Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosep Aryo Indarto
"Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji tanpa persetujuan dari pemberi hak tanggungan atau penetapan pengadilan. Selain itu dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan juga dapat dicantumkan janji yang salah satunya adalah sebagimana tertera dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan yang intinya sama seperti yang ditegaskan dalam Pasal 6. Sejauh mana keberadaan janji tersebut dapat mempengaruhi pelaksanaan eksekusi objek hak tanggungan dan bagaimana penerapannya pada Kantor Piutang dan Lelang Negara Jakarta 1? Bagaimanakah penentuan nilai limit yang terbaik dan bagaimana Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat mengakomodasi kepentingan tersebut?
Permasalahan tersebut diteliti dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yang mempergunakan bahan kepustakaan sebagai bahan sekunder didukung dengan wawancara dengan pihak yang berkompeten. Janji sebagaimana tertera dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan menurut penjelasan Pasal 6 dan penjelasan Pasal 11 ayat (2) huruf e merupakan dasar dari pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 6. Selain itu masih ada ketidak sesuaian antara apa yang ditegaskan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan khususnya Pasal 6 dan Pasal 11 ayat (2) huruf e dengan apa yang tercantum dalam blanko Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pada pelaksanaannya Kantor Piutang dan Lelang Negara mensyaratkan janji sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e untuk lelang berdasarkan Pasal 6. Mengenai harga limit sendiri belum ada peraturan yang secara tegas mengaturnya. Untuk itu kepada PPAT diharapkan lebih aktif dan berani melakukan revisi atau penambahan klausul dalam blanko APHT demi terlindunginya kepentingan kreditor maupun debitor."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Dimas Yudya Dharmika
"Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan lelang Hak Tanggungan pada KantorPelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III sesuai dengan Pasal 6 jo.Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang . Dalam prakteknya mengalami kendala-kendala, yakni timbulnya gugatan dari pihak debitor akibat kurang maksimalnya pelaksanaan lelang Pasal 6 jo. Pasal 11 ayat (2) huruf e oleh kreditor terhadap barang jaminan debitor disamping masih ada yang kurang peminatnya sehingga menyebabkan tidak laku. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu menitikberatkan pada peraturan yang berlaku menggunakan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, referensi dan literatur-literatur terkait.
Dari hasil penelitian ini, dalam menyelesaikan hambatan tersebut Kantor Lelang berpedoman pada Pasal 24, PMK nomor 93 tahun 2010 karena bertanggung jawab pada pelaksanaan lelang bukan pada perjanjian sebelum objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dilelang karena itu lelang tidak dapat dibatalkan kecuali atas permintaan dari pemohon lelang, mengenai harga limit, Kantor Lelang tidak mempunyai andil dalam menentukan harga limit objek Hak Tanggungan yang akan dilelang karena hal tersebut adalah merupakan kewenangan dari pihak kreditor. Apabila barang tersebut tidak laku akan dilakukan lelang ulang sampai barang tersebut laku dengan menurunkan harga limitnya.

This thesis discusses the implementation of the Mortgage auctions on State Assets and Auction Kantor Pelayanan Jakarta III jo.Pasal accordance with Article 11, paragraph 6 (2) e of the Act and the Mortgage Finance Minister Regulation (PMK) Number 93/PMK.06/2010 on the instructions of the auction. In practice experiencing constraints, namely the emergence of a lawsuit from the debtors due to lack of maximum auction jo Article 6. Article 11 paragraph (2) letter e by creditors against debtors collateral in addition there is less demand, causing not sell. The method used in this study is focused on the normative juridical regulations use the Mortgage Law and the Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on Implementation Guidelines Auction, references and related literature.
From these results, in resolving these obstacles Auction Office based on the Article 24, PMK 93 numbers in 2010 as responsible for the execution of the treaty prior to auction not object Mortgage collateral is auctioned auctions because it can not be canceled unless the auction at the request of the applicant, the limit price, Auction Office does not have a say in determining the price limit Mortgage objects to be auctioned because it is the authority of the creditors. If the goods are not sold auction will be held over until the goods are sold at a lower price limit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristijanindyati Puspitasari
"Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 belum terjadi terobosan baru bagi dunia usaha khususnya dunia perbankan dalam hal mengeksekusi barang agunan kredit macetnya, walaupun berdasarkan Undang-Undang tersebut pihak perbankan selaku kreditor diberikan hak untuk dapat melakukan eksekusi terhadap kredit macet yang telah dibebani Hak Tanggungan melalui institusi lelang. Pada dasarnya sistem penjualan secara lelang bukanlah hal yang baru bagi dunia usaha di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1908 yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 No.189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stb. 1908 No.190). Sedangkan sebagai penyelenggara pelayanan lelang di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) sebagai salah satu unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan, melalui kantor operasionalnya yang disebut Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Berdasarkan data yang penulis peroleh jumlah persentase lelang Hak Tanggungan yang diajukan oleh Perbankan Swasta kepada KP2LN Jakarta I adalah sebagai berikut; lelang yang tidak laku mencapai 24% dan jumlah gugatan terhadap lelang Hak Tanggungan tersebut mencapai 20% terlebih berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap 40 responden pengguna jasa lelang 62% menyatakan telah puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh KP2LN Jakarta I, tetapi terdapat 38% responden yang belum puas terhadap pelayanan KP2LN Jakarta I. Alternatif penyelesaian kredit macet dengan menggunakan sarana hukum Hak tanggungan hanya dapat diterapkan terhadap bank swasta dengan menggunakan Pasal 6 dan Pasal 14 jo. Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan, sedangkan untuk bank pemerintah mempunyai dasar hukum yang mengatur penanganan kredit macet tersendiri yang bersifat lex specialist dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 melalui prosedur pengurusan piutang negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Amanda Sari
"Pelaksanaan Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan salah satu sarana penyelesaian ketika debitur melakukan wanprestasi dan tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur. Dalam pelaksanaannya, masih ditemukan adanya permasalahan pengembalian sisa hasil lelang yang sudah seharusnya menjadi hak debitur. Tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai sisa hasil lelang, menimbulkan suatu ketidakpastian hukum akan hak debitur atas sisa hasil lelang. Pihak pemerintah selaku penyelenggara lelang dalam hal ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dapat turut hadir memberikan suatu kepastian agar debitur tetap terlindungi haknya dan mendapatkan pengembalian sisa hasil lelang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kewenangan KPKNL dalam hal pemberian hasil bersih lelang serta konsep ideal pengaturan mengenai pengembalian sisa hasil lelang pada pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penlitian bersifat preskiptif dan dianalisis dengan metode kualitatif sehingga mendapatkan hasil penelitian yang preskiptif analitis. Kewenangan KPKNL selama ini hanya terbatas pada pengembalian hasil bersih lelang kepada pihak penjual (kreditur) dan belum mencakup pengembalian sisa hasil lelang kepada pihak tereksekusi (debitur). Konsep ideal pengaturan pengembalian sisa hasil lelang ialah memberikan kewenangan tersebut kepada KPKNL agar dapat menjamin adanya kepastian hukum bagi pihak debitur untuk mendapatkan pengembalian sisa hasil lelang.

The implementation of Foreclosure Auctions under Article 6 of the Mortgage Law is one of the mechanisms for resolving cases when debtor defaults and unable to fulfill their payment obligations to the creditor. In its implementation, issues have arisen regarding the return of the remaining auction proceeds, which should rightfully belong to the debtor. The lack of further regulation on this matter creates legal uncertainty regarding the debtor’s rights to the remaining auction proceeds. The government, as the organizer of the auction, in this case through the Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), could play a role in providing certainty so that the debtor’s rights are protected, and they can receive the return of the remaining auction proceeds. The problem addressed in this research concerns the authority of KPKNL in distributing the net auction proceeds, as well as the ideal concept of regulating the return of remaining auction proceeds in the implementation of Forecloseure Auctions. This research uses a doctrinal legal research method, with prescriptive typology of research and qualitative analysis, leading to prescriptive-analytical research results. The authority of KPKNL has so far been limited to the distribution of net auction proceeds to the seller (creditor) and does not extend to the return of the remaining auction proceeds to the executed party (debtor). The ideal concept for regulating the return of the remaining auction proceeds is to grant this authority to KPKNL, ensuring legal certainty for the debtor to receive the remaining auction proceeds."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Maharani
"Dalam dunia usaha tidak dapat dilepaskan dari adanya peminjaman dana (kredit) yang didapat dari bank swasta maupun pemerintah, dimana bank didalam memberikan pinjaman untuk melindungi kepentingannya dapat meminta barang jaminan terhadap nasabahnya (debitor). Mengenai jaminan yang dapat diberikan, salah satu yang dipandang mempunyai nilai ekonomis yang lebih menguntungkan adalah berupa tanah maupun tanah dan bangunan yang diikat oleh Hak Tanggungan sebagaimana diatur didalam Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), dengan perjanjian manakala debitor cidera janji (wanprestasi), maka barang jaminan tersebut dapat dilakukan eksekusi hak tanggungan dengan cara penjualan umum (lelang) melalui KPKNL, untuk melunasi utang debitor sebagaimana dimuat didalam Pasal 6 UUHT. Namun terdapat persoalan yang timbul manakala debitor ingin membayar utangnya, namun telah dilakukan pengumuman yang mana menurut ketentuan didalam Pasal 20 ayat (5) UUHT, debitor tidak diperbolehkan melunasi utangnya apabila pengumuman lelang telah diumumkan. Sedangkan didalam peraturan PMK nomor 93 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dimungkinkan bahwa pemohon lelang dapat membatalkan pelelangan dalam jangka waktu 3 hari kerja sebelum diadakan pelelangan, dimana harus diumumkan terlebih dahulu. Yang berarti didalam dua peraturan tersebut terdapat kontradiksi antara UUHT dengan PMK nomor 93 tahun 2010 mengenai perlindungan debitor yang mempunyai itikad baik hendak melakukan kewajiban untuk membayar pelunasan utangnya.

The business world cannot be separated from loans obtained from private and state banks. In providing loans, the banks to protect themselves by requesting collateral from their customers. Regarding the form of collaterals, the banks usually accept land or land and buildings held together by the Mortgage as provided for in Law No. 4 of 1996 on Mortgage of Land and Objects Relating to the land (UUHT). With the mortgage agreement, when the debtor defaults (wanprestasi), then the goods can be executed/ sold by way of public sale (foreclosure auction) through the State Assets and Auctions Service Office (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Problems arise when the debtor wants to repay his debts after the foreclosure sale has been announced. On one side, according to provisions in Article 20 Paragraph (5) UUHT, debtors are not allowed to repay the debt if the auction has been announced. On the other side, in the Finance Minister Regulation (PMK) No. 93 of 2010 on Auction Guidelines, it is possible that the vendor (the creditor) may cancel the auction within 3 (three) working days before the auction day, which should be announced in advance. This thesis examines the contradiction between the Law No. 4 of 1996 and the Minister of Finance Regulation No. 93 of 2010, particularly concerning the protection of debtors who have the good intention to perform the obligation to repay his debt after the auction sale has been announced.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti Vita
"Tesis ini membahas permohonan pengujian materiil yang diajukan oleh para Advokad/Pengacara kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Atas Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Terhadap Pasal 28 Huruf I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Para Advokad/Pengacara menganggap hak konstitusionalnya dirugikan oleh ketentuan Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN yang menyebutkan bahwa pengurusan piutang negara dilarang diserahkan kepada pengacara. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, PUPN melakukan pengurusan penyelesaian piutang negara terhadap penanggung hutang (debitor) yang tidak kooperatif atau nakal, agar dapat dilakukan secara cepat, efektif dan efisien. Karena itu PUPN diberikan kewenangan untuk menerbitkan surat paksa, penyitaan bahkan dapat melakukan paksa badan (gijzeling) kepada penanggung hutang (debitor) jika tidak melunasi kewajibannya sebagaimana dituangkan dalam Pernyataan Bersama yang mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan hakim dalam perkara perdata dan pelaksanaannya dijalankan dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan hukum sama seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengacara tidak dapat mengurus, menagih Piutang Negara seperti yang dilakukan oleh PUPN karena pengurusan Piutang Negara oleh PUPN dilakukan berdasarkan kewenangan khusus yang diberikan oleh undang-undang. Pemohon berpendapat negara atau pemerintah dianggap telah membuat suatu peraturan yang bersifat diskriminatif, merendahkan dan meremehkan harkat atau martabat profesi pengacara yang berakibat pengurangan atau penghapusan pengakuan hak asasi manusia. Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa yang dapat menjadi pemohon atau yang memiliki legal standing adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, badan hukum publik atau privat, atau lembaga negara. Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945. Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan bahwa Advokat, Penasihat Hukum, Pengacara Praktik dan Konsultan Hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan hal tersebut, para Pemohon menganggap memenuhi kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan permohonan ini karena para Pemohon adalah Advokat. Terhadap permohonan pengujian tersebut Pemerintah berpendapat apa yang dikemukakan oleh Pemohon merupakan bentuk kekhawatiran yang berlebihan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, mulai tanggal 6 Oktober 2006 Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang Perseroan.
Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam hal ini, apakah BUMN hendak melakukan kerja sama dengan pengacara atau bukan dalam menyelesaikan kredit macet sepenuhnya merupakan wewenang dari BUMN. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, maka Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan yang dalam hal ini adalah permohonan para Advokad/Pengacara. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26052
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amrullah Arpan
"Masyarakat terbentuk atas dasar interaksi antara individu dalam waktu tertentu, lalu menuju ke globalisasi. Dasar undang-undang harus terdiri tegas untuk interpretasi tidakmuncul jamak (multi tafsir). Dalam mempersiapkan undang-undang, harus kesatuan isi dan norma. Dari sudut penelitian non-hukum, dalam studi ekenomi hak pakai tanah negara terdaftar memenuhi syarat publisitas dan individualitas, (ada pemegang hak). Oleh karena itu, hak ini bisa membuat obyek hak tanggungan. Dari pendekatan sistem hukum (subsistem hukum tanah), undang-undang nomor 4 tahun 1996 merupakan pelaksanaan undang-undang nomor 5 / 1960."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
348 JHUSR 6 (2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Citra Tiara Permata Rizki
"Pelaksanaan parate eksekusi pada eksekusi hak tanggungan dan eksekusi jaminan fidusia dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 090 PDT G 2010 PN JKT PST dan Salinan Risalah Lelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV Nomor 007 2014 Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data data sekunder berupa peraturan perundang undangan dan literatur terkait serta data primer berupa hasil wawancara dengan narasumber terkait Parate eksekusi pada hak tanggungan dan jaminan fidusia memberikan hak kepada kreditor untuk mengeksekusi objek yang dijadikan jaminan dengan cara menjualnya dan mengambil pelunasan dari penjualan tersebut tanpa melalui fiat Pengadilan Negeri ketika debitor cedera janji.

The implementation of self enforcement Parate Executie of Secondary Right of Land Hak Tanggungan and Fiduciary Assignment by analyzing Civil Case No 090 PDT G 2010 PN JKT PST and Copy of Auction Minute of Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV No 007 2014 This study is using a normative juridicial approach that using secondary data related to the security law related literature and also using primary data such as interview with related informants The self enforcement of Hak Tanggungan and Fiduciary Assignment entitles the creditor to execute the secured object by selling it and take repayment of the sale without any fiat of District Court when the debtor breaches of contract.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniek Sri Rejeki
"Thesis penulis yang berjudul 'Analisis terhadap Aspek-aspek Hukum Grosse Akta Pengakuan Hutang dan Sertifikat I Hak Tanggungan serta pelaksanaannya oleh Badan Peradilan merupakan penulisan yang disusun berdasarkan penelitian hukum normatif yang bersifat analitis -kualitatif yang menggunakan metoda doktrinal berupa peraturan peraturan hukum yang berlaku yang dikaitkan dengan kasus serta putusan-putusan Mahkamah Agung.
Masalah utama yang diteliti dalam karya tulis ini adalah adanya perbedaan penafsiran dikalangan para praktisi hukum (notaris, kalangan perbankan dan hakim) atas grosse akta yang dikeluarkan oleh notaris khususnya grosse akta pengakuan hutang dan grosse hipotik (sekarang disebut sertifikathak tanggungan). Selain itu terdapatnya ketidakseragaman dalam pelaksanaan eksekusi grosse akta khususnya grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik (hak tanggungan).Penyebabnya adalah terdapatnya perbedaan pendapat antara kalangan notaris dan kalangan perbankan sebagai pihak yang mengeluarkan I dan mengajukan grosse akta dengan kalangan peradilan sebagai pihak yang melaksanakan eksekusi grosse akta tersebut. Kericuhan diatas terjadi karena isi pasal 224 HIR itu sendiri yang merupakan peraturan Lunggal, berdiri sendiri dan tidak ada peraturan lain yang merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 224 HIR mengenai grosse akta. Minimnya pengaturan ini memperlebar perbedaan penafsiran dan penerapan diantara para pelaku hukum khususnya kalangan notaris sebagai pejabat umum yang membuat dan mengeluarkan grosse akta dan para hakim yang melaksanakan eksekusi grosse akta.
Atas permasalahan tersebut diatas sebaiknya pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat harus bersama-sama membentuk suatu rancangan undang-undang mengenai grosse akta sehingga grosse akta, khususnya grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hak tanggungan, benar-benar mempunyai kekuatan eksekutorial yang dapat dengan mudah, sederhana dan cepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan kredit macet perbankan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36278
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>