi dengan masyarakat bisa bersama-sama atau bekerja sama umuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pada posisi yang tidak seimbang, di mana polisi lebih mendominasi kehidupan rnasyarakat atau sebaliknya masyarakat mendominasi tugas-tugas polisi. Dalam posisi yang tidak seimbang tersebut yang ada adalah kesewenang-wenangan dari satuan yang mendominasi, dan hubungan yang ada hanya bersifat superisial atau pura-pura saja dan cenderung korup.
Polisi adalah produk dari masyarakatnya. Bila masyarakatnya menekankan pentingnya hubungan patron-klien yang bercorak antar-pribadi maka kebudayaan polisi akan ditandai oleh patron-klien yang berdasar pada hubungan personal. Korupsi dan kolusi serta nepotisme yang berlaku dalam masyarakat akan berlaku juga dalam polisi. Dan bagi anggota polisi yang menentangnya akan tergusur dan tidak dapat mengembangkan karier serta kesejahteraan hidupnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D743
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>