Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Permelia Fabyanne
"Di antara berbagai Hak atas Kekayaan Intelektual, merek dagang merupakan salah satu hak yang sangat terkait dengan perlindungan konsumen, pelanggaran hak merek akan berdampak secara luas terhadap konsumen, karena merek meliputi segala kebutuhan konsumen. Hal tersebut disebabkan karena konsumen merupakan penggunan suatu produk, dimana suatu produk sangat erat kaitannya dengan merek. Sehingga konsumen yang biasanya sudah terikat menggunakan produk dengan merek tertentu, di mana dalam prakteknya sering terjadi pemalsuan dan menimpa konsumen maka sudah pasti konsumen mengalami kerugian karena mengkonsumsi secara keliru produk tertentu yang kualitasnya berbeda dengan produk yang biasa ia konsumsi. Sehinga di dalam penulisan tesis ini permasalahan yang akan diangkat adalah bagaimana Undang-Undang Merek memberikan perlindungan terhadap konsumen, upaya dan langkah hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila kepentingannya dirugikan serta bagaimana putusan pengadilan niaga dalam hal perlindungan terhadap konsumen.
Sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen maka di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dirumuskan mengenai tanggung jawab produk yang menyatakan bahwa "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan".
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, sanksi bagi pelanggar tindak pidana di bidang merek yang tentunya pasti akan merugikan pihak konsumen sebagai pengguna ataupun pemakai suatu produk atau barang, dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana tercatat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang tercantum dalam Pasal 90, 91, 92 ayat (1), 92 ayat (2), 92 ayat (3), 93, 94 ayat (I), 94 ayat (2), dan Pasal 95.
Sebagai akibat penegakan hukum yang lemah maka hasil dari kebijakan hukum merek untuk menanggulangi pelanggaran merek yang merugikan konsumen juga tidak akan mencapai hasil yang memadai. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan penegakan hukum yang kuat atas merek untuk mencegah terjadinya pelanggaran di bidang merek yang akan merugikan konsumen dan juga dibutuhkan tanggung jawab yang kuat dari kalangan pelaku usaha dalam memproduksi suatu barang."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Janu Anjayani
"Skripsi ini membahas pengaturan peredaran kosmetik impor serta perlindungan konsumen produk kosmetik impor. Skripsi ini juga membahas pengawasan peredaran kosmetik impor, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam peredaran produk Meei Yung Whitening Day Cream, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelanggaran tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa konsumen dalam membeli produk kosmetik sebaiknya menerapkan prinsip kehati-hatian; diadakan kerja sama antara Badan POM dengan pihak Kepabeanan dalam pengawasan produk kosmetik impor;diadakan sosialisasi, edukasi mengenai kosmetik yang memenuhi standar kosmetik yang baik kepada masyarakat; penyuluhan tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen; pelaku usaha menerapkan standar baku produk kosmetik yang baik.

The focus of this study is a concern about the regulation of imported cosmetics and consumer protection toward imported cosmetics. This study, also analysis the control of imported cosmetics distribution, the violation made by producer in the distribution of Meei Yung Whitening Day Cream, and consumer?s efforts against those violation. This research is a normative law research.
The researcher suggest consumers to using carefulness principal before they buy any of cosmetic product; Bilateral cooperation between Badan POM and Pabean Authority for the imported cosmetics control; socialization, education program about Standard of Good Cosmetics product; socialization about consumer protection law in Indonesia; importer, distributor, producer of cosmetic products should be enforce by the law of consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25089
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Sulaeman
"The Act No. 8 Year 1999 regarding Costumer Protection has brought a new perspective in private law, where the relation between costumer and businessmen is generally under the law of contract. The Customer Protection Act as the element of reinforcement has adapted criminalization, which has not common to be applied on such relation. The main objective to impose punishment as a premium sanction is to protect the society as a whole and particularly customer, from the practice of unfair trade and transactions that are made by businessmen.
The practice of unfair trade and transactions are not only inflicting financial lost, but also immaterial lost. Unfortunately, from time to time recovery of financial lost does not compel appropriately. It does not make businessmen cautious. In fact, the same violation occurs repeatedly.
The thesis discussed on how the implementation of criminal sanction in The Customer Protection Act is applied to Bukit Sentul case. In this case customer reported Bukit Sentul based on the presume fraud, whereas the relation between customer and Bukit Sentul was based on agreement. It has become obvious that not all of contractual relations under agreement are free from criminal sanction. The Customer Protection Act proved that breach of contract can also be reported as a criminal case if there is enough evidence to support the offense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdiani
"Klausula baku merupakan hal yang lazim digunakan dalam dunia usaha, biasanya klausula baku dibuat secara sepihak dan telah ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha sehingga konsumen yang ingin memanfaatkan barang atau jasa tersebut hanya memiliki pilihan menyetujui atau tidak menyetujui hal yang termuat dalam klausula tersebut atau dalam istilah disebut take it or leave it, penggunaan klasula baku dibutuhkan dalam dunia bisnis karena bentuk transaksi seperti ini dinilai mempermudah dalam praktik perdagangan, sewa menyewa, asuransi, jasa sektor keuangan dan berbagai bentuk hubungan hukum lainnya. Namun kemudahan transaksi menggunakan klausula baku sering merugikan konsumen, seperti klausula tambahan yang menyatakan bahwa konsumen harus setuju atau tunduk pada perubahan yang akan ada dikemudian hari, perubahan tersebut tidak diketahui perihalnya bahkan dalam beberapa kasus seringnya perubahan tersebut tidak diberitahukan kepada konsumen, oleh karenanya konsumen merasa dirugikan. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan aturan tambahan dalam klausula baku tersebut merupakan klausula yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 huruf (g), pelaku usaha yang memuat ketentuan mengenai klausula tambahan dalam perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18 ayat (3) artinya perjanjian tersebut tidak mengikat. Selain itu klausula tambahan tersebut merupakan pelanggaran penerapan asas itikad dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalam penelitian ini diuraikan mengenai kasus dan putusan yang memuat klausula tambahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan analisis pendekatan undang-undang atau statute approach. Hasil penelitian ini yakni klausula tambahan tersebut merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang perlindungan konsumen dan dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun hal ini masih kurang melindungi konsumen karena putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak dapat dilaksanakan dan beberapa putusan dibatalkan oleh pengadilan, alternatif lainnya konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Standard contract is a common practice in business, it is a practice where the contract is made unilaterally by the business actors so that the consumers would not have a choice but to agree with the contract, or it is commonly known with term "take it or leave it". The use of standard clause is important in the business since it is considered to make trade and transaction easier, as well as leasing, insurance, and financial sector services. However, standard clause often harms consumers, such as an additional clauses where the consumers must agree and submit to changes that will occur in the future. In some cases, such changes are not notified to consumers, therefore it inflicts a financial loss to consumers. According to the Consumer Protection Act of Indonesia, the additional rules in the standard clause are prohibited in article 18 (1) (g), business actors that contain provisions regarding additional clauses in the standard clause are declared null and void as contained in Article 18 (3) which means that the agreement is not binding. In addition, the additional clause is also a violation of the application of the Good Faith principle and it is a tort.
In this research described the cases and decisions that contain these additional clauses. This research was conducted by literature study with statute approach analysis. By this research, author draws a conclusion that additional clause is something that is prohibited by Consumer Protection Art of Indonesia and declared null and void as regulated in Article 18, and consumers who feel aggrieved can file a lawsuit to the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). However, in practice the decision issued by the BPSK can not be implemented and several decisions are canceled by the District Court. The alternative customers can take is to submit a lawsuit to the District Court with a lawsuit against the law or tort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sujiyanti
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen LPG tabung 3 kg terkait tabung LPG 3 kg yang diproduksi oleh PT. Tabung Mas Murni pada tahun 2009. Tabung-tabung LPG 3 kg tersebut diduga tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa PT. Tabung Mas Murni diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUPK, dan dapat dikenakan sanksi pidana. Apabila konsumen LPG tabung 3 kg dirugikan oleh produsen LPG, maka konsumen dapat menggugat produsen tabung LPG 3 kg melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

The focus of this study is the consumer law protection of 3-kg LPG cylinder due to 3-kg LPG cylinders, which have been manufactured by PT. Tabung Mas Murni in 2009. These 3-kg LPG cylinders allegedly don?t accord with the required standard. The research method used in this study is a normative juridical research, using secondary data.
This study concludes that PT. Tabung Mas Murni is suspected of violating the provisions of Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection and may be subject to criminal penalty. If the consumer of 3-kg LPG cylinder has suffered damages caused by LPG manufacturing company, consumer may file charges the LPG manufacturing company through a court or outside the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24988
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiessa Audia
"Cara pemasaran produk yang dilakukan oleh pelaku usaha bermacam-macam. Diantaranya adalah dengan pemberian voucher atau kupon yang menyatakan bahwa konsumen yang mendapatkan voucher atau kupon ini telah memenangkan suatu hadiah. Konsumen diharapkan akan datang sendiri untuk mengambil hadiahnya tersebut. Pada saat pengambilan hadiah itulah, pelaku usaha mulai menawarkan produk-produk lainnya. Biasanya konsumen dalam keadaan labil dan mudah terbujuk, sehingga tidak dapat berpikir secara logis. Dalam hal ini, pelaku usaha memanfaatkan kelemahan konsumen yang tidak dalam kondisi untuk dapat berpikir rasional. Apa yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut semata-mata hanyalah trik dagang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perbuatan pelaku usaha tersebut, merupakan perbuatan yang dilarang menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 13 ayat 1 yang intinya menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk menawarkan suatu barang dengan cara pemberian hadiah secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya sebagaimana dijanjikan. Pertanggungjawaban pelaku usaha yang melakukan hal ini pun dapat dimintakan secara pidana maupun secara perdata. Oleh sebab itu, demi untuk menghindari terjadinya tindakan pelaku usaha yang menyesatkan tersebut, konsumen sebagai pihak yang sudah dilindungi oleh UU No. 8 Tahun 1999, hendaklah sudah mulai untuk lebih kritis terhadap segala macam bentuk penawaran atas barang maupun jasa oleh pelaku usaha. Untuk itu perlu juga mensosialisasikan secara efektif UU No. 8 Tahun 1999 terutama yang menyangkut hak-hak konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azaris Pahlemy
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S23565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Daisyastri
"ABSTRAK
Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian yang timbul dalam praktek berdasarkan kebutuhan masyarakat akan adanya suatu bentuk perjanjian yang dianggap aman bagi para pihak. Lembaga sewa beli merupakan lembaga dalam hukum perjanjian yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 juncto Pasal 1320 KUHPerdata. Tujuan dari penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang perjanjian baku dalam praktek sewa beli otomotif dan asas-asas hukum yang memberikan pembenaran dalam praktek pembuatan perjanjian sewa beli, untuk mengetahui dan memahami perlindungan konsumen dalam hal adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian sewa bell serta akibat hukum terhadap para pihak dihubungkan dengan UUPK, dan untuk mengetahui dan memahami bagaimana tanggung jawab pelaku usaha dalam perjanjian sewa beli otomotif jika barang otomotif yang merupakan obyek perjanjian musnah karena overmacht. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analistis dengan pendekatan yuridis normatif, dan tekhnik pengumpulan data dengan melakukan studi kepustakaan guna memperoleh data yang telah diperoleh tersebut dianalistis secara kualitatif. Perjanjian sewa beli otomotif berbentuk perjanjian baku dan merupakan bentuk perjanjian jual beli dengan cicilan, sehingga penggunaan nama perjanjian tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diatur dalam perjanjian sewa beli karena secara substansial perjanjian sewa beli otomotif lebih mirip perjanjian jual beli dengan cicilan atau angsuran daripada dengan perjanjian sewa beli yang sebenarnya menurut hukum. Pelaku usaha sebagai pihak yang membuat perjanjian menggunakan klausula-klausula baku yang cenderung melepaskan, mengalihkan atau mengurangi tanggung jawabnya yang menurut hukum positif, yaitu UUPK seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Belum dilakukan penyesuaian dari isi perjanjian dengan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUPK, sehingga secara umum, hak-hak konsumen masih belum dilindungi karena pelaku usaha hanya mementingkan terpenuhinya perlindungan bagi pihaknya terhadap resiko yang mungkin akan dihadapinya. Perjanjian sewa beli otomotif tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Pelaku usaha dapat mengalihkan tanggung jawabnya dari kemungkinan terjadinya resiko kepada pihak asuransi, tetapi tidak membebaskan tanggung jawabnya berdasarkan kontrak atau perjanjian yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata."
2007
T18237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sompotan, Henry Theodore
"Skripsi ini membahas tentang tinjauan hukum terhadap penyelenggaraan layanan bundling Triple Play di Indonesia mengenai status hukum dan pengawasan terhadap layanan Triple Play berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap konsumen dari layanan bundling serta membandingkan penyelenggaraan layanan Triple Play di negara lain. Penelitian hukum dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normative dengan menganalisis kaedah-kaedah hukum dalam aturan perundang-undangan yang terkait, penelitian deskriptif yang menggambarkan mengenai definisi, konsep, dan ragam bentuk dari layanan Triple Play dan juga menganalisis hubungan perlindungan konsumen dengan hukum persaingan usaha di Indonesia menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Di Indonesia, dalam layanan Triple Play oleh IndiHome terdapat beberapa isu yang melibatkan pelaku usaha dan konsumen, dalam penelitian ini beberapa isu terkait dianalisis berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selain itu, sistem pengawasan oleh Kementerian terkait mempunyai andil dalam melindungi konsumen dari layanan Triple Play yang masih diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda. Oleh karena itu, diharapkan kepada Pemerintah Indonesia agar membuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai layanan Triple Play yang kedepannya akan memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap konsumen dan pelaku usaha.

This thesis aims to analyzed the legal aspect on bundling service provided by telecommunication services in terms of the legal status and the supervision on Triple Play services based on Law number 8 Year 1999 on Consumer Protection which aims to provide protection for the consumer of bundling services while also comparing the protection of Triple Play consumer in other States. The legal research in this thesis is normative manner by analyzing legal principles embedded in laws and regulations, descriptive research also emphasizes definition, concept, and forms of Triple Play bundle services, while analyzing the relation between consumer protection law aspect and competition law aspect in Indonesia in accordance with the prevailing laws and regulations. In Indonesia, Triple Play services as provided by Telkom in the form of IndiHome has several issues regarding the violation of right of consumer, these issues would be analyzed from the perspective of Consumer Protection Law. Besides of that, the supervision authority granted to Minister of Trade is analyzed in purpose of analyzing the effort by the government to provide a comfort and stability in the Triple Play bundling service in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>