Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005
303.609 598 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Israwaty Suriady
"Konflik yang terjadi akhir tahun 1998 berhasil menghancurkan tatanan hidup masyarakat Poso yang telah terbentuk selama ini. Konflik yang bersumber dari interaksi masyarakat sehari-hari dengan latar belakang sosial, budaya, ekonomi yang berbeda tanpa disadari menjadi potensi-potensi konflik laten yang kemudian lahir menjadi bentuk kekerasan, bermula dari perkelahian anak muda yang sedang berpesta minuman keras.
Tindakan kekerasan yang oleh media massa disebut dengan kerusuhan Poso Jilid I - V membuat stigma-stigma dan integrasi masyarakat ke dalam kelompok Islam dan Kristen semakin nyata dan menjadi jurang pemisah di antara kelompok yang ada dalam masyarakat Poso. Perbedaan ini semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam menyusun suatu kesepakatan damai yang dapat diterima kedua belah pihak bertikai. Pada akhirnya akhir tahun 2001 pertemuan di Malino menghasilkan suatu kesepakatan damai yang dikenal dengan Deklarasi Malino.
Deklarasi Malino merupakan upaya damai yang berasal dari kedua kelompok yang bertikai, kemudian difasilitasi oleh pemerintah. Hasil kesepakatan ini kemudian berusaha direkonsiliasikan kepada masyarakat, khususnya pada kelompok yang telah bertikai. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal tanpa ada ketakutan munculnya konflik baru kembali.
Konflik telah terjadi dan hal lain yang memerlukan perhatian adalah bagaimana mengelola dan mengatur konflik yang masih sering terjadi pasca Deklarasi Malino, agar tidak muncul menjadi konflik kekerasan baru di daerah Poso. Serta bagaimana memanfaatkan pengaruh pemuka pendapat, masyarakat ataupun tokoh agama dalam proses manajemen konflik tersebut.
Model manajemen konflik yang dikemukakan oleh Ting Toomey adalah kerangka yang digunakan untuk melihat bentuk manajemen yang digunakan masyarakat Poso yaitu bentuk Integrating, Compromising, Dominating, Obliging dan Avoiding. Serta konsep-konsep budaya lain yang dapat membantu melihat fenomena yang ada dalam masyarakat.
Dalam melihat bentuk manajemen konflik tersebut, studi ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif-deskriptif, paradigma konstruktivis. Peneliti berusaha menggambarkan secara utuh latar alamiah (masyarakat Paso) pasca Deklarasi Malino.
Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan model manajemen konflik Integrating, Avoiding dan Compromising adalah yang dominan dilakukan oleh masyarakat. Keinginan untuk berdamai dengan membentuk berbagai forum yang melibatkan semua lapisan dan kelompok masyarakat juga sangat membantu proses ke arah penyelesaian dan mengatur konflik yang terjadi, khususnya pasca Deklarasi Malino.
Pemimpin informal (informal leader) memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam proses manajemen konflik di masyarakat. Mereka menjadi wadah atau media yang menghubungkan pemerintah daerah dengan masyarakat tataran bawah (akar rumput). Mereka berperan dalam merekonsiliasikan hasil-hasil kesepakatan Malino. Para pemuka pendapat ini juga berfungsi sebagai "gate keeper" yaitu menyaring dan mengolah informasi sebelum disampaikan kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricyla Trimeilinda
"ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir terjadi konflik bersenjata yang tidak berkesudahan di
daerah Poso. Banyak orang yang mengalami trauma karena konflik bersenjata ini
membuat mereka kehilangan tempat tinggal, orang-orang yang disayangi, harta
benda, dan lingkungan yang aman dan nyaman. Remaja merupakan salah satu
populasi yang paling mudah terkena dampak negatif konflik bersenjata.
Penelitian ini mencoba. menggali gambaran kepribadian remaja yang mengalami
konflik bersenjata di Poso melalui tes menggambar bebas. Beberapa ahli meyakini
tes menggambar bebas dapat membantu individu untuk memproyeksikan diri
mereka, yang tidak dapat diekspresikan melalui bahasa verbal.
Penelitian ini menggunakan data sekunder tes menggambar bebas remaja yang
mengalami konflik bersenjata di Poso, dengan bantuan Pusat Krisis Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan panduan umum untuk interpretasi berdasarkan aspek struktural,
yaitu kualitas garis, ukuran, penempalan gambar, detail, perspektif shading, dan
penggunaan warna. Pada tahap pertama akan dideskripsikan gambaran
kepribadian secara umum 37 remaja yang mengalami konflik bersenjata di Poso
yang diperoleh melalui profil tes menggambar bebas. Pada tahap berikutnya akan
dideskripsikan gambaran kepribadian secara individual terhadap lima remaja yang
mengalami konflik bersenjata di Poso guna mendapatkan gambaran kepribadian
yang lebih utuh dan mendalam.
Profil tes menggambar bebas pada remaja yang mengalami konflik bersenjata di
Poso menunjukkan kecenderungan subjek menggambar dengan tekanan garis
bervariasi, ukuran gambar sedang, pcnempatan gambar di bagian sentral, detail
yang kurang, perspektif jauh dan bawah-jauh, melakukan shading pada objck
tertentu, dan menggunakan warna hitam.
Dari gambaran kepribadian secara umum diperoleh hasil sebagian besa.r subjek
penelitian memiliki kecenderungan gambaran kepribadian yang ragu-ragu, kurang
pcrcaya diri dan merasa inferior, memiliki ketegangan dan kecemasan, perasaan
insecure, kecenderungan berperilaku acring-our, menarik diri dan membatasi
kontak interpersonal, depresi, tertutup, dan merasa tidak bahagia.
Dari gambaran kepribadian secara individual terhadap lima subjek penelitian,
semua subjek cenderung mengalami depresi, memiliki kecemasan, ketegangan,
dan kemarahan yang intens karena kemsuhan di Poso, yang menyangkut
perjuangan hidup-mati dan masalah/bahaya kebakaran.
Interpretasi tes menggambar bebas dalam penelitian ini terbatas pada aspek
struktural, oleh karena, itu saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya
adalah memperluas penilaian dan interpretasi terhadap tes menggambar bebas,
terutama dari aspek content.
Implikasi praktis ditujukan bagi para ahli psikologi perkembangan, Pusat Krisis,
Trauma Cenrer, dan pihak-pihak terkait yang ingin menggunakan tes
menggambar bebas sebagai alat bantu untuk melihat gambaran kepribadian remaja
yang mengalami konflik bersenjata di Poso."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta: Dian Rakyat, 1992
899.232 SUT d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta: Dian Rakyat, 1990
899.232 SUT d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thung, Ju Lan
"The May riot of 1998 has brought the so-called Chinese problem to the forefront. Various comments on the problem are mostly based on memories of the past, of the Dutch colonial segregation policy, and the common perception of the present conflict. The latter refers to the social economic gap between the Indonesian Chinese and the indigenous Indonesians. However, none of these comments address to the core of the problem related to the ethnicity and nationalism. The problem emerged when ethnicity and nationalism were in conflict. This conflict began with the establishment of the modern (Indonesian) nation-state. Since the beginning, the basis for discrimination between the indigenous and non indigenous has legally been set up by the 1945 constitution (article no.26). This discrimination was strengthened by the new order's policy that assimilation in the sole route to solving the so-called Chinese problem. This policy has produced wider social cultural, economic, and political gaps between the Indonesian Chinese and the indigenous Indonesian. The situation has developed in such a way that to solve the problem a careful examination using a multidisciplinary approach that pays attention to spatial and temporal variation in necessary."
1999
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin Lazuardi
"[ABSTRAK
Rangkaian konflik komunal yang terjadi pada tahun 1998 hingga 2001kemudian berlanjut menjadi aksi teror menimbulkan pertanyaan besar sejumlahkalangan Salah satunya adalah mempertanyakan apakah intelijen kepolisiangagal berperan sebagai alat negara dalam mendeteksi mengantisipasi danmemberikan infomasi penting terkait kerusuhan yang terjadi di wilayah Poso Akhirnya dalam kurun waktu lebih dari dua tahun 2005 2007 sebagian besarpelaku teror yang beroperasi di pulau Sulawesi pada umumnya dan di kota Posopada khususnya berhasil dibongkar dan diungkap intelijen Polri Pengungkapanini memunculkan pertanyaan bagaimana intelijen kepolisian berhasilmengungkap jaringan tersebut Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif Metode in depthinterview digunakan untuk pengumpulan data penelitian Informan sebagai narasumber penelitian ini merupakan anggota kepolisian yang pernah bertugas dalamoperasi kepolisian di Poso selama konflik dan teror Poso tahun 1998 2007 Informan lainya adalah pelaku teror serta tokoh masyarakat Poso Untukmenjawab pertanyaaan penelitian digunakan teknik analisa timeline fishbone danwildcard analysis Untuk menganalisa kegagalan inteljen tersebut penulis mengunakananalisa kegagalan intelijen dengan pendekatan teori Thomas Copeland Sedangkanuntuk analisa keberhasilan intelijen digunakan antithesis dari teori kegagalanThomas Copeland Dalam penelitian ini penulis akhirnya menemukan sejumlahvariabel kegagalan maupun keberhasilan intelijen Polri sesuai dengan penjelasanThomas Copeland pada sisi Kebijakan dan Kepemimpinan Organisasi AnalisisIntelijen dan Persepsi Informasi Ancaman

ABSTRACT
The series of communal conflict that occurred in 1998 and 2001 andcontinued into terror raise a big question One is the question whether the policefailed to act as an intelligence tool in detecting state anticipating and providingimportant information related to the riots in Poso Finally in a period of more thantwo years 2005 2007 most of the terrorists who operated on Sulawesi in generaland in the town of Poso in particular had been uncovered and revealed by Policeintelligence This disclosure raises the question of how police intelligenceuncovered the network This research uses a qualitative approach In depth interview method isused for research data collection Informants as a resource of this research are amember of the police who had served in the police operation in Poso during theconflict and terror Poso in 1998 2007 Other informants are terrorists andcommunity leaders in Poso To answer the research questions this research usestimeline fishbone and wildcard analysis techniques To analyze the intelligence failure the author uses the theory of ThomasCopeland about intelligence failure Antithesis of the theory of Thomas Copelandis used to analyze the intelligence success In this research the authors finallydiscover number of variables intelligence failures and successes in accordancewith the explanation Thomas Copeland on the Policy and Leadership Organization Intelligence Analysis and Perception of Threat Information ;The series of communal conflict that occurred in 1998 and 2001 andcontinued into terror raise a big question One is the question whether the policefailed to act as an intelligence tool in detecting state anticipating and providingimportant information related to the riots in Poso Finally in a period of more thantwo years 2005 2007 most of the terrorists who operated on Sulawesi in generaland in the town of Poso in particular had been uncovered and revealed by Policeintelligence This disclosure raises the question of how police intelligenceuncovered the network This research uses a qualitative approach In depth interview method isused for research data collection Informants as a resource of this research are amember of the police who had served in the police operation in Poso during theconflict and terror Poso in 1998 2007 Other informants are terrorists andcommunity leaders in Poso To answer the research questions this research usestimeline fishbone and wildcard analysis techniques To analyze the intelligence failure the author uses the theory of ThomasCopeland about intelligence failure Antithesis of the theory of Thomas Copelandis used to analyze the intelligence success In this research the authors finallydiscover number of variables intelligence failures and successes in accordancewith the explanation Thomas Copeland on the Policy and Leadership Organization Intelligence Analysis and Perception of Threat Information ;The series of communal conflict that occurred in 1998 and 2001 andcontinued into terror raise a big question One is the question whether the policefailed to act as an intelligence tool in detecting state anticipating and providingimportant information related to the riots in Poso Finally in a period of more thantwo years 2005 2007 most of the terrorists who operated on Sulawesi in generaland in the town of Poso in particular had been uncovered and revealed by Policeintelligence This disclosure raises the question of how police intelligenceuncovered the network This research uses a qualitative approach In depth interview method isused for research data collection Informants as a resource of this research are amember of the police who had served in the police operation in Poso during theconflict and terror Poso in 1998 2007 Other informants are terrorists andcommunity leaders in Poso To answer the research questions this research usestimeline fishbone and wildcard analysis techniques To analyze the intelligence failure the author uses the theory of ThomasCopeland about intelligence failure Antithesis of the theory of Thomas Copelandis used to analyze the intelligence success In this research the authors finallydiscover number of variables intelligence failures and successes in accordancewith the explanation Thomas Copeland on the Policy and Leadership Organization Intelligence Analysis and Perception of Threat Information , The series of communal conflict that occurred in 1998 and 2001 andcontinued into terror raise a big question One is the question whether the policefailed to act as an intelligence tool in detecting state anticipating and providingimportant information related to the riots in Poso Finally in a period of more thantwo years 2005 2007 most of the terrorists who operated on Sulawesi in generaland in the town of Poso in particular had been uncovered and revealed by Policeintelligence This disclosure raises the question of how police intelligenceuncovered the network This research uses a qualitative approach In depth interview method isused for research data collection Informants as a resource of this research are amember of the police who had served in the police operation in Poso during theconflict and terror Poso in 1998 2007 Other informants are terrorists andcommunity leaders in Poso To answer the research questions this research usestimeline fishbone and wildcard analysis techniques To analyze the intelligence failure the author uses the theory of ThomasCopeland about intelligence failure Antithesis of the theory of Thomas Copelandis used to analyze the intelligence success In this research the authors finallydiscover number of variables intelligence failures and successes in accordancewith the explanation Thomas Copeland on the Policy and Leadership Organization Intelligence Analysis and Perception of Threat Information ]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviani
"Schistosomiasis merupakan suatu penyakit pada manusia dan vertebrata yangdisebabkan oleh cacing Schistosoma. Kasus schistosomiasis masih berfluktuasi denganprevalensi berkisar rata-rata diatas 1 . Aktivitas dan kontak langsung masyarakat diarea fokus keong memungkinkan terjadinya penularan schistosomiasis. Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadianschistosomiasis di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.Desain penelitian ini adalah studi ekologi, analisis data sekunder Badan Pusat Stastistikdan data dinas kesehatan provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian menunjukkanbahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian schistosomiasis adalah proporsi jeniskelamin laki-laki dengan nilai p value < 0,05 rata-rata pada kasus tinggi >1 adalah1,79. Hal ini mungkin disebabkan mereka tidak hanya mengerjakan sawah atau kebuntetapi juga sering mencari kayu di tepi hutan, yang merupakan tempat terjadinyapenularan schistosomiasis.

Schistosomiasis is a disease in humans and vertebrates caused by Schistosoma worms.Schistosomiasis cases still fluctuate with prevalence ranging above 1 on average.Community direct activities and contacts in the snail focus area allow forschistosomiasis transmission. The purpose of this study was to determine the factorsassociated with the incidence of schistosomiasis in Poso District and Sigi RegencyCentral Sulawesi Province. The research design is ecological study, secondary dataanalysis of Central Agency of Stastistik and data of health service of Central Sulawesiprovince. The results showed that the factors associated with the incidence ofschistosomiasis were the proportion of male sex with a mean p value 1 was 1.79. This may be because they not only work on rice fields orgardens but also often look for wood on the edge of the forest, which is the site ofschistosomiasis transmission."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Eka Santi
"ABSTRAK
Kesadaran bahwa anak dan masa kanak-kanak merupakan realitas sosiologis
bukan hal baru. George Herbert Mead telah mengangkat hal ini sekitar satu abad lalu.
Namun, beberapa tahun belakangan ini terlihat adanya kegairahan di kalangan ilmuwan
sosial untuk lebih memperhatikan dinamika anak dan masa kanak-kanak. Mereka
menganggap anak - seperti halnya gender atau gejala sosial lainnya - sebagai gejala
sosial yang sedemikian kompleksnya sehingga sulit bila dipaharni hanya dari sudut
pandang psikologi.
Ketertarikan pada anak secara sosiologis ini antara lain ditunjukkan oleh
William A. Corsaro. Melajui teori reproduksi interpretif, Corsaro mencoba melihat
anak sebagai warga masyarakat yang kreatif dan ikut Serta dalam rnernbentuk
masyarakatnya. Tentunya, keikutsertaan anak selayaknya tidak dipandang dari sudut
orang dewasa. Secara lebih detail, Corsaro berargumen bahwa perkembangan anak
bersifat reproduktif dalam arti, merupakan proses peningkatan densitas dan reorganisasi
pengetahuan yang berubah sejalan dengan perkembangan kognitif dan kemampuan
bahasa anak Serta perubahan dalam dunia sosialnya. Berdasarkan input yang diperoleh
dari orang dewasa, anak secara kratif dan inovatif mengembangkan budaya sendiri
dengan sebayanya dan tidak semata-mata mengimitasi dunia orang dewasa. Pada
gilirannya hal ini akan membelikan kontribusi pada produksi dan perubahan budaya.
Namun demikian partisipasi anak dibatasi pula struktur sosial dan reproduksi
masyarakat. Argumen itu, seperti yang diakui sendiri oleh Corsaro, dilandaskan pada
dialog ontologis dan epistemologis dengan pikiran-pikjran George Herbert Mead
tentang self, play dan games, Anthony Giddens tentang strukturasi serta Erving
Goffman soal framing dan keying.
Berkaitan dengan hal-hal di atas, saya mencoba meneliti anak yang terekspos
pada situasi konflik dengan mempertanyakan: bagaimana pertalian antar berbagai
konsepsi tentang anak dan masa kanak-kanak di wilayah konflik serta bagaimana
dinamika struktural anak dalam budaya kelompok sebaya, keluarga, masyarakat dan
negara. Adapun pengumpulan data saya lakukan di Poso, satu masyarakat yang sarat
konflik khususnya sejak berakhirnya pernerintahan Orde Baru. Konflik tersebut
bersumbu -pada ketegangan diantara penganut agama Islam dan penganut agama
Kristen, dan masih terus berlangsung sampai saat Penganut agama Islam
direpresentasikan dengan daerah Poso Kota, penganut agama Kristen direpresentasikan
oleh daerah Tentena. Sedangl-can penduduk campuran Islam, Kristen dan Hindu
direpresentasikan oleh Poso Pesisir.
Teori Corsaro sendiri saya tempatkan dalam penelitian ini mengikuti alur pattern
theorising. Berbagai gagasan dasar Corsaro menjadi acuan teoritik untuk membimbing
saya dalam merekonstruksi dinamika anak Poso secara sosiologis. Karenanya, disertasi
ini terlalu jauh untuk disebut sebagai arena menguji akurasi teori Corsaro.
Secara metodologis, penelitian tentang anak Poso pasca Orde Baru dilakukan
sejak tahun 2002 meskipun tidak secara intensif. Pengumpulan data secara terfokus pada
dinamika anak dan kekerasan di Poso say laksanakan dari bulan Januari sampai dengan
bulan Juni tahun 2005. Selepas fieldwork, data diperoleh terutama memanfaatkan
teknologi komunjkasi jarak jauh.
Secara sistematis, spesifikasi metodologis penelitian ini adalah sebagai berikut:
menggunakan metode etnografi atau field research dengan menempatkan anak sebagai
subyek penelitian yang dapat menyuarakan kondisinya dan mengartikulasi kapasitasnya.
Pengumpulan data menggunakan berbagai teknik yaitu wawancara mendalam,
wawancara kelompok/diskusi kelompok terfokus, pengamatan, testimoni, life histories,
gambar, dan studi dokumentasi. Selain anak, data lainnya diperoleh dari orangtua, guru
dan instansi pemerintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Temuan saya menunjukkan konstruksi media dan berbagai kalangan tentang
kekerasan di Pose mengandung kebenaran. Kekerasan terjadi pada lingkup yang meluas
dan mendalam. Selain itu, saya mendapat kesan kuat bahwa orang Pose termasuk anak-
anak mulai terbiasa hidup dalam kekerasan. Kekerasan seakan-akan dianggap sebagai
bagian kehidupan normal. Namun, dibalik konstruksi tentang kekerasan tersebut, saya
menemukan bahwa anak-anak Poso memiliki identitas hibrid lewat paduan budaya lokal
dengan budaya global. Proses ?in? dan ?out? dilakukan sebagai bentuk adaptasi
terhadap desakan budaya global sambil tidak meninggalkan budaya sendiri. Pengaruh
global dalam rutinitas keseharian anak tampak dalam aspek simbolik maupun material
dari budaya anak-anak. Identitas tersebut tampaknya memungkinkan berkembangnya
resiliensi dan mencaimya batas-batas simbolik maupun sosial termasuk di kalangan
anak-anak eks kombatan. Anak kemudian sangat potensial menjadi aktor perdamaian.
Temuan ini sama sekali tidak meniadakan gambaran bahwa masih ada anak yang juga
trauma atau bahkan mengalami post traumatic symprons disorder (PTSD). Hal ini
memperlihatkan adanya perbedaan temuan saya dengan ternuan Corsaro.
Seperti halnya penelitian-penelitian sejenis tentang anak dan kekerasan di
beberapa daerah di Indonesia, saya menemukan bahwa anak menjadi korban sekaligus
pelaku kekerasan. Pada masyarakat yang berkonflik, kapasitas anak berbenturan dengan
situasi kekerasan. Makna kreatif dan inovatif, kemudian perlu dilihat dalam kaitannya
dengan kepentingan terbaik anak. Sekali lagi terlihat perbedaan antara temuan saya
dengan temuan Corsaro. Lebih tepatnya, hal yang ktuang mendapat perhatian Corsaro
justru merupakan hal penting untuk memahami dinamika anak Poso. Tentunya perlu ada
penelitian-penelitian lanjutan, dengan metode penelitian yang berbeda-beda, untuk
menentukan seberapa benar (atau seberapa salah) temuan saya.
Temuan-temuan tersebut memiliki implikasi teoritik untuk melakukan
indigenisasi pada level meta teori, teori, empirik dan aplikasi teori. Proses ini
menempatkan anak dan masa kanak-kanak sebagai entitas tersendiri yang tidak sama
dengan orang dewasa termasuk pengetahuan yang dihasilkannya untuk memahami
realitas sosial. Hal lainnya adalah soal universalitas dan lokalitas definisi anak dan masa
kanak-kanak, khususnya menyangkut kapasitas anak, identitas hibrid, resiliensi anal(
dan kontnibusi pada perdamaian Pose. Kesemuanya merupakan hal yang selama ini
?diabaikan? dalam sosiologi khususnya untuk konteks Poso. Sebagai kontribusi bagi
pemerintah dan berbagai kalangan yang concern terhadap kesejahteraan anak,
indigenisasi mencakup pemikiran tentang pentingnya memperhatikan kembali strategi
dan pengelolaan perlindungan anak Indonesia. Hal yang ada baiknya diperhatikan
diantaranya adalah: kebijakan tidak mereproduksi pandangan yang hanya menganggap
anak sebagai obyek serta perlunya mengelola lcekuatan strulctur demi kepentingan
terbaik anak."
2006
D793
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Banyak pihak yang punya nostalgia indah dengan masa Orde Baru sering mempertanyakan mengapa di masa orang-kuat Soeharto berkuasa konflik bernuasa SARA dapat dikatakan hampir tidak ada dan mengapa justeru dalam masa reformasi berbagai konflik komunal itu berhamburan ke permukaan ? Jangan-jangan hal ini adalah akibat langsung dari suatu kebebasan yang kebablasan di masa reformasi ini ?. ...."
IKI 2:10 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>