Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widi Hastuti
"Tanah merupakan salah satu aset terpenting bangsa Indonesia yang memiliki spektrum keterkaitan pengelolaan yang sangat luas serta melibatkan banyak pihak. Tesis ini mengangkat studi kasus terhadap pembatalan sertipikat hak milik nomor 253 Desa Wironanggan Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Permohonan hak merupakan salah satu cara memperoleh hak atas tanah. Hak atas tanah yang diperoleh dapat berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan hak-hak lain yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria. Guna memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka diadakanlah pendaftaran tanah. Sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat, haruslah dapat membuktikan keabsahan dari kepemilikan dari hak atas tanah. Pendaftaran tanah masih didominasi karakteristik publikasi negatif, maksudnya negara tidak menjamin kebenaran data yang terdaftar di dalam daftar umum Pendaftaran Tanah. Artinya suatu waktu suatu hak atas tanah dapat dibatalkan, apabila terbukti data tersebut tidak benar. Dalam prakteknya untuk terjadinya suatu hak atas tanah harus tetap melalui peraturan yang ditentukan, namun masih banyak terjadi kekeliruan-kekeliruan yang berakibat dibatalkannya hak atas tanah tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulistyorini
"Pada praktiknya, peralihan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan PPAT dituangkan ke dalam blanko akta yang siap diisi oleh PPAT, di mana akta tersebut formatnya sudah baku. Pada kenyataan di lapangan didapati adanya sengketa Tanah Hibah yang ditimbulkan karena ketiadaan perlindungan bagi para pihak terutama Pihak Pemberi Hibah oleh karena itu diperlukan suatu akta yang menyertai Akta Hibah Tanah guna mencegah atau meminimalisir timbulnya sengketa antara pihak pemberi hibah dengan pihak penerima hibah yaitu Akta Kesepakatan Bersama yang dibuat di hadapan Notaris. Pokok permasalahan yang diangkat pada penelitian ini yaitu berkaitan dengan pemenuhan syarat otentisitas dari Akta Hibah Pejabat Pembuat Akta Tanah yang disertai Akta Kesepakatan Bersama sebagai kekuatan pembuktian yang sempurna dan permasalahan yang berkaitan dengan kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merangkap jabatan sebagai Notaris selaku pejabat umum sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan dalam pembuatan Akta Kesepakatan Bersama yang menyertai Akta Hibah Tanah. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normative dengan Tipe penelitian evaluatif dari segi tujuannya. Penelitian ini mempergunakan Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Otentisitas dari akta yang dipergunakan dalam penghibahan atas tanah dalam hal ini dengan menggunakan blanko Akta Hibah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang disertai dengan akta kesepakatan bersama yang dibuat secara notariil sebagai wadah untuk menampung kesepakatan-kesepakatan tertentu antara pemberi hibah dengan penerima hibah dengan dikaitkan pada Pasal 1868 KUHPerdata tentang syarat suatu akta dianggap sebagai akta otentik (bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berwenang) hanya dapat dipenuhi oleh Akta Kesepakatan Bersama yang menyertai Akta Hibah Atas Tanah itu sendiri ( bentuknya dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2005 tentang Jabatan Notaris) sedangkan Akta Hibah Tanah/PPAT belum memenuhi keotentikan akta berdasarkan Pasal yang dimaksud karena Akta Hibah Tanah/PPAT bentuknya hanya ditentukan berdasarkan PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 atau bukan berupa Undang-Undang walaupun dalam pembuatan Akta Hibah Tanah/PPAT ini dibuat dihadapan PPAT sebagai pegawai umum. Namun apabila ditinjau dari fungsi akta sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum dan sebagai alat pembuktian, keduanya dapat memenuhi ketentuan tersebut. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merangkap jabatan sebagai Notaris selaku pejabat umum sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 37 tahun 1998 jo. Pasal 17 butir g Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam pembuatan Akta Kesepakatan Bersama yang menyertai Akta Hibah Tanah adalah harus sebagai Notaris yang wilayah kerjanya sama dengan wilayah kerja Notaris tersebut sebagai PPAT di mana hal in! dapat ditentukan berdasarkan letak objek tanah yang dihibahkan tersebut. Pada kasus ini, letak objek tanah yang dihibahkan ada di wilayah Jakarta Barat sehingga yang menangani adalah PPAT yang merangkap sebagai Notaris dengan wilayah kerja Jakarta Barat. Sementara itu Perumusan pasal-pasal yang dikehendaki antara pihak pemberi hibah dan penerima hibah atas tanah dalam Akta Kesepakatan Bersama yang menyertai Akta Hibah Tanah/PPAT haruslah tidak saling bertentangan prinsip-prinsip hukumnya dengan mengacu pada Pasal 16 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya seorang notaris wajib untuk bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dalam hal ini yaitu mencegah serta meminimalisir kemungkinan terjadinya sengketa di kemudian hari antara pihak pemberi hibah dengan pihak penerima hibah atas tanah."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deby Nuri Herasanti
"Dalam rangka mewujudkan lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, perlu dikelola secara efektif dan efisien. Salah satu usaha Pemerintah dalam memasyarakatkan wakaf untuk kepentingan umum adalah dengan memberlakukan Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan wakaf antara lain Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004. Namun dalam prakteknya masih ada beberapa masalah yang timbul diantaranya yaitu apakah dengan dikeluarkannya Peraturan-peraturan yang mengatur perwakafan tanah tersebut di atas telah diimplementasikan dengan benar? Kendala﷓kendala apa saja yang dihadapi dalam pensertifikatan tanah wakaf di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Metode penelitian yang penulis pakai adalah metode penelitian empiris dan metode penelitian kepustakaan. Studi kasus yang dilakukan pada Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, dalam hal ini menghasilkan analisa pemecahan masalah yaitu karena Peraturan Pemerintah (PP) yang menjelaskan pelaksanaan Undang-undang No.41 Tahun 2004 belum keluar maka Undang-undang tersebut belum berlaku secara efektif, dan yang masih menjadi pedoman adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam. Selain itu untuk masa yang akan datang, disarankan agar diperhatikan besarnya biaya pensertifikatan tanah wakaf, tenaga kerja, dan waktu pelaksanakan pensertifikatan, dan kelengkapan surat atau dokumen tanah wakaf. Keadaan demikian akan menciptakan sinergi kerja antara pemerintah, pegawai instansi yang berkaitan dan masyarakat sebagai pelaksana Pensertifikatan Tanah Wakaf. Keadaan yang saling bersinergis ini diharapkan dapat mengakselerasi pelaksanaan kegiatan pensertifikatan Tanah Wakaf untuk kepentingan umum dalam mencapai kesejahteraan sosial yang sesuai dengan ajaran agama Islam."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rufinus
"Pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan mempunyai beberapa kelemahan. Padahal, selaku konsumen atas barang dan jasa, kedudukan mereka adalah lama dengan kedudukan produsen atas barang atau jasa tersebut. Melalui penelitian terhadap pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak pengelolaan. No.1/Ancol, penulis bermaksud menganalisis kelemahan kelemahan apa raja yang dipunvainya serta mencari penyelesaian terhadap kelemahan yang ada sehagai upaya perlindungan hukum bagi mereka.
Penulis akan menganalisis dari segi pembehanan dan peralihan hak, karena dari segi inilah seringkali terjadi didalam praktek, hahwa kedudukan konsumen berada di pihak yang lernah jika dibandingkan dengan kedudukan produsen. Kelemahan-kelemahan yang dipunyai dapat disebahkan karena pemahaman konsumen atas isi perjanjian baku yang sangat minim, serta pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang dimaksud pasal 1320 KUH Perdata yang sangat sulit untuk diterapkan dengan dengan benar. Selain itu, pemahaman konsumen akan hak guna bangunan yang berdiri diatas tanah hak pengelolaan itu sendiri juga sangat minim sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah perlu ada upaya perlindungan hukum bagi mereka. Berdasarkan hasil analisis penulis, didapati hentuk-bentuk perlindungan hukum berupa perlindungan hukum untuk dapat melepaskan hak atas tanah dengan persetujuan pihak terkait dan perlindungan hukum untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa selaku konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Savira
"Fokus dari penelitian ini adalah pada terbitnya sertipikat ganda yang dalam kenyataannya telah memicu terjadinya sengketa, seperti yang ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung No 1693 K/Pdt/2018. Hal tersebut menjadikan pemegang hak atas tanah yang sebenarnya tidak terlindungi, walaupun sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat yang telah dimilikinya. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hak dan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang sebenarnya terkait terbitnya sertipikat ganda dan penyelesaian sengketa mengenai status tanah dan/atau pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari adanya sertipikat ganda. Dalam penelitian ini, metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai dasar dari Hukum Tanah Nasional tidak secara jelas memberikan perlindungan tersebut. Namun peraturan pelaksananya yaitu PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 32 ayat (2) memberikan perlindungan melalui lembaga rechtsverwerking. Majelis Hakim dalam Putusan a quo juga menguatkan perlindungan semacam itu. Dengan adanya putusan tersebut maka BPN cq Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya harus melakukan pembatalan terhadap sertipikat yang cacat hukum. Adapun penyelesaian sengketa terkait sertipikat ganda itu sendiri semestinya tidak perlu menggunakan mekanisme litigasi karena dapat diselesaikan langsung di Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 21 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu dengan melakukan pembatalan sertipikat.

The focus of this research is on the issuance of the dual certificates which in fact have triggered. Land disputes, as found in the Supreme Court Decision No. 1693 K/Pdt/2018 of the land that has been owned. Therefore, the problem raised in this research is about the protection of rights and legal certainty for land rights certificate holders which are actually related to the issuance of dual certificates. In addition, the settlement of disputes regarding the status of land and/or holders of land rights as a result of the existence of multiple certificates. In this study, the method used is normative juridical order. The data collection is done through the study of the documents (library). Furthermore, the secondary data obtained were analyzed qualitatively. This research found that Act Law no. 5/1960 concerning Basic Agrarian Regulations as the basis of the National Land Law does not clearly provide such protection. However, the implementing regulations, namely Government Regulations No. 24/1997 on Land Registration, in particular Article 32 paragraph (2) provides protection through the rechtsverwerking institution. The Panel of Judges in the a quo Decision also strengthens such protection. Furthermore, with this decision, the BPN cq the Regency/Municipal Land Office must cancel the legally flawed certificate. The land dispute resolution related to the dual certificates itself should not need to use a litigation mechanism because it can be resolved directly at the National Land Agency in accordance with the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency 21 of 2020 concerning Settlement of Land Cases, namely by canceling the certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Asih Fabiolah
"Tesis ini membahas mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain, dengan menganalisa Putusan PN Nomor : 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel). Bagaimana kekuatan Sertipikat Hak Milik atas Tanah sebagai alat bukti dalam pengadilan dan bagaimana hakim memutuskan pihak mana yang dimenangkan. Metode penulisan yang dipakai adalah metode yuridis normatif yang merupakan penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder berupa norma hukum tertulis. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dari data sekunder yang telah dikumpulkan dan diolah untuk perumusan kesimpulan untuk memperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain. Di bagian akhir disimpulkan bahwa penting bagi pemilik tanah untuk melakukan pendaftaran tanah dan memiliki Sertipikat Hak Milik atas Tanah. Karena di muka Pengadilan meskipun bukan sebagai alat bukti yang mutlak, Sertipikat Hak Milik atas Tanah merupakan alat bukti yang kuat. Pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah meskipun masih dapat digugat oleh pihak lain akan tetapi memiliki kekuatan hukum atas haknya selama pihak yang menggugat tidak dapat membuktikan sebaliknya.

This thesis discusses the rule of law for the holders of certificate of land ownership against third party lawsuit by analyzing district court decision number 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. The analysis includes whether a certificate of land ownership can be determined as evidence before court and how judges rule the prevailing party in the dispute. The research method employed in this study was normative juridical methodwhich focused on secondary datum of formal legal principles. Moreover, the analysis technique used in this thesis was qualitative analysis. The data source for the analysis was collected from secondary datum which had been processed in order to draw a reliable conclusion regarding the rule of law for the holder of certificate of land ownership. In conclusion, the writer concluded the significance of land registration and the possession of land certificate by land owners. Even though, the certificate of land ownership does not have absolute and binding verification strength before court, it can be formally admitted as proper evidence in court proceeding. The certificate holder is entitled for his right of ownership, unless other party can prove otherwise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fajar Reski
"Penelitian ini membahas bentuk perlindungan dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemegang Hak Pakai atas tanah Negara yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum .Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif secara deskriptif analisis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisa terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian diperoleh : 1) upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan umum/perdata sebagaimana Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan mengenai sah tidaknya Surat Keputusan Tata Usaha Negara dengan mengajukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara 2) Bentuk perlindungan hukum yaitu adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hasil penelitian menyarankan agar setiap subjek hukum wajib menaati perundang-undangan yang berlaku secara benar, khususnya pemerintah.

This thesis analyze the form of legal protection and legal action available to protect the holder of Hak Pakai of State Owned Land whom injured by the loss of law abiding acts . The author uses the method of juridical normative research through analytical descriptive by literature and analysist from court decision material. Based on this research, the author concludes that 1) The legal action available is to file a law suit to the court based on Article 1365 Civil Code, and about the validity from the decision of stated administration letter by putting a motion of charge to Administration Court 2) The legal protection form is the available is a court?s decision which has been declared as permanent law. The results suggest every law-subject must obey the available law/ordinance well, especially government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30109
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosely Damayanti
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dinyatakan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk mendapatkan alat bukti
berupa sertipikat agar pemegang hak atas tanah tersebut memiliki bukti yang kuat
atas tanah yang dimilikinya dan mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan
hak mereka atas tanah tersebut. Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan ternyata
berbeda, terbukti dari adanya kasus sengketa tanah dalam tesis ini dimana 253
(dua ratus lima puluh tiga) pemegang sertipikat Hak Milik atas tanah bekas tanah
partikelir mendapatkan gugatan dari pihak yang merasa sebagai pemegang hak
atas tanah yang sah. Sistem publikasi di Indonesia yang menganut sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif dan sertipikat yang mempunyai
dua sisi yaitu sebagai bukti kepemilikan dan sebagai bentuk keputusan yang
bersifat penetapan, membuat para pemegang sertipikat hak atas tanah senantiasa
akan memperoleh kemungkinan untuk digugat berkenaan dengan keabsahan
tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan penerapan lembaga rechtsverwerking
dalam sistem peradilan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2)
PP 24/1997 sebagai salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut.

ABSTRACT
Pursuant to Article 19 paragraph (1) of Law No. 5 of 1960 concerning Basic
Agrarian Law is stated that in order to ensure legal certainty, the government hold
land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia in
accordance with the provisions stipulated by Government Regulation.
Government Regulation No. 24 of 1997 stated that the land registration aims to
obtain a certificate that evidences the holder of the rights to the land have strong
evidence on the land that he has and get legal certainty and the protection of their
rights to the land. In fact, as evidenced by the presence of land disputes in this
thesis in which 253 ( two hundred and fifty three ) the holder of the certificate of
land freehold ex-private land to get a lawsuit from those who feel as holders of
legal rights to the land. Publication system in the Indonesia which adopts the
negative publicity that contains positive elements and a certificate that has two
sides those are as a proof of ownership and as a form of decision which is the
determination, making the certificate holders of land rights will always obtain the
possibility to be sued in respect of the validity. Hence, rechtsverwerking
institutions as stipulated in Article 32 paragraph (2) Regulation 24/1997 should be
applied in the justice system in Indonesia as a way to overcome it"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamonangan, Yoshua
"Dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 diamanatkan bahwa: pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan tersebut diberikan kepada Badan Pertanahan Nasional sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Meskipun pendaftaran tanah bertujuan
untuk mewujudkan kepastian hukum, namun permasalahan muncul di pendaftaran tanah khususnya dalam kegiatan pemeliharaan data yaitu pemblokiran. Blok diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Ka. BPN No. 13 Tahun 2017. Ditemukan masalah dimana ada pendaftaran blok yang sudah melewati jangka waktu sebagaimana ditentukan, baik diblokir oleh perorangan/badan hukum atau diblokir oleh penegak hukum. masalah selanjutnya adalah tentang tidak adanya notifikasi bagi pemegang sertifikat hak atas tanah dalam hal sertifikatnya terkena dampak; block record atau ketika block record terhadap sertifikat mereka telah dihapus. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dimana penelitian ini melihat norma hukum tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Data itu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder ditambah wawancara dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan pemahaman. Bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum bagi pemegang sertipikat benda yang diblokir dalam hal jangka waktu pemblokiran tidak mematuhi peraturan terkait dan tidak adanya pemberitahuan bagi mereka yang dipengaruhi oleh blok. Ada solusi agar pemegang sertifikat objek terblokir mengetahui kapan sertifikat yang bersangkutan telah diblokir atau telah terjadi pembukaan blokir.
Perlu ada ketegasan dari pihak pelaksana dalam menjalankan regulasi terkait penggunaan blokir
memberikan kepastian hukum plus sosialisasi aplikasi sentuh tanah saya untuk memudahkan pemegang sertifikat hak atas tanah untuk menemukan informasi yang relevan
sertifikat hak atas tanah.

In article 19 paragraph (1) of Law Number 5 Year 1960, it is mandated that the government shall register land in the entire territory of the Republic of Indonesia. This authority is given to the National Land Agency. Although land registration aims to embody legal certainty, problems arise, especially in data maintenance activities, namely Certificate Freezing. Freeze is regulated in Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/ Head of National Land Agency Regulation No. 13 Year 2017. Problems were found where there were Freeze record that exceeded the time period as determined. The next problem is the absence of notification for holders of land rights certificates in the event that their certificate has frozen or their frozen certificate has unfrozen. This research is a juridical-normative research in which this study looks at written legal norm, and related regulations. The data used in this study is secondary data plus interviews with related parties. Legal uncertainty arises for holders of certificates in the event that the period of freeze does not meet the regulations and the absence of notification for those affected. There is a solution so the holder of the certificate knows when the certificate has frozen or has unfrozen. The executor needs to be firm in implementing the regulations related to freeze to provide legal certainty plus the socialization of the application “Sentuh Tanahku” to make it easier for holders of land rights certificates to know information related to their certificate of land rights."
Depok: fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riva Nichrum
"ABSTRAK
Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah Kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis
dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tidak memberikan jaminan perlindungan
hukum bagi pemegang hak atas tanah, baik dari mekanisme pembebasan tanah,
maupun dari manipulasi makna ?kepentingan umum? telah menyebabkan
pemerintah memiliki catatan buruk dalam pengaturan pengadaan tanah. Dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 ini sangat otoriter dan memungkinkan
Negara mengabaikan penegakan, perlindungan dan penghormatan terhadap hak
asasi warga Negara, sebagaimana dimuat dalam Pasal 28 huruf h ayat 4, bahwa
setiap orang orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil secara sewenang-wenang dan harus diimbangi dengan ganti
kerugian. Ganti kerugian tersebut selain pembayaran dengan nilai uang juga harus
dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan
sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah, sehingga menghasilkan suatu
ganti rugi yang seimbang.

ABSTRACT
Land acquisition for the development public interest to provide land by means of
giving compensation. This study analyzed by descriptive analysis using a juridical
normative approach. From the results of this study Law Number. 2 of 2012
doesn?t give guarantee and legal protection for the title rights, both from the
mechanism of the land acquisition, and the manipulation intrensleting the cost
the government not having good record in stipulating and acquisition. This can be
concquered public interest has to voluntary and mandatory way. but the
implementation is carried out by way of intimidation, terasment, and threats and
other form. In Law No. 2 of 2012 was very authoritarian and allows the State to
ignore the enforcement, protection and respect for citizen rights, as stipulated in
Article 28 paragraph 4 letter h, that everyone has the right to private property and
property rights are not be taken arbitrarily and should be offset by compensation.
In addition to compensation payments with a value of money should also be able
to provide a better survival than the level of social and economic life before it hit
land acquisition, resulting in a balanced compensation."
2012
T31140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>